Vigo langsung pergi ke Kota Clasata. Dia mengendarai mobil ke sana. Malam itu, salju beterbangan di langit. Seluruh dunia seolah-olah dipenuhi dengan kalimat "aku mencintai Pak Vigo".Di luar mobil, salju berubah menjadi embun beku. Penghangat di dalam mobil tidak dinyalakan. Di malam yang sedingin itu, Vigo hanya mengenakan kemeja. Tubuhnya hampir membeku, tetapi hatinya justru seperti ada api yang berkobar.Vigo tidak tahu perasaannya terhadap Nella. Dulu, dia juga tidak pernah memikirkannya. Selama ini, dia mencintai sekaligus membenci orang-orang di sisinya. Namun kini, kalimat "aku mencintai Pak Vigo" terus terngiang di telinga Vigo untuk waktu yang lama.Lima jam kemudian, mobil Vigo terparkir di depan sebuah bangunan bergaya barat. Ada lapisan salju yang cukup tebal di depan pintu.Ternyata Kota Clasata juga turun salju. Seluruh dunia sedang turun salju, termasuk hati Vigo. Dia mengeluarkan kunci dan membuka pintu gerbang, lalu berjalan perlahan ke dalam rumah Nella.Terlihat bu
Foto itu sangat buram. Satya juga menuliskan pesan.[ Nella sedang mengandung saat dia lompat dari gedung. Ini laporan dari forensik. ]Kabar ini sontak membuat Vigo makin tertekan. Ponselnya langsung terjatuh dari tangannya. Tatapannya kosong. Dia sudah tidak bisa berpikir lagi.Tiba-tiba, Vigo mulai memukul kepalanya dan dadanya dengan keras. Akan tetapi, rasa sakit itu sama sekali tidak bisa meringankan rasa bersalah di dalam hatinya.Napasnya terengah-engah. Pada akhirnya, pria ini berteriak sekeras-kerasnya.Vigo membantingkan diri ke lantai dan berbaring. Matanya setengah terbuka. Dari sudut ini, dia bisa melihat dua ekor ikan berenang di dalam akuarium dan tulisan di papan itu.....Vigo sudah berada di rumah sakit saat dirinya bangun. Di dalam kamar pasien, tercium bau obat yang cukup menyengat. Renata berjaga di sampingnya. Ketika membuka mata, terlihat Renata yang sedang memandangnya dengan serius.Kala melihat suaminya siuman, ekspresi Renata tidak terlihat sedih atau bahagi
Di ujung koridor sangat terang. Wajah Renata terlihat jelas penuh air mata. Dia memandang matahari di luar jendela sembari tersenyum getir.Tidak ada yang menang dalam tragedi ini.....Dua hari kemudian, kondisi Vigo sudah membaik.Ketika langit mulai gelap, Vigo mengemudikan mobilnya ke pemakaman terpencil. Tak butuh waktu lama untuk menemukan makam Nella. Di atas batu nisan putih itu terukir tulisan berwarna hitam.[ Makam Nella. Putri, Amari ]Amari. Ternyata anak mereka bernama Amari. Di mana Amari?Vigo menggila. Dia menyingkirkan batu nisan dan mengeluarkan sebuah kotak hitam. Nella sudah berubah menjadi kotak abu dingin yang sedang berbaring di pelukannya. Hanya saja, wanita itu sudah tidak bisa mengatakan "aku mencintai Pak Vigo."Vigo tidak tahu bahwa dirinya sedang terobsesi. Dia hanya tahu dirinya ingin menebus kesalahannya. Dia tidak ingin Nella tinggal sendirian di kuburan yang dingin, jadi dia membawa Nella pulang ke rumah mereka.Penghangat di dalam mobil dinyalakan. Vi
Keluarga Sadali?Diana memandang Clara seraya berucap, "Orang itu pasti Vigo." Dia memeluk Amari dengan sedih.Clara berpikir sejenak, lalu bertutur, "Kalau kamu nggak mau bertemu dengannya, biar aku yang sampaikan."Diana menolak, "Aku nggak akan bisa menghindarinya terus. Dia sudah tahu anaknya ada bersamaku. Dia pasti akan sering datang kalau belum bertemu anaknya. Sebaiknya aku temui saja hari ini."Diana memerintahkan pelayannya untuk mempersilakan Vigo ke aula bunga. Pelayan itu pun melakukan tugasnya.Diana mengganti pakaian. Dia juga membantu Amari mengganti pakaian baru. Ini adalah pertama kalinya Amari bertemu dengan ayah kandungnya yang tidak beradab itu.Diana berkata kepada Clara, "Kamu bersembunyi saja. Aku tahu kamu nggak mau bertemu dengannya."Clara tersenyum tipis.Di halaman lantai pertama, Vigo sedang duduk di dalam mobil. Pelayan menghampirinya dan menyampaikan, "Tuan, Nyonya Diana mempersilakanmu ke aula bunga di lantai 2. Silakan ikut denganku."Ketika Vigo turun
