Rona malam kembali hadir menempati kedudukannya, Aksa yang baru tiba di vila Seroja melangkah santai menaiki tangga. Sepatu kulit yang ia kenakan memberikan irama langkah anggun saat menapaki lantai mengkilap di huniannya.Waktu sudah menunjukkan pukul 09.00 malam saat Aksa tiba.Dibukanya pintu kamar Dahayu dengan pelan.Manakala lampu mati, alis tebal Aksa pun mengernyit. Namun, pancaran sinar rembulan dari jendela yang terbuka tirainya, menampakan siluet seorang wanita yang tengah tertidur tenang di ranjangnya saat ini.Perlahan Aksa melangkah mendekati tempat tidur tersebut. Berdiri cukup lama, kemudian dia duduk dan menyentuh lengan wanita yang berbaring miring membelakanginya."Kamu sudah tidur, atau pura-pura tidur?" tanya Aksa pelan.Tak ada jawaban yang Aksa harapkan.Tapi sungguh mengejutkan, tiba-tiba Aksa membalik tubuh wanita tersebut dengan kasar, kemudian mencekiknya tanpa ampun."Beraninya kamu mencoba membodohiku, Yesti. Kamu pikir aku tidak tahu, ha? Ayu tidak akan
Mina segera mendongak mendengar apa yang diucapkan Dahayu. "Nyonya, Anda baru sembuh dari sakit. Jangan mempedulikan saya, saya tidak apa-apa."Dahayu sama sekali tak menunjukkan ekspresi sedikitpun saat berucap, "Suruh orang-orangmu untuk melepaskan Mina."Aksa tersenyum hambar dan menoleh ke arah Dahayu. "Bodoh."Dahayu sangat tidak peduli dengan celaan Aksa. Dia hanya tidak bisa menyebabkan orang lain terluka karenanya."Sepertinya kamu memang sangat ingin mati.""Jika aku mati, kamu sendiri yang akan rugi." Suara kepasrahan yang menantang itu seketika membuat Aksa termenung untuk sesaat sembari menatap Dahayu lekat.Tanpa berucap Aksa melambaikan tangan, membuat semua orang tahu dan segera meninggalkan tempat itu.Dibaliknya dengan gerakan pelan tubuh Dahayu, hingga perempuan tersebut menghadap Aksa."Lepas bajumu," ucap Aksa pelan.Wajah Dahayu saat ini sangat tidak bisa tergambarkan. Begitu pucat dan terus-terusan menelan saliva dengan susah payah.Udara dingin musim semi menyap
Bunga ceri masih tergerak ringan di bawah pancaran sinar matahari yang merangkak menuju puncak siang. Yesti menggertakkan gigi, terlihat sangat geram setelah tahu Dahayu kembali ditemukan.Kemarin dia sudah sangat senang telah berhasil memaksa Dahayu untuk berlutut memohon agar dia membantunya melarikan diri.Tapi saingan kecil itu terus saja kembali membayangi pernikahannya dengan Aksa."Sial!" Yesti tak bisa menahan hasrat untuk mengumpat setelah cukup bingung dengan selera Aksa kali ini.Bisa-bisanya laki-laki yang sebelumnya tidak pernah bersinggungan dengan wanita lain selain dirinya, tiba-tiba mengurus gadis ingusan dari desa.Yesti tahu ini perihal bayi, tapi memilih gadis desa yang tidak berpendidikan demi meneruskan garis keturunan, itu sama sekali tak bisa Yesti terima.Yesti merasa terhina harus bersaing dengan gadis yang menurutnya tidak selevel dengan dirinya.Sampai detik ini, Yesti belum tahu jika selama empat tahun Dahayu menghilang, dia meneruskan pendidikannya di lu
