共有

7. Keluarga

last update 最終更新日: 2021-04-15 13:03:16

Alena dan Alva berjalan bergandengan tangan, menuju taman umum dekat rumah Tante Jenna. Ini adalah salah satu tempat favorit mereka berdua. Taman ini sangat luas, ada danau buatan yang cukup besar di tengahnya, dengan jembatan kayu melengkung di atasnya, menghubungkan kedua sisi danau. Bangku-bangku dari batu tersebar di seluruh taman. 

Alena ingat waktu ia pertama kali datang ke taman ini, pepohonan rindang berdaun kekuningan memberi keceriaan bagi yang ingin menikmati suasana taman. Tapi saat ini sudah akhir musim gugur, bahkan cuacanya cenderung masuk ke musim dingin. Pohon-pohon sudah meranggas semuanya, menyisakan ranting-ranting kering, memberikan kesan sunyi dan sendu.

"Kalau musim dingin, gimana ya kondisi di sini? Salju semua?" tanya Alena ingin tahu. Ia belum pernah merasakan musim dingin di Berlin.

"Biasanya hujan dulu. Setelah hujan makin sering, baru turun salju. Setidaknya itu yang aku ingat. Tapi sekarang, cuaca mulai susah diperkirakan. Sebaiknya kamu selalu bawa mantel sama perlengkapannya, buat jaga-jaga...," jawab Alva.

Alena tersenyum, Alva selalu memberikan perhatiannya. Mereka berdua tiba di atas jembatan. Ini salah satu spot kesukaan mereka. Alena senang memandangi danau dari atas jembatan. Ia teringat rooftop di gedung sekolah lama, tempat rahasia mereka waktu di SMA. Mungkin taman ini sekarang menjadi tempat rahasia mereka di Berlin.

"Besok kamu mau ke rumah kami nggak?" tanya Alva sambil memandang Alena.

Alena mengangguk. "Mau... Tante Clara udah pesan, aku harus datang Sabtu ini. Ada acara apa?" 

"Mama ulang tahun."

Alena terkejut. "Alva... Kok kamu nggak kasih tahu aku? Aku kan belum beli kado...," protes Alena setengah panik.

"Nggak usah bawa kado. Mama sengaja nggak mau aku kasih tahu kamu. Tapi Tante Jenna biasanya ingat, dia pasti buat kue ulang tahun untuk Mama. Itu aja udah cukup," sambung Alva lagi.

Alena terdiam. Tante Jenna tadi tidak cerita soal rencana membuat kue. Mungkin besok pagi.

"Tapi aku kan juga pingin bawa kado sendiri. Ah, Alva... Kamu harusnya kasih tahu...," Alena masih saja memprotes.

"Nggak usah, Sayang... Itu udah pesan Mama."

Alena tersipu. Alva sekarang lebih sering memanggilnya Sayang, kadang Mein Schatz dalam bahasa Jerman. Ia suka mendengarnya. 

"Kalau aku juga panggil kamu Sayang, gimana?" goda Alena sambil tersenyum.

Alva juga tersenyum. Ia mendekat dan memeluk pinggang Alena. "Aku suka..." Tatapan matanya begitu mesra. 

Alena mulai berdebar-debar, apakah mungkin Alva akan menciumnya di tempat umum seperti ini? Memang tidak terlihat pengunjung lain di sekitar mereka. Lagipula di Berlin, dia sudah sering melihat orang-orang berciuman di tempat umum tanpa malu-malu.

Dan memang benar. Alva memeluknya lebih erat dan mencium bibirnya dengan lembut. Pelukan Alva begitu hangat, apalagi di tengah cuaca yang dingin seperti sore ini.

Alena teringat ciuman terakhir mereka adalah momen setahun mereka berpacaran, dan itu di bulan Januari, sudah hampir sepuluh bulan yang lalu. Semua kesibukan dan persiapan mereka untuk bisa kuliah ke Berlin sepertinya telah menyita seluruh perhatian mereka selama ini. Pantas saja, ciuman pertama mereka di Berlin ini terasa sangat istimewa. 

Alva perlahan melepaskan ciumannya, tapi mereka masih berpelukan. Alena menyandarkan kepalanya di dada Alva. Alva membelai rambut Alena dan mengecup keningnya dengan lembut.