Pada malam tahun baru.Rumah Keluarga Chandra dihiasi dengan lampu dan dekorasi. Mereka sudah siap untuk menyambut tahun baru.Ada beberapa bocah di rumah, jadi suasananya sangat ramai.Sore hari, Satya pulang lebih awal dari pesta akhir tahun perusahaan. Dia sempat minum sehingga ingin tidur sebentar. Namun begitu membuka pintu kamar tidur, dia melihat Clara sedang menyusui anak bungsu mereka di sofa.Dengan pemanas ruangan yang menyala, Clara hanya mengenakan pakaian tipis. Tubuhnya tampak bercahaya dan lembut.Satya merasa kantuknya hilang seketika. Dia menatap pemandangan itu cukup lama sebelum akhirnya menutup pintu perlahan, lalu berjalan mendekati istrinya. Dia duduk di samping Clara dan menyentuh kepala anak bungsu mereka.Satya bertanya, "Anak ini, sehari makan berapa kali?"Anak mereka yang baru berusia setengah tahun ini tumbuh dengan sehat dan kuat.Clara merasa sedikit malu karena Satya menyaksikan dari samping. Dia berucap pelan, "Bukannya kamu habis minum? Tidurlah dulu
Satya tidak membiarkannya berbicara.Setelah melakukannya lagi dengan kasar, Satya bersandar pada leher Clara yang basah oleh keringat. Pria itu berbicara dengan suara serak, "Kamu masih berani memanggilnya dengan begitu akrab. Jangan sampai nanti kamu nggak bisa turun dari ranjang."Clara terengah-engah dengan halus. Tangannya melingkari pinggang suaminya yang ramping dan kuat. Wajah kecilnya juga menempel pada Satya.Wanita itu berbisik lembut, "Pak Satya, kamu ini sudah lebih dari 40 tahun. Kamu harus jaga kesehatan, bukan lagi pemuda berusia 20 tahunan."Satya menggeser wajahnya. Hidungnya menggesek hidung istrinya, lalu dia menggigitnya dengan lembut."Bahkan pada usia 70 tahun, aku masih bisa membuatmu berteriak," ucap Satya.Clara menantang, "Oh ya?"....Mereka beradu mulut dengan mesra sejenak.Clara yang mengingat urusan penting pun mendorong Satya dan bangun.Sambil merapikan rambut hitamnya yang sedikit terurai, dia memberi tahu suaminya, "Tidurlah sebentar. Aku bakal men
Hati Clara terasa berat. Pada hari kedua tahun baru, dia pergi ke rumah Diana. Bukan hanya untuk menyerahkan barang-barang itu, tetapi juga untuk melihat Amari.Clara duduk di kursi belakang mobil. Setelah setengah jam perjalanan, mereka belum juga sampai di rumah Diana.Clara bertanya pada sopir, "Kenapa kita memutar jalan?"Sopir melirik kaca spion, lalu menjawab sambil tersenyum, "Ada perbaikan jalan di depan, jadi kita harus memutar jauh. Di sekitar sini di kaki Gunung Jayaka, pemandangannya cukup indah meskipun baru musim semi. Nyonya bisa melihat kebun bunga plum yang sedang mekar dari luar jendela."Gunung Jayaka ....Clara tertegun.Tempat Vigo menjadi biksu adalah Gunung Jayaka. Dia menurunkan kaca jendela. Angin dingin masuk, tetapi dia tidak merasa dingin.Saat melihat jauh ke depan, benar-benar terlihat kebun bunga plum merah cerah bahkan tercium aroma segar yang seolah-olah berembus di hidungnya ....Melihat semua ini, Clara pun tak kuasa menangis.Sopir mungkin menyadari
Diana sangat pengertian.Mengingat betapa melelahkannya menjadi kurir di tahun baru, dia memberikan bonus sebesar 10 juta padanya. Pembantu itu sangat berterima kasih dan tidak mengeluh sama sekali.Pada pagi hari ketiga tahun baru, dia terbang ke Kota Handa. Begitu pesawat mendarat, dia segera menuju rumah Jazli.Jazli adalah orang penting. Selama tahun baru, dia sibuk mengunjungi dan memberikan ucapan selamat kepada orang lain di luar.Malam harinya, Jazli baru pulang ke rumah sekitar pukul setengah 10 malam.Begitu turun dari mobil, pembantu rumah segera menyambutnya. Dia melaporkan dengan suara rendah, "Nyonya mengirim undangan kemari, baru saja tiba siang tadi. Sepertinya ada hal penting karena orang itu sudah menunggu di sini sekitar 8 atau 9 jam."Langkah Jazli terlihat elegan. Dia berbalik dan berucap sambil tersenyum, "Kenapa dia tiba-tiba ingat aku? Bukannya dia sudah ...."Jazli tidak melanjutkan kalimatnya. Dalam hatinya, dia merasa kesal dengan Diana dan tidak ingin bertem