"Adam Putra Ditorejo merupakan salah satu orang Indonesia yang berhasil masuk ke dalam Jajaran Orang yang Berpengaruh di Dunia versi Majalah Forbes. Hal itu tak bisa dipungkiri bagaimana Adam sendiri berhasil membawa budaya Indonesia ke kancah internasional dengan gemilang. Sudah beberapa kali.."
Sheila mematikan televisi yang menayangkan berita tentang Adam Ditorejo. Sudah cukup hari ini dia mendengar nama Adam disebut atau bahkan terlihat olehnya baik di media cetak, televisi, bahkan di media sosial.
"Kenapa sih lo sensi banget setiap kali ada berita tentang Adam?" tanya Joanne yang kini tengah menikmati ketoprak yang ia beli dengan Sheila. Mereka berdua sedang istirahat di kantor security depan hotel tempat mereka bekerja.
"Biasa aja," jawab Sheila singkat dan melanjutkan makannya kembali.
"Nggak mungkin kan lo punya hubungan atau masa lalu sama dia? Dia mahhh jaaauhhh bangett di sana. Kita mah apa atuhh.."
"Itu lo tahu. Makanya mana mungkin kan?"
Mereka pun kembali melanjutkan makan siangnya dalam diam.
Sudah hampir lima tahun yang berlalu dari kejadian ciuman pertamanya dengan Adam. Setelah itu pulalah ia memutuskan untuk tidak berhubungan kembali dengan Adam.r Sheila bahkan meminta Monica untuk tidak memberikan akses komunikasi dirinya dan Adam.
Sheila benar - benar tidak ingin lagi memiliki hubungan dengan Adam.
Awalnya memang Monica sedikit geram kepada Sheila terkait perlakuannya kepada kakak kandungnya tersebut. Namun, setelah Sheila menjelaskan duduk perkara dan peristiwa malam tersebut, Monica sedikit lebih paham dan memaklumi tindakan Sheila. Walau kadang Monica masih mengatakan sebenarnya Sheila terlalu berlebihan karena mungkin sekarang kakaknya sudah tidak memiliki perasaan apa - apa lagi kepada Sheila. Namun, Sheila tetap pada pendiriannya untuk menjauh bahkan keluar dari kehidupan Adam.
"She, ngomong - ngomong soal Adam. Lo udah tahu belum sih kalo ada EO yang mau bikin acara di hotel kita terus Guest Speaker-nya Adam?" tanya Joanne kepada Sheila. Sheila yang kaget tersedak makanannya dan buru - buru Joanne memberikan botol air mineral milik Sheila.
Setelah ia menguasai diri, buru - buru dia menanyai Joanne tentang informasi acara tersebut.
"Kapan lo dapet info ini?"
"Pak Surya yang bilang kemarin, waktu kita makan bareng. Katanya acara ini bakal jadi acara gede - gedean gitu deh.."
"Lo yakin yang dimaksud Pak Suryo itu Adam yang itu, bukan Adam - adam yang lain?"
"Ya ampunnn, She... Gue tahu pasti dan nggak bakal salah kalo yang dimaksud Pak Suryo itu Adam yang lo bencii bangett itu. "
Sheila tak percaya. Sudah amat sangat lama ia hidup dengan ketenangan karena sudah berhasil melenyapkan segala hal yang berkaitan dengan Adam di hidupnya. Namun, memang semesta tak bisa ditebak. Tiba - tiba kini ia harus bersinggungan dengan Adam kembali.
Namun, jika memang acara tersebut benar terjadi, kesempatan ia untuk bertatap muka dengan Adam secara langsung hampir mustahil, mengingat dia hanya petugas resepsionis biasa. Tak ada hal yang menyebabkan tiba - tiba dia harus berinteraksi dengan Adam. Kelegaan tiba - tiba memenuhinya setelah Sheila mencoba untuk berpikir jernih.
"Eh, ngomong - ngomong semalam lo jadinya pulang sendiri ya? Aryo kemana aja kayaknya sibuk banget?"
Sheila menatap Joanne dengan sedikit kesal, kenapa dia memilih topik yang tidak mengenakkan hatinya.
"Jooo, gue sama Aryo kan lagi break."
