Annika lumayan terkejut mendengar ucapan Roy. Roy kurang bersahabat dengan Annika karena Chika. Beberapa malam sebelumnya, Roy juga mencari masalah dengannya. Saat ini, pria itu justru menawarkan tumpangan padanya.Annika tanpa sadar curiga bahwa Roy punya maksud buruk. Dia mundur selangkah sambil berkata dengan dingin, "Roy, kamu sudah berjanji nggak akan menggangguku lagi."Roy memandangi Annika. Beberapa saat kemudian, dia berkata pelan, "Ya, aku memang bilang begitu." Usai berkata begitu, dia langsung melajukan Land Rovar hitamnya yang meninggalkan kepulan asap hitam di udara.....Annika mengira masalahnya dengan Roy sudah berakhir. Tak disangka, malam itu dia melihat pria itu lagi di lantai 56 Hotel Harington. Dia tengah bermain kartu bersama Jeremy dan beberapa orang lainnya. Namun, kali ini tidak ada artis atau model muda yang duduk di sebelahnya.Roy mengangkat kepalanya saat Annika naik ke panggung. Gerakan kecil yang tidak mencolok ini dilihat oleh Jeremy. Jeremy melirik ke
"Kamu yang sinting! Jangan lupa, siapa suaminya!" ujar Jeremy.....Saat ini, hanya ada Annika di ruang ganti wanita. Dia telah melepas gaun hitam pendeknya. Tubuhnya yang indah kini hanya dibalut pakaian dalam hitam dan bersinar di bawah pancaran lampu kuning redup.Mendadak, pintu berderit terbuka. Annika tersentak kaget dan segera menutupi dadanya dengan kemeja. Dia lantas berbalik dan mendapati Zakki berdiri di depan pintu. Pria itu tengah memandangnya sambil perlahan-lahan menutup pintu ruang ganti dengan punggung tangan.Annika menggigit bibir bawahnya dan berkata, "Zakki, ini ruang ganti wanita!"Zakki berjalan ke hadapan Annika seolah-olah tidak mendengar ucapannya. Sebelum Annika sempat bereaksi, dia mengambil kemeja dari tangan wanita itu, lalu menekannya ke loker ruang ganti dengan satu tangan. Zakki mengamati wajah Annika di bawah cahaya lampu.Annika tidak terbiasa dengan perlakuan semacam ini. Lapisan keringat muncul di kulit sensitifnya. Dia pun mulai sedikit gemetar.La
Lampu di Kediaman Ruslan masih bersinar terang larut malam itu. Para pelayan sibuk menghidangkan berbagai makanan bernutrisi ke atas meja makan besar. Lily menemani Zakki dan Annika di meja makan.Lily takut cucunya kurang bertenaga di malam hari, jadi dia sengaja meminta koki merebus kura-kura untuk menutrisi tubuhnya. Lily juga meminta semangkuk hidangan penguat yin dan menghidangkannya untuk Annika dengan penuh perhatian.Lily menyunggingkan senyuman dan berujar, "Nenek cukup tahu soal hal-hal ini! Kamu pasti akan hamil malam ini."Walaupun sudah menikah selama tiga tahun, wajah Annika tetap saja merona begitu mendengar ucapan Lily. Apalagi, ada beberapa pelayan yang berdiri di ruang tamu.Zakki melirik Annika, lalu menghibur Lily dengan ekspresi datar, "Kalau begitu, aku harus bekerja keras supaya Nenek bisa menggendong cicit secepat mungkin."Lily tersenyum senang, seolah-olah sudah bisa melihat cicitnya yang menggemaskan melambai padanya. Dia kembali menyajikan semangkuk sup kura
Zakki berkata dengan nada mengejek, "Annika, sekarang kamu jadi begitu murah hati, ya!" Usai berkata begitu, dia meninggalkan Annika dan mandi air dingin.Setelah Zakki keluar dari kamar mandi 10 menit kemudian, dia melihat Annika telah membentangkan selimut tipis di sofa. Wanita itu tampaknya ingin tidur di sana malam ini. Zakki kesal melihatnya. Amarah yang baru saja mereda kembali berkobar. Tanpa banyak pikir, dia menggendong Annika dan melemparnya ke ranjang besar yang empuk. Setelah itu, dia menindih wanita itu di bawahnya.Annika membenamkan wajahnya di bantal. Zakki tidak berniat menyentuh Annika karena amarah masih menyesaki hatinya. Saat dia hendak minggir, ponsel Annika mendadak berdering. Ada notifikasi WhatsApp masuk.Zakki berujar sambil mengernyit, "Sudah semalam ini, siapa yang mengirimimu pesan?"Annika kesakitan karena ditindih barusan. Dia menyahut dengan nada kesal, "Apa pedulimu!"Zakki mendengus sebagai balasan. Sambil menahan bahu kurus Annika dengan satu tangan,
