Adam frustasi.
Dalam waktu yang amat singkat, dia merasakan keterkejutan, kemarahan, sekaligus kerinduan yang secara bergantian menyusupi hatinya. Jika saat ini ia bisa berteriak, dia akan berteriak karena memang perasaan yang saat ini hinggap sangatlah tidak nyaman.
Ada dari sisi dirinya yang ingin berlari kembali ke meja resepsionis tadi dan segera memeluk wanita yang hampir lima tahun ini telah "menghilang" dari kehidupannya. Lebih tepatnya berusaha menghilangkan diri dari kehidupannya. Namun, sebagian diri Adam yang lain tidak ingin terlihat sebagai seorang laki - laki yang belum bisa melupakan seseorang dari masa lalunya.
Ya, tapi memang Adam belum bisa bahkan tidak akan bisa melupakan Sheila. Berbagai cara Adam telah lakukan namun tidak ada hasilnya untuk melupakan Sheila. Adam memang harus mengakui bahwa Sheila adalah satu - satunya perempuan yang mengerti dirinya dari dulu maka dari itu tak heran keinginan untuk memiliki Sheila begitu besar bahkan setelah dirinya dilukai Sheila dengan cara yang paling kejam. Menghilang.
Adam melonggarkan ikatan dasi di lehernya dan mencoba menenangkan diri dengan meminum air mineral yang telah disediakan oleh pihak hotel. Ia memejamkan mata sebentar sambil memijat perlahan pelipisnya. Empuknya sofa hotel yang berada di kamarnya sedikit banyak membantunya untuk kembali rileks.
Ia menyesal, seharusnya ia tak perlu melontarkan kalimat yang membuat Sheila semakin membencinya. Seharusnya ia meyakinkan Sheila bahwa Adam yang sekarang sudah jauh lebih dewasa dari Adam yang dulu sehingga ia tak perlu menjauh lagi. Tapi apa mau dikata, perubahan perasaan yang terlalu cepat dalam waktu yang singkat membuatnya tidak bisa mengontrol diri sehingga mengeluarkan kata - kata yang tak ia pikirkan sebelumnya.
Monica is calling...
Begitu tahu bahwa Monica yang menelepon dirinya, Adam pun segera mengangkatnya.
'So?'
"So?"
'Lo ketemu sama Sheila kan?'
Adam mulai memahami maksud dari pertanyaan adiknya tersebut. Jadi, tujuan Monica untuk menyuruh Adam mencoba staycation di hotel yang akan dijadikan tempat untuk perayaan ulang tahun perusahaan keluarganya itu adalah karena di hotel ini ada Sheila.
"Kapan lo ngerencanain ini?"
'Wooo, pertanyaannya menusuk sekali.. Yaaaaa.... Semenjak kantor milih EO punya Adit. Kenapa nggak sekalian gue masukin motif pribadi ke kerjaan, toh nggak akan ada yang sadar kecuali lo.. HAHAAHAHAHA..'
Adam hanya bisa geleng - geleng kepala.
"Tujuan lo apa? Kalo lo pengen abang lo ini merana lagi, lo sukses besar.."
'Maksudnya? Ya nggak mungkinlahh, Bang.. Tujuan gue adalah mempertemukan kalian berdua biar masalah antara kalian berdua beres. Gue capek liat dua orang yang gue sayang malah kayak saling nyakitin diri masing - masing.'
"Sheila yang mulai bukan gue."
'Yaaaa, Sheila yang mulai, tapi nggak ada salahnya kan lo yang mengakhiri?'
Mulut Monica memang cukup pintar untuk membuat Adam terdiam. Memang tidak ada salahnya bukan untuk mengakhiri permasalahan antara mereka berdua. Toh, dia laki - laki yang seharusnya memang harus punya inisiatif terlebih dulu.
'Gue udah nggak kuat nahan perasaan sedih karena sobat gue nggak bahagia. Apalagi ditambah kenyataan bahwa cowok yang mendampingi dia sekarang itu nggak bener. Gue nggak mau sobat gue punya pendamping yang bikin dia nggak bahagia.'
"Lalu menurut lo, ketika gue sama Sheila bisa bareng, apa Sheila bisa bahagia?"
'Heeeloooooo... Gue nggak buta ya, Bang. Gue bisa lihat gimana bahagianya kalian dulu.'