Embusan napas terdengar samar manakala sepasang mata kelam seorang pria tengah menatap kosong udara malam yang sunyi.Di tangannya memegang gelang usang yang dirajut dari benang dimana ada tulisan sansekerta dari emas yang tak dapat Aksa baca apa bunyinya.Ingatan Aksa kembali pada kenangan pahit ketika Lukas tiba-tiba memukulnya dengan balok dari belakang.Buk!Seketika pandangan Aksa menggelap seiring rasa sakit yang menghantam kepalanya.Tawa bengis Lukas masih bisa Aksa dengar saat itu."Enyahlah ke neraka, kamu sama sekali tak pantas menjadi bagian dari Jayanta."Setelah itu Aksa merasakan punggung yang ditendang hingga dia masuk ke dalam jurang.Aksa masih sedikit mendapatkan kesadaran meski pandangannya sudah sangat kabur, tubuhnya pun penuh luka akibat menabrak semak belukar dan bebatuan terjal di dasar lembah.Namun, saat itu Aksa masih bisa mendengar suara seorang gadis yang mendekat.'Kak, kakak kamu tidak mati 'kan?''Kakak, bertahanlah kita harus berteduh, sebentar lagi a
Senyum Yesti langsung merekah melihat Dahayu datang mendekat, sebelumnya dia mendengar bahwa Dahayu tidak bisa berenang hingga hampir mati saat Aksa menghukumnya.Yesti mulai mencela dalam hati betapa bodohnya gadis tersebut mempercayainya.Manakala Dahayu tiba di hadapannya, segera Yesti menarik Dahayu hendak menjatuhkannya di dalam kolam.Namun, alih-alih Dahayu jatuh ke dalam kolam renang. Yesti malah menjerit kesakitan manakala pantatnya jatuh ke lantai keras setelah dijegal Dahayu. Dahayu mencibir geram sebelum berkata, "Kamu pikir aku tidak tahu pikiran busukmu? Raut wajahmu sama buruknya dengan otakmu."Dahayu langsung meninggalkan Yesti yang masih terduduk di lantai menikmati kekalahan.Rasanya Dahayu sudah muak tinggal dengan orang-orang yang terus mencoba mencelakainya.Namun langkah Dahayu mulai terhenti ketika melihat sosok tinggi yang beberapa hari ini tidak terlihat batang hidungnya. Dahayu mengira Aksa akan marah dan menindasnya saat tahu dia baru saja membuat Yesti t
Aksa tertegun seketika mendengar pengakuan Yesti. Seharusnya dia senang lantaran apa yang dia inginkan tercapai. Tapi yang ada, rasa sesak tiba-tiba menghimpit dada. Tangan yang memegang pergelangan tangan Dahayu mengendur lemas melepaskan tautan. "Aksa, aku hamil." Kembali suara Yesti menggema mengulangi kalimatnya. Tidak ada tanggapan dari Aksa dia terpaku dengan kilat mata kosong. Sementara Dahayu segera tersenyum miring dan berkata, "Selamat, aku menunggu akta cerai darimu, Tuan Aksa Jayanta." Lantas Dahayu berlenggang pergi tak ingin bersinggungan lagi dengan dua orang yang sangat dia hindari. Sementara Yesti segera memeluk Aksa dari belakang. "Apakah kamu masih ingin meninggalkanku? Kita akan punya anak." "Beristirahatlah, aku akan menemuimu nanti." Aksa melepaskan pelukan Yesti dan segera pergi. Sementara Yesti langsung tersenyum licik sembari mengangkat dagu. Dia sudah merencanakan ini sejak Aksa menanyakan perihal tanda lahir bulan sabit. Paling tidak pengakuan hami
Di kantor Aksa sedang menggelar rapat dengan kepala departemen pemasaran. Ketegangan memenuhi atmosfer ruangan yang tampak senyap. Aksa menatap layar proyektor dengan dingin. Sepertinya pemasaran produk parfum akan terbengkalai untuk sementara waktu. "Hentikan produksi, ini tidak akan berhasil menembus pasar internasional jika peringkatnya terus merosot," titah Aksa sembari memijat keningnya yang berdenyut. "Bagaimana jika parfumer kita mengikuti kompetisi internasional, Tuan? Jika mereka menang produk kita pasti akan diminati konsumen," usul salah satu kepala departemen pemasaran. Aksa melepaskan jarinya dari kening, dan berucap, "Atur saja. Kita tidak kekurangan modal, tapi jika diperlukan cari investor ternama untuk mendukung jalannya operasional produk kita." "Sejauh ini orang yang sangat tertarik dengan parfum adalah Grup Mantila dari kota Mada, mereka sedang membuka peluang pada perusahaan parfum untuk masuk di konsorium mereka. Jika kita bisa berkerja sama, mungkin akan leb