Tubuh Annika bergetar dalam pelukan Zakki. Memori selama tiga tahun terakhir yang tidak begitu indah memenuhi kepalanya. Tubuhnya hampir kehilangan kendali. Namun, saat Zakki hendak menyentuh Annika, ponselnya tiba-tiba berdering.Dengan tidak sabar, Zakki meraih ponsel itu dan melirik layar yang menampilkan panggilan dari Dania. Setelah mempertimbangkan sejenak, Zakki menjawab panggilan itu dengan nada kesal, "Ada masalah apa selarut ini?"Di ujung telepon, Dania berkata dengan nada cemas, "Pak Zakki, Shilla datang ke Kota Brata!"Zakki mengernyit pelan, lalu melirik Annika. Kemudian, dia segera bangkit dan melangkah ke luar untuk meneruskan percakapan. Hanya saja, Annika telah mendengar ucapan Dania tadi. Shilla sudah kembali ke Kota Brata. Zakki akhirnya membiarkan kekasihnya muncul di kota. Ini adalah penghinaan besar bagi Annika yang masih menyandang status sebagai "Nyonya Ruslan".Beberapa menit kemudian, Zakki masuk kembali dengan ekspresi yang sedikit tegang. Shilla terang-tera
Shilla mengepalkan tangannya. Namun, dia menunjukkan raut patuh dan menyahut, "Aku mengerti, Tuan Zakki!"Zakki berdiri dan berlalu dari situ. Di luar pintu, orang tua Shilla menunggu dengan sabar. Begitu melihat Zakki keluar, mereka mendekat dan hendak mengobrol dengannya. Namun, Zakki sudah memasuki lift sebelum mereka sempat mengucapkan apa pun. Setelah memelototi kedua orang itu, Dania lalu mengikuti Zakki ke lift.Hanya ada Zakki dan Dania di dalam lift. Lift terus turun ke lantai bawah, ditandai angka merah di layar LCD yang terus mengecil. Zakki tiba-tiba bertanya, "Kenapa kamu membawa Shilla ke Rumah Sakit Sejahtera? Seingatku, ayah Annika dirawat di rumah sakit ini."Jantung Dania berdebar, lalu dia buru-buru menjelaskan, "Pak Zakki, bukan saya yang mengaturnya. Waktu saya sampai di bandara, ambulans sudah membawa Shilla ke rumah sakit. Ngomong-ngomong, apa Pak Zakki akan menemani Shilla operasi besok?" "Usai kata-kata itu terlontar, pintu lift terbuka. Zakki keluar terlebih
Zakki mematikan mesin mobil setibanya di lantai pertama parkiran Grup Ruslan. Masih duduk di dalam mobil, dia mempertimbangkannya sesaat sebelum menghubungi nomor Annika. Annika menolak panggilan dan Zakki berhenti menelepon.Zakki menyandar ke jok kulit dan menyalakan sebatang rokok dalam diam. Pikirnya, Annika pasti marah. Zakki merenung lebih jauh. Apakah Annika marah dengan perlakuan kasarnya kemarin malam ataukah karena dia meninggalkannya di tengah malam? Ucapan Dania di telepon itu seharusnya terdengar oleh Annika.Zakki memegang ponsel dengan satu tangan sambil berpikir, haruskah dia mengirimi istrinya WhatsApp? Haruskah dia membujuk Annika? Namun, gagasan ini hanya terlintas sekilas di benaknya sebelum dienyahkan.Hal-hal seperti itu hanya dilakukan oleh pasangan yang saling mencintai. Zakki dan Annika sama sekali tidak cocok melakukannya. Lagi pula, dia tidak pernah mencintai Annika, baik di masa lalu, saat ini, maupun di masa depan.Setelah Zakki menyimpan ponselnya, Dania m
Ketika mendengar ucapan Roy yang sedikit provokatif, Zakki menyunggingkan senyum. Dia memberi isyarat kepada pramugolf untuk meletakkan bola, lalu mencondongkan tubuhnya ke depan dan mulai memukul bola.Setelah bola itu mendarat, Zakki menuju ke sana sambil berkata dengan santai, "Sejak kapan kamu begitu memahamiku? Ya, aku harus mengawasi istriku dengan ketat supaya nggak dilirik oleh pria lain. Menurutmu bagaimana, Roy?"Ekspresi Roy tampak muram. Setelah diam sejenak, dia tersenyum sinis sembari membalas, "Tapi, terkadang kalau diawasi dengan ketat pun nggak ada gunanya! Seperti sebuah pepatah, cinta itu bagaikan pasir dalam genggaman tangan, makin digenggam erat, makin cepat tumpah!"Di bawah langit senja, Zakki yang mengenakan pakaian santai berwarna putih terlihat tampan saat memasang kuda-kuda. Kemudian, dia menunduk dan mengayunkan stik pemukul di atas padang rumput hijau. Bola berhasil masuk lubang dalam 2 pukulan.Zakki sudah tidak berniat untuk lanjut bermain. Dia menyerahka