Adam tersenyum.
"Lalu lo mau gue gimana?"
'Lo nanya gue? Bukannya lo sendiri udah tahu jawabannya? Lo lupa dengan kata - kata lo lima tahun yang lalu?'
"Gue nggak bakal lepasin Sheila. Gue bakal lakuin apapun untuk dapetin dia balik.."
'Seee? Lo ingat kan? Waktunya buat buktiin kata - kata lo, Bang. Jalannya udah gue bukain, walaupun resikonya nanti ketika Sheila tanya gue, gue mesti boong sama dia. Ya, setidaknya boong untuk kebaikan kan termasuk yang diperbolehkan..HAHAAHA..'
--------
Joanne masih menunggu jawaban dari semua pertanyaan yang ia lontarkan tadi kepada Sheila. Mereka berdua kini tengah duduk di ruang loker setelah menyelesaikan shift. Bisa dikatakan Joanne menahan Sheila untuk pulang karena belum mendapatkan jawaban yang diinginkan. Sheila sendiri masih menutup mulutnya. Ia masih tidak yakin untuk menceritakan yang sebenarnya kepada Joanne. Ia masih terlalu takut dengan resiko yang akan terjadi di kemudian hari jika ada seseorang yang mengetahui masa lalunya.
"Gue kecewa.."
"Jo, yang gue bisa bilang sekarang, gue bukan mantan dari Adam. Dia asal ngomong aja tadi."
"Lo boong pun sekarang gue nggak tahu, karena lo nggak mau terbuka sama gue. Gue kecewa karena selama ini lo nganggep gue bukan orang yang bisa dipercaya!"
Sheila mengembuskan nafas dengan kesal, "Gue nggak boong! Gue bukan mantannya Adam. Sumpah demi Tuhan."
"Terus ada apa lo sama Adam di masa lalu?!" tanya Joanne dengan nada keras.
"Itu... Guee.. Intinya gue akan cerita sama lo. Tapi nggak malam ini. Gue masih terlalu kaget liat dia di hadapan gue lagi. Tolong kasih gue waktu.."
Joanne akhirnya terdiam dan kemudian memeluk Sheila. Sheila hanya bisa terdiam. Setidaknya sedikit menyenangkan karena Joanne memeluknya karena hatinya bisa merasakan sedikit ketenangan.
Selain Monica, Joanne memang adalah salah satu sahabatnya yang paling bisa diandalkan walaupun memang terkadang sikap cablaknya itu membuat Sheila kesal. Namun, Joanne mampu memberikan kenyamanan yang Sheila butuhkan ketika ia merasa bahwa dunia sedang tak bersahabat dengannya. Joanne selalu membukakan pintu rumahnya semalam apa pun Sheila datang dalam kondisi yang tak baik.
"Kalo pun benar kalian punya masa lalu, gue harap itu bisa jadi masa depan. Setidaknya kalo dibandingin dengan Adam, Aryo pacar lo sekarang itu nggak ada apa - apanya," bisik sela ditengah pelukannya yang membuat Sheila mau tak mau tersenyum.
"Jangan dibandingin donk. Emang beda level."
"She.. she... Ada berlian di depan mata kok ya milih perunggu yang nggak ada nilainya. Beda kalo Aryo itu lurus orangnya, gue nggak bakal ngomong gini," ucap Joanne melepaskan pelukannya.
"Jo, apa yang ditakdirkan buat kita, kita harus ngejalanin. Mungkin emang takdir gue sama Aryo."
"Takdir itu bisa diubah ya, She.. "
"She, lo belum balik? Itu di depan ada tamu yang nyariin lo," ucap Kaka yang tiba - tiba masuk ke ruang loker. Dia salah satu crew resepsionis yang sedang bertugas malam. Baik Sheila maupun Joanne saling pandang penuh tanya mendengar perkataan Kaka tadi.
"Ada masalah apa? Gue kan udah selesai shift."
"Katanya ada perlu sama lo." Kaka tak bisa memberikan penjelasan lebih lanjut.
"Siapa nama tamunya? Dari kamar berapa?" Kali ini Joanne yang bertanya.
"Pak Adam. Kamar 5001. Buruaannn.. Gue nggak enak sama tamunya."
"Wowww, She.. Good Luck deh. Gue balik dulu. Ditunggu ceritanya besok." Joanne pun buru - buru memakai jaketnya dan bergegas keluar, meninggalkan Sheila yang bingung antar ingin menemui Adam atau tidak.