"Gimana rasanya setelah tinggal di Berlin?" tanya Alva, pertanyaan yang hampir sama dengan pertanyaan Tante Jenna tadi.

"Lama-lama aku terbiasa. Lagian ada kamu sama Tante Jenna yang selalu bantu aku. Aku merasa jauh lebih beruntung daripada teman-teman lain, banyak dari mereka yang harus berjuang sendiri, jauh dari keluarga...," curhat Alena.

"Aku pingin buat kamu sebetah mungkin. Karena kamu udah rela pergi jauh dari Jogja, berpisah sama Om dan Tante. Aku janji sama Om dan Tante akan jaga kamu...," ucap Alva dengan sungguh-sungguh. 

Alena tersenyum. Hatinya berbunga-bunga. "Kamu udah tepati janji kamu kok, aku selalu merasa nyaman dan betah..."

"Ada yang mau aku ceritakan. Aku dapat email dari Studienkolleg, katanya aku bisa ikut FSP tiga bulan lagi. Karena mereka tahu aku masih warga negara Jerman, jadi bisa dipercepat, tergantung aku bisa lulus atau nggak...," cerita Alva.

Alena mengangkat wajahnya dan menatap Alva. Alva juga membalas memandangnya. 

"Itu bagus dong, Alva... Kamu bisa lebih cepat kuliah," Alena merespon dengan gembira.

"Aku juga pikir begitu. Tadinya aku nggak mau ninggalin kamu... Tapi setelah dipikir-pikir, kalau aku cepat lulus, aku juga bisa lebih cepat kuliah dan kerja. Artinya aku bisa mulai mandiri," ujar Alva.

Ia membelai pipi kiri Alena dengan tangan kanannya, matanya terus menatap dengan mesra. "Artinya, aku juga bisa mulai mikirin masa depan kita berdua..."

Kata-kata Alva terdengar begitu indah. Hati Alena bergejolak, wajahnya merona. Ia sangat bahagia.


*

Esok paginya, Tante Jenna mengajak Alena membuat kue tart buah untuk Tante Clara. Tante Jenna rupanya ingat kesukaan Tante Clara. Semalam Alena tidak berani bertanya, apakah Tante Jenna mau membuat kue ulang tahun. Setelah mengetahui cerita masa lalu mereka, Alena merasa tidak enak, seandainya Tante Jenna tidak diundang. Tapi ketakutannya tidak terbukti. Mereka pasti sudah melupakan masa lalu. Lagipula semuanya sudah berkumpul kembali, dan ini pantas dirayakan.

Alena juga ingin membuat kue sendiri untuk Tante Clara. Akhirnya Tante Jenna menyarankan membuat puding dua lapis, coklat dan susu. Kemudian di bagian atasnya dihias dengan biskuit oreo. Kata Tante Jenna, itu adalah kesukaan Alva waktu masih kecil. Alena bersemangat mendengarnya, ia berusaha membuatnya sebagus mungkin.

Sekitar jam sepuluh, Alva datang menjemput mereka dengan mobil SUV merk Audi milik Om Hanz. Alva sudah mahir mengemudikan mobil sekarang. Kue tart dan puding mereka sudah jadi tepat waktu. Mereka naik ke mobil, dan berangkat ke rumah Alva.

Jarak rumah Alva dengan rumah Tante Jenna tidak jauh, hanya kurang lebih tiga puluh menit berkendara dengan mobil. Tapi suasananya sangat berbeda.

Rumah Alva berada di Kreuzberg, kawasan pusat kota yang lebih padat dan ramai, penuh gedung-gedung tinggi dan pertokoan. Sedangkan rumah Tante Jenna berada di Heiligensee, di luar pusat kota, perumahannya tidak padat, banyak lahan kosong dan pepohonan, serta jauh lebih tenang.

Rumah Alva terletak di perumahan yang padat, jarak antar rumah berdekatan, dengan hanya halaman kecil di depan untuk tempat parkir mobil. Rumah tersebut bertingkat dua, lebih besar daripada rumah Tante Jenna. Tante Clara dan Om Hanz menyambut Alena dengan hangat. Hari ini, Om Hanz sengaja mengambil cuti dari dinasnya di rumah sakit sebagai psikiater.