"Tiga bulan. Entah kamu menjadi sesuatu atau tidak, kamu harus menyerah padaku, Dahayu. Kamu harus menjadi istriku sepenuhnya. Jangan pernah berpikir untuk melarikan diri, atau kamu akan membusuk di vila Seroja, tanpa tahu dunia luar seperti apa." Seketika Dahayu tertawa mencibir setelah mendengar ancaman Aksa. "Apa yang kamu tertawakan?" tanya Aksa setelah mengerutkan alis pekatnya yang memanjang. "Aku hanya tidak tahu ekspresi apa yang harus aku tunjukkan untuk menanggapi orang sombong, tapi sangat percaya diri sepertimu, Tuan Aksa Jayanta. Kamu hanya menganggap dirimu sangat penting, dan terus memaksakan kehendak. Begini saja, aku dengar salah satu perusahaanmu akan mengikuti ajang kompetisi parfum tingkat internasional. Biarkan aku ikut berpartisipasi. Jika aku kalah aku akan bertekuk lutut padamu selamanya. Tapi jika aku menang, kamu harus melepaskanku. Apakah kamu setuju?" Aksa nyaris mencela permintaan Dahayu, dia tahu Dahayu mengambil jurusan manajemen bisnis saat kulia
Suasana pesta menjadi tidak kondusif setelah Dahayu menerima uluran tangan dari Satya. Berbagai asumsi bermunculan di benak para tamu undangan dan juga media yang saat ini menyiarkan secara langsung acara tersebut.Aksa pun tertegun, meski dia sudah mengira ini akan terjadi, tapi tetap mempengaruhi hatinya, meski wajahnya saat ini menunjukkan rona datar dan terlihat tanpa emosi.Apalagi saat melihat Dahayu Yang sepertinya tampak acuh tak acuh mengabaikan Aksa yang berdiri menatapnya.Keriuhan semakin menjadi, namun itu sama sekali tak mempengaruhi rona wajah tuan dan nyonya Mantila. Mereka masih menyambut kedatangan Dahayu yang digandeng Satya mendekat ke arah mereka."Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa Tuan Aksa diam saja saat istrinya digandeng pria lain?""Entahlah, apakah direktur Dahayu memang perempuan seperti itu?""Kita lihat saja, direktur Dahayu selalu memberikan kita kejutan, mungkin ada cerita dibalik pegangan tangan tuan muda Mantila.""Benar, perempuan muda dan berbakat
Hari berlalu dengan cepat. Terangnya matahari kini telah berganti dengan keanggunan malam.Pukul tujuh malam waktu setempat, Aksa sudah duduk tenang di dalam mobil.Memandang secarik kertas perjanjian perceraian sebagai hadiah ulang tahun istri kecilnya.Aksa mendengkus samar setelah tersenyum ironi dari bibir yang manis.Mungkin baru kali ini dia memberi hadiah ulang tahun dengan menyakiti hatinya sendiri."Jalan," titahnya pada Ethan yang sejak tadi memang menunggu dia memerintah.Mobil itu sekarang sudah melaju menelusuri jalanan kota Zimo yang basah akibat guyuran hujan sepanjang sore.Dingin, layaknya hati Aksa yang melangkah untuk melepaskan peri kecil yang sempat memberi senyum hangat setelah hampir lima tahun menjadi seorang istri.Ini adalah ulang tahun istrinya, tapi digelar dia kediaman Mantila. Cukup menegaskan jika istri kecilnya telah berpaling pada hati yang lain, tapi dengan bodohnya dia malah datang untuk memberi hadiah dengan tangannya sendiri.Ramai dan sangat megah