Kalau dia tidak menemui Adam pasti akan ada laporan bahwa Sheila mengabaikan tamu, namun jika dia menemui Adam, dia tidak punya clue harus bagaimana menghadapi Adam setelah lima tahun berlalu.
Setelah berpikir beberapa saat, akhirnya dengan langkah gontai, Sheila pun keluar dari ruang loker menuju lobby hotel. Ia berharap malam ini tidak terjadi hal yang tidak ia inginkan selama pertemuan dengan Adam.
Itu dia, batin Sheila ketika menemukan Adam tengah duduk di salah satu sofa lobby sambil mengamati tablet yang ia pegang. Raut wajahnya terlihat sedang serius. Sheila mengira ia sedang meneliti sesuatu yang berhubungan dengan pekerjaan. Tak ingin buru - buru membuat Adam sadar bahwa dia sudah berdiri di dekatnya, Sheila memilih diam sambil mengamati Adam.
Ada beberapa perubahan fisik dari Adam yang tertangkap oleh mata Sheila. Kini tubuh Adam jauh lebih berisi, kulitnya lebih coklat, dan garis wajahnya semakin terbentuk dengan sempurna. Sheila mengakui Adam yang kini tengah duduk di hadapannya jauh lebih tampan dengan Adam yang ada di ruang tamu rumahnya lima tahun yang lalu.
Kenapa dia menikmati memandangi Adam seperti ini?
"Lo sedang mengagumi gue kah?" tanya Adam sambil mengangkat kepalanya untuk memandangi Sheila yang kini terlihat seperti anak kecil yang ketahuan mencuri. Di dalam hati Adam, ia kegirangan karena reaksi Sheila sesuai dengan yang diharapkannya.
"Hmh... Nggak ya.." Sheila mencoba mengelak namun yang terlihat justru sebaliknya.
"Duduk." perintah Adam. Entah kenapa Sheila langsung menurutinya. Ia duduk di hadapan Adam.
"Jadi ada yang bisa saya bantu?" tanya Sheila kembali dengan mode profesionalnya.
"Jam kerja lo udah kelar kan? Bisa ngomongnya nggak usah formal?"
"Ini masih di wilayah kerja gue. Setidaknya gue harus bersikap profesional."
"Jadi.. Kalo nggak disini lo akan--"
"Jangan harap kita pindah tempat."
"Wow. Lo terlalu berharap kalo gitu." Adam tersenyum mengejeknya. Tipikal Adam. Ternyata hanya luarnya saja ada perubahan. Namun, di dalamnya masih saja dengan Adam yang selalu menggoda Sheila.
"Jadi ada yang bisa dibantu?"
"Seharusnya lo tanya 'Apa kabar?' sama gue. Bukannya malah bertanya hal lain."
"Hah?"
"Oke, kalo lo nggak mau mulai, gue aja... Hai, She.. Apa kabar? Long time no see.."
Desir aneh yang sudah terlalu lama ia tidak rasakan ketika berhadapan dengan Adam, seketika mendengar Adam bertanya seperti tadi langsung muncul kembali ke permukaan hatinya. Degup jantungnya pun menjadi tidak karuan. Ada rasa aneh di perutnya yang membuatnya makin tidak tenang.
Hanya dengan pertanyaan apa kabar, seakan - akan membuat pertahanan yang selama ini ia bangun, runtuh seketika. Ditambah sekarang Adam mengeluarkan senyum khasnya yang dari dulu Sheila sukai.
"Ba...baikk.." Satu kata itu dilontarkan Sheila dengan susah payah. Ternyata Adam masih memiliki efek tersendiri untuk Sheila.
"Pipi lo merah.. Gue ternyata masih bisa bikin lo tersipu ya? She... Jangan bikin gue merasa gue masih punya harapan karena itu bahaya buat cowok lo."
Adam dan Sheila memang sudah berpisah lima tahun lamanya. Namun, semesta akhirnya mempertemukan mereka kembali. Sheila harus waspada jika memang ia tetap pada pendiriannya menghapuskan Adam dari kehidupannya karena mulai malam itu Adam tak akan lagi bersikap pasif seperti sebelumnya.