Alena memperhatikan ketika Tante Jenna dan Tante Clara saling menyapa, mereka berpelukan tanpa terlihat canggung. Senang melihat mereka bisa rukun lagi. Tetapi kesan yang berbeda justru diperlihatkan Tante Jenna dan Om Hanz. Mereka hanya saling memanggil nama dan terlihat kaku. Apakah Tante Jenna belum bisa menerima, jika ada yang menggantikan posisi Papanya Alva? 

Alma berlari keluar dengan riang menyambut Alva. Begitu melihat Alena juga ikut, ia langsung menghambur ke pelukan Alena.

"Hallo, Alma sayang...," sapa Alena sambil menggendongnya. Ia sudah besar, badannya tidak ringan lagi. Waktu pertama kali Alena menggendongnya di Magelang, ia masih sangat mungil.

"Kak Alena...," ucapnya agak cadel. "Ayo main boneka..."

Alena tertawa. "Boleh, Sayang... Ayo...," jawab Alena, sambil mengedipkan matanya pada Alva. Alva balas menatapnya dengan lembut.

Mereka semua masuk ke ruang tengah yang luas, yang tersambung dengan ruang makan dan dapur. Di ruang tengah, terdapat sofa panjang berwarna putih berbentuk huruf L, di bawahnya terhampar karpet tebal yang luas. Di atas karpet berwarna hijau inilah tempat bermain Alma, semua mainannya berhamburan di atas karpet. Boneka binatang, rumah-rumahan, mainan yang dapat mengeluarkan musik, bantal-bantal berbentuk lucu, dan masih banyak lagi. Tante Clara dan Om Hanz pasti sangat memanjakan Alma.

Alena menemani Alma bermain, sedangkan Tante Clara dan Tante Jenna sibuk menata meja makan, dengan kue dan puding yang mereka bawa. Ada aneka makanan lain yang juga sudah tersaji di atas meja. Alva dan Om Hanz duduk di sofa, menonton Alena dan Alma bersenda gurau. 

Setelah meja makan tertata rapi, Tante Jenna meminta semuanya berkumpul untuk memotong kue. Lilin dinyalakan, lagu ulang tahun dinyanyikan. Alva mengabadikan momen itu dengan kameranya. Tante Clara meniup lilin, ia tertawa gembira. Semuanya bertepuk tangan. Kemudian kue mulai dipotong, potongan pertama diberikan kepada Om Hanz. 

Alma, yang digandeng Alena, mulai menjerit dan menarik-narik tangannya, ia ingin mencicipi kue tart yang tampak sangat menggiurkan itu. Mereka semua tertawa melihat tingkah laku Alma. Akhirnya Alma diberikan satu potong besar kue dengan krim dan buah, ia tertawa kegirangan. Alena mau menyuapi Alma, tapi ia malah berlari mengitari ruangan sambil tertawa. Akhirnya Alva yang menggendongnya, mendudukkan Alma dengan tenang di kursi makannya. Alena duduk bersebelahan dengan Alva, sambil menyuapi Alma, yang sudah pandai makan beraneka jenis makanan.

"Kamu pasti jadi kakak yang sibuk ya tiap hari...," komentar Alena sambil tertawa. 

Melihat interaksi Alva dan Alma terasa sangat menggemaskan. Alma jelas sangat menyukai Alva, ia terus-menerus menarik perhatian Alva. Alva tetap bersikap cool seperti biasanya, tapi ia juga sangat lembut dalam menghadapi tingkah laku Alma.

"Aku nggak tahu kalau punya adik bisa seseru ini," respon Alva dengan mata bersinar.

Alena tertawa mendengar jawaban polos Alva. Ia menyuapi Alma potongan terakhir kue, membersihkan mulut Alma dengan tissue, dan mengambilkan gelas minumnya. Alena sudah sering datang ke rumah Alva selama tiga bulan ini, ia sudah terbiasa dengan letak barang dan kebiasaan di rumah ini. 

Tante Jenna dan Tante Clara masih sibuk di dapur. Alena menggendong Alma kembali ke karpet untuk bermain. Alva tampak mengobrol santai dengan Om Hanz, sambil duduk di sofa. Alena memperhatikan Alva dan keluarganya, mereka semua bagaikan keluarga sendiri bagi Alena, dan hari ini benar-benar sempurna.

