'Apa lo mikir gue yang rencanain?' tanya Monica di seberang telepon, ketika Sheila mengutarakan kejengkelannya karena pertemuannya kemarin malam dengan Adam.
Sheila sedikit merasa tidak enak dengan Monica karena memang tadi dia sempat menuduh Sheila yang merencanakan pertemuan yang tak disengaja itu. Namun, alibi Monica cukup kuat sehingga membuat Sheila percaya bahwa sahabatnya itu tidak akan memiliki rencana yang membuat dirinya marah.
"Yaa, awalnya gue kira lo emang pengen bikin kita baikan sih, Mon. Tapi denger penjelasan lo tadi, gue jadi mikir dua kali."
'Gue emang punya niat buat bikin kalian berdua baikan. Tapi nggak sekarang. Gue aja masih pusing mikirin kerjaan gue di Singapore. Lo tahu kan dua minggu lagi gue mesti selesaiin semua keperluan buat Jakarta fashion Week. Boro - boro mikirin kalian berdua, nanya kabar abang aja kadang gue skip..'
Sheila mengangguk - anggukkan kepalanya, memahami apa yang disampaikan sahabatnya tersebut.
"Sorii.. Udah mikir yang macem - macem tadi."
Terdengar derai tawa di seberang sana, 'It's okay, gue nggak marah kok, She.. Emang wajar sih kalo lo curiga sama gue pertamanya, karena gue emang possible banget untuk rencanain pertemuan lo sama abang.'
"Tapi kan lo enggak."
'Yaaaaaaa gituu dehh... Eh, lo gue call kenapa malah jadi nanya abang gue sih. Lo nggak nanya gimana gue disini? Gue stress tauukk!'
Sheila tersenyum, "Tapi kan kerjaan lo yang bikin lo stress itu adalah impian lo. Bukannya dari lama lo ngimpi pengen bisa tampil di panggung besar kayak Jakarta Fashion Week?"
'Iya sih. Ternyata harga yang mesti gue bayar semahal ini. Tapi yaaa udah dijalani aja.'
"Iyaalahh mau gimana lagi."
'Eh, tapi gue jadi penasaran semalam lo ngobrol nggak sama abang?'
"Kok jadi ngomongin Adam lagi sih? Katanya mau ngebahas tentang lo?"
'Yaaa, gimana ya, sekarang gue berubah pikiran. Bahas abang gue kayaknya lebih seru. Gue itu butuh pengalihan beberapa saat biar nggak stresss.'
Sheila kemudian teringat tentang percakapan semalam dengan Adam. Tiap kata demi kata, tiap momen yang terlewat seakan - akan tidak bisa lepas dari kepalanya. Bahkan obrolan mereka yang hanya tiga puluh menit itu membuat Sheila tidak bisa tidur dan melupakan fakta bahwa Aryo sudah delapan hari tidak menghubunginya.
Sheila masih ingat bagaimana Adam menawarinya untuk mengantar pulang namun ditolak oleh Sheila. Namun, tak habis akal, akhirnya Adam memesankan taksi untuk Sheila jika memang dia keberatan untuk diantar oleh Adam sendiri.
"Kita ngobrol kok cuman sebentar." Sheila akhirnya jujur.
'Ngobrolin apaan? Nanyain kabar masing - masing?'
"Iya. Nggak ada yang menarik dari obrolan semalam. Ya, kayak obrolan temen yang udah lama nggak ketemu."
Sheila berbohong. Tentu mengobrol dengan Adam sungguh sangat menarik. Dari mulai godaannya yang mengatakan pipi Sheila memerah, bagaimana ia bercerita telah berhasil merampungkan proyek kesenian di Bali dan mendapat posisi yang sekarang ia duduki hingga perkataan singkat dari Adam sebelum ia pulang yang berhasil membuat Sheila berdesir.
Gue nggak suka lo kenapa - napa.