*****
'Apa lo mikir gue yang rencanain?' tanya Monica di seberang telepon, ketika Sheila mengutarakan kejengkelannya karena pertemuannya kemarin malam dengan Adam.Sheila sedikit merasa tidak enak dengan Monica karena memang tadi dia sempat menuduh Sheila yang merencanakan pertemuan yang tak disengaja itu. Namun, alibi Monica cukup kuat sehingga membuat Sheila percaya bahwa sahabatnya itu tidak akan memiliki rencana yang membuat dirinya marah."Yaa, awalnya gue kira lo emang pengen bikin kita baikan sih, Mon. Tapi denger penjelasan lo tadi, gue jadi mikir dua kali."'Gue emang punya niat buat bikin kalian berdua baikan. Tapi nggak sekarang. Gue aja masih pusing mikirin kerjaan gue di Singapore. Lo tahu kan dua minggu lagi gue mesti selesaiin semua keperluan buat Jakarta fashion Week. Boro - boro mikirin kalian berdua, nanya kabar abang aja kadang gue skip..'Sheila mengangguk - anggukkan kepalanya, memahami apa yang d
"Adam Ditorejo?? Adam yang dimaksud adalah CEO dari Dedikasi Foundation?!" suara Aryo terdengar sangat kaget ketika Sheila mengenalkan pria yang sekarang nampak tenang meminum kopi hitamnya. Pria itu hanya tersenyum singkat dan memandang ke arah Aryo dengan tatapan yang sulit diartikan. "Bagaimana... Bagaimana.... kalian bisa saling mengenal?" tanya Aryo yang masih sangat penasaran. "Itu.. cerita yang sudah amat lama, Mas." Sheila masih mencoba memahami keadaan yang mengagetkan pagi ini. Kedatangan Aryo dilanjutkan dengan kedatangan Adam. Bagaimana bisa dua pria itu muncul bersamaan pagi itu? Ditambah sebenarnya Sheila masih bingung untuk memulai menjelaskan bagaimana dirinya bisa mengenal Adam. "Kisah lama yang mungkin perlu kamu ceritakan kepada pacarmu ini, She.." Adam berusaha untuk menggoda Sheila. Sheila tahu sekali Adam sengaja mengatakan kalimat itu untuk memancing keadaan. Ia tidak tahu apa, sebenarnya Sheila sedari tadi sedang kalang kabut untuk men
Mencoba untuk tetap tenang, Sheila keluar kamar untuk menemui Adam yang telah menunggunya untuk mandi dan bersiap - siap. Sheila merasa tidak nyaman karena Adam berada di dalam rumahnya. Memang dulu Adam juga sering menunggunya, tapi bukankah itu adalah lima tahun yang lalu? Sheila masih meragukan keputusannya untuk ikut Adam ke Rumah Utama. Ia merasa keputusan yang diambilnya tadi sungguh impulsif. Bayangkan kecanggungan yang akan terjadi dan bagaimana nanti dia harus menghadapi orang - orang yang menanyakan bagaimana hubungan mereka berdua. Sebentar, hubungan? Sheila mengernyit karena merasa pikirannya sudah tidak waras. Memang hubungan apa yang mereka miliki? Mereka hanyalah dua orang yang sudah lama tidak saling bertemu dan kini tidak sengaja dipertemukan kembali oleh semesta. Ya, tidak sengaja. Bahkan Sheila harusnya berpikir bahwa pertemuannya kembali dengan Adam bukanlah sesuatu hal yang besar di dalam hidupnya. Ia sama seperti halnya kawan lama yang sudah lam
"Puas lo bikin kami seperti ini?"Suara Nora yang sengau karena menangis membuat Sheila tidak tega."Lo buat gue sama Adam berpisah, padahal kami sudah bersama sejak dua tahun yang lalu. Motif lo apa sih, She?" tambah Nora yang seperti ingin menangis lagi.Sheila tidak mengerti, kenapa Nora bisa - bisanya menuduh Sheila merebut Adam darinya, padahal sejak dulu, Sheila sudah menganggap Adam sebagai kakaknya. Namun, memang terkadang perasaan Sheila berdebar ketika bersama Adam. Hal itu, tidak bisa dibilang Sheila memiliki maksud untuk merebut Adam dari Nora.Sheila ingin sekali menjelaskan dengan gamblang bahwa Sheila dan Adam tidak ada hubungan apapun. Tetapi dalam situasi seperti ini, bibir Sheila hanya bisa tidak mendukung hal tersebut."Jawab, She, sebenarnya apa motif lo buat deketi Adam? Apa karena dia anak dari keluarga kaya sehingga lo mau sama dia?"
