—02—
Setelah membayar belanjaannya. Dave berjalan kembali menuju unit apartemennya. Dia berjalan sambil memakan ice cream cup kecil yang dia beli di minimarket hingga mengalami tragedi tak mengenakkan.Dave keluar dari lift setelah dia tiba di lantai yang diinginkannya. Dia tak sengaja melihat Clara yang membuang cup ice cream yang sudah habis ke dalam tempat sampah. Lalu wanita itu mengelap asal bibirnya.Setelah itu Clara terlihat berjalan dengan gerakan centil menuju koridor yang sama dengan Dave.Dave tanpa sadar sudah memperhatikan Clara begitu lama. Bahkan dia sempat melengkungkan bibirnya ke atas, walau dibarengi dengan gelengan kepala.Dave menghentikan langkahnya di ujung koridor. Dia dengan sengaja menunggu Clara masuk lebih dulu ke unit apartement. Dia melakukan itu karena tak ingin kembali berpapasan dengan Clara agar tak mengalami masalah lagi.Namun pemikiriannya salah... Karena dirinya sungguh seperti orang bodoh setelah melihat apa yang terjadi di depan pintu unit milik Clara."Kau habis dari mana Cla?!" terdengar suara Maggie yang membukakan pintu untuk Clara. Model satu ini memang ceroboh. Dia keluar dari unit apartemennya tanpa membawa kunci.Membuatnya harus menekan bel untuk meminta Maggie membukakan pintunya. Dan merelakan dirinya diintrogasi oleh managernya yang menurut Clara cukup galak."Hm... Aku tadi... Habis mencari udara segar. Aku tak bisa tidur, jadi aku keluar sebentar," ujar Clara mengarang bebas.Namun Maggie seperti mempunyai kacamata tembus pandang. Dia memicingkan matanya dan melihat sedikit warna putih di ujung bibir Clara."Apa kau memakan ice cream?" selidik Maggie."Apa?!" Clara terkejut dengan tebakan Maggie yang sangat tepat."Jangan mengelak! Kau meninggalkan bukti!" tunjuk Maggie pada bibir Clara.Tepat saat itu Dave melintas. Karena tak ingin mendengar pertengkaran kedua wanita itu terlalu lama. Dia akhirnya memutuskan untuk melewati Clara dan Maggie yang membuat keributan di koridor. "Hm... Ini...." Clara yang bingung ingin berkata apa. Melirik ke arah Dave yang melewatinya sambil memakan ice cream cup dengan santai."Baiklah aku jujur! Tadi aku berciuman dengannya! Lihatlah... Dia makan ice cream kan? Tadi aku berciuman dengannya. Dan ice cream di bibirku ini pasti punyanya!" ungkap Clara menunjuk Dave.Dave terhenti dan mengerutkan keningnya bingung.Hah... Apalagi yang dilakukan wanita gila ini! batin Dave.Dia berniat melanjutkan langkahnya. Namun sebuah tangan mungil menghadang dirinya."Hei, kau! Jelaskan pada Maggie. Bahwa barusan kau menciumku di lift, bukan?" tanya Clara. Namun terdengar seperti sebuah tuduhan bagi Dave.Clara mengedip-ngedipkan matanya pada Dave. Seolah memohon, meminta bantuan kepada Dave.Dave tersenyum mencurigakan dan menatap Maggie yang menunggu jawabannya.Clara merasa lega karena Dave terlihat mengerti dengan isyarat yang dibuatnya."Maaf... Sepertinya nona ini salah orang. Aku sama sekali tak mencium wanita manapun di sini," jawab Dave.Clara membulatkan matanya tak percaya. Barusan dia sangat yakin dengan ekspresi wajah Dave yang seperti malaikat penolong baginya. Namun mendengar ucapan Dave barusan, tiba-tiba saja Clara seperti melihat sebuah tanduk dan ekor sebagai bayangan dari sosok Dave."Maggie, jangan mempercayainya. Kau tau, pria seperti ini sudah pasti berengsek! Dia... Bahkan mengelak pengakuanku! Dia pasti sengaja berkata seperti itu, agar—" tukas Clara. Namun terhenti saat tangan Maggie terangkat.Dave melirik Clara dengan tatapan meremehkan. "Maaf sekali. Modelku ini memang selalu meledak-ledak," ujar Maggie.Dave kembali menatap Maggie yang tersenyum. Namun sedetik kemudian... sebuah kepalan tangan, mengenai wajah tampan Dave.Dave terkejut memegangi pipinya. Dia sungguh tak menyangka akan mendapat sebuah pukulan yang cukup keras di wajahnya.Sementara Clara memekik, ikut terkejut dengan membulatkan mata dan menutup mulutnya menggunakan kedua tangan."Beraninya kau mencium modelku lalu tak mengakuinya! Hah... ya ampun! Seharusnya aku menyewa bodyguard untuk menemanimu kemanapun kau pergi, Cla! Maaf... Apa lagi yang dia lakukan kepadamu?!" tanya Maggie."Ti-tidak ada," jawab Clara tergugup. Dia memperhatikan Dave yang sedang menatapnya tajam. Clara masih sempat mengucap maaf melalui gerakan bibirnya tanpa suara."Apa lagi yang kau