"Pacaran kok ada break, sekolah kalleeee.. Lo itu terlalu baik sama Aryo. Cowok lo itu nggak beres. Buka mataaaa lo lebar - lebar. Mestinya lo cari pengganti aja."
"Apaan sih, Jo. Gue sama Aryo itu emang mungkin lagi ditahap jenuh. Lo tahu sendiri kan kita pacaran udah hampir tiga tahun. Wajarlah.."
"Wajar dengan memaklumi sikap dia yang emang kadang berlebihan sama cewek lain? Lo nggak inget kejadian dia sama sekretaris bosnya?"
"Jo.. Udah deh itu kan masalah lama bangett."
"Watak nggak bisa diubah ya, She. Lo mesti inget itu."
Aryo Pamungkas. Sosok laki - laki yang dulu membuat nyaman Sheila. Laki - laki pekerja keras yang selalu optimis bahkan pantang menyerah. Mereka bertemu ketika keduanya sama - sama belajar pendidikan perhotelan. Sheila yang memang tidak terlalu banyak pengalaman mengenal lawan jenis, ketika bertemu Aryo menganggap bahwa Aryo adalah sosok laki - laki baik yang bisa dijadikan pendamping.
Beruntungnya, ternyata Aryo pun memiliki perasaan yang sama dengan dirinya. Bahkan Aryo pernah mengatakan bahwa sebenarnya sejak pertama ia melihat Sheila sudah ada benih - benih perasaan lebih.
Namun, hubungan cinta itu sudah tidak sehangat dulu karena suatu kejadian. Ketika Aryo dan Sheila lulus dan mulai bekerja dengan pilihan tempat kerja masing - masing. Aryo mulai dekat dengan perempuan lain bahkan menjalin hubungan gelap selama empat bulan. Aryo ketahuan ketika Sheila dan Joanne tak sengaja pergi ke bioskop yang sama dengannya.
Saat itu, Aryo mengatakan benar - benar merasa menyesal. Ia tak ingin ditinggalkan Sheila begitu saja. Sheila yang memang masih memiliki perasaan sayang kepada Aryo akhirnya dengan setengah hati mau menerima Aryo kembali.
Tapi setelah kejadian itu, hubungan mereka tak bisa seperti semula. Antar Sheila dan Aryo pun juga menyadarinya. Namun, kembali lagi Aryo tak pernah mau mereka berpisah dengan alasan hubungan yang mereka bangun selama ini akan sia - sia padahal mereka memiliki tujuan yang sama yaitu menikah.
Bagi Sheila, apa yang menjadi alasan Aryo masuk akal toh ia tak mengulangi lagi kesalahan yang sama. Bahkan sekarang Aryo lebih terbuka tentang siapa - siapa yang berada di dalam lingkaran pertemanan bahkan lingkungan kerjanya.
"Baik, Pak.. Ini kuncinya untuk kamar 2310 atas nama Bapak Heri. Untuk password wifi, Bapak bisa cek di dalam amplop kecil ini ya. Ada lagi yang bisa saya bantu?"
Pengunjung hotel itu pun menggelengkan kepala sambil tersenyum dan menerima pemberian kunci serta amplop kecil yang berisi password wifi.
"Gue hari ini ngerasa capekk bangettt. Untung shift kita setengah jam lagi kelar," ucap Joanne yang sedang melakukan peregangan di kursinya. Sheila hanya bisa tersenyum dan kembali menekuni pekerjaannya.
"Malam. Saya perlu kamar apakah masih ada yang avalaible?"
Sebuah suara berat yang membuat seluruh bulu kuduk Sheila meremang. Suara yang sudah amat sangat lama tidak ia dengar. Ia tak ingin mendongakkan kepalanya dan memandang tamu yang baru saja menanyakan ketersediaan kamar tersebut.
Ia ingin menyangkal bahwa mungkin suara tersebut hanya mirip dengan Adam. Tamu yang kini berdiri di meja resepsionis bukan Adam yang itu.
"Pak... Pak Adam?" Suara Joanne-lah yang memberikan keyakinan bahwa memang tamu yang bertanya itu memang Adam.
Sial.