Sesuai prediksi Dahayu, saat ini Yesti sudah tiba di kediaman Jayanta. Niatnya menghindari Lukas, nyatanya tak bisa terealisasi. Siapa lagi yang bisa dia mintai pertolongan selain Lukas? Adik ipar sekaligus selingkuhannya.Gegas Yesti berjalan menuju paviliun milik Lukas dan mendapati laki-laki itu tengah terbaring di kamarnya.Begitu melihat Yesti, Lukas sedikit melengos dengan senyum mencela. "Baru ingat aku, sekarang?" ucapannya sinis.Yesti pun segera tahu jika saat ini Lukas sedang marah lantaran dia tidak menanyakan kabarnya setelah Aksa menembaknya.Wanita itu langsung tahu apa yang harus dilakukan. "Lukas, aku mohon mengertilah posisiku. Kamu tahu betapa sulitnya aku agar Aksa tidak curiga. Aku sungguh sangat mengkhatirkanmu, lihat, aku langsung datang ke sini setelah Aksa pergi entah ke mana?"Lukas tahu Aksa pasti sedang mencari Dahayu. Dia sangat ingat saat saudaranya itu mengamuk lantas menembak dadanya dua hari yang lalu. Beruntung pengawal ayahnya segera membantu, jika t
Yesti terkesiap karena itu. Memang benar, Aksa sudah tidak mempunyai respek terhadap orang tuanya. Tidak mungkin meminta bantuan pada suaminya. Terlebih yang dianiaya adalah Dahayu, pasti suaminya tidak akan segan-segan untuk membunuh orang tuanya.Namun, mendengar Dahayu mengatakan jika Aksa tidak tahu kejadian ini, sudah pasti sekarang laki-laki itu tidak ada di kota Zimo. Melihat Dahayu berkeliaran di hotel sendirian, dia pun mulai berpikiran picik."Mungkin memang terjadi kesalahpahaman dengan orang tuaku, tapi pikirkan jika Aksa mengetahui bahwa kamu berkeliaran di hotel sendirian, Dahayu. Kamu telah membuat semua orang khawatir setelah menghilang selama satu pekan. Ternyata kamu malah ada di sini. Laki-laki mana lagi yang tengah kamu rayu setelah tahu cinta Aksa hanya untukku dan bayiku?"Lagi, Dahayu tergelak ringan mendengar desakan Yesti. Jelas perempuan itu kembali ingin mempermalukannya melihat pengunjung hotel lain sekarang tengah menonton di a
Di kota Zimo, Yesti sedang duduk manis menikmati kudapan yang baru saja disajikan para pelayan. Tapi tiba-tiba dia membanting apa yang dia pegang ke atas piring dengan kesal. Dia berdiri, lantas mematut diri di depan cermin. Tubuhnya sudah tak secantik dulu setelah perutnya mulai menggembung, lengan dan kakinya juga mulai membengkak. Benar-benar tidak sedap dipandang, menurutnya. Teringat tadi malam Aksa mengusirnya dari ruang baca dengan sangat kasar, hatinya pun menjadi sangat sedih. Dia mengira bahwa tubuhnya sudah tak menarik lagi hingga Aksa sudah tak terpikat dengan kecantikannya. Terlebih ketika ingat Ethan mengatakan bahwa Dahayu sudah ditemukan. Pikirannya pun semakin kesal membayangkan kemungkinan yang terjadi saat ini. Di kolam renang Dahayu memperlihatkan betapa indah tubuh ramping yang dia miliki beserta begitu banyak jejak cinta yang melukis tubuhnya di dekat area sensitif. Yesti mengira saat ini Dahayu pasti sedang menggoda Aksa dengan tubuh indah yang dia mili
"Tuan ...." Suara Ethan yang menyapa mengundang Aksa yang baru saja membuka mata perlahan menoleh. Asistennya juga tampak buruk, ada luka lembam yang menodai wajahnya. Ketika Aksa menunduk, perban sudah membalut dadanya yang tertembak. Tapi saat menilik ruangan asing ini. Dia menghela napas kasar dan mendongak pasrah di bantalnya yang empuk. "Nyonya baru saja pergi, Tuan." Seakan tahu apa yang dipikirkan Aksa, Ethan kembali bersuara. Namun, itu justru membuat Aksa tersenyum samar. Dia tahu Dahayu tak bisa membencinya meski hatinya tersakiti. Terbukti wanita itu tak mampu menembaknya meski dia ingin. Jika bukan karena Satya, dadanya tak mungkin terluka seperti ini. Aksa tahu istri kecilnya ini mempunyai hati yang baik, dia hanya ingin hidup tenang dengan meninggalkan gelar pelakor yang selama ini terus merunjam dari segala arah. Dia lelah terus menyandang gelar menjijikkannya itu sepanjang waktu, meski bukan keinginan Dahayu untuk menjadi orang ketiga. Aksa semakin menyes