Sheila yakin perasaan - perasaan aneh dan campur aduk semalam mungkin adalah efek sudah lama ia tidak berinteraksi dan berdekatan dengan Adam. Ia mengakui Adam memang semakin memesona setelah lima tahun tak melihatnya. Sheila tahu seharusnya ia bisa menguasai diri namun ketika ia mencoba hal itu, Adam selalu berhasil membuatnya lemah akan semua pesona yang ada pada dalam dirinya.
'She, are you okay?'
Sheila yang ternyata melamun, akhirnya mendapati kesadarannya kembali dan segera merespon pertanyaan Monica.
"Ya, oke kok. Kenapa?"
'Lo tadi bengong ya?'
"Ahhh... Dikit."
'Kenapa She? Lo masih kena efek ketemu abang gue? Abang gue tambah cakep ya?'
"Idiiihhh.. Biasaaaaaa ajaaaa. Ya, emang nggak dipungkiri sih dia makin berwibawa. Lo tahu kan posisinya sekarang mengharuskan dia untuk seperti itu."
'Itu luarnya kok. Dalamnya dia masih kayak Adam yang dulu.'
"Yaaa, lo lebih tahu daripada gue."
'Gue boleh berharap nggak sih She?'
"Berharap apa?"
'Lo dan abang deket lagi kayak dulu apapun status kalian...'
Sheila sedikit kaget, "Gue...nggak tahu..."
Setelah puas berbincang - bincang dengan Monica, akhirnya Sheila memutuskan untuk keluar kamar dan mulai memasak untuk sarapan. Ia memeriksa bahan makanan yang ada di dalam kulkas dan mulai menimbang - nimbang ingin sarapan apa.
Tiba - tiba dari arah ruang tamu, terdengar ketukan pintu yang menandakan ada seorang tamu yang berkunjung ke rumahnya. Buru - buru Sheila menutup kembali pintu kulkas dan bergegas ke depan. Ketika pintu sudah terbuka, ia melihat Aryo yang tengah berdiri sambil membawa dua kantor besar belanjaan.
"Morning.." sapa Aryo ramah. Sheila terkejut. Ia tidak menyangka sepagi ini, Aryo akan mengunjunginya. Fakta lain yang membuat Sheila kaget adalah karena Aryo sendiri sudah hampir delapan hari tidak menghubunginya.
"Maa..Mass... Kok??"
Aryo tersenyum melihat reaksi Sheila. Ia paham jika Sheila pasti terkejut dengan kedatangannya. Kedatangan Aryo pagi itu memang ada maksud. Aryo ingin bertemu dengan Sheila dan mengakhiri break hubungan yang ia lontarkan.
"Kagetnya bisa biasa aja nggak? Mas nggak kuat kalo harus liat muka bingungnya kamu yang manis kayak gitu.."
Sheila pun berusaha menguasai diri.
"Mas kenapa kesini pagi - pagi?"
"Mau sarapan bareng. Kamu nggak mau sarapan bareng sama Mas?"
"Enggak gitu.. Mas nggak kerja?"
"Mas hari ini cuti... Ini Mas nggak dibolehin masuk ya?"
"Ehh.. Masuk mas.. Maaf - maaf.."
Mereka berdua pun melangkah menuju dapur. Aryo segera mengeluarkan beberapa bahan - bahan yang ia belanjakan, seperti telur, susu, roti, selada dan beberapa bumbu dapur yang diperlukan. Sheila mengamatinya dalam diam karena sekarang isi kepalanya cukup ramai mengira - ngira maksud dari kedatangan Aryo.
"Mau liatin terus atau mau bantuin?" tanya Aryo ketika ia sudah mengeluarkan semua bahan yang ia beli sebelum ke rumah Sheila.
"Mas mau sarapan apa? Biar aku aja yang masakin."
"Mas mau sarapan pagi ini mas yang masak. Kamu bantuin aja."
"Emang Mas mau bikin apa?"
"Sandwich, keberatan?"
Sheila pun menggeleng.