Apa yang harus Sheila perbuat? Tak mungkin dia seenaknya memperlakukan tamu. Ia harus profesional. Disisi lain, tubuhnya tiba - tiba tak bisa diajak bekerja sama untuk menampilkan wajah ramah seperti ketika ia melayani tamu - tamu yang lain.
"Pak Adam?" tanya Joanne sekali lagi. Dari nada pertanyaan itu Joanne sudah seratus persen yakin bahwa Adam yang kini berdiri tepat di hadapannya itu adalah Adam yang sering ia lihat di media - media. "Pak Adam yang di televisi itu kan?"ucap Joanne dengan sumringah.
"Betul. Boleh dibantu cek masih ada kamar? Saya ingin memesan satu President Suite." Adam sama sekali tidak merasa terganggu dengan pertanyaan Joanne.
"Oh, baik Bapak. Mohon ditunggu sebentar." Joanne pun mulai mengecek daftar kamar. Sheila masih terus diam di tempatnya berusaha untuk terlihat sibuk dengan komputer yang ada di depannya.
"She.. Kamar 5001 kosong kan ya?" tanya Joanne yang membuat Sheila menegang. Ia tak ingin Joanne bertanya kepada dirinya untuk saat ini karena mau tidak mau ia harus membantunya melayani Adam. "She.." panggil Joanne kembali sambil menepuk pundaknya.
Ketika Sheila memandang ke arah Joanne, mau tidak mau Adam pun melihatnya dan waktu seakan berhenti sepersekian detik karena tatapan antara Adam dan Sheila bertemu. Sheila melihat ada sedikit keterkejutan di raut wajah Adam namun hilang dengan cepat.
Ia harus menguasai diri. Ini pekerjaannya. Anggap saja Adam adalah tamu seperti yang lain.
"Untuk kamar 5001 memang kosong," ucap Sheila dengan ramah kepada Joanne.
"Baik, bisa dibantu oleh rekan saya ya Pak," ucap Joanne tanpa berdosa. Adam pun sedikit bergeser dan kini tepat berdiri di hadapan Sheila.
"Boleh dibantu kartu identitasnya Bapak, agar kami bantu proses pemesanan kamarnya." Sheila berusaha berhati - hati agar Adam tidak mengetahui suaranya bergetar karena berdiri dekat dengan Adam.
Adam pun menyerahkan kartu identitasnya dengan tetap diam. Namun, memandang ke arah Sheila dengan tajam.
"Baik Bapak, untuk kamarnya sudah siap, ini kunci kamarnya.."
"Pura - pura lupa sama gue?" tanya Adam dengan sinis sambil mengambil kembali kartu identitasnya.
Ketenangan yang Sheila perlihatkan mulai goyah ketika Adam menanyakan hal tersebut. Joanne yang memang tidak terlalu jauh dari Sheila pun mendengar pertanyaannya. Joanne memandang ke arah Sheila dengan tatapan penuh tanya.
"Bapak kenal Sheila?" tanpa disangka dari mulut Joanne keluar pertanyaan tersebut.
Adam tersenyum sinis sambil mengambil kunci kamarnya, "Ibu Sheila ini adalah mantan saya... Oh, terima kasih atas bantuannya, She.."
Joanne pun langsung menutup mulutnya tak percaya dan buru - buru menghampiri Sheila setelah kepergian Adam. Joanne memberondongnya dengan berbagai pertanyaan yang tak satu pun digubris oleh Sheila karena ia terlanjur tak berdaya dan hanya bisa terduduk di kursinya dengan perasaan campur aduk.
Kenapa dia mesti muncul lagi sih di hidup gue?! teriak Sheila dalam hati.