関連チャプター

  • Truly in Love 2   8. Pondok Kayu

    Hari Minggu pagi, sekitar jam sembilan, Alva sudah sampai di rumah Tante Jenna dengan menaiki sepedanya. Sepeda memang alat transportasi yang sangat umum di Berlin. Selain ramah lingkungan, jalur sepeda juga dibuat khusus, sehingga bersepeda sangatlah aman dan nyaman di kota ini.Alva mengajak Alena untuk berziarah ke makam Papanya. Alena meminjam sepeda Tante Jenna, lalu mereka berdua bersepeda dengan santai menyusuri jalan. Mereka masing-masing menyandang ransel, berisi perlengkapan pakaian hangat. Seperti kata Alva, cuaca menjelang musim dingin seperti sekarang ini tak bisa diprediksi, lebih baik berjaga-jaga. Pagi ini suhunya tidak terlalu dingin, sehingga mereka tidak memakai mantel, hanya jaket yang agak tebal.Hampir sebulan sekali, Alva mengajak Alena berziarah ke makam Papanya, ini sudah ketiga kalinya bagi Alena. Pemakaman itu terletak di perbatasan kota, sekitar tiga puluh menit naik sepeda. Jalan yang tidak ramai dan cuaca yang sejuk membuat perjalana

    最終更新日 : 2021-04-15
  • Truly in Love 2   9. Studienkolleg

    Alena sekarang belajar sendiri di Studienkolleg tanpa ditemani Alva. Kelasnya hanya berisi tiga puluh siswa. Ada lima siswa dari Indonesia, termasuk Alena sendiri. Mereka cukup akrab dengan Alena, tapi Alena juga berteman dengan teman-teman lain dari berbagai negara. Ada yang dari Amerika Latin, Asia Timur, Afrika, dan Asia Tenggara.Perasaan senasib yang membuat mereka semua mudah akrab, sama-sama jauh dari keluarga, demi melanjutkan kuliah di negara yang masih terasa asing. Sebagian besar teman-teman sekelas Alena tinggal di asrama mahasiswa, yang banyak terdapat di Berlin. Mereka sering bercerita perjuangan mereka beradaptasi dengan kehidupan baru di Berlin. Namun Alena memiliki Alva dan keluarganya, ia merasa ia harus lebih bersyukur, karena tidak perlu memulai dari nol, dan menjalani semuanya sendirian.Alena hampir tiap hari menelepon Papa dan Mama, di awal-awal kedatangannya di Berlin. Ia teringat ketika ia harus berpisah dengan orang t

    最終更新日 : 2021-04-15
  • Truly in Love 2   10. Universitat der Kunste

    Beberapa hari kemudian, hasil FSP diumumkan, Alena berhasil lulus dengan baik. Setelah mendapatkan hasil ujian, langkah berikutnya adalah mendaftar ke Universitat der Kunste. Alva menemaninya mendaftar ke Fakultas Seni Pertunjukan, Jurusan Teater, sekaligus berkeliling mengenalkan lingkungan kampus."Kamu nggak sibuk? Aku bisa sendiri kok, kamu nggak usah kuatir...," kata Alena, setelah ia selesai mendaftarkan diri."Lagi nggak ada jadwal kuliah. Lagian, aku takut kamu hilang nanti...," gurau Alva.Alena tertawa dan mencubit lengan Alva dengan gemas. Mereka berjalan bergandengan tangan. Gedung Universitat der Kunste memiliki arsitektur bergaya antik, tetapi sangat megah dan luas. Universitas ini adalah universitas seni yang terbesar di Eropa. Mahasiswanya berasal dari berbagai negara di seluruh dunia.Fakultas Musik dan Fakultas Seni Pertunjukan berbeda gedung, tetapi jaraknya berdekatan. Alena merasa senang, karena ia bisa dekat