"Yaudah bantuin potong seladanya ya," pinta Aryo sembari menuju wastafel untuk mencuci terlebih dahulu selada yang akan dipotong oleh Sheila.
"Mas, kamu gimana selama delapan hari ini? Nggak ada kabar, aku takut mau ngehubungin kamu dulu setelah pertengkaran kita tempo hari itu." Sheila memberanikan diri untuk bertanya karena ia memang sudah tidak bisa menahannya.
"Mas baik - baik aja. Selama delapan hari mas mikirin hubungan kita. Makin lama dipikirin ternyata mas keterlaluan karena waktu itu emang mas capek kerjaan dan nggak ngertiin kamu yang emang lagi punya masalah sama rekan kerjamu," jelas Aryo sembari memberikan selada untuk dipotong oleh Sheila.
"Iya, dan kata break pun terlontar dari mulut Mas," ucap Sheila dan memulai memotong selada tadi.
Aryo menghela nafas, "Mas salah. Mas kebawa emosi."
"Jangan gitu lagi, aku nggak suka."
"Mas coba.." ucap Aryo dan memeluk Sheila dari belakang. "Hari ini kamu kerja shift siang kan?" tanya Aryo kemudian.
Sheila mengangguk.
"Hari ini mas anter ya. Kita berduaan dulu sebelum kamu kerja. Mas kangen kamu."
Sheila mengangguk sambil tersenyum. Aryo pun melepaskan pelukannya dan memulai membuat sandwich untuk sarapan mereka berdua.
Beberapa menit setelahnya, ketika Sheila dan Adam sedang asyik menata sandwich di piring. Dari arah ruang tamu terdengar suara berat yang sama didengar oleh Sheila di meja resepsionis hotel semalam. Seketika tubuh Sheila menegang. Tidak mungkin Adam datang saat Aryo sedang ada di rumahnya. Ia tak mau momen di mana hubungan mereka kembali baik - baik saja muncul masalah kembali. Namun, semua terlambat ketika Adam memasuki dapur dan melihat Sheila dan Aryo sedang berduaan.
"Wow.. Pemandangan yang luar biasa.." ucapnya dengan nada yang susah ditebak.
Aryo pun tampak terkejut karena ada laki - laki yang datang ke rumah pacarnya pagi - pagi. Aryo pun menatap ke arah Sheila yang kini memang terlihat sangat bingung.
Oke, Sheila bagaimana kamu menjelaskan semua ini kepada Aryo? tanyanya kepada diri sendiri.
*****
"Adam Ditorejo?? Adam yang dimaksud adalah CEO dari Dedikasi Foundation?!" suara Aryo terdengar sangat kaget ketika Sheila mengenalkan pria yang sekarang nampak tenang meminum kopi hitamnya. Pria itu hanya tersenyum singkat dan memandang ke arah Aryo dengan tatapan yang sulit diartikan. "Bagaimana... Bagaimana.... kalian bisa saling mengenal?" tanya Aryo yang masih sangat penasaran. "Itu.. cerita yang sudah amat lama, Mas." Sheila masih mencoba memahami keadaan yang mengagetkan pagi ini. Kedatangan Aryo dilanjutkan dengan kedatangan Adam. Bagaimana bisa dua pria itu muncul bersamaan pagi itu? Ditambah sebenarnya Sheila masih bingung untuk memulai menjelaskan bagaimana dirinya bisa mengenal Adam. "Kisah lama yang mungkin perlu kamu ceritakan kepada pacarmu ini, She.." Adam berusaha untuk menggoda Sheila. Sheila tahu sekali Adam sengaja mengatakan kalimat itu untuk memancing keadaan. Ia tidak tahu apa, sebenarnya Sheila sedari tadi sedang kalang kabut untuk men
Mencoba untuk tetap tenang, Sheila keluar kamar untuk menemui Adam yang telah menunggunya untuk mandi dan bersiap - siap. Sheila merasa tidak nyaman karena Adam berada di dalam rumahnya. Memang dulu Adam juga sering menunggunya, tapi bukankah itu adalah lima tahun yang lalu? Sheila masih meragukan keputusannya untuk ikut Adam ke Rumah Utama. Ia merasa keputusan yang diambilnya tadi sungguh impulsif. Bayangkan kecanggungan yang akan terjadi dan bagaimana nanti dia harus menghadapi orang - orang yang menanyakan bagaimana hubungan mereka berdua. Sebentar, hubungan? Sheila mengernyit karena merasa pikirannya sudah tidak waras. Memang hubungan apa yang mereka miliki? Mereka hanyalah dua orang yang sudah lama tidak saling bertemu dan kini tidak sengaja dipertemukan kembali oleh semesta. Ya, tidak sengaja. Bahkan Sheila harusnya berpikir bahwa pertemuannya kembali dengan Adam bukanlah sesuatu hal yang besar di dalam hidupnya. Ia sama seperti halnya kawan lama yang sudah lam
