Annika tahu apa yang ingin dibicarakan Zakki di telepon. Dia tidak ingin Shinta mendengar percakapan mereka. Jadi, setelah pamit sebentar pada Shinta, Annika keluar untuk menjawab telepon.Jendela di ujung koridor yang tertutup erat tidak dapat menahan udara dingin pada malam hari. Semilir angin yang masuk lewat celah-celah jendela terasa tajam saat mengenai wajah. Namun, semua itu tidak sedingin isi pembicaraan Zakki dengan Annika.Zakki berujar pelan di ujung telepon, "Seharusnya kamu sudah bisa tebak apa yang akan dilakukan Keluarga Lutaha selanjutnya. Annika, saat ini cuma aku yang bisa membantumu dengan menjadikan Sania orang Keluarga Ruslan. Dengan cara itu, Tristan nggak akan berani macam-macam padanya."Annika bertanya dengan kaku, "Kalau begitu, bisakah aku meminta bantuanmu?"Zakki terdiam sejenak sebelum menyahut dengan suara rendah, "Aku pernah bilang sebelumnya, aku bukan seorang filantropis. Kamu tahu betul, kalau bukan karena kamu, aku nggak mungkin ikut campur dalam mas
Annika tiba-tiba mengingat ucapan Zakki sebelumnya. Jika dia dan Jony bersatu, kelak Jony akan hidup dalam kesedihan dan penyesalan mendalam karena memilih belajar kedokteran daripada memperebutkan kekuasaan.Annika tidak ingin hal itu terjadi pada Jony. Dia tidak ingin Jony menyesal dan mengubah jalan hidupnya hanya demi dirinya. Menjalani hidup demi cinta dan demi orang lain adalah sesuatu yang sangat melelahkan.Annika tidak ingin Jony merasakan penderitaan yang pernah dialaminya sendiri. Menyukai seseorang seharusnya dilakukan secara sukarela oleh dua pihak, bukannya karena tuntutan sepihak. Annika tidak bisa memberikan apa pun pada Jony dan hanya akan membebani pria itu. Sesuai ucapan Zakki, dia hanya akan membuat Jony bersedih dan menyesali pilihan hidupnya.Kira-kira lima menit kemudian, pintu kamar pasien perlahan dibuka.Annika masih menghadap ke jendela. Tanpa memberi Jony ruang untuk menolak dan dirinya sendiri ruang untuk menyesal, dia berujar pelan, "Keluarga Lutaha nggak
Annika memandang Jony sangat lama hingga matanya perih menahan tangis. Kemudian, dia tiba-tiba berbalik. Saat itu juga, dia sudah kembali menjadi Nyonya Ruslan. Annika melangkah masuk ke lobi yang megah menuju lift. Dia tidak menoleh ke belakang lagi. Dia takut akan menyesal jika kembali melihat ke belakang.Aula pesta berkapasitas ratusan orang ini dipenuhi orang-orang terkenal. Ini adalah pesta adat yang diadakan setelah pernikahan. Jeremy tidak ada di sana. Namun, Tristan dan kedua orang tua Jeremy yang hadir sekiranya sudah cukup menghormati keluarga Evania. Evania kurang senang, tetapi dia tetap memaksakan diri tersenyum dan terlihat ceria.Mendadak, pintu aula pesta terbuka dan terdengar suara langkah kaki beralas sepatu hak tinggi. Semua orang di sana menoleh ke arah pintu. Annika mengenakan gaun hitam Chonel yang indah dan sepatu hak tinggi seksi. Dia melangkah pelan menghampiri Tristan di meja utama. Beberapa pelayan berusaha menahannya, tetapi Annika mendorong mereka pergi.T
Tristan tidak berani melawan Zakki. Meski Keluarga Lutaha dan Keluarga Wongso bergabung sekalipun, mereka tetap bukan tandingan Zakki. Pria itu telah berhasil merebut kekuasaan di usia yang begitu muda dan terkenal dengan kekejamannya di Kota Brata.Jadi, Tristan pun menanyakan permintaan Annika. Annika tidak bodoh. Dia tahu situasi saat ini sudah tidak bisa diperbaiki. Satu-satunya yang bisa Sania dapatkan adalah kompensasi.Annika berujar dengan tenang, "Aku punya dua tuntutan! Pertama, Keluarga Lutaha harus memanggil tim medis terbaik untuk menyembuhkan Sania dan mengonfirmasi kalau bayi yang dikandung Sania itu anak Jeremy. Sampaikan kalau Sania bukan kekasih gelap Jeremy dan mereka menjalin hubungan normal sebelumnya. Kedua, berikan Sania kompensasi lagi."Ibu Jeremy menolak, "Bukannya dia sudah dapat 100 miliar? Kompensasi apa lagi yang kamu mau?"Annika balik bertanya, "Kalau aku memberimu 100 miliar dengan syarat kamu mengalami keguguran dan kehilangan pendengaranmu, apa kamu b
