Joe merasakan sesuatu yang amis di mulutnya. Kemudian, seteguk darah menyembur keluar dari mulutnya dan mengenai kaca transparan jendela.Tasya yang baru masuk kebetulan melihat hal ini. Dia bergegas menghampiri Joe dan bertanya, "Pak Joe kenapa?"Joe memegangi perutnya dan tetes-tetes keringat mulai muncul di dahinya. Dia mengibaskan tangannya dan berucap, "Aku nggak apa-apa."Tasya sudah lama bekerja bagi Joe. Hatinya sedikit perih saat melihat Joe bekerja hingga ambruk begini.Tasya berkata dengan nada tercekat, "Mana mungkin nggak apa-apa. Waktu itu Dokter Ariel sudah berpesan agar Bapak nggak terlalu gila kerja. Bapak bekerja begitu keras, tapi akhirnya ...."Meski Tasya tidak melanjutkan kata-katanya, Joe tahu apa yang hendak dia katakan. Segiat apa pun dia bekerja, dia tetap kehilangan Alaia. Lantas mengapa dia masih bekerja begitu keras?Tasya membantu Joe turun ke lantai bawah dan masuk ke mobil. Dia lalu meminta sopir pergi ke Rumah Sakit Ruslan. Joe duduk di kursi belakang,
Joe menelepon Tasya di depan pintu. Tasya terdengar ragu-ragu saat bicara. Joe menebak Tasya pasti pergi mencari Alaia.Joe turun ke lantai bawah dan masuk ke mobilnya. Dia menyuruh sopir untuk pergi ke apartemen Alaia. Joe tahu Alaia selalu melukis pada siang hari. Jadi, Alaia pasti pulang ke apartemennya.....Di ruang pemeriksaan, Ariel menyuruh suster untuk membereskan barang. Kemudian, Ariel keluar sambil memasukkan kedua tangan ke dalam saku jasnya.Ariel berjalan ke gedung rawat inap. Beberapa hari yang lalu, dia mengobati seorang anak yang mengidap penyakit parah. Jadi, dia ingin menjenguk anak itu selagi senggang.Gedung rawat inap anak-anak dipenuhi dengan orang tua yang terlihat cemas dan anak-anak yang ketakutan. Semua orang yang sakit pasti merasa menderita.Dokter dan suster menyapa saat melihat Ariel, "Dokter Ariel."Ariel tersenyum. Dia sudah memeriksa anak itu dan kondisinya stabil. Ariel juga berpesan kepada suster untuk memperhatikan beberapa hal, termasuk menambah p
Ariel malas meladeni Andre. Dia memasukkan kedua tangan ke saku jas dan berkata dengan ekspresi datar, "Di dalam hubungan kita bertiga, aku ini istri Andre, bukan dokter."Ariel menambahkan, "Andre, kamu membatasiku dengan etos kerja sebagai dokter. Kamu memang nggak bermoral."Andre yang merasa kesal hendak bicara. Tiba-tiba, seorang suster menghampiri Ariel dan melaporkan, "Dokter Ariel, ada pasien yang kondisinya kritis."Ariel segera pergi bersama suster itu. Sekarang hanya tersisa Andre dan mantan kekasihnya.Wanita itu berucap, "Kalau Dokter Ariel ada di rumah sakit, bagaimana kalau kamu temani Nora? Setelah Dokter Ariel selesai kerja, kamu bisa menjelaskan kepadanya. Aku rasa dia pasti salah paham."Andre tidak setuju. Dia melihat jam tangan dan berujar, "Aku masih ada urusan di kantor. Aku pergi dulu.""Andre," panggil wanita itu. Namun, Andre tetap pergi.....Di kafe yang terletak di sudut jalan. Alaia mengaduk kopinya dan menceletuk, "Tasya, aku nggak menyangka kamu mengajak
Joe yang duduk di mobil melamun. Tak lama kemudian, dia baru mengambil kotak rokok dari laci dan menyalakan rokok.Asap rokok mengepul dan mengaburkan pandangan Joe. Dia terus memikirkan kembali masa lalunya bersama Alaia dan kenyataan bahwa Alaia sudah menikah.Joe merasa dia sudah merendahkan dirinya. Dia bahkan tidak peduli Alaia sudah pernah menikah. Joe hanya ingin Alaia kembali ke sisinya. Namun, Alaia tidak bersedia.Jika Alaia menolak, untuk apa Joe memaksanya? Joe juga punya harga diri.Joe mengisap sebatang rokok, lalu menelepon Lucy dan memberitahunya alamat vila. Itu adalah properti pribadinya, tetapi biasanya Joe jarang tinggal di sana.....Satu jam kemudian, di Vila Jadine. Gelas anggur jatuh di atas karpet putih kamar utama di lantai 2. Suasana di kamar sangat intens.Di atas tempat tidur, Joe dan Lucy berpelukan dengan mesra. Lucy mencengkeram seprai dan wajahnya bergesekan dengan bantal.Lucy menatap Joe yang menindihnya. Dia telah mempersiapkan diri sejak Joe mengund