"Puas lo bikin kami seperti ini?"Suara Nora yang sengau karena menangis membuat Sheila tidak tega."Lo buat gue sama Adam berpisah, padahal kami sudah bersama sejak dua tahun yang lalu. Motif lo apa sih, She?" tambah Nora yang seperti ingin menangis lagi.Sheila tidak mengerti, kenapa Nora bisa - bisanya menuduh Sheila merebut Adam darinya, padahal sejak dulu, Sheila sudah menganggap Adam sebagai kakaknya. Namun, memang terkadang perasaan Sheila berdebar ketika bersama Adam. Hal itu, tidak bisa dibilang Sheila memiliki maksud untuk merebut Adam dari Nora.Sheila ingin sekali menjelaskan dengan gamblang bahwa Sheila dan Adam tidak ada hubungan apapun. Tetapi dalam situasi seperti ini, bibir Sheila hanya bisa tidak mendukung hal tersebut."Jawab, She, sebenarnya apa motif lo buat deketi Adam? Apa karena dia anak dari keluarga kaya sehingga lo mau sama dia?"
Rindu seperti penyakit. Jika ditahan terlalu lama maka ia akan mengerogoti hampir seluruh jiwa dalam tubuh si penderita. Melihat seseorang yang dirindukan hanya terpisah jarak beberapa meter membuat kehilangan akal sehat. Kira - kira itulah yang dirasakan Adam semalam.Berbincang - bincang dengan Sheila hanya beberapa menit sudah membuat perasaan cinta Adam makin dalam. Kedewasaan Sheila sekarang sekaligus sikap manja Sheila yang belum hilang dari dulu membuatnya semakin mendamba perempuan itu.Namun, ia belum menemukan jalannya. Adam ingin sekali menemukan jalannya. Maka ia tak ragu - ragu untuk mengendarai mobilnya dengan cepat hanya ingin untuk berkunjung ke rumah perempuan yang ia kasihi. Rindu lima tahun tak hanya cukup dihabiskan dengan obrolan kurang dari satu jam empat puluh menit.Sesampainya di rumah Sheila, Adam justru mendapatkan pemandangan yang membuat rasa cemburu di dadanya bergelora. Ia tak suka wanitanya dengan laki - laki lain yang
"Gue bakal pindah minggu ini ke Bali."Sheila menoleh ke arah Adam yang duduk di hadapannya dan terlihat seperti menerawang jauh ke depan."Apa karena urusan kantor?" tanya Sheila ingin tahu. Buket bunga yang berada di tangannya tampak tidak terlalu cantik lagi ketika Adam mengatakan perihal kepindahannya tersebut. Padahal beberapa saat lalu, ketika Adam memberikan buket bunga tersebut sebagai ucapan kelulusannya dari sekolah menengah tampak cantik sekali."Ya. Mau nggak mau sebagai salah satu cucu yang akan mengisi posisi penting di bisnis keluarga, gue harus siap menjalankan proyek besar ini. Proyek ini sebagai langkah awal untuk gue.."Sheila terdiam mendengarkan. Hatinya terasa perih. Tapi ia mencoba untuk tetap tenang."Monica tahu hal ini?" Sheila ingin tahu. Monica, sahabatnya sekaligus adik dari laki - laki di sampingnya ini apakah tahu tentang kepindahan tersebut. Jika iya, mengapa tadi siang ia tak buru - buru memberitahunya. Minimal Shei
