Marcella yang baru menjadi ibu muda tidak rela untuk tidur. Dia ingin terus mengawasi putrinya.Lampu di kamar telah diredupkan. Joe menghampiri sofa dan berbaring di sana. Sambil memejamkan matanya, dia bergumam, "Tidurlah, aku akan gendong Olivia ke tempat tidurmu malam nanti."Sebelum Marcella bisa menolak, Joe tampaknya sudah tertidur. Di tengah keremangan, Marcella melihatnya berbaring dengan tenang di sofa.Seperti biasa, satu tangan Joe dijulurkan untuk menggoyang tempat tidur Olivia dengan lembut. Sikap pria itu membuat perasaan Marcella campur aduk.Hati manusia tidak terbuat dari batu. Marcella tentu saja merasakan kasih sayang Joe pada Olivia dan perhatian pria itu padanya.Namun, segala selalu sudah terlambat untuk mereka. Hubungan yang dijalin kembali demi anak tidak akan kokoh.Marcella tidak ingin mempertaruhkan masa depannya sendiri. Dia harus mencari cara untuk bicara baik-baik dengan Joe. Harus ada batasan yang jelas di antara mereka.Misalnya, Joe bisa bertemu Olivia
Marcella harus akui, dia sedikit terharu. Bagaimanapun juga, Joe bersedia mengesampingkan segalanya demi menemaninya bersalin dan melewati masa nifas.Joe menjaga Olivia siang dan malam. Berkat pria itu, Marcella segera pulih dalam dua minggu terakhir dan tubuhnya juga menjadi lebih bugar.Jika harus jujur, para wanita tidak akan mampu menolak kelembutan seorang pria seperti ini. Begitu pula dengan Marcella.Dengan wajah mereka yang begitu dekat, tubuhnya yang dipeluk dan diselimuti kehangatan, serta mendengar kata-kata manis Joe, bagaimana mungkin Marcella tidak tergerak?Namun, sisi rasional Marcella masih bekerja. Dia mendorongnya Joe dengan lembut dan berkata, "Aku nggak menyukaimu lagi."Marcella ingin bangun, tetapi Joe tidak mau melepaskannya. Ketika pria itu hendak menciumnya lagi, kali ini Marcella tidak mengizinkannya.Marcella menutupi bibir ranumnya dengan telapak tangannya yang mulus dan berujar, "Joe, kalau kamu bersikap seperti ini lagi, aku terpaksa harus pindah ke temp
Joe yang berpakaian rapi turun dari mobil. Dia terlihat sangat memesona di bawah pancaran cahaya neon warna-warni.Tasya turun dari kursi depan mobil, lalu menghampiri Joe dan berucap pelan, "Silakan masuk, Pak Joe! Pak Satya dan orang-orang Keluarga Darmadi sudah tiba."Joe mengangguk dan langsung menaiki tangga. Koridor panjang dan elegan klub bisnis itu dihiasi lampu kristal yang menyinari orang-orang.Tak berapa lama, sang manajer membukakan pintu ruang VIP untuk mereka dan berkata, "Ruangannya di sini, Pak Joe."Joe memandang ke dalam ruangan dan melihat orang tuanya dan Keluarga Darmadi duduk berhadapan dalam suasana kaku. Hidangan yang terletak di atas meja sama sekali tidak tersentuh. Begitu melihat Joe, Satya dan Clara sontak menghela napas lega.Tubuh ramping Yolanda menegang. Dia memandang ke arah pintu, menatap pria yang hampir menjadi suaminya.Joe tidak membalas tatapan Yolanda. Meski sudah lama berada di Kota Clasata, dia sama sekali tidak terlihat merindukan wanita itu.
