Marcella tidak bisa menjawab.Joe tidak mempersulit Marcella. Dia hanya menemani Marcella dan Olivia dengan tenang. Setelah Marcella selesai menyusui Olivia, Joe membantu Marcella mengaitkan kancing baju dengan perhatian.Joe juga membantu Olivia mengganti popok. Sesudah itu, Joe meletakkan Olivia di ranjangnya dan menidurkannya. Ketika menidurkan Olivia, Joe menatap wajah kecil putrinya sembari berujar pada Marcella, "Aku nggak tenang kalau orang lain yang menjaganya."Sebuah kalimat sederhana, tetapi mengandung makna yang dalam. Ada rasa kedekatan yang sulit dijelaskan.Marcella tidak bisa mengusir Joe. Setelah keluar dari rumah sakit, Joe tidak mungkin terus tinggal di rumah Marcella. Marcella hanya perlu bertahan sebentar lagi ....Malam makin hening. Lampu berangsur padam dan hanya menyisakan satu lampu kecil berwarna kuning. Pada malam yang sunyi, napas mereka berdua terdengar jelas. Ketika Marcella hendak tidur, dia mendengar Joe menghela napas."Aku sangat senang saat kamu menu
Tubuh Marcella menegang. Beberapa saat kemudian, dia sadar dan berusaha melepaskan diri seraya memanggil, "Joe?"Joe sama sekali tidak peduli dengan kepanikan Marcella. Wajah tampannya bersandar di bahu Marcella. Selendang wol berkualitas itu membuat Joe merasa nyaman. Dia mengencangkan lengannya dan memeluk Marcella lebih erat.Joe berucap dengan suara serak dan maskulin, "Ikut aku kembali ke Kota Brata dan hidup di sana. Kota Brata memiliki pengobatan dan pendidikan terbaik. Itu tempat terbaik bagi Olivia untuk tumbuh .... Oke?" Selesai berbicara, Joe menatap Marcella lekat-lekat.Marcella menunduk sembari membalas, "Lepaskan aku dulu."Namun, bagaimana mungkin Joe mau melepaskan Marcella begitu saja setelah memeluknya dengan susah payah?Joe tidak melepaskan pelukan Marcella, sebaliknya justru memeluknya lebih erat. Kedua tubuh mereka menempel satu sama lain, begitu dekat seperti saat mereka menjadi sepasang suami istri.Marcella tidak berdaya. Dia hanya bisa mengabaikan pengaruh ya
Marcella yang baru menjadi ibu muda tidak rela untuk tidur. Dia ingin terus mengawasi putrinya.Lampu di kamar telah diredupkan. Joe menghampiri sofa dan berbaring di sana. Sambil memejamkan matanya, dia bergumam, "Tidurlah, aku akan gendong Olivia ke tempat tidurmu malam nanti."Sebelum Marcella bisa menolak, Joe tampaknya sudah tertidur. Di tengah keremangan, Marcella melihatnya berbaring dengan tenang di sofa.Seperti biasa, satu tangan Joe dijulurkan untuk menggoyang tempat tidur Olivia dengan lembut. Sikap pria itu membuat perasaan Marcella campur aduk.Hati manusia tidak terbuat dari batu. Marcella tentu saja merasakan kasih sayang Joe pada Olivia dan perhatian pria itu padanya.Namun, segala selalu sudah terlambat untuk mereka. Hubungan yang dijalin kembali demi anak tidak akan kokoh.Marcella tidak ingin mempertaruhkan masa depannya sendiri. Dia harus mencari cara untuk bicara baik-baik dengan Joe. Harus ada batasan yang jelas di antara mereka.Misalnya, Joe bisa bertemu Olivia
Marcella harus akui, dia sedikit terharu. Bagaimanapun juga, Joe bersedia mengesampingkan segalanya demi menemaninya bersalin dan melewati masa nifas.Joe menjaga Olivia siang dan malam. Berkat pria itu, Marcella segera pulih dalam dua minggu terakhir dan tubuhnya juga menjadi lebih bugar.Jika harus jujur, para wanita tidak akan mampu menolak kelembutan seorang pria seperti ini. Begitu pula dengan Marcella.Dengan wajah mereka yang begitu dekat, tubuhnya yang dipeluk dan diselimuti kehangatan, serta mendengar kata-kata manis Joe, bagaimana mungkin Marcella tidak tergerak?Namun, sisi rasional Marcella masih bekerja. Dia mendorongnya Joe dengan lembut dan berkata, "Aku nggak menyukaimu lagi."Marcella ingin bangun, tetapi Joe tidak mau melepaskannya. Ketika pria itu hendak menciumnya lagi, kali ini Marcella tidak mengizinkannya.Marcella menutupi bibir ranumnya dengan telapak tangannya yang mulus dan berujar, "Joe, kalau kamu bersikap seperti ini lagi, aku terpaksa harus pindah ke temp
Joe yang berpakaian rapi turun dari mobil. Dia terlihat sangat memesona di bawah pancaran cahaya neon warna-warni.Tasya turun dari kursi depan mobil, lalu menghampiri Joe dan berucap pelan, "Silakan masuk, Pak Joe! Pak Satya dan orang-orang Keluarga Darmadi sudah tiba."Joe mengangguk dan langsung menaiki tangga. Koridor panjang dan elegan klub bisnis itu dihiasi lampu kristal yang menyinari orang-orang.Tak berapa lama, sang manajer membukakan pintu ruang VIP untuk mereka dan berkata, "Ruangannya di sini, Pak Joe."Joe memandang ke dalam ruangan dan melihat orang tuanya dan Keluarga Darmadi duduk berhadapan dalam suasana kaku. Hidangan yang terletak di atas meja sama sekali tidak tersentuh. Begitu melihat Joe, Satya dan Clara sontak menghela napas lega.Tubuh ramping Yolanda menegang. Dia memandang ke arah pintu, menatap pria yang hampir menjadi suaminya.Joe tidak membalas tatapan Yolanda. Meski sudah lama berada di Kota Clasata, dia sama sekali tidak terlihat merindukan wanita itu.