"Adam Putra Ditorejo merupakan salah satu orang Indonesia yang berhasil masuk ke dalam Jajaran Orang yang Berpengaruh di Dunia versi Majalah Forbes. Hal itu tak bisa dipungkiri bagaimana Adam sendiri berhasil membawa budaya Indonesia ke kancah internasional dengan gemilang. Sudah beberapa kali.."Sheila mematikan televisi yang menayangkan berita tentang Adam Ditorejo. Sudah cukup hari ini dia mendengar nama Adam disebut atau bahkan terlihat olehnya baik di media cetak, televisi, bahkan di media sosial."Kenapa sih lo sensi banget setiap kali ada berita tentang Adam?" tanya Joanne yang kini tengah menikmati ketoprak yang ia beli dengan Sheila. Mereka berdua sedang istirahat di kantor security depan hotel tempat mereka bekerja."Biasa aja," jawab Sheila singkat dan melanjutkan makannya kembali."Nggak mungkin kan lo punya hubungan atau masa lalu sama dia? Dia mahhh jaaauhhh bangett di sana. Kita mah apa atuhh..""Itu lo tahu. Makanya mana mu
Adam frustasi.Dalam waktu yang amat singkat, dia merasakan keterkejutan, kemarahan, sekaligus kerinduan yang secara bergantian menyusupi hatinya. Jika saat ini ia bisa berteriak, dia akan berteriak karena memang perasaan yang saat ini hinggap sangatlah tidak nyaman.Ada dari sisi dirinya yang ingin berlari kembali ke meja resepsionis tadi dan segera memeluk wanita yang hampir lima tahun ini telah "menghilang" dari kehidupannya. Lebih tepatnya berusaha menghilangkan diri dari kehidupannya. Namun, sebagian diri Adam yang lain tidak ingin terlihat sebagai seorang laki - laki yang belum bisa melupakan seseorang dari masa lalunya.Ya, tapi memang Adam belum bisa bahkan tidak akan bisa melupakan Sheila. Berbagai cara Adam telah lakukan namun tidak ada hasilnya untuk melupakan Sheila. Adam memang harus mengakui bahwa Sheila adalah satu - satunya perempuan yang mengerti dirinya dari dulu maka dari itu tak heran keinginan untuk memiliki Sheila begitu besar bahkan setela
Rindu seperti penyakit. Jika ditahan terlalu lama maka ia akan mengerogoti hampir seluruh jiwa dalam tubuh si penderita. Melihat seseorang yang dirindukan hanya terpisah jarak beberapa meter membuat kehilangan akal sehat. Kira - kira itulah yang dirasakan Adam semalam.Berbincang - bincang dengan Sheila hanya beberapa menit sudah membuat perasaan cinta Adam makin dalam. Kedewasaan Sheila sekarang sekaligus sikap manja Sheila yang belum hilang dari dulu membuatnya semakin mendamba perempuan itu.Namun, ia belum menemukan jalannya. Adam ingin sekali menemukan jalannya. Maka ia tak ragu - ragu untuk mengendarai mobilnya dengan cepat hanya ingin untuk berkunjung ke rumah perempuan yang ia kasihi. Rindu lima tahun tak hanya cukup dihabiskan dengan obrolan kurang dari satu jam empat puluh menit.Sesampainya di rumah Sheila, Adam justru mendapatkan pemandangan yang membuat rasa cemburu di dadanya bergelora. Ia tak suka wanitanya dengan laki - laki lain yang
"Puas lo bikin kami seperti ini?"Suara Nora yang sengau karena menangis membuat Sheila tidak tega."Lo buat gue sama Adam berpisah, padahal kami sudah bersama sejak dua tahun yang lalu. Motif lo apa sih, She?" tambah Nora yang seperti ingin menangis lagi.Sheila tidak mengerti, kenapa Nora bisa - bisanya menuduh Sheila merebut Adam darinya, padahal sejak dulu, Sheila sudah menganggap Adam sebagai kakaknya. Namun, memang terkadang perasaan Sheila berdebar ketika bersama Adam. Hal itu, tidak bisa dibilang Sheila memiliki maksud untuk merebut Adam dari Nora.Sheila ingin sekali menjelaskan dengan gamblang bahwa Sheila dan Adam tidak ada hubungan apapun. Tetapi dalam situasi seperti ini, bibir Sheila hanya bisa tidak mendukung hal tersebut."Jawab, She, sebenarnya apa motif lo buat deketi Adam? Apa karena dia anak dari keluarga kaya sehingga lo mau sama dia?"