Sama seperti halnya Aksa di masa lampau, saat ini Dahayu sangat ingin menyakiti laki-laki itu, tapi ternyata justru malah menyakiti hatinya sendiri. Tangannya mengepal kuat acap kali tendangan terus menghantam tubuh tak berdaya di bawah sana, hatinya terasa penuh oleh sesuatu yang menusuk.Namun, membiarkan Aksa menikmati kemenangannya dengan mudah juga membuat Dahayu marah. Laki-laki itu harus merasakan apa yang dia rasakan saat itu.Membohongi dan membuatnya kedinginan sepanjang malam, setelah mendapatkan pukulan berkali-kali dari dua pelayan yang menyiksanya. Itu mana mungkin Dahayu lupakan."Apa yang terjadi?" tanya Satya pelan membuat Dahayu mengembuskan napas samar, meski dia enggan menjawab pertanyaan Satya.Melihat kebisuan Dahayu, hidung Satya mengembang menghirup udara dengan emosi yang kuat. "Dia juga memperlakukanmu seperti itu?"Dahayu masih membisu, matanya terus menatap laki-laki tak berdaya di bawah sana.
Lampu mercusuar berkelip kala helikopter terbang mengitari pulau dengan kastil kecil di tengahnya. Langit yang tadinya tampak kelabu kini pun menjatuhkan jutaan rintik hujan yang menghantam permukaan lautan.Sepatu boots hitam nan gagah jatuh menapak di pasir putih pada malam gelap bersama tiupan angin laut yang mencekam.Aksa bejalan cepat menembus hujan deras, langkahnya sama sekali tak terhenti ketika suara tembakan bergema di udara.Di kejauhan, dia melihat kastil kecil dengan benteng batu kokoh yang menonjol di atas bukit. Sekelompok orang dengan senjata api berjaga di sana, siap mempertahankan diri dari serangan.Suara tembakan terus berlanjut, mengiringi perjalanan Aksa yang semakin mendekat ke arah kastil.Aksa memaksa diri untuk bergerak meski basah kuyup, pikirannya hanya tertuju pada satu hal: Dahayu, istrinya yang hilang.Sejak awal dia sudah menebak bahwa Satya yang membawa Dahayu pergi, tapi tidak menyangka jika laki-laki itu akan menyembunyikan istrinya di pulau terpenc
Di tempat tidur yang sangat nyaman, perlahan Dahayu membuka mata dengan berat. Dia melihat cahaya terang yang jatuh menimpa retinanya yang belum siap, hingga mata itu kembali menyipit untuk menilik keadaan sekitar.Ruangan asing ini sudah pasti tidak dia kenal, selain itu aroma amis khas lautan tercium pekat pada indera penciumannya yang tajam. Seorang parfumer andal pasti tidak sulit untuk mengenali aroma ini.Kepalanya yang diperban masih sangat berat untuk bisa bergerak, tapi matanya mulai bisa menangkap dengan jelas beberapa wanita muda berseragam pelayan mendekat padanya."Nona sudah sadar?"Dahayu tak lantas menjawab, dia masih terlihat linglung menyesuaikan diri dengan keadaan asing ini.Tapi ingatannya tentang penyerangan mendadak itu, sedikit demi sedikit kembali pada otak Dahayu, hingga dia mulai bersikap waspada meski tubuhnya masih lemah."Cepat panggil dokter, beri tahu juga tuan muda, dia akan sangat senang melihat nona muda sudah bangun."Alis Dahayu mengernyit. 'Nona m