*****
Adam frustasi.Dalam waktu yang amat singkat, dia merasakan keterkejutan, kemarahan, sekaligus kerinduan yang secara bergantian menyusupi hatinya. Jika saat ini ia bisa berteriak, dia akan berteriak karena memang perasaan yang saat ini hinggap sangatlah tidak nyaman.Ada dari sisi dirinya yang ingin berlari kembali ke meja resepsionis tadi dan segera memeluk wanita yang hampir lima tahun ini telah "menghilang" dari kehidupannya. Lebih tepatnya berusaha menghilangkan diri dari kehidupannya. Namun, sebagian diri Adam yang lain tidak ingin terlihat sebagai seorang laki - laki yang belum bisa melupakan seseorang dari masa lalunya.Ya, tapi memang Adam belum bisa bahkan tidak akan bisa melupakan Sheila. Berbagai cara Adam telah lakukan namun tidak ada hasilnya untuk melupakan Sheila. Adam memang harus mengakui bahwa Sheila adalah satu - satunya perempuan yang mengerti dirinya dari dulu maka dari itu tak heran keinginan untuk memiliki Sheila begitu besar bahkan setela
'Apa lo mikir gue yang rencanain?' tanya Monica di seberang telepon, ketika Sheila mengutarakan kejengkelannya karena pertemuannya kemarin malam dengan Adam.Sheila sedikit merasa tidak enak dengan Monica karena memang tadi dia sempat menuduh Sheila yang merencanakan pertemuan yang tak disengaja itu. Namun, alibi Monica cukup kuat sehingga membuat Sheila percaya bahwa sahabatnya itu tidak akan memiliki rencana yang membuat dirinya marah."Yaa, awalnya gue kira lo emang pengen bikin kita baikan sih, Mon. Tapi denger penjelasan lo tadi, gue jadi mikir dua kali."'Gue emang punya niat buat bikin kalian berdua baikan. Tapi nggak sekarang. Gue aja masih pusing mikirin kerjaan gue di Singapore. Lo tahu kan dua minggu lagi gue mesti selesaiin semua keperluan buat Jakarta fashion Week. Boro - boro mikirin kalian berdua, nanya kabar abang aja kadang gue skip..'Sheila mengangguk - anggukkan kepalanya, memahami apa yang d
"Adam Ditorejo?? Adam yang dimaksud adalah CEO dari Dedikasi Foundation?!" suara Aryo terdengar sangat kaget ketika Sheila mengenalkan pria yang sekarang nampak tenang meminum kopi hitamnya. Pria itu hanya tersenyum singkat dan memandang ke arah Aryo dengan tatapan yang sulit diartikan. "Bagaimana... Bagaimana.... kalian bisa saling mengenal?" tanya Aryo yang masih sangat penasaran. "Itu.. cerita yang sudah amat lama, Mas." Sheila masih mencoba memahami keadaan yang mengagetkan pagi ini. Kedatangan Aryo dilanjutkan dengan kedatangan Adam. Bagaimana bisa dua pria itu muncul bersamaan pagi itu? Ditambah sebenarnya Sheila masih bingung untuk memulai menjelaskan bagaimana dirinya bisa mengenal Adam. "Kisah lama yang mungkin perlu kamu ceritakan kepada pacarmu ini, She.." Adam berusaha untuk menggoda Sheila. Sheila tahu sekali Adam sengaja mengatakan kalimat itu untuk memancing keadaan. Ia tidak tahu apa, sebenarnya Sheila sedari tadi sedang kalang kabut untuk men
Mencoba untuk tetap tenang, Sheila keluar kamar untuk menemui Adam yang telah menunggunya untuk mandi dan bersiap - siap. Sheila merasa tidak nyaman karena Adam berada di dalam rumahnya. Memang dulu Adam juga sering menunggunya, tapi bukankah itu adalah lima tahun yang lalu? Sheila masih meragukan keputusannya untuk ikut Adam ke Rumah Utama. Ia merasa keputusan yang diambilnya tadi sungguh impulsif. Bayangkan kecanggungan yang akan terjadi dan bagaimana nanti dia harus menghadapi orang - orang yang menanyakan bagaimana hubungan mereka berdua. Sebentar, hubungan? Sheila mengernyit karena merasa pikirannya sudah tidak waras. Memang hubungan apa yang mereka miliki? Mereka hanyalah dua orang yang sudah lama tidak saling bertemu dan kini tidak sengaja dipertemukan kembali oleh semesta. Ya, tidak sengaja. Bahkan Sheila harusnya berpikir bahwa pertemuannya kembali dengan Adam bukanlah sesuatu hal yang besar di dalam hidupnya. Ia sama seperti halnya kawan lama yang sudah lam
"Puas lo bikin kami seperti ini?"Suara Nora yang sengau karena menangis membuat Sheila tidak tega."Lo buat gue sama Adam berpisah, padahal kami sudah bersama sejak dua tahun yang lalu. Motif lo apa sih, She?" tambah Nora yang seperti ingin menangis lagi.Sheila tidak mengerti, kenapa Nora bisa - bisanya menuduh Sheila merebut Adam darinya, padahal sejak dulu, Sheila sudah menganggap Adam sebagai kakaknya. Namun, memang terkadang perasaan Sheila berdebar ketika bersama Adam. Hal itu, tidak bisa dibilang Sheila memiliki maksud untuk merebut Adam dari Nora.Sheila ingin sekali menjelaskan dengan gamblang bahwa Sheila dan Adam tidak ada hubungan apapun. Tetapi dalam situasi seperti ini, bibir Sheila hanya bisa tidak mendukung hal tersebut."Jawab, She, sebenarnya apa motif lo buat deketi Adam? Apa karena dia anak dari keluarga kaya sehingga lo mau sama dia?"