Mencoba untuk tetap tenang, Sheila keluar kamar untuk menemui Adam yang telah menunggunya untuk mandi dan bersiap - siap. Sheila merasa tidak nyaman karena Adam berada di dalam rumahnya. Memang dulu Adam juga sering menunggunya, tapi bukankah itu adalah lima tahun yang lalu? Sheila masih meragukan keputusannya untuk ikut Adam ke Rumah Utama. Ia merasa keputusan yang diambilnya tadi sungguh impulsif. Bayangkan kecanggungan yang akan terjadi dan bagaimana nanti dia harus menghadapi orang - orang yang menanyakan bagaimana hubungan mereka berdua. Sebentar, hubungan? Sheila mengernyit karena merasa pikirannya sudah tidak waras. Memang hubungan apa yang mereka miliki? Mereka hanyalah dua orang yang sudah lama tidak saling bertemu dan kini tidak sengaja dipertemukan kembali oleh semesta. Ya, tidak sengaja. Bahkan Sheila harusnya berpikir bahwa pertemuannya kembali dengan Adam bukanlah sesuatu hal yang besar di dalam hidupnya. Ia sama seperti halnya kawan lama yang sudah lam
"Adam Ditorejo?? Adam yang dimaksud adalah CEO dari Dedikasi Foundation?!" suara Aryo terdengar sangat kaget ketika Sheila mengenalkan pria yang sekarang nampak tenang meminum kopi hitamnya. Pria itu hanya tersenyum singkat dan memandang ke arah Aryo dengan tatapan yang sulit diartikan. "Bagaimana... Bagaimana.... kalian bisa saling mengenal?" tanya Aryo yang masih sangat penasaran. "Itu.. cerita yang sudah amat lama, Mas." Sheila masih mencoba memahami keadaan yang mengagetkan pagi ini. Kedatangan Aryo dilanjutkan dengan kedatangan Adam. Bagaimana bisa dua pria itu muncul bersamaan pagi itu? Ditambah sebenarnya Sheila masih bingung untuk memulai menjelaskan bagaimana dirinya bisa mengenal Adam. "Kisah lama yang mungkin perlu kamu ceritakan kepada pacarmu ini, She.." Adam berusaha untuk menggoda Sheila. Sheila tahu sekali Adam sengaja mengatakan kalimat itu untuk memancing keadaan. Ia tidak tahu apa, sebenarnya Sheila sedari tadi sedang kalang kabut untuk men
'Apa lo mikir gue yang rencanain?' tanya Monica di seberang telepon, ketika Sheila mengutarakan kejengkelannya karena pertemuannya kemarin malam dengan Adam.Sheila sedikit merasa tidak enak dengan Monica karena memang tadi dia sempat menuduh Sheila yang merencanakan pertemuan yang tak disengaja itu. Namun, alibi Monica cukup kuat sehingga membuat Sheila percaya bahwa sahabatnya itu tidak akan memiliki rencana yang membuat dirinya marah."Yaa, awalnya gue kira lo emang pengen bikin kita baikan sih, Mon. Tapi denger penjelasan lo tadi, gue jadi mikir dua kali."'Gue emang punya niat buat bikin kalian berdua baikan. Tapi nggak sekarang. Gue aja masih pusing mikirin kerjaan gue di Singapore. Lo tahu kan dua minggu lagi gue mesti selesaiin semua keperluan buat Jakarta fashion Week. Boro - boro mikirin kalian berdua, nanya kabar abang aja kadang gue skip..'Sheila mengangguk - anggukkan kepalanya, memahami apa yang d