    最終更新日 : 2021-04-15
  • Truly in Love 2   11. Pertemuan

    Di hari pertama kuliah ini, cuma ada tiga mata kuliah. Setelah semua kelas berakhir, Alena dan Jill pergi ke perpustakaan untuk mencari materi.Jill seorang gadis bertubuh kurus tinggi, berambut pirang sebahu, dan bermata hijau. Orangnya selalu bicara blak-blakan, tapi bagi Alena, ia teman yang enak diajak diskusi. Mereka juga punya beberapa kesamaan, seperti senang belajar di perpustakaan. Mereka duduk di salah satu sudut bagian dalam perpustakaan, dekat jendela. Di sini, suasana lebih sepi, karena agak tersembunyi."Tadi yang duduk di samping kamu siapa sih?" Jill tiba-tiba bertanya."Itu Paula, dari Jurusan Akting. Dulu kami satu kelas, waktu di Studienkolleg," jawab Alena."Oh… Orangnya agak berisik ya...," keluh Jill terang-terangan.Alena tersenyum kecut, ternyata bukan hanya dia yang terganggu. Mereka masih terus membaca, sampai akhirnya Jill berkata, dia harus pulang lebih dulu. Alena sudah ada janji bertemu Alva

    最終更新日 : 2021-04-15
  • Truly in Love 2   12. Drama Musikal

    Di kampus, Alena berusaha tidak mempedulikan gangguan kecil seperti Luis dan Paula. Luis hanya mengajar di kelas Seni Akting sekali lagi, selanjutnya diteruskan oleh dosen yang seharusnya, Professor Moretti.Alena dan Jill juga sudah sepakat, setiap kali kelas Seni Akting, mereka akan menunggu agak jauh di luar kelas, sampai Paula masuk lebih dulu. Kemudian sesaat sebelum dosen masuk, barulah mereka berdua masuk ke ruangan kelas, sehingga mereka bisa memilih tempat duduk yang jauh dari Paula. Rencana mereka berhasil sejauh ini. Alena dan Jill tertawa berdua, mereka merasa seperti partner in crime dalam hal menjauhi Paula.Hari ini, kelas Seni Akting mengadakan kunjungan ke International Acting Academy, sebuah akademi yang mengkhususkan diri melatih akting para mahasiswanya, untuk mempersiapkan mereka menjadi aktor atau aktris. Kelas mereka akan mengikuti kuliah langsung dari para pengajar di akademi itu. Pihak kampus telah menyediakan dua buah bus besar untuk kelas m

    最終更新日 : 2021-04-27
  • Truly in Love 2   13. Casting

    Hari berikutnya adalah hari casting untuk drama musikal. Casting baru dimulai jam sebelas siang, setelah semua jadwal kuliah berakhir, karena casting akan memakan waktu cukup panjang. Ada sekitar lima puluh tiga orang mahasiswa dari dua jurusan, Teater dan Akting.Casting diadakan di ruangan kelas yang lebih kecil, yang biasanya disebut ruang latihan, karena ruangan ini memang digunakan untuk latihan akting oleh para mahasiswa dari angkatan yang lebih senior. Ada lebih dari sepuluh ruang latihan di gedung Fakultas Seni Pertunjukan. Semua ruang didesain sama, dengan dipasangi cermin memanjang di ketiga sisinya. Gunanya supaya para pemain bisa melihat gerakan dan akting mereka sendiri. Di luar ruang latihan, ada ruang ganti pakaian untuk pria dan wanita, serta ruang yang berisi loker untuk menyimpan barang-barang.Alena dan teman-temannya menanti giliran dipanggil di lorong panjang, di luar ruang latihan. Alena sudah pernah menjalani seleksi untuk drama

    最終更新日 : 2021-04-28
  • Truly in Love 2   14. Dansa Pertama

    Setelah berganti pakaian, Alena berjalan keluar dari gedung fakultasnya. Alva mengirim chat, bahwa ia menunggu di bangku taman, dekat pintu masuk fakultasnya. Alena melihat Alva sedang duduk sendiri, sambil mendengarkan sesuatu dari ponselnya, headset terpasang di telinganya. Ia tampak serius.Mendadak, Alena merasa sangat merindukan Alva. Kejadian hari ini membuat pikirannya agak kacau. Rasanya ada yang harus dikatakannya secara terus terang pada Alva.Alva langsung berdiri menyambut Alena begitu melihatnya."Pasti udah lama banget ya kamu nunggunya...," sapa Alena, saat mereka sudah berdiri berhadapan.Alva merangkul pinggang Alena dan mengecup keningnya. "Nggak apa-apa, Sayang... Gimana casting-nya?" tanya Alva dengan suara lembut."Hasilnya baru diumumkan besok...," Alena menjawab singkat. "Kita cari tempat buat ngobrol yuk..."Alva memandangnya. Sepertinya Alva sudah mengerti, bahwa ada hal serius yan

