Annika tidak mengambil dokumen itu. Zakki tertawa, lalu sengaja memprovokasi Annika, "Kenapa? Apa kamu nggak berani lihat?"Annika menyahut, "Mana mungkin aku nggak berani?" Selesai bicara, Annika mengambil dokumen itu. Namun, dia langsung tertegun setelah membaca beberapa baris tulisan.Ini adalah beberapa dokumen proyek yang ditandatangani oleh Denny sebelum Grup Chandra bangkrut. Sebagian proyek sudah dihentikan, bahkan pernah disiarkan di berita. Jika dokumen ini tersebar, Denny harus dipenjara seumur hidup. Wajah Annika pucat pasi.Zakki tahu apa yang dipikirkan Annika. Dia mengambil dokumen di tangan Annika, lalu membakarnya dengan macis.Zakki menjelaskan dengan tenang, "Waktu itu, ayahmu juga diperdaya makanya dia bisa menandatangani semua proyek itu, ayahmu itu korban. Dokumen ini nggak ada salinannya, jadi sekarang sama sekali nggak ada bukti lagi. Sekalipun sidang kakakmu ditunda 2 bulan, hasilnya juga nggak akan berubah."Annika tertegun ketika melihat Zakki sudah membakar
Zakki berucap dengan lembut, "Apa kamu tahu bermesraan itu seharusnya seperti apa?"Annika tidak tahu dan dia sama sekali tidak peduli. Annika ingin melepaskan diri dari Zakki, tetapi Zakki memeluk Annika dengan erat. Annika bisa merasakan bahwa Zakki tidak bisa menahan hasratnya lagi.Annika yang kesal menimpali, "Sudah kubilang, aku nggak seperti wanita yang bermesraan denganmu di luar."Zakki memandang Annika. Rambut Annika yang panjang tergerai di bahunya. Wajahnya tirus, matanya indah, hidungnya mancung, dan bibirnya merona. Bodi Annika langsing dan juga seksi. Tampang Annika memang sempurna.Zakki berujar, "Annika, aku hanya pernah mempermainkanmu."Annika tidak suka mendengar ucapan ini, tetapi dia juga tidak berani memukul Zakki. Akhirnya, Annika hanya duduk di kaki Zakki dengan pasrah.Zakki langsung meraih tangan Annika dan menepuk wajahnya sendiri dengan tangan Annika. Tindakan ini agak rendahan, tetapi juga terlihat mesra, seperti pasangan suami istri yang sedang bercanda.
Tubuh Annika gemetaran. Dia tidak ingin memercayai ucapan Zakki, dia tidak percaya bahwa kenyataan ini begitu kejam. Namun, Annika tahu Zakki tidak mungkin membohonginya.Annika memandang Zakki sembari berujar dengan lembut, "Zakki ...."Zakki bisa menebak maksud Annika, sekarang Annika berniat memohon kepada Zakki untuk membantu Sania. Zakki membuang abu rokok, lalu tersenyum datar dan berkata, "Ini bukan masalah sepele, aku nggak mungkin menyinggung Keluarga Wongso dan Lutaha hanya demi Sania. Annika, lagi pula, aku bukan berbuat amal, 'kan?"Zakki melontarkan kata-kata terakhir dengan lembut sambil menatap Annika lekat-lekat. Annika tahu maksud Zakki. Asalkan Annika bersedia tunduk dan menurunkan harga dirinya untuk kembali ke sisi Zakki, Zakki bisa melindungi Sania dan Sania bisa melahirkan anak itu dengan aman.Annika mengepalkan tangannya, dia sama sekali tidak berbicara. Zakki terus memperhatikan Annika. Dari ekspresi Annika, Zakki bisa menebak bahwa Annika tidak bersedia.Zakki
Malam ini, Annika menginap di rumah Sania. Setelah mandi, Annika mengenakan baju tidur Sania. Kemudian, mereka berdua berbaring di tempat tidur sambil mengobrol.Sania berkata dengan lembut, "Sebenarnya aku nggak peduli dengan Jeremy lagi, dia akan menikah dan aku akan hidup dengan anakku. Annika, aku sudah merencanakannya, setengah bulan lagi aku akan meninggalkan Kota Brata. Aku akan pergi ke kota kecil, lalu membeli rumah dan membuka toko bunga. Aku akan membesarkan anakku di sana."Sania melanjutkan, "Hanya saja, aku akan merindukanmu karena jauh darimu. Apa kamu akan mencariku?"Annika yang sedih menyahut, "Tentu saja, setidaknya aku akan mencarimu beberapa kali setiap tahun. Aku juga akan memberimu saham 10 persen dari tokoku dan membantumu membesarkan anakmu. Setelah dewasa, anakmu pasti punya tampang yang menawan, nggak peduli laki-laki atau perempuan."Annika merangkul Sania sembari berujar, "Aku nggak rela berpisah denganmu."Sania juga merasa sedih. Mereka berdua tidak berbi