Rindu seperti penyakit. Jika ditahan terlalu lama maka ia akan mengerogoti hampir seluruh jiwa dalam tubuh si penderita. Melihat seseorang yang dirindukan hanya terpisah jarak beberapa meter membuat kehilangan akal sehat. Kira - kira itulah yang dirasakan Adam semalam.Berbincang - bincang dengan Sheila hanya beberapa menit sudah membuat perasaan cinta Adam makin dalam. Kedewasaan Sheila sekarang sekaligus sikap manja Sheila yang belum hilang dari dulu membuatnya semakin mendamba perempuan itu.Namun, ia belum menemukan jalannya. Adam ingin sekali menemukan jalannya. Maka ia tak ragu - ragu untuk mengendarai mobilnya dengan cepat hanya ingin untuk berkunjung ke rumah perempuan yang ia kasihi. Rindu lima tahun tak hanya cukup dihabiskan dengan obrolan kurang dari satu jam empat puluh menit.Sesampainya di rumah Sheila, Adam justru mendapatkan pemandangan yang membuat rasa cemburu di dadanya bergelora. Ia tak suka wanitanya dengan laki - laki lain yang
"Gue bakal pindah minggu ini ke Bali."Sheila menoleh ke arah Adam yang duduk di hadapannya dan terlihat seperti menerawang jauh ke depan."Apa karena urusan kantor?" tanya Sheila ingin tahu. Buket bunga yang berada di tangannya tampak tidak terlalu cantik lagi ketika Adam mengatakan perihal kepindahannya tersebut. Padahal beberapa saat lalu, ketika Adam memberikan buket bunga tersebut sebagai ucapan kelulusannya dari sekolah menengah tampak cantik sekali."Ya. Mau nggak mau sebagai salah satu cucu yang akan mengisi posisi penting di bisnis keluarga, gue harus siap menjalankan proyek besar ini. Proyek ini sebagai langkah awal untuk gue.."Sheila terdiam mendengarkan. Hatinya terasa perih. Tapi ia mencoba untuk tetap tenang."Monica tahu hal ini?" Sheila ingin tahu. Monica, sahabatnya sekaligus adik dari laki - laki di sampingnya ini apakah tahu tentang kepindahan tersebut. Jika iya, mengapa tadi siang ia tak buru - buru memberitahunya. Minimal Shei
"Adam Putra Ditorejo merupakan salah satu orang Indonesia yang berhasil masuk ke dalam Jajaran Orang yang Berpengaruh di Dunia versi Majalah Forbes. Hal itu tak bisa dipungkiri bagaimana Adam sendiri berhasil membawa budaya Indonesia ke kancah internasional dengan gemilang. Sudah beberapa kali.."Sheila mematikan televisi yang menayangkan berita tentang Adam Ditorejo. Sudah cukup hari ini dia mendengar nama Adam disebut atau bahkan terlihat olehnya baik di media cetak, televisi, bahkan di media sosial."Kenapa sih lo sensi banget setiap kali ada berita tentang Adam?" tanya Joanne yang kini tengah menikmati ketoprak yang ia beli dengan Sheila. Mereka berdua sedang istirahat di kantor security depan hotel tempat mereka bekerja."Biasa aja," jawab Sheila singkat dan melanjutkan makannya kembali."Nggak mungkin kan lo punya hubungan atau masa lalu sama dia? Dia mahhh jaaauhhh bangett di sana. Kita mah apa atuhh..""Itu lo tahu. Makanya mana mu
Rindu seperti penyakit. Jika ditahan terlalu lama maka ia akan mengerogoti hampir seluruh jiwa dalam tubuh si penderita. Melihat seseorang yang dirindukan hanya terpisah jarak beberapa meter membuat kehilangan akal sehat. Kira - kira itulah yang dirasakan Adam semalam.Berbincang - bincang dengan Sheila hanya beberapa menit sudah membuat perasaan cinta Adam makin dalam. Kedewasaan Sheila sekarang sekaligus sikap manja Sheila yang belum hilang dari dulu membuatnya semakin mendamba perempuan itu.Namun, ia belum menemukan jalannya. Adam ingin sekali menemukan jalannya. Maka ia tak ragu - ragu untuk mengendarai mobilnya dengan cepat hanya ingin untuk berkunjung ke rumah perempuan yang ia kasihi. Rindu lima tahun tak hanya cukup dihabiskan dengan obrolan kurang dari satu jam empat puluh menit.Sesampainya di rumah Sheila, Adam justru mendapatkan pemandangan yang membuat rasa cemburu di dadanya bergelora. Ia tak suka wanitanya dengan laki - laki lain yang
