Satya sedang bersandar di sofa sambil merokok. Begitu mendengar ucapan Benira, dia langsung mengernyit. Dia tidak mencintai Benira. Dia datang kemari hanya untuk mencari kenyamanan dan bukan karena cinta. Namun, Satya tidak ingin membuatnya malu sehingga berkata, "Aku pamit dulu.""Di luar hujan deras lho." Benira menegakkan tubuhnya, lalu membujuk dengan manja, "Tunggu hujannya reda dulu, ya?"Satya pun duduk kembali dan menonton berita dengan santai. Di sisi lain, Benira mulai bertingkah nakal. Dia bersandar di bahu Satya dan menyentuh bagian sensitifnya, bahkan mencium daun telinga Satya. Dulu setiap kali melakukan ini, Satya akan langsung memainkannya dengan ganas di ranjang.Satya menunduk melirik Benira dengan tatapan suram. Sesaat kemudian, dia menghentikan Benira. "Berhenti."Benira tidak ingin melewatkan peluang ini. Dia terus berusaha membangkitkan gairah Satya. Hampir tidak ada pria yang bisa menahan rangsangan seperti ini, apalagi Satya baru saja minum-minum.Satya memang b
Clara tidak melontarkan sepatah kata pun. Bagaimanapun, Satya pasti merasa bersalah. Setelah menutup pintu, Satya bertanya dengan lembut, "Baru bangun, ya?"Clara menatapnya lekat-lekat. Sesaat kemudian, dia baru membalas dengan tidak acuh, "Aku sama sepertimu, masih belum tidur."Menurut Clara, tidak ada gunanya berpura-pura lagi. Satya duduk di sofa, lalu mengeluarkan kotak perhiasan dan berkata, "Kemarilah, coba lihat, suka nggak? Kalau nggak suka, aku akan cari waktu untuk membawamu memilih sendiri."Clara menyindir, "Satya, sampai kapan kamu akan bersandiwara seperti ini? Aku membawa Bibi Aida dan kedua anakku pergi untuk merestui hubunganmu dengan Benira. Kamu sendiri yang mencariku dan bilang ingin memulai semuanya dari awal. Tapi, kamu malah diam-diam berhubungan dengan Benira?""Sebenarnya aku nggak keberatan kalau kamu punya wanita simpanan. Aku serius. Tapi, wanita itu nggak boleh Benira."Clara berbicara terus terang. Satya pun mengernyit mendengarnya. Dia mencondongkan tub
Clara membalikkan tubuhnya dan hendak kabur, tetapi Satya langsung meraih satu kakinya dan menariknya kembali. Kemudian, dia menggunakan dasi untuk mengikat pergelangan tangan Clara. Postur memalukan seperti ini pun membuat Clara menangis dan merasa terhina.Satya berdiri di pinggir ranjang. Dia menatap Clara dengan dingin, lalu melepaskan kancing bajunya. Kemudian, Satya menekan dagu Clara untuk berciuman dengannya. Sembari mengemut bibir Clara, pria itu berujar, "Kamu jelas-jelas peduli, tapi masih berbohong."Clara hanya bisa berbaring di ranjang. Rambut hitamnya tampak acak-acakan. Pria mana pun yang melihat penampilannya pasti tidak akan bisa menahan diri.Tiba-tiba, Clara tertawa hingga memperlihatkan kedua gigi taring kecilnya. Dulu, dia terlihat sangat menggemaskan saat tertawa seperti ini. Entah kenapa, sekarang dia justru terlihat begitu menawan. Tanpa Satya sadari, Clara ternyata sudah menjadi wanita dewasa.Clara menatap Satya, lalu mengulangi perkataan pria itu. "Peduli? B
Clara berjalan ke depan sofa. Dia mencondongkan tubuh untuk membuka kotak perhiasan. Di dalamnya adalah satu set perhiasan rubi yang mahal dan berkilau. Sepertinya, tidak ada wanita yang tidak menyukai perhiasan seperti ini.Clara mengamati perhiasan itu cukup lama. Satya mengira Clara menginginkannya sehingga berujar, "Bawa saja kalau suka. Perhiasan itu memang untukmu."Clara pun tersenyum mengejek. Dia mengangkat tangan untuk membuang semua perhiasan itu ke lantai dengan ekspresi tidak acuh, begitu juga cincin berlian di jari manisnya. Dia memperlakukan semua perhiasan mahal itu layaknya sampah.Kelopak mata Satya berkedut melihatnya. Dia menatap Clara lekat-lekat, lalu berkata dengan suara serak, "Clara, apa semua pemberianku begitu nggak bernilai di matamu? Masa kamu nggak peduli sedikit pun pada masa lalu kita?"Clara tersenyum dingin. Dia menyahut, "Memangnya masa lalu seperti apa yang kita punya? Selain rasa sakit dan kebohongan, apa lagi yang kamu berikan kepadaku? Aku hanya m