    最終更新日 : 2021-04-28
  • Truly in Love 2   15. Alena vs Paula

    Hari Rabu, hasil casting diumumkan oleh Professor Moretti di kelas. Ternyata kelas mereka akan dipisah menjadi dua kelompok, sesuai jurusan. Jurusan Teater dengan pemain mereka masing-masing, begitu pula dengan Jurusan Akting. Mungkin ini karena standard penilaian yang digunakan berbeda antara kedua jurusan.Dari Jurusan Akting, pemeran utama yang terpilih adalah Paula sebagai Putri Odette, dan Henry sebagai Pangeran Siegfried. Sedangkan dari Jurusan Teater, Alena yang akan menjadi Putri Odette, didampingi oleh Matteo sebagai sang pangeran.Matteo adalah seorang pemuda dari Italia. Alena sudah mengenalnya karena mereka sekelas, dan menurut Alena, dia cowok yang baik dan ramah. Matteo langsung menghampiri Alena begitu kelas usai. Ia berkata, ia senang karena akan berpasangan dengan Alena. Mereka semua akan memulai latihan di siang hari, setelah kuliah berakhir."Aku masih nggak percaya Paula bisa jadi Odette... Pasti itu gara-gara dia ngerayu Herr

    最終更新日 : 2021-04-28

最新チャプター

  • Truly in Love 2   69. Finale (21+)

    Penerbangan dari Berlin ke Sicily memakan waktu kurang lebih dua jam. Sampai di bandara tujuan, mereka naik taksi ke penginapan, yang telah dibooking oleh Herr Newman untuk mereka. Ternyata, bukan hotel biasa yang dipilih Herr Newman, melainkan sebuah resort bintang lima. Staff resort membawa mereka ke sebuah kamar suite, yang terletak di lantai paling atas.Pada saat membuka pintu kamar, Alena terperangah. Kamar suite itu sangat luas, lebih tepatnya seperti sebuah unit apartemen. Ada ruang tamu, lengkap dengan seperangkat sofa kulit berwarna putih gading, dan sebuah TV berukuran besar, di bagian depan. Dari ruang tamu, terlihat pintu kaca di samping kanan ruang tamu, yang menuju ke balkon luas. Alena dan Alva menarik koper mereka masuk ke dalam kamar."Sayang, aku ke resepsionis bentar ya, ada yang mau dilengkapi...," kata Alva. "Kamu istirahat aja dulu..."Alena mengiyakan. Alva melangkah keluar, dan menutup pintu kamar.Alena menarik

  • Truly in Love 2   68. Menjemput Impian

    Rombongan pengantin dan pengiringnya kembali ke resort sekitar jam sepuluh. Mereka berganti pakaian, bersiap-siap untuk acara resepsi sederhana, yang dimulai jam dua belas siang.Alena kembali ke kamar hotel, bersama ketiga teman bridesmaid-nya. Teman-teman Alena tampak sangat bersemangat."Gaun ini cocok banget kan sama kulitku, lihat nih...," komentar Zahara. Ia sudah berganti dengan gaun panjang warna hijau emerald. Gaun itu berpotongan A-line dengan panjang lengan setengah, dilengkapi dengan sepasang sepatu yang warnanya senada. Jill dan Marietta juga memakai pakaian yang seragam dengan Zahara."Cocok juga sama warna mataku...," celoteh Jill, ia memang memiliki bola mata berwarna hijau tua. "Eh, by the way, Christoph bola matanya juga hijau lho...," sambungnya lagi."Cieee… Yang lagi pendekatan...," ledek Marietta, sambil tertawa bersama Zahara. Wajah Jill tampak memerah."Serius, Jill? Kamu sama Christoph?" Alena bertanya dengan