"Puas lo bikin kami seperti ini?"Suara Nora yang sengau karena menangis membuat Sheila tidak tega."Lo buat gue sama Adam berpisah, padahal kami sudah bersama sejak dua tahun yang lalu. Motif lo apa sih, She?" tambah Nora yang seperti ingin menangis lagi.Sheila tidak mengerti, kenapa Nora bisa - bisanya menuduh Sheila merebut Adam darinya, padahal sejak dulu, Sheila sudah menganggap Adam sebagai kakaknya. Namun, memang terkadang perasaan Sheila berdebar ketika bersama Adam. Hal itu, tidak bisa dibilang Sheila memiliki maksud untuk merebut Adam dari Nora.Sheila ingin sekali menjelaskan dengan gamblang bahwa Sheila dan Adam tidak ada hubungan apapun. Tetapi dalam situasi seperti ini, bibir Sheila hanya bisa tidak mendukung hal tersebut."Jawab, She, sebenarnya apa motif lo buat deketi Adam? Apa karena dia anak dari keluarga kaya sehingga lo mau sama dia?"
Mencoba untuk tetap tenang, Sheila keluar kamar untuk menemui Adam yang telah menunggunya untuk mandi dan bersiap - siap. Sheila merasa tidak nyaman karena Adam berada di dalam rumahnya. Memang dulu Adam juga sering menunggunya, tapi bukankah itu adalah lima tahun yang lalu? Sheila masih meragukan keputusannya untuk ikut Adam ke Rumah Utama. Ia merasa keputusan yang diambilnya tadi sungguh impulsif. Bayangkan kecanggungan yang akan terjadi dan bagaimana nanti dia harus menghadapi orang - orang yang menanyakan bagaimana hubungan mereka berdua. Sebentar, hubungan? Sheila mengernyit karena merasa pikirannya sudah tidak waras. Memang hubungan apa yang mereka miliki? Mereka hanyalah dua orang yang sudah lama tidak saling bertemu dan kini tidak sengaja dipertemukan kembali oleh semesta. Ya, tidak sengaja. Bahkan Sheila harusnya berpikir bahwa pertemuannya kembali dengan Adam bukanlah sesuatu hal yang besar di dalam hidupnya. Ia sama seperti halnya kawan lama yang sudah lam
"Adam Ditorejo?? Adam yang dimaksud adalah CEO dari Dedikasi Foundation?!" suara Aryo terdengar sangat kaget ketika Sheila mengenalkan pria yang sekarang nampak tenang meminum kopi hitamnya. Pria itu hanya tersenyum singkat dan memandang ke arah Aryo dengan tatapan yang sulit diartikan. "Bagaimana... Bagaimana.... kalian bisa saling mengenal?" tanya Aryo yang masih sangat penasaran. "Itu.. cerita yang sudah amat lama, Mas." Sheila masih mencoba memahami keadaan yang mengagetkan pagi ini. Kedatangan Aryo dilanjutkan dengan kedatangan Adam. Bagaimana bisa dua pria itu muncul bersamaan pagi itu? Ditambah sebenarnya Sheila masih bingung untuk memulai menjelaskan bagaimana dirinya bisa mengenal Adam. "Kisah lama yang mungkin perlu kamu ceritakan kepada pacarmu ini, She.." Adam berusaha untuk menggoda Sheila. Sheila tahu sekali Adam sengaja mengatakan kalimat itu untuk memancing keadaan. Ia tidak tahu apa, sebenarnya Sheila sedari tadi sedang kalang kabut untuk men