Yolanda telah minum terlalu banyak. Dengan mengenakan gaun ketat dan seksi, dia berdiri di depan mobil dan mencoba yang terakhir kali untuk mempertahankan pria di dalamnya.Di dalam Rolls Rayce hitam, Joe memperhatikannya dengan tenang. Sebenarnya dia tidak pernah mencintai Yolanda.Namun, mereka hampir saja menjadi pasangan suami istri. Meskipun sekarang semuanya sudah berakhir, Joe tetap turun dari mobil untuk menemuinya.Yolanda merasa sangat terkejut dan senang. Dia tak bisa menahan diri untuk memanggil nama Joe dan mencoba menyentuhnya.Hanya saja, pandangan dingin di mata Joe membuatnya mundur. Dia tak sanggup menahan rasa sakit itu, lalu melangkah mundur sambil menggeleng pelan.Yolanda memandang ke arah vila yang gelap, lalu kembali menatap Joe dan berbicara dengan suara pelan, "Kamu sudah pindah kembali? Joe, sejak awal kamu memang nggak pernah ingin berpisah dengannya, 'kan?""Kamu cuma terlalu angkuh, takut dia bakal kecewa padamu .... Sekarang, dia sudah melahirkan anak kal
Joe membalas, "Ibu anak itu nggak mau pulang. Dia mau tinggal lebih lama di Kota Clasata. Aku akan bolak-balik saja .... Kadang kala, memang sulit untuk menghadapi wanita." Pembantu itu tersenyum sambil mengangguk setuju.Setelah duduk sebentar, Joe pergi ke ruang kerja di lantai dua. Dia ingin menyelesaikan pekerjaannya lebih awal sehingga bisa terbang ke Kota Clasata pada hari Jumat untuk menjenguk Olivia dan Marcella. Meskipun hanya menginap dua malam, itu sudah cukup.Pukul 2 dini hari, ketika Joe keluar dari ruang kerjanya, malam sudah sunyi sepi. Dia berjalan di lorong vila dan membuka pintu kamar utama, tempat dia dan Marcella pernah tinggal bersama.Joe berdiri di tengah kamar, lalu melepaskan dasi perlahan. Pada saat itu, rasa rindunya begitu kuat. Dia tidak akan menyangka, Yolanda sudah pergi ke Kota Clasata lebih dulu sebelum dia tiba.Di Kota Clasata.Marcella duduk di sebuah kafe. Di bulan Juni ini, dia mengenakan kemeja putih dengan selendang tipis berwarna abu-abu muda d
Suara Joe terdengar dingin ketika menjawab, "Ya, aku nggak tega."Yolanda tak bisa memercayai apa yang didengarnya. Dia sangat terkejut melihat Joe begitu melindungi Marcella.Padahal Yolanda belum melakukan apa-apa pada wanita itu, tetapi Joe sudah begitu khawatir. Rasa sakit di hatinya makin mendalam.Sementara itu, Joe berbalik dan berkata kepada Marcella, "Kamu pulang duluan. Aku akan bicara sebentar dengan dia, lalu pulang ke rumah."Pulang ke rumah? Kata-kata itu membuat Yolanda makin bingung. Joe bisa-bisanya menyebut tempat tinggal Marcella sebagai rumahnya. Lantas, dia yang dulu pernah menjadi tunangannya dianggap apa? Yolanda menatap Marcella yang pergi. Joe bahkan memapahnya dengan lembut. Jelas bahwa dia sangat ingin menyentuh wanita itu dan mementingkannya. Lalu, dia menganggap Yolanda apa?Setelah Marcella pergi, Joe menatap Yolanda lagi. Berhubung di kafe tidak boleh merokok, dia meletakkan bungkus rokoknya di atas meja.Tatapannya menjadi dingin, berbeda dari sikapnya
Olivia mungil dan berkulit putih bersih, tetapi rambutnya tidak banyak. Dia mirip seperti buah kiwi yang indah, sangat menggemaskan.Saat Joe membelai kepala putri kecilnya, Marcella merasa tidak nyaman sehingga mengganti posisinya. Hal itu membuat mantan suaminya tertawa pelan.Joe berbicara dengan suara serak, "Marcella, kita ini suami istri."Marcella memalingkan wajah sembari membantah, "Sudah bukan lagi."Joe duduk di sampingnya, lalu memeluk tubuhnya dengan lembut dari belakang bak seorang suami yang penuh kasih sayang.Joe menimpali, "Masih marah soal Yolanda? Aku sudah membatalkan pertunangan dengannya. Apa yang dia katakan jangan terlalu kamu pikirkan.""Aku dan dia nggak ada hubungan apa-apa sekarang .... Dulu, juga nggak pernah terjadi apa-apa di antara kami," tegas Joe.Marcella tanpa sadar menolaknya. Hanya saja, Joe tetap memeluknya dengan erat sambil mengajak main bayi kecil di pelukannya. Itu membuat wajah Marcella memerah dan jantungnya berdebar.Mereka pernah menjadi
Marcella memandang Joe. Lampu di kamar tidur sudah dimatikan. Dia hanya bisa melihat siluet Joe yang berbaring di sofa.Cuaca di bulan Agustus mulai dingin, tetapi tubuh Joe hanya ditutupi selimut tipis. Ucapan Selvy terus terngiang-ngiang di benak Marcella. Apa dia masih mencintai Joe?Marcella tidak bisa tidur karena memikirkan hal ini. Dia tampak gelisah. Di tengah kegelapan, terdengar suara Joe yang serak. "Kalau kamu nggak bisa tidur, kita bisa melakukan hal lain."Marcella tidak bisa berkata-kata. Dia merasa Joe sangat tidak tahu malu. Namun, perasaan Marcella kalut.Jadi, Marcella hendak pergi ke kamar mandi untuk mencuci muka dan menenangkan dirinya. Saat baru bangkit, Joe meraih tangan Marcella. Kemudian, Joe berbaring di samping Marcella dan memeluknya dengan erat.Marcella tertegun sejenak, lalu berujar, "Joe!"Joe hanya memeluk Marcella dan tidak melakukan apa pun. Dia membenamkan wajahnya di leher Marcella dan berucap, "Marcella, kita sudah lama nggak tidur bersama."Marce