Rindu seperti penyakit. Jika ditahan terlalu lama maka ia akan mengerogoti hampir seluruh jiwa dalam tubuh si penderita. Melihat seseorang yang dirindukan hanya terpisah jarak beberapa meter membuat kehilangan akal sehat. Kira - kira itulah yang dirasakan Adam semalam.Berbincang - bincang dengan Sheila hanya beberapa menit sudah membuat perasaan cinta Adam makin dalam. Kedewasaan Sheila sekarang sekaligus sikap manja Sheila yang belum hilang dari dulu membuatnya semakin mendamba perempuan itu.Namun, ia belum menemukan jalannya. Adam ingin sekali menemukan jalannya. Maka ia tak ragu - ragu untuk mengendarai mobilnya dengan cepat hanya ingin untuk berkunjung ke rumah perempuan yang ia kasihi. Rindu lima tahun tak hanya cukup dihabiskan dengan obrolan kurang dari satu jam empat puluh menit.Sesampainya di rumah Sheila, Adam justru mendapatkan pemandangan yang membuat rasa cemburu di dadanya bergelora. Ia tak suka wanitanya dengan laki - laki lain yang
"Gue bakal pindah minggu ini ke Bali."Sheila menoleh ke arah Adam yang duduk di hadapannya dan terlihat seperti menerawang jauh ke depan."Apa karena urusan kantor?" tanya Sheila ingin tahu. Buket bunga yang berada di tangannya tampak tidak terlalu cantik lagi ketika Adam mengatakan perihal kepindahannya tersebut. Padahal beberapa saat lalu, ketika Adam memberikan buket bunga tersebut sebagai ucapan kelulusannya dari sekolah menengah tampak cantik sekali."Ya. Mau nggak mau sebagai salah satu cucu yang akan mengisi posisi penting di bisnis keluarga, gue harus siap menjalankan proyek besar ini. Proyek ini sebagai langkah awal untuk gue.."Sheila terdiam mendengarkan. Hatinya terasa perih. Tapi ia mencoba untuk tetap tenang."Monica tahu hal ini?" Sheila ingin tahu. Monica, sahabatnya sekaligus adik dari laki - laki di sampingnya ini apakah tahu tentang kepindahan tersebut. Jika iya, mengapa tadi siang ia tak buru - buru memberitahunya. Minimal Shei
Rindu seperti penyakit. Jika ditahan terlalu lama maka ia akan mengerogoti hampir seluruh jiwa dalam tubuh si penderita. Melihat seseorang yang dirindukan hanya terpisah jarak beberapa meter membuat kehilangan akal sehat. Kira - kira itulah yang dirasakan Adam semalam.Berbincang - bincang dengan Sheila hanya beberapa menit sudah membuat perasaan cinta Adam makin dalam. Kedewasaan Sheila sekarang sekaligus sikap manja Sheila yang belum hilang dari dulu membuatnya semakin mendamba perempuan itu.Namun, ia belum menemukan jalannya. Adam ingin sekali menemukan jalannya. Maka ia tak ragu - ragu untuk mengendarai mobilnya dengan cepat hanya ingin untuk berkunjung ke rumah perempuan yang ia kasihi. Rindu lima tahun tak hanya cukup dihabiskan dengan obrolan kurang dari satu jam empat puluh menit.Sesampainya di rumah Sheila, Adam justru mendapatkan pemandangan yang membuat rasa cemburu di dadanya bergelora. Ia tak suka wanitanya dengan laki - laki lain yang