Annika menunduk dan mendapati posisi duduknya yang menyedihkan. Tubuh mereka sangat dekat sekarang.Rok berbahan sutra Annika terkulai, sementara dua kaki panjangnya diletakkan di kedua sisi tubuh Zakki. Celana jas berwarna gelap milik pria itu tampak menyempurnakan kulit Annika yang putih dan lembut, serta memberikan kesan anggun dan memikat hanya dengan melihatnya saja.Bulu mata Annika terlihat sedikit bergetar. Dia segera berkata, "Aku lagi nggak mood." Wanita itu melanjutkan dengan nada bicara agak memohon, "Lain kali saja, ya?"Sementara itu, Zakki bersandar santai di kursi sambil memandangnya dengan tatapan datar. Jakun pria itu tiba-tiba bergulir dengan maskulin .... Melihat ini, Annika sedikit bergerak mundur. Namun, Zakki malah meraih wajahnya dengan tangan, lalu bertanya dengan nada rendah, "Takut?"Tanpa menunggu jawabannya, Zakki langsung merangkul leher belakang Annika agar lebih dekat dengannya. Annika mengira bahwa dia ingin menciumnya sehingga berinisiatif untuk membuk
Setelah melakukan hal itu, keduanya saling diam. Mungkin karena mereka bukan lagi pasangan suami istri, atau mungkin karena sudah terlalu lama tidak melakukannya, keduanya pun merasa agak canggung.Annika mengenakan pakaiannya dan berkata dengan nada lembut, "Tubuhku agak lengket, aku mau mandi dulu."Suasananya menjadi agak canggung. Barusan, Zakki terlalu terburu-buru sehingga tidak menggunakan kondom. Dia tentu merasa nyaman, tetapi Annika jadi kewalahan untuk membersihkan tubuh setelahnya ....Zakki berdeham sebelum berkata, "Aku tunggu di luar!" Usai berkata demikian, dia langsung berjalan keluar. Tentunya, akan ada petugas kebersihan yang menangani ranjang berantakan itu besok.Sebagai pria, Zakki tidak mempermasalahkannya, tetapi Annika malah sangat peduli. Dia mengganti seprai dengan yang baru, lalu mengemas seprai lama ke dalam kantong dan meninggalkan catatan bahwa Dania akan mengirimkannya ke laundry .... Setelah mengurus semua itu, barulah dia pergi mandi.Air hangat mengal
Ketiga pagi tiba, Sania masih terbaring dengan tenang .... Annika bersandar di telapak tangan Sania sambil bergumam, "Sania, bangunlah. Nggak akan ada lagi yang berani menindasmu ke depannya. Kamu bisa hidup dengan nyaman di dunia ini."Annika menambahkan, "Kamu nggak usah khawatir tentang masa lalumu yang bakal ketahuan oleh orang lain, ataupun merasa rendah. Ke depannya, kamu masih bisa punya anak. Aku mohon, bangunlah! Biarkan aku tahu bahwa semua ini sepadan!"Penantian tanpa harapan memang cenderung membuat orang putus asa. Di pagi yang cerah, dokter mengumumkan dengan penuh penyesalan bahwa kondisi Sania sangat buruk. Jika dia tidak siuman dalam 4 jam, kemungkinan dia tidak akan pernah bangun lagi. Itu artinya, dia akan berada dalam keadaan vegetatif permanen. Sania tidak akan pernah bangun lagi ....Annika sangat sedih hingga sulit bernapas. Tiba-tiba, dia berlari ke toilet, lalu bersandar di wastafel dan muntah tak terkendali. Dia terus muntah hingga sekujur tubuhnya lemas dan
Annika tahu apa yang dipikirkan sahabatnya. Dia menatap Sania, lalu berkata sambil tersenyum dan menangis, "Kenapa nggak sepadan? Demi kamu, semua ini sepadan .... Kamu harus cepat sembuh!"Di sudut mata Sania, air matanya terus mengalir. Annika memeluknya erat-erat sambil bergumam, "Kamu nggak tahu gimana aku hidup selama beberapa hari ini. Aku sudah hampir gila!"Sania sangat lemas sekarang, tetapi dia tetap mengerahkan semua tenaga untuk mengangkat tangannya dan memeluk Annika secara lembut ........Setelah menyantap sedikit makanan, dokter pun memeriksa tubuh Sania. Sementara itu, Annika keluar dari kamar pasien terlebih dahulu. Begitu keluar dari sana, dia berjalan ke ujung lorong luar yang panjang dan diam-diam menatap matahari di luar. Pada saat ini, dia benar-benar merasa lega.Untungnya, Sania sudah bangun. Untungnya, sahabatnya itu tidak menyalahkan dirinya sendiri. Dia masih memiliki keberanian untuk hidup.Namun, ketika Annika memikirkan anak itu, hidungnya masih saja berk