Pada pukul 9 pagi, Joe membawa Marcella dan Olivia ke rumah sakit. Di dalam mobil, Joe memandangi Marcella dan Olivia yang duduk di kursi penumpang belakang sambil berpesan dengan lembut.Marcella mengangguk, tetapi Joe tidak langsung menjalankan mobil. Joe berkata dengan lembut, "Kamu ikut aku pulang ke Kota Brata, ya? Kalau kamu mau menjenguk ibumu, kita bisa sama-sama datang ke sini.""Marcella, aku ingin hidup bersamamu dan Olivia setiap hari. Kita menikah lagi, ya?" lanjut Joe.Marcella tertegun. Joe tidak memperbolehkan Marcella menghindar. Dia menatap Marcella sembari bertanya, "Apa kamu belum berubah pikiran setelah memikirkannya semalaman?"Sebelumnya, Marcella pasti akan menolak Joe dengan tegas. Namun, dia mulai ragu setelah kejadian semalam. Marcella membelai wajah Olivia dan menceletuk, "Aku pertimbangkan lagi."Joe mengomentari, "Masa muda pria ada batasnya.""Kalau begitu, kamu cari wanita lain saja," timpal Marcella dengan kesal.Joe tertawa. Dia terdengar gembira. Tent
Darah mengalir dari dahi Joe sampai ke hidungnya dan kap mobil. Seketika, suasana di sekeliling menjadi sunyi. Hanya tersisa suara darah Joe yang menetes.Joe memegang kap mobil dan berusaha untuk berdiri, tetapi tubuhnya terasa lemas. Akhirnya, Joe hanya mengejap. Dia memandangi Marcella dan Olivia. Mereka berdua adalah segalanya bagi Joe.Marcella berbalik. Dia melihat tubuh Joe yang berlumuran darah jatuh ke tanah. Marcella terkejut dan tidak bisa bersuara. Bahkan, dia tidak bisa memanggil nama Joe.Marcella terpaku di tempat sambil menatap Joe untuk beberapa saat. Dia merasa seakan-akan waktu berlalu sangat lambat. Marcella kesulitan untuk menghampiri Joe.Marcella membatin, 'Joe, kamu nggak boleh mati. Aku belum memaafkanmu. Joe, anak kita baru berusia 3 bulan dan kita belum melihatnya tumbuh besar. Kita belum melihat dia melewati setiap proses kehidupan dan kita belum ... rujuk.'Akhirnya, Marcella menghampiri Joe. Dia mengguncang tubuh Joe seraya menggendong Olivia. Marcella ber
Waktu menunggu terasa sangat lama. Semua keluarga Joe menunggu di depan pintu ruang operasi. Mereka menatap lampu yang menyala di atas ruang operasi dengan penuh harap.Olivia yang sedang digendong Ivander sepertinya merasakan sesuatu. Dia membuka mata memandang wajah pamannya. Mata hitamnya tampak berair.Marcella tidak berkedip. Dia tidak mau duduk dan terus berdiri di depan pintu ruang operasi selama beberapa jam. Ketika matanya mulai perih dan tubuhnya hampir terjatuh, pintu ruang operasi akhirnya terbuka dari dalam.Ahli bedah yang bertanggung jawab atas operasi Joe keluar. Dia melepaskan masker mulut, lalu tersenyum kepada Keluarga Chandra. Katanya, "Operasinya berhasil. Meskipun limpanya sudah diangkat, ini nggak akan memengaruhi kehidupannya di kemudian hari."Mendengar ini, Keluarga Chandra menghela napas lega. Kaki Marcella seketika terasa lemas. Untung Satya memapahnya tepat waktu.Satya selalu menyayangi menantu perempuannya. Jadi, dia memanfaatkan kemampuan finansialnya un
Septi juga memohon. Situasinya sangat tidak menyenangkan.Satya menunduk memandang wanita yang malang itu sambil tersenyum sinis. Dia berujar, "Aku bisa membebaskannya. Tapi, apa dia bisa melepaskan Joe, Marcella, dan anak mereka? Apalagi, kalau pun aku membebaskannya, pihak jaksa juga nggak akan mengampuninya."Rosa tercengang. Dia tidak menyangka meskipun mendapatkan surat pengampunan yang ditandatangani Keluarga Chandra, Yolanda tetap tidak bisa terbebas dari tuduhan.Rosa tidak sanggup menahan pukulan ini. Dia seketika terkulai lemas di lantai dan bergumam, "Bagaimana mungkin? Jelas-jelas pengacara itu bilang asalkan mendapatkan surat pengampunan dari kalian, Yolanda akan baik-baik saja."Satya menimpali dengan suara rendah, "Sejak aku masuk, kalian nggak menanyakan keadaan putraku. Kalian hanya peduli pada surat pengampunan!""Aku tegaskan aku nggak akan menandatangani surat pengampunan. Keputusan ada di tangan putraku! Nggak ada gunanya kamu berlutut," tegas Satya.Rosa tidak bis