"Puas lo bikin kami seperti ini?"Suara Nora yang sengau karena menangis membuat Sheila tidak tega."Lo buat gue sama Adam berpisah, padahal kami sudah bersama sejak dua tahun yang lalu. Motif lo apa sih, She?" tambah Nora yang seperti ingin menangis lagi.Sheila tidak mengerti, kenapa Nora bisa - bisanya menuduh Sheila merebut Adam darinya, padahal sejak dulu, Sheila sudah menganggap Adam sebagai kakaknya. Namun, memang terkadang perasaan Sheila berdebar ketika bersama Adam. Hal itu, tidak bisa dibilang Sheila memiliki maksud untuk merebut Adam dari Nora.Sheila ingin sekali menjelaskan dengan gamblang bahwa Sheila dan Adam tidak ada hubungan apapun. Tetapi dalam situasi seperti ini, bibir Sheila hanya bisa tidak mendukung hal tersebut."Jawab, She, sebenarnya apa motif lo buat deketi Adam? Apa karena dia anak dari keluarga kaya sehingga lo mau sama dia?"
Mencoba untuk tetap tenang, Sheila keluar kamar untuk menemui Adam yang telah menunggunya untuk mandi dan bersiap - siap. Sheila merasa tidak nyaman karena Adam berada di dalam rumahnya. Memang dulu Adam juga sering menunggunya, tapi bukankah itu adalah lima tahun yang lalu? Sheila masih meragukan keputusannya untuk ikut Adam ke Rumah Utama. Ia merasa keputusan yang diambilnya tadi sungguh impulsif. Bayangkan kecanggungan yang akan terjadi dan bagaimana nanti dia harus menghadapi orang - orang yang menanyakan bagaimana hubungan mereka berdua. Sebentar, hubungan? Sheila mengernyit karena merasa pikirannya sudah tidak waras. Memang hubungan apa yang mereka miliki? Mereka hanyalah dua orang yang sudah lama tidak saling bertemu dan kini tidak sengaja dipertemukan kembali oleh semesta. Ya, tidak sengaja. Bahkan Sheila harusnya berpikir bahwa pertemuannya kembali dengan Adam bukanlah sesuatu hal yang besar di dalam hidupnya. Ia sama seperti halnya kawan lama yang sudah lam
"Adam Ditorejo?? Adam yang dimaksud adalah CEO dari Dedikasi Foundation?!" suara Aryo terdengar sangat kaget ketika Sheila mengenalkan pria yang sekarang nampak tenang meminum kopi hitamnya. Pria itu hanya tersenyum singkat dan memandang ke arah Aryo dengan tatapan yang sulit diartikan. "Bagaimana... Bagaimana.... kalian bisa saling mengenal?" tanya Aryo yang masih sangat penasaran. "Itu.. cerita yang sudah amat lama, Mas." Sheila masih mencoba memahami keadaan yang mengagetkan pagi ini. Kedatangan Aryo dilanjutkan dengan kedatangan Adam. Bagaimana bisa dua pria itu muncul bersamaan pagi itu? Ditambah sebenarnya Sheila masih bingung untuk memulai menjelaskan bagaimana dirinya bisa mengenal Adam. "Kisah lama yang mungkin perlu kamu ceritakan kepada pacarmu ini, She.." Adam berusaha untuk menggoda Sheila. Sheila tahu sekali Adam sengaja mengatakan kalimat itu untuk memancing keadaan. Ia tidak tahu apa, sebenarnya Sheila sedari tadi sedang kalang kabut untuk men
'Apa lo mikir gue yang rencanain?' tanya Monica di seberang telepon, ketika Sheila mengutarakan kejengkelannya karena pertemuannya kemarin malam dengan Adam.Sheila sedikit merasa tidak enak dengan Monica karena memang tadi dia sempat menuduh Sheila yang merencanakan pertemuan yang tak disengaja itu. Namun, alibi Monica cukup kuat sehingga membuat Sheila percaya bahwa sahabatnya itu tidak akan memiliki rencana yang membuat dirinya marah."Yaa, awalnya gue kira lo emang pengen bikin kita baikan sih, Mon. Tapi denger penjelasan lo tadi, gue jadi mikir dua kali."'Gue emang punya niat buat bikin kalian berdua baikan. Tapi nggak sekarang. Gue aja masih pusing mikirin kerjaan gue di Singapore. Lo tahu kan dua minggu lagi gue mesti selesaiin semua keperluan buat Jakarta fashion Week. Boro - boro mikirin kalian berdua, nanya kabar abang aja kadang gue skip..'Sheila mengangguk - anggukkan kepalanya, memahami apa yang d