Sania hanya ingin memiliki keluarga dekat. Dia akhirnya berbicara dengan terisak, "Annika, kenapa begitu sulit? Kenapa nasibku seperti ini? Kenapa setiap keinginanku nggak pernah terwujud? Aku benar-benar menyayangi anak ini. Aku bahkan sudah memikirkan namanya ... Stefan Lindarto! Aku ingin dia bahagia dan tersenyum begitu lahir. Aku juga berharap dia selalu beruntung."Ketika melontarkan kalimat terakhir, suaranya terdengar serak. Darahnya terus mengalir dan berceceran kemana-mana ....Annika memeluk Sania sambil memekik dengan suara bergetar, "Omong kosong! Jangan asal bicara! Aku akan membawamu ke rumah sakit! Sania, bertahanlah! Begitu aku mengantarmu ke rumah sakit, semuanya akan baik-baik saja! Apa kamu dengar? Ambulans! Ambulans!"....Di parkiran bawah tanah, terdengar suara jeritan histeris Annika. Gambar di baliho sekelilingnya tiba-tiba berubah. Satu per satu foto pernikahan Jeremy dan Evania terpampang. Ternyata, hari ini tanggal 2, hari pernikahan Jeremy dan Evania.Panda
Annika menatap Jeremy dengan dingin. Pria itu tampak begitu cemas. Annika merasa Sania sangat konyol. Bisa-bisanya Sania mencintai Jeremy. Dia juga merasa diri sendiri konyol karena mengira Keluarga Lutaha akan melepaskan Sania karena sedang mengandung.Annika berjalan 2 langkah ke depan dengan terhuyung-huyung, lalu berucap dengan linglung, "Jeremy, Sania mengandung anakmu! Dia nggak berencana untuk memberitahumu karena ingin tinggal di sebuah kota kecil untuk melahirkan anak kalian. Dia hanya ingin memiliki keluarga dekat di sisinya ...."Wajah Annika dipenuhi air mata. Dia menengadah sembari membentak, "Dia nggak pernah berniat untuk menggagalkan pernikahanmu. Kalaupun kamu memberinya 1 triliun untuk membeli telinga kanannya, dia juga nggak akan mengeluh! Jeremy, Sania bisa menerima semua ketidakadilan ini bukan karena dia mati rasa, tapi karena dia nggak punya siapa-siapa!""Dia nggak punya keluarga ataupun kekasih. Dia hanya punya anak itu! Apa kamu tahu seberapa bahagianya dia se
Shinta menyeka air matanya sambil membalas, "Baiklah. Kalau begitu, cuci mukamu dan pergilah makan sesuatu. Kalau mau menjaga Sania, kamu juga harus menjaga diri sendiri dengan baik.Annika mengangguk. Dia menunduk sembari mengelus telapak tangan Sania dengan lembut. Perasaannya dipenuhi kerinduan. Sementara itu, Shinta berbalik dan merasa sangat sedih.....Setelah mencuci wajah, Annika pergi ke restoran di lantai 2 untuk makan. Begitu memasuki lift, terdengar seseorang yang memanggil namanya. Dia menoleh dan melihat orang itu adalah Jony.Jony mengenakan jas putih dan sedang bersandar di jendela ujung koridor. Jendela sedang terbuka. Angin yang berembus masuk membuat rambutnya terlihat berantakan. Wajahnya tampak sayu seperti belum tidur semalaman.Jony adalah direktur rumah sakit dan termasuk orang yang memiliki jabatan tinggi. Pria ini sudah sangat membantu Sania dengan merawatnya. Annika tahu hal ini, jadi dia menghampiri Jony untuk mengucapkan terima kasih.Jony menatap Annika le
Pada sore hari, Sania masih belum siuman. Shinta menatap mata Annika yang merah sembari berkata dengan pelan, "Biar aku yang menjaganya di sini. Kamu pulanglah mandi dan berganti pakaian. Sebaiknya kamu istirahat sebentar baru kemari lagi. Kalau kamu seperti ini terus, bagaimana tubuhmu bisa menahannya? Selain itu, ayahmu juga mengkhawatirkanmu di rumah."Annika mengiakan. Ketika hendak pergi, dia menggenggam tangan Sania, lalu mengusapnya sambil berucap, "Sania, kamu harus segera bangun."Melihat ini, kedua mata Shinta menjadi merah. Dia berjalan ke sisi Annika dan bertanya dengan suara rendah, "Ketika aku mengantar dokter keluar subuh tadi, aku melihat kamu sedang bersama Jony. Annika, apa kamu sudah siap membuka hatimu untuknya?"Annika terdiam sejenak, lalu menyahut, "Bibi Shinta, aku belum ada niat untuk menjalin hubungan sekarang."Setelah ragu-ragu beberapa saat, Shinta menimpali, "Sekarang memang bukan waktu yang tepat, tapi kamu nggak boleh langsung menolak. Aku bisa melihat b