  • Truly in Love 2   67. Carry You Through

    Gereja sudah terlihat di depan mata. Gereja itu berdinding abu-abu muda, dengan arsitektur neoklasik, berdiri megah di tengah lapangan rumput yang tertutup salju putih, menara loncengnya menjulang tinggi di bagian tengah. Mobil limousine berhiaskan bunga mawar merah itu berhenti di dekat pintu depan gereja.Alena turun dari mobil, dibantu oleh Zahara. Alena melengkapi penampilannya dengan sepasang anting-anting batu ruby, dan sepasang sepatu high heels berwarna gold. Ia membawa buket bunga mawar berwarna merah burgundy di tangannya. Untuk berjaga dari cuaca dingin, kostumnya juga sudah dilengkapi scarf berbahan wol, tapi ia belum mengenakannya saat ini, karena ia ingin berjalan masuk ke gereja dengan gaun pengantin putih saja.Zahara membawakan scarf Alena. Ketiga bridesmaid juga membawa buket bunga yang sama dengan Alena, dan memakai scarf kain warna gold. Tema warna yang dipilih Alena dan Alva, untuk pemberkatan pernikahan mereka di gereja, memang merah b

  • Truly in Love 2   66. Everyday I Love You

    Tanggal 17 Januari jatuh tepat di hari Sabtu.Alenaawalnya mengira, hari-H pernikahan akan menjadi hari yang sibuk, terburu-buru, dan penuh ketegangan. Tapi kenyataannya, pagi ini, segalanya berjalan dengan santai dan tenang. Mungkin karena suasana resort yang nyaman membuat semuanya terasa lebih rileks. Alena bangun jam setengah empat pagi, tapi lebih karena ia sudah tak bisa memejamkan matanya lagi, pikirannya terus membayangkan hari besar ini.Mama sengaja membawakan sarapan ke kamar sekitar jam empat, mungkin Mama mengerti, Alena pasti tak berselera untuk makan."Coba makan dikit, Lena... Kamu harus tetap makan, biarpun nggak selera," bujuk Mama, sambil menyodorkan piring berisi roti dan omelet."Mama... Aku deg-degan...," curhat Alena, ia tersenyum gugup.Mama merangkul Alena dengan penuh kasih. "Ya emang gitu rasanya... Itu artinya, kamu udah berharap buat hari ini kan...," ujar Mama, sambil m

  • Truly in Love 2   65. Berdamai Dengan Masa Lalu

    Tanggal 15 Januari, Papa, Mama, Kak Evan, Om Andre, serta Opa dan Oma, tiba di Berlin. Opa dan Oma tinggal di rumah orang tua Alva, sedangkan keluarga Alena menginap bersama Alena di hotel, di daerah Kreuzberg, dekat dengan rumah orang tua Alva. Malamnya, Papa Hanz mengadakan makan malam bersama di restoran, yang terletak di hotel tersebut. Bagi Alena, ini adalah momen yang sangat jarang bisa terjadi, akhirnya keluarga besarnya bertemu dengan keluarga besar Alva.Pagi hari sebelum hari H, Alva menjemput keluarga Alena, untuk berkunjung ke apartemennya, dilanjutkan ke rumah orang tuanya. Mama Clara menjamu keluarga Alena dengan makan siang. Tante Jenna juga hadir. Untuk pertama kalinya, Alena melihat Papa Hanz dan Tante Jenna saling bertegur sapa dengan ramah. Mereka sepertinya sudah dapat melupakan semua kejadian di masa lampau, dan memulai hubungan baru sebagai saudara ipar.Jam tiga sore, kesibukan pun dimulai. Seluruh keluarga besar Alena dan Alva, sert

  • Truly in Love 2   64. Moment of Truth

    Alena dan Alva tiba di Bandara Berlin Brandenburg sekitar jam tiga, masih ada waktu satu setengah jam sebelum pesawat Luis lepas landas. Mereka mampir ke bagian informasi. Pesawat ke Paris jam setengah lima akan berangkat dari terminal 1, ke situlah Alena dan Alva pergi.Alena sebenarnya tidak yakin bisa bertemu Luis, karena suasana bandara yang begitu ramai, dan dia tidak tahu bagaimana menghubungi Luis. Ponselnya yang lama hilang waktu disekap Brigitte, dia belum menyimpan nomor Luis di ponsel barunya. Tetap saja, dia ingin mencoba peruntungannya.Mereka tiba di terminal 1, tapi tentu saja mereka tidak punya izin untuk masuk, mereka hanya bisa menunggu di depan area keberangkatan. Bagaimana jika Luis sudah berada di dalam ruang tunggu?Satu jam lagi pesawat akan berangkat. Suara dari ruang informasi sudah bergema berulang-ulang, meminta para penumpang pesawat Air France untuk masuk ke ruang tunggu bandara. Luis belum kelihatan.