Wajah Alaia merona saat membuka pintu. Xavier melepaskan jaketnya, lalu menggantungnya di tiang gantungan baju. Kemudian, dia memeluk Alaia dan mencium bibirnya dengan lembut.Alaia dipaksa mengangkat kepalanya. Dia ingin berbicara, tetapi dihentikan oleh ciuman Xavier. Alaia berucap, "Umm ... Xavier."Xavier melumat bibir Alaia. Suara ciuman membuat suasana menjadi intens dan keduanya mulai bergairah.Xavier menahan Alaia di rak dekat pintu sambil membelai pinggangnya. Kulit Alaia sangat sensitif, tubuhnya gemetaran saat merasakan belaian Xavier.Xavier menghentikan gerakan tangannya, lalu bertanya dengan suara seksi seraya menatap Alaia, "Rasanya nyaman, ya?"Alaia merasa malu, dia tidak ingin menjawab. Alaia menyibakkan rambutnya dan berujar, "Lukisanku hampir selesai. Aku buatkan kopi untukmu dulu. Setelah aku selesai, kita baru pergi makan."Xavier tetap bergeming. Dia malah menekan pinggang Alaia. Tangan Xavier terasa hangat. Hasratnya menggebu-gebu.Wajah Alaia memerah dan dia b
Dari kaca depan mobil, Xavier melihat nama restoran itu. Sepertinya dia pernah makan di restoran ini, tetapi dia tidak mengungkit hal ini di depan istrinya.Mobil berhenti. Xavier memandang Alaia dan dia melihat mata Alaia berkaca-kaca. Xavier bertanya dengan lembut, "Apa restoran ini sangat istimewa bagimu?"Alaia mengangguk. Awalnya dia tidak berniat untuk menceritakannya. Ketika memegang gagang pintu mobil, Alaia melihat Xavier menatapnya lekat-lekat.Tampaknya, Xavier tidak berniat turun dari mobil. Jadi, Alaia berkata, "Waktu kecil, Ayah sering bawa aku ke sini untuk menunggu Ibu."Kala itu, mereka menunggu selama 4 tahun. Alaia tidak bisa melupakan masa-masa itu, makanya dia tidak bisa meninggalkan keluarganya.Biarpun Alaia tidak bisa bersama Joe, dia tetap kembali ke Kota Brata. Namun, Xavier berkarier di luar negeri. Alaia merasa khawatir.Xavier bisa menebak pemikiran Alaia. Dia mengusap setir mobil dan berujar sembari tersenyum, "Kebetulan orang tuaku tinggal di Kota Brata.
Alaia sedari tadi hanya diam. Sementara itu, Xavier fokus menyetir sambil diam-diam memegang tangan Alaia dengan satu tangannya.Alaia menoleh menatap Xavier dan menegur, "Xavier?"Xavier fokus memperhatikan jalan di depan seraya membalas, "Nyonya Adrian, kamu sedang pulang, bukan pergi ke tempat eksekusi."Alaia memandang mobil karavan di depan. Dia berbisik, "Sudah cukup."Xavier tersenyum menawan sembari menenangkan, "Seharusnya bukan kamu yang gugup, tapi aku. Tenang saja ... ada aku."Kebetulan di persimpangan jalan depan sedang menunjukkan lampu merah. Mobil berhenti.Alaia bersandar di pundak Xavier dan membalas dengan lembut, "Justru karena ada kamu. Aku nggak perlu takut kalau masih belum punya pasangan."Xavier membelai rambut Alaia seolah-olah sedang mengelus hewan peliharaan. Suaranya begitu lembut dan hangat, terdengar seperti seorang kekasih sekaligus seperti orang tua."Nyonya Adrian, sudah terlambat untuk menyesal sekarang. Saat kamu bersenang-senang di atas ranjang sem
"Pasti terjadi mutasi genetik," ucap Aida. Dia khawatir apakah pria yang begitu luar biasa bisa diandalkan?Satya dan Clara juga khawatir. Keluarga Adrian adalah keluarga terpelajar. Kedua orang tua Xavier tidak bisa menerima Alaia, tetapi tidak nyaman membicarakan hal ini di depan banyak orang. Setelah obrolan yang cukup lama, Satya masih diam.Kala ini, ada yang turun dari tangga. Terlihat Joe yang mengenakan pakaian rumah kasual berdiri di tengah-tengah tangga. Lampu kristal di atas memantulkan bayangan kecil di wajah Joe yang tampan. Hal ini membuat fitur wajahnya makin tajam.Joe menatap Alaia dan suaminya dengan cuek. Alaia membawa Xavier ke rumah.Begitu menengadah, Alaia tidak sengaja bertatapan dengan Joe. Bibirnya seketika bergetar. Suasana menjadi tegang.Tanpa diduga, Xavier menggenggam telapak tangan Alaia dengan lembut untuk menenangkan kegelisahan wanita ini. Dia berdiri dan menyapa Joe dengan sopan, "Pak Joe, kita bertemu lagi."Joe mengalihkan tatapannya ke arah Xavier