Selesai makan, Diana pun pergi, meninggalkan Clara dan Satya. Suasana hati keduanya sangat buruk. Satya berdiri di depan jendela dan mangeluarkan sebatang rokok, tetapi tidak menyalakannya. Dia merasa bersalah kepada Nella.Nella sangat kasihan dan menyedihkan. Satya masih ingat saat Nella berlutut kepadanya dan memohon untuk diterima. Dunia ini terlalu mengecewakannya. Sementara itu, Vigo yang paling melukainya.Larut malam, Clara bersandar di bahu suaminya sambil berkata dengan lirih, "Rumah kita memang nggak kekurangan apa pun. Tapi, aku ingin memberikan lingkungan terbaik untuk Amari. Aku ingin ada orang yang bisa merencanakan masa depannya dengan baik dan mengorbankan segalanya untuknya."Satya menunduk dan bertanya dengan suara serak, "Maksudmu Diana?"Clara membalas, "Ya, Diana orang yang bisa diandalkan dan menyayangi anak kecil. Dia pasti bisa memberikan yang terbaik kepada Amari. Aku tenang kalau Amari bersamanya."Satya merenung sesaat. Kemudian, dia berkata, "Diana memang b
Seminggu kemudian, Jazli datang ke Kota Brata untuk mengurus bisnisnya. Dia berencana untuk langsung pergi setelah semuanya beres.Saat itu, hatinya benar-benar terluka karena Diana. Meskipun Jazli masih bisa teringat padanya, dia tidak akan menurunkan harga dirinya untuk mencari Diana. Kecuali, Diana yang mengambil inisiatif.Tanpa disangka, Diana meminta bantuan Dicky untuk menjadi mediator. Malam sebelum Jazli pulang, dia duduk di depan jendela sambil membaca koran. Jazli yang mengenakan kemeja biru tua tampak berkarisma. Dalam seminggu, dia menerima banyak panggilan telepon dari wanita.Dicky menuangkan secangkir teh dan meletakkannya di atas meja. Kemudian, dia bertanya, "Pak, kamu sudah sibuk seminggu, kenapa nggak pergi jalan-jalan?"Jazli menoleh melirik Dicky dan menyahut, "Dulu aku susah tidur kalau nggak ada wanita di sisiku. Sekarang aku justru lebih suka kedamaian."Dicky tersenyum dan berujar, "Kalau kamu memang ingin kedamaian, aku punya sebuah ide untukmu."Dicky tidak
Begitu mendengar tangisan bayi, Jazli pun merasa bingung. Dari mana datangnya bayi itu? Dia menatap Diana dengan tatapan heran. Diana mengambilkan lauk sambil berkata, "Jazli, coba ini. Ini masakan kampung halaman."Jazli meletakkan sendok dan garpunya, lalu bertanya, "Dari mana kamu dapat anak itu?"Diana merapikan rambut sambil menjawab dengan tersenyum, "Tentu saja aku yang melahirkannya.""Omong kosong." Jazli tidak mengungkit tentang Diana yang mandul. Setelah terdiam sejenak, dia meneruskan, "Kamu mengajakku bertemu bukan untuk membahas hubungan kita, tapi untuk anak yang nggak jelas asal-usulnya itu, 'kan? Kamu benar-benar serakah dan kejam!"Seusai berbicara, Jazli merasa sangat kesal sehingga menggebrak meja. Namun, dia tidak ingin pergi. Dia langsung naik ke lantai atas untuk melihat bayi itu.Pelayan tentu merasa cemas. Namun, Diana tampak menikmati makanannya dengan santai sambil berucap, "Biarkan saja dia bertemu Amari. Ayah dan anak memang harus saling bertemu."Diana ben
Suasana hati Jazli sedang buruk. Begitu melihat Vigo, dia pun merasa makin kesal. Vigo sedang minum-minum dengan ditemani seorang gadis cantik yang duduk di pangkuannya. Gadis itu terus membujuk Vigo untuk minum.Seketika, Jazli merasa sangat tidak nyaman. 'Heh! Ayah kandung anak itu bersenang-senang di sini, sedangkan Diana sibuk mengurus anak. Diana bahkan bersedia menikah dengan pria tua untuk masa depan anak itu!'Saking kesalnya, Jazli langsung main tangan. Meskipun terlihat lembut, Jazli punya tubuh yang kekar sehingga mudah saja baginya untuk mengalahkan Vigo. Dia sontak meraih kerah baju Vigo dan menahannya di dinding sambil membentak, "Enak sekali hidupmu! Wanita simpananmu mati dan meninggalkan anak, kamu malah santai di sini!"Wanita simpanan, anak .... Vigo merasa bingung. Sesaat kemudian, dia baru menyadari bahwa yang dimaksud Jazli adalah Nella. Jazli mengatakan Nella sudah mati dan meninggalkan anaknya. Namun, Nella sudah menggugurkan anak mereka waktu itu?Mata Vigo tam