'Apa lo mikir gue yang rencanain?' tanya Monica di seberang telepon, ketika Sheila mengutarakan kejengkelannya karena pertemuannya kemarin malam dengan Adam.Sheila sedikit merasa tidak enak dengan Monica karena memang tadi dia sempat menuduh Sheila yang merencanakan pertemuan yang tak disengaja itu. Namun, alibi Monica cukup kuat sehingga membuat Sheila percaya bahwa sahabatnya itu tidak akan memiliki rencana yang membuat dirinya marah."Yaa, awalnya gue kira lo emang pengen bikin kita baikan sih, Mon. Tapi denger penjelasan lo tadi, gue jadi mikir dua kali."'Gue emang punya niat buat bikin kalian berdua baikan. Tapi nggak sekarang. Gue aja masih pusing mikirin kerjaan gue di Singapore. Lo tahu kan dua minggu lagi gue mesti selesaiin semua keperluan buat Jakarta fashion Week. Boro - boro mikirin kalian berdua, nanya kabar abang aja kadang gue skip..'Sheila mengangguk - anggukkan kepalanya, memahami apa yang d
Adam frustasi.Dalam waktu yang amat singkat, dia merasakan keterkejutan, kemarahan, sekaligus kerinduan yang secara bergantian menyusupi hatinya. Jika saat ini ia bisa berteriak, dia akan berteriak karena memang perasaan yang saat ini hinggap sangatlah tidak nyaman.Ada dari sisi dirinya yang ingin berlari kembali ke meja resepsionis tadi dan segera memeluk wanita yang hampir lima tahun ini telah "menghilang" dari kehidupannya. Lebih tepatnya berusaha menghilangkan diri dari kehidupannya. Namun, sebagian diri Adam yang lain tidak ingin terlihat sebagai seorang laki - laki yang belum bisa melupakan seseorang dari masa lalunya.Ya, tapi memang Adam belum bisa bahkan tidak akan bisa melupakan Sheila. Berbagai cara Adam telah lakukan namun tidak ada hasilnya untuk melupakan Sheila. Adam memang harus mengakui bahwa Sheila adalah satu - satunya perempuan yang mengerti dirinya dari dulu maka dari itu tak heran keinginan untuk memiliki Sheila begitu besar bahkan setela
"Adam Putra Ditorejo merupakan salah satu orang Indonesia yang berhasil masuk ke dalam Jajaran Orang yang Berpengaruh di Dunia versi Majalah Forbes. Hal itu tak bisa dipungkiri bagaimana Adam sendiri berhasil membawa budaya Indonesia ke kancah internasional dengan gemilang. Sudah beberapa kali.."Sheila mematikan televisi yang menayangkan berita tentang Adam Ditorejo. Sudah cukup hari ini dia mendengar nama Adam disebut atau bahkan terlihat olehnya baik di media cetak, televisi, bahkan di media sosial."Kenapa sih lo sensi banget setiap kali ada berita tentang Adam?" tanya Joanne yang kini tengah menikmati ketoprak yang ia beli dengan Sheila. Mereka berdua sedang istirahat di kantor security depan hotel tempat mereka bekerja."Biasa aja," jawab Sheila singkat dan melanjutkan makannya kembali."Nggak mungkin kan lo punya hubungan atau masa lalu sama dia? Dia mahhh jaaauhhh bangett di sana. Kita mah apa atuhh..""Itu lo tahu. Makanya mana mu
"Gue bakal pindah minggu ini ke Bali."Sheila menoleh ke arah Adam yang duduk di hadapannya dan terlihat seperti menerawang jauh ke depan."Apa karena urusan kantor?" tanya Sheila ingin tahu. Buket bunga yang berada di tangannya tampak tidak terlalu cantik lagi ketika Adam mengatakan perihal kepindahannya tersebut. Padahal beberapa saat lalu, ketika Adam memberikan buket bunga tersebut sebagai ucapan kelulusannya dari sekolah menengah tampak cantik sekali."Ya. Mau nggak mau sebagai salah satu cucu yang akan mengisi posisi penting di bisnis keluarga, gue harus siap menjalankan proyek besar ini. Proyek ini sebagai langkah awal untuk gue.."Sheila terdiam mendengarkan. Hatinya terasa perih. Tapi ia mencoba untuk tetap tenang."Monica tahu hal ini?" Sheila ingin tahu. Monica, sahabatnya sekaligus adik dari laki - laki di sampingnya ini apakah tahu tentang kepindahan tersebut. Jika iya, mengapa tadi siang ia tak buru - buru memberitahunya. Minimal Shei