Adam frustasi.Dalam waktu yang amat singkat, dia merasakan keterkejutan, kemarahan, sekaligus kerinduan yang secara bergantian menyusupi hatinya. Jika saat ini ia bisa berteriak, dia akan berteriak karena memang perasaan yang saat ini hinggap sangatlah tidak nyaman.Ada dari sisi dirinya yang ingin berlari kembali ke meja resepsionis tadi dan segera memeluk wanita yang hampir lima tahun ini telah "menghilang" dari kehidupannya. Lebih tepatnya berusaha menghilangkan diri dari kehidupannya. Namun, sebagian diri Adam yang lain tidak ingin terlihat sebagai seorang laki - laki yang belum bisa melupakan seseorang dari masa lalunya.Ya, tapi memang Adam belum bisa bahkan tidak akan bisa melupakan Sheila. Berbagai cara Adam telah lakukan namun tidak ada hasilnya untuk melupakan Sheila. Adam memang harus mengakui bahwa Sheila adalah satu - satunya perempuan yang mengerti dirinya dari dulu maka dari itu tak heran keinginan untuk memiliki Sheila begitu besar bahkan setela
"Adam Putra Ditorejo merupakan salah satu orang Indonesia yang berhasil masuk ke dalam Jajaran Orang yang Berpengaruh di Dunia versi Majalah Forbes. Hal itu tak bisa dipungkiri bagaimana Adam sendiri berhasil membawa budaya Indonesia ke kancah internasional dengan gemilang. Sudah beberapa kali.."Sheila mematikan televisi yang menayangkan berita tentang Adam Ditorejo. Sudah cukup hari ini dia mendengar nama Adam disebut atau bahkan terlihat olehnya baik di media cetak, televisi, bahkan di media sosial."Kenapa sih lo sensi banget setiap kali ada berita tentang Adam?" tanya Joanne yang kini tengah menikmati ketoprak yang ia beli dengan Sheila. Mereka berdua sedang istirahat di kantor security depan hotel tempat mereka bekerja."Biasa aja," jawab Sheila singkat dan melanjutkan makannya kembali."Nggak mungkin kan lo punya hubungan atau masa lalu sama dia? Dia mahhh jaaauhhh bangett di sana. Kita mah apa atuhh..""Itu lo tahu. Makanya mana mu
"Gue bakal pindah minggu ini ke Bali."Sheila menoleh ke arah Adam yang duduk di hadapannya dan terlihat seperti menerawang jauh ke depan."Apa karena urusan kantor?" tanya Sheila ingin tahu. Buket bunga yang berada di tangannya tampak tidak terlalu cantik lagi ketika Adam mengatakan perihal kepindahannya tersebut. Padahal beberapa saat lalu, ketika Adam memberikan buket bunga tersebut sebagai ucapan kelulusannya dari sekolah menengah tampak cantik sekali."Ya. Mau nggak mau sebagai salah satu cucu yang akan mengisi posisi penting di bisnis keluarga, gue harus siap menjalankan proyek besar ini. Proyek ini sebagai langkah awal untuk gue.."Sheila terdiam mendengarkan. Hatinya terasa perih. Tapi ia mencoba untuk tetap tenang."Monica tahu hal ini?" Sheila ingin tahu. Monica, sahabatnya sekaligus adik dari laki - laki di sampingnya ini apakah tahu tentang kepindahan tersebut. Jika iya, mengapa tadi siang ia tak buru - buru memberitahunya. Minimal Shei