Tidak salah juga. Siapa sangka Vigo yang bermartabat akan mabuk dan menggila saat tengah malam? Ketika penjaga keamanan hendak melapor polisi, terlihat seseorang yang bertubuh tinggi keluar dari kegelapan.Orang itu adalah Satya. Dia tadinya pasti sudah tertidur.Kala ini, Satya terlihat mengenakan piama hitam dan jaket hitam panjang. Udara di luar sangat dingin. Ada sebatang rokok di sela-sela jarinya yang sudah terbakar setengah.Lampu di teras sangat terang, menyorot wajah Satya yang tampan dan penampilan Vigo yang berantakan. Ketika melihat Satya, bibirnya terus bergetar dan bertanya, "Di mana Nella?"Satya mendengus dingin, lalu menyahut, "Sudah dikuburkan."Dikuburkan .... Kedua mata Vigo sontak terbelalak. Dia tidak bisa menerima hal ini, tetapi dia juga merasa sangat konyol. Jelas-jelas dia yang mau membunuh Nella. Sekarang, dia juga yang menyesal.Satya memegang rokok dan mengisapnya. Asap tipis terlihat sangat jelas di bawah cahaya lampu. Setelah asapnya menyebar, Satya melan
Vigo langsung pergi ke Kota Clasata. Dia mengendarai mobil ke sana. Malam itu, salju beterbangan di langit. Seluruh dunia seolah-olah dipenuhi dengan kalimat "aku mencintai Pak Vigo".Di luar mobil, salju berubah menjadi embun beku. Penghangat di dalam mobil tidak dinyalakan. Di malam yang sedingin itu, Vigo hanya mengenakan kemeja. Tubuhnya hampir membeku, tetapi hatinya justru seperti ada api yang berkobar.Vigo tidak tahu perasaannya terhadap Nella. Dulu, dia juga tidak pernah memikirkannya. Selama ini, dia mencintai sekaligus membenci orang-orang di sisinya. Namun kini, kalimat "aku mencintai Pak Vigo" terus terngiang di telinga Vigo untuk waktu yang lama.Lima jam kemudian, mobil Vigo terparkir di depan sebuah bangunan bergaya barat. Ada lapisan salju yang cukup tebal di depan pintu.Ternyata Kota Clasata juga turun salju. Seluruh dunia sedang turun salju, termasuk hati Vigo. Dia mengeluarkan kunci dan membuka pintu gerbang, lalu berjalan perlahan ke dalam rumah Nella.Terlihat bu
Foto itu sangat buram. Satya juga menuliskan pesan.[ Nella sedang mengandung saat dia lompat dari gedung. Ini laporan dari forensik. ]Kabar ini sontak membuat Vigo makin tertekan. Ponselnya langsung terjatuh dari tangannya. Tatapannya kosong. Dia sudah tidak bisa berpikir lagi.Tiba-tiba, Vigo mulai memukul kepalanya dan dadanya dengan keras. Akan tetapi, rasa sakit itu sama sekali tidak bisa meringankan rasa bersalah di dalam hatinya.Napasnya terengah-engah. Pada akhirnya, pria ini berteriak sekeras-kerasnya.Vigo membantingkan diri ke lantai dan berbaring. Matanya setengah terbuka. Dari sudut ini, dia bisa melihat dua ekor ikan berenang di dalam akuarium dan tulisan di papan itu.....Vigo sudah berada di rumah sakit saat dirinya bangun. Di dalam kamar pasien, tercium bau obat yang cukup menyengat. Renata berjaga di sampingnya. Ketika membuka mata, terlihat Renata yang sedang memandangnya dengan serius.Kala melihat suaminya siuman, ekspresi Renata tidak terlihat sedih atau bahagi
Di ujung koridor sangat terang. Wajah Renata terlihat jelas penuh air mata. Dia memandang matahari di luar jendela sembari tersenyum getir.Tidak ada yang menang dalam tragedi ini.....Dua hari kemudian, kondisi Vigo sudah membaik.Ketika langit mulai gelap, Vigo mengemudikan mobilnya ke pemakaman terpencil. Tak butuh waktu lama untuk menemukan makam Nella. Di atas batu nisan putih itu terukir tulisan berwarna hitam.[ Makam Nella. Putri, Amari ]Amari. Ternyata anak mereka bernama Amari. Di mana Amari?Vigo menggila. Dia menyingkirkan batu nisan dan mengeluarkan sebuah kotak hitam. Nella sudah berubah menjadi kotak abu dingin yang sedang berbaring di pelukannya. Hanya saja, wanita itu sudah tidak bisa mengatakan "aku mencintai Pak Vigo."Vigo tidak tahu bahwa dirinya sedang terobsesi. Dia hanya tahu dirinya ingin menebus kesalahannya. Dia tidak ingin Nella tinggal sendirian di kuburan yang dingin, jadi dia membawa Nella pulang ke rumah mereka.Penghangat di dalam mobil dinyalakan. Vi