Yolanda telah minum terlalu banyak. Dengan mengenakan gaun ketat dan seksi, dia berdiri di depan mobil dan mencoba yang terakhir kali untuk mempertahankan pria di dalamnya.Di dalam Rolls Rayce hitam, Joe memperhatikannya dengan tenang. Sebenarnya dia tidak pernah mencintai Yolanda.Namun, mereka hampir saja menjadi pasangan suami istri. Meskipun sekarang semuanya sudah berakhir, Joe tetap turun dari mobil untuk menemuinya.Yolanda merasa sangat terkejut dan senang. Dia tak bisa menahan diri untuk memanggil nama Joe dan mencoba menyentuhnya.Hanya saja, pandangan dingin di mata Joe membuatnya mundur. Dia tak sanggup menahan rasa sakit itu, lalu melangkah mundur sambil menggeleng pelan.Yolanda memandang ke arah vila yang gelap, lalu kembali menatap Joe dan berbicara dengan suara pelan, "Kamu sudah pindah kembali? Joe, sejak awal kamu memang nggak pernah ingin berpisah dengannya, 'kan?""Kamu cuma terlalu angkuh, takut dia bakal kecewa padamu .... Sekarang, dia sudah melahirkan anak kal
Joe membalas, "Ibu anak itu nggak mau pulang. Dia mau tinggal lebih lama di Kota Clasata. Aku akan bolak-balik saja .... Kadang kala, memang sulit untuk menghadapi wanita." Pembantu itu tersenyum sambil mengangguk setuju.Setelah duduk sebentar, Joe pergi ke ruang kerja di lantai dua. Dia ingin menyelesaikan pekerjaannya lebih awal sehingga bisa terbang ke Kota Clasata pada hari Jumat untuk menjenguk Olivia dan Marcella. Meskipun hanya menginap dua malam, itu sudah cukup.Pukul 2 dini hari, ketika Joe keluar dari ruang kerjanya, malam sudah sunyi sepi. Dia berjalan di lorong vila dan membuka pintu kamar utama, tempat dia dan Marcella pernah tinggal bersama.Joe berdiri di tengah kamar, lalu melepaskan dasi perlahan. Pada saat itu, rasa rindunya begitu kuat. Dia tidak akan menyangka, Yolanda sudah pergi ke Kota Clasata lebih dulu sebelum dia tiba.Di Kota Clasata.Marcella duduk di sebuah kafe. Di bulan Juni ini, dia mengenakan kemeja putih dengan selendang tipis berwarna abu-abu muda d
Suara Joe terdengar dingin ketika menjawab, "Ya, aku nggak tega."Yolanda tak bisa memercayai apa yang didengarnya. Dia sangat terkejut melihat Joe begitu melindungi Marcella.Padahal Yolanda belum melakukan apa-apa pada wanita itu, tetapi Joe sudah begitu khawatir. Rasa sakit di hatinya makin mendalam.Sementara itu, Joe berbalik dan berkata kepada Marcella, "Kamu pulang duluan. Aku akan bicara sebentar dengan dia, lalu pulang ke rumah."Pulang ke rumah? Kata-kata itu membuat Yolanda makin bingung. Joe bisa-bisanya menyebut tempat tinggal Marcella sebagai rumahnya. Lantas, dia yang dulu pernah menjadi tunangannya dianggap apa? Yolanda menatap Marcella yang pergi. Joe bahkan memapahnya dengan lembut. Jelas bahwa dia sangat ingin menyentuh wanita itu dan mementingkannya. Lalu, dia menganggap Yolanda apa?Setelah Marcella pergi, Joe menatap Yolanda lagi. Berhubung di kafe tidak boleh merokok, dia meletakkan bungkus rokoknya di atas meja.Tatapannya menjadi dingin, berbeda dari sikapnya