  • Truly in Love 2   63. Pulih

    Alva mengemudikan mobilnya, mengikuti iringan tiga mobil polisi dan satu mobil tahanan yang ada di depannya, menyusuri jalan antar kota Hamburg dan Berlin. Hujan turun, membuat suasana bertambah gelap dan berkabut.Waktu sudah menunjukkan pukul lima sore lewat. Alena duduk di samping Alva. Alva berulang kali menoleh memandangnya, dan menggenggam tangannya, untuk memastikan ia baik-baik saja.Alva menceritakan semuanya pada Alena, dalam perjalanan pulang itu. Luis, yang masih dalam masa hukuman kerja sosial dan rehabilitasi, mendadak dihubungi oleh Paula. Sepertinya, Paula masih tidak bisa melupakan Luis, walaupun Paula memaki-makinya di depan Alena. Paula mengajak Luis untuk bekerja sama, menculik Alena lagi, untuk 'memberinya pelajaran terakhir', menurut istilah Paula. Mungkin Paula mengira, Luis pasti masih sakit hati dengan Alena. Paula berharap, Luis mau membalas dendam dan hasratnya yang belum terpenuhi pada Alena.Paula menceritakan semua rencananya

  • Truly in Love 2   62. Komplotan

    Alena membuka matanya perlahan. Gelap pekat. Lehernya terasa pegal, kaki dan tangannya kaku. Ia mendengar suara seperti mendengung di sekitarnya. Ketika matanya mulai beradaptasi dengan kegelapan di sekitarnya, ia mendapati dirinya terduduk di sebuah kursi kayu, tangan dan kakinya terikat kuat pada kursi, dan mulutnya dibebat dengan kain tebal.Alena meronta dan mengerang, tapi yang keluar dari mulutnya hanya suara teredam. Apa-apaan ini? Di mana dia? Siapa yang mengikatnya seperti ini? Kenapa? Berbagai pertanyaan muncul di benaknya dalam kepanikan itu. Jantungnya berdentum kuat.Alena teringat, hal terakhir yang dilakukannya adalah masuk ke dalam mobil Paula. Paula? Dia yang melakukan ini? Tapi kenapa? Dia tidak punya masalah dengan Paula.Alva... Alva pasti mencarinya sekarang, karena dia tak ada di tempat seharusnya Alva menjemputnya. Tapi, bagaimana caranya memberitahu Alva? Alena menolehkan kepalanya ke kiri dan kanan, mencari tasnya ya

  • Truly in Love 2   61. Penculikan

    Satu minggu setelah wawancara, Alva mendapat kabar gembira, pengajuan beasiswanya disetujui oleh Universitat der Kunste. Itu artinya, ia dapat melanjutkan program doktoralnya, dengan biaya pendidikan dan penelitian seluruhnya ditanggung oleh universitas, ditambah dengan uang saku perbulan. Selama menjalani program PhD, Alva belum dapat mengajar sebagai dosen, tapi ia bisa saja mengerjakan proyek, yang diberikan oleh para profesor di fakultasnya.Berita gembira itu disambut dengan bahagia oleh Alena dan seluruh keluarga Alva. Awalnya, Papa Hanz berniat mengadakan acara makan bersama di restoran lagi, seperti ketika mengangkat Alva sebagai anaknya. Tapi Alva menolak dengan halus, ia tidak ingin memberatkan Papa Hanz. Akhirnya, acara diganti dengan makan-makan sederhana di rumah orang tua Alva, pada hari Minggunya. Keluarga besar Papa Hanz dan Tante Jenna juga ikut hadir.Satu hal yang mengejutkan Alena adalah, Tante Jenna ternyata sudah dikenal baik oleh kelu

コードをスキャンしてアプリで読む
DMCA.com Protection Status