Adam frustasi.Dalam waktu yang amat singkat, dia merasakan keterkejutan, kemarahan, sekaligus kerinduan yang secara bergantian menyusupi hatinya. Jika saat ini ia bisa berteriak, dia akan berteriak karena memang perasaan yang saat ini hinggap sangatlah tidak nyaman.Ada dari sisi dirinya yang ingin berlari kembali ke meja resepsionis tadi dan segera memeluk wanita yang hampir lima tahun ini telah "menghilang" dari kehidupannya. Lebih tepatnya berusaha menghilangkan diri dari kehidupannya. Namun, sebagian diri Adam yang lain tidak ingin terlihat sebagai seorang laki - laki yang belum bisa melupakan seseorang dari masa lalunya.Ya, tapi memang Adam belum bisa bahkan tidak akan bisa melupakan Sheila. Berbagai cara Adam telah lakukan namun tidak ada hasilnya untuk melupakan Sheila. Adam memang harus mengakui bahwa Sheila adalah satu - satunya perempuan yang mengerti dirinya dari dulu maka dari itu tak heran keinginan untuk memiliki Sheila begitu besar bahkan setela
"Adam Putra Ditorejo merupakan salah satu orang Indonesia yang berhasil masuk ke dalam Jajaran Orang yang Berpengaruh di Dunia versi Majalah Forbes. Hal itu tak bisa dipungkiri bagaimana Adam sendiri berhasil membawa budaya Indonesia ke kancah internasional dengan gemilang. Sudah beberapa kali.."Sheila mematikan televisi yang menayangkan berita tentang Adam Ditorejo. Sudah cukup hari ini dia mendengar nama Adam disebut atau bahkan terlihat olehnya baik di media cetak, televisi, bahkan di media sosial."Kenapa sih lo sensi banget setiap kali ada berita tentang Adam?" tanya Joanne yang kini tengah menikmati ketoprak yang ia beli dengan Sheila. Mereka berdua sedang istirahat di kantor security depan hotel tempat mereka bekerja."Biasa aja," jawab Sheila singkat dan melanjutkan makannya kembali."Nggak mungkin kan lo punya hubungan atau masa lalu sama dia? Dia mahhh jaaauhhh bangett di sana. Kita mah apa atuhh..""Itu lo tahu. Makanya mana mu
"Gue bakal pindah minggu ini ke Bali."Sheila menoleh ke arah Adam yang duduk di hadapannya dan terlihat seperti menerawang jauh ke depan."Apa karena urusan kantor?" tanya Sheila ingin tahu. Buket bunga yang berada di tangannya tampak tidak terlalu cantik lagi ketika Adam mengatakan perihal kepindahannya tersebut. Padahal beberapa saat lalu, ketika Adam memberikan buket bunga tersebut sebagai ucapan kelulusannya dari sekolah menengah tampak cantik sekali."Ya. Mau nggak mau sebagai salah satu cucu yang akan mengisi posisi penting di bisnis keluarga, gue harus siap menjalankan proyek besar ini. Proyek ini sebagai langkah awal untuk gue.."Sheila terdiam mendengarkan. Hatinya terasa perih. Tapi ia mencoba untuk tetap tenang."Monica tahu hal ini?" Sheila ingin tahu. Monica, sahabatnya sekaligus adik dari laki - laki di sampingnya ini apakah tahu tentang kepindahan tersebut. Jika iya, mengapa tadi siang ia tak buru - buru memberitahunya. Minimal Shei