Aida cukup terkejut mendengarnya. Dia sudah merawat Clara selama bertahun-tahun. Dulu, Clara adalah gadis pemalu dan penakut. Wanita ini bahkan tidak berani melihat pelayan membunuh ikan. Ketika terluka dan berdarah, Clara juga selalu sangat heboh. Akan tetapi, sekarang Aida ingin sekali memujinya. Dia merasa tindakan Clara ini sangat luar biasa.Setelah mengatakan itu, Clara berbalik menatap Satya dan berucap, "Sudah saatnya kami berangkat. Aku masih harus mengurus sesuatu sore ini. Jadi, sebaiknya jangan membuang-buang waktu lagi."Tatapan Satya tampak suram. Dia berusaha mencari keengganan yang tidak pernah ada pada wajah Clara. Sepertinya, wanita ini sudah tidak sabar untuk pergi. Benira hanya sebuah alasan untuknya. Sejak awal, Clara memang sudah menunggu hari ini tiba.Satya menutup pintu mobil. Mobil karavan hitam perlahan-lahan menjauh. Ban mobil menimbulkan sedikit suara. Meskipun begitu, suara itu seolah-olah sangat tajam hingga menyayat hati Satya.Satya hanya berdiri diam h
Benira membuka pintu. Dia langsung memeluk Satya dengan perasaan yang bercampur aduk, lalu berucap, "Satya, aku kira kamu nggak akan datang." Suaranya penuh dengan pesona. Mungkin tidak ada pria yang mampu menahan diri setelah mendengarnya.Namun, Satya malah mendorongnya. Benira sontak terkejut. Pria itu melewatinya dan berjalan masuk ke dalam. Seperti biasa, ada sepanci sup yang diletakkan di atas meja makan. Benira bertanya dengan hati-hati, "Satya, kamu lapar nggak? Apa kamu mau ...."Sebelum Benira selesai berbicara, Satya langsung menyela, "Aku sudah makan di rumah."Kata-kata Satya membuatnya terkejut lagi. Kemudian, dia menyindir seraya tersenyum, "Ya, itu adalah rumahmu. Tempatku ini cuma tempat kamu beristirahat sesaat. Sekarang, aku bahkan bukan lagi wanita utuh bagimu. Kamu nggak akan menganggapku penting."Satya tidak membantah. Bagaimanapun mereka selalu berhubungan baik, tidak ada artinya bertengkar ketika hendak berpisah sekarang.Saat ini, Satya duduk di sofa. Benira m
Clara pindah ke sebuah apartemen besar dengan luas lebih dari 300 meter persegi. Aida terus memuji apartemen ini. Kamar tidur Aida memiliki kamar mandi sendiri dengan luas 40 meter persegi. ....Aida sangat terkejut dan tidak berani menikmatinya. Namun, Clara meminta dia untuk tinggal di sana dengan nyaman. Dia memberi tahu Aida bahwa apartemen itu dibeli sendiri olehnya. Selain dari tabungannya sendiri, kakaknya juga mentransfer uang sebesar 4 triliun ke rekeningnya."Apa? Empat triliun? Nyonya, coba ulangi lagi!" seru Aida. Clara tersenyum dan mengulanginya lagi.Aida tak kuasa berucap, "Jangankan 4 triliun. Kalau punya 40 miliar, aku akan bersantai dan nggak akan kerja untuk siapa pun lagi. Tapi, aku tetap bersedia mengasuh Joe dan Alaia!" Wanita itu tampak tersenyum lebar.Saat ini, Clara melihat sekeliling .... Furnitur baru memenuhi apartemennya. Bunga segar yang baru diletakkan memancarkan aroma ringan. Inilah kebebasan yang selalu didambakannya.Clara juga mempekerjakan dua pen
Clara bertanya balik dengan tatapan tegas, "Atas dasar apa kamu berpikir aku menginginkan pria nggak setia sepertimu? Satya, sebaiknya berikan semua perhatianmu itu kepada orang yang butuh!"Selesai berbicara, Clara mengempaskan tangannya dengan kuat. Satya tidak melepaskannya, bahkan berucap, "Kita akan pulang ke rumah kita!"Rumah? Clara tertegun untuk sesaat. Kemudian, dia tersenyum sinis dan berkata, "Kamu saja nggak pulang ke sana, gimana bisa tempat itu disebut sebagai rumah?"Clara melepaskan tangannya, lalu mundur selangkah dan bertatapan dengan Satya. Wajah putihnya tampak cerah seperti saat mereka berkencan untuk pertama kali. Namun, sekarang mereka justru memiliki perasaan yang berbeda.Clara berucap dengan suara agak serak, "Kamu punya banyak uang sehingga bisa membuat wanita melayanimu. Hal ini yang membuatmu mengira kalau semua wanita sama seperti Benira yang nggak bisa meninggalkanmu.""Tapi, aku berbeda dengan mereka. Aku mungkin menginginkanmu saat masih berusia 22 tah