Marcella ingin menyangkal, tetapi mata merahnya tidak bisa disembunyikan. Dia tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun untuk menyangkal.Marcella hendak menarik kembali telapak tangannya, tetapi Joe meraihnya dan meletakkan tangan Marcella di wajahnya dengan lembut.Kata-kata menjadi tidak penting. Mereka berdua saling menatap dalam-dalam.Joe memegang tangan Marcella dengan lebih erat. Kemudian, dia menuntun tangan Marcella dari wajahnya turun ke dadanya. Telapak tangan Marcella merasakan detakan. Itu adalah detak jantung Joe.Tatapan Joe makin dalam. Dia mengucapkan hal-hal yang bisa membuat wanita tersentuh."Aku tahu bahwa pernikahan dan hubungan ini nggak adil bagimu. Aku punya pengalaman cinta yang sangat panjang, sedangkan kamu baru pertama kali. Apalagi, aku juga menyakitimu saat kita bercerai," tutur Joe."Tapi Marcella, aku mohon berikan satu kesempatan untuk hidup bersamaku lagi. Menurutku, setelah gagal dalam pernikahan, aku akan lebih dewasa dan memahami kebutuhanmu. Aku ju
Marcella merasa bahwa temperamen Joe telah jauh lebih baik dari sebelumnya. Sehari sebelum Joe keluar dari rumah sakit, Marcella pulang ke rumah untuk mengambil susu formula untuk Olivia. Marcella mengendarai mobil sendirian. Saat mobilnya berhenti di bawah apartemen, sepasang suami istri mengadangnya begitu dia turun dari mobil. Mereka adalah orang tua Yolanda.Marcella tidak pernah berhubungan dengan mereka sebelumnya, jadi dia tidak mengenal mereka. Namun setelah Rosa memperkenalkan diri, Marcella langsung mengerti maksud kedatangan mereka. Marcella berucap dengan nada lembut, "Masalah Yolanda nggak ada hubungannya denganku. Kalian sebaiknya bicarakan dengan jaksa."Orang tua Yolanda sebenarnya paham akan hal itu. Namun, mereka membutuhkan surat perjanjian damai yang ditandatangani oleh Joe.Lantaran keluarga Joe menolak bertemu dengan mereka, mereka akhirnya datang mencari Marcella. Tidak peduli seberapa benci mereka pada Marcella, saat ini mereka tidak punya pilihan lain selain
Marcella menggeleng pelan sambil membalas, "Nggak memikirkan apa-apa!"Joe meraih tangannya dengan lembut, lalu berkata dengan suara serak, "Masih bilang nggak memikirkan apa-apa? Lihatlah susunya, sudah hampir meluap."Marcella menunduk, ternyata memang benar begitu. Joe mematikan aliran air dengan cekatan. Kemudian, dia memeluk pinggang Marcella yang ramping sejenak sebelum berujar pelan, "Aku dengar dari pengawal, orang tua Yolanda pergi mencarimu?"Marcella pun mengangguk pelan. Dia teringat apa yang dikatakan Septi waktu itu. Sebagai sesama orang tua, Marcella seharusnya bisa mengerti perasaan mereka dan memaafkan Yolanda demi kebaikan anaknya sendiri.Meski memahami perasaan mereka, Marcella tahu bahwa kecelakaan itu melibatkan Joe. Jadi, dia merasa tidak berhak untuk memberikan pengampunan, apalagi meleraikan mereka.Joe yang pernah menjadi suaminya, bisa membaca pikiran dan gerak-geriknya dengan mudah. Namun, dia tidak mengungkit hal itu.Mereka berdua saling berpelukan dalam k
Tasya tidak percaya. Benar saja setelah Olivia selesai minum susu, dia mengulurkan tangannya ke arah Tasya dan meminta untuk digendong.Menghadapi bayi kecil yang wangi dan lembut ini, mana mungkin Tasya tega menolak? Setelah menggendongnya, dia tidak bisa melepaskannya lagi.Malam harinya, Tasya harus menempelkan beberapa plester di tubuhnya untuk meredakan rasa pegal.....Keesokan harinya, Satya dan Clara datang untuk menjemput mereka keluar dari rumah sakit. Setelah semua urusan selesai, Joe membawa istri dan anaknya pulang ke apartemen mereka.Olivia yang sudah bangun pagi, kini tertidur lagi di pelukan ibunya. Joe membungkuk untuk menyentuh putrinya, tetapi ucapannya ditujukan pada Marcella. "Aku akan keluar sebentar. Kita akan terbang jam 2 siang."Marcella menduga dia akan menemui Yolanda. Tanpa sadar, dia memanggil, "Joe."Joe memegang gagang pintu, lalu berbalik dan berujar sambil tersenyum padanya, "Jangan khawatir, aku tahu apa yang harus dilakukan."Cahaya matahari musim g