lakukan padanya? Hah?!" ketus Maggie."Mag... Sudahlah. Aku tak apa-apa," bujuk Clara.Dia sudah sangat ketakutan, saat melihat kilat dari sorot mata Dave yang begitu tajam menatapnya tanpa berkedip."Kali ini aku akan membiarkanmu! Jadi pergilah sebelum aku melapor kepada security!" ancam Maggie.Dave tak mengindahkan ucapan Maggie, dia merasa tak terima dengan perlakuan Maggie yang langsung memukul wajahnya begitu saja.Dia menatap tajam Clara yang meringis meminta maaf."Kenapa kau menatapnya?!" ketus Maggie."Mag, sudahlah... Ayo kita masuk," ajak Clara lagi mencoba membujuk Maggie agar mengakhiri pembicaraan.Namun saat Clara hendak menutup pintu. Dave menahannya, manik mata biru itu menatap tajam Clara."Setelah menuduhku! Dan membuatku mendapatkan sebuah pukulan. Kau ingin lari begitu saja? hm?! Kau memaksaku untuk melakukan apa yang kau katakan Nona!" tukas Dave menarik Clara dan menciumnya.Dave mencium Clara dengan lumatan yang kasar sehingga menyakiti bibir mungil Clara.Wanita itu melepaskan ciuman Dave dan langsung menampar pipi Dave."Kau pikir aku semurah itu!" bentak Clara.Dave terdiam dan memegang pipi yang terkena tamparan dari tangan dingin Clara. Dia menyeringai dan terkekeh."Setidaknya itu pantas untuk apa yang telah kau lakukan padaku!" tukas Dave. Dia dengan sengaja mengelap bibirnya menggunakan sapu tangannya. Lalu menyeringai Dan membuang sapu tangan itu begitu saja, melemparkannya ke udara tepat di hadapan wajah Clara.Lalu Dave dengan angkuhnya, beranjak dari tempat Clara menuju unit apartemennya yang tepat berada di samping tempat Clara.Maggie meraih kedua punggung Clara yang bergetar. Wanita itu luruh ke lantai. Dia berusaha untuk tetap berdiri saat Dave menatap bahkan menciumnya dengan kasar."Ayo kita masuk dulu Cla. Jangan menangis, atau matamu akan menjadi seperti panda," bujuk Maggie. Clara menurut dan mereka masuk ke dalam.***Pagi harinya... Dave terbangun karena mendapat kiriman sebuah mobil sport dari ayahnya -Marvin-.Setelah menerima mobil tersebut, dia bersiap untuk memulai aktifitasnya. Melakukan hobby memotretnya di sebuah agency model yang meminta dia untuk mengambil gambar para model baru.Dave berjalan memasuki lobby apartemen. Disaat yang sama Clara dan Maggie keluar dari lift. Clara terlihat begitu cantik dan seksi. Dia berjalan melewati Dave tanpa menoleh sedikitpun.Dave memasuki lift, dirinya masih sempat melihat punggung terbuka Clara. Hingga pintu lift tertutup dan membawanya naik ke tempatnyaDave melirik pintu unit apartemen Clara. Dia kembali teringat kejadian semalam saat dirinya berlaku kasar terhadap Clara.Namun mengingat kelakuan Clara sejak awal pertemuan hingga kejadian semalam. Membuat Dave merasa itu semua masih pantas dia lakukan. Dia memilih tak ingin memikirkannya lagi. Dan melupakan kejadian menyebalkan itu.Setelah tiba di unit apartemennya. Dave langsung bersiap mandi dan berpakaian rapi. Dia memakai kemeja navi dan celana jeans hitam.Dia juga tak melupakan kamera kesayangannya. Walau dia membawa kamera lain lengkap dengan berbagai jenis lensa. Semuanya dimasukan ke dalam tas ransel. Dan dia siap untuk berangkat.Dave mengendarai mobilnya menuju tempat pemotretan. Dia melaju cukup cepat agar dapat tiba lebih awal agar bisa melihat-lihat tempat dan mencari posisi pengambilan gambar yang bagus.Setibanya Dave di studio... Dia disambut langsung oleh pemilik agency. Dia juga diperkenalkan oleh beberapa model yang sudah selesai di make up dan siap untuk pemotretan.Beberapa model wanita terpesona dengan ketampanan Dave. Mereka belum pernah mendapatkan seorang photographer muda dan tampan seperti Dave.Beberapa bahkan meminta untuk selfie bersama Dave. Hingga pemilik Agency melerai dan mengajak Dave untuk melihat-lihat tempat pemotretan tersebut."Hah... Maafkan mereka Mose.. Aku sudah bisa menebak akan seperti itulah para model baru. Mereka terlalu antusias untuk menjadi bintang diacara kali ini," ujar Bradley Bob. Seorang pria kemayu yang dikenal Dave sewaktu masa kuliahnya.Pria berusia empat puluh tahun itu memiliki gaya bicara seperti wanita. Namun dia mempunyai hati yang baik, Dave mengenalnya saat acara launching model busana bersama dengan desainer ternama di Sydney.Bradley melihat bakat yang dilakukan Dave waktu itu melalui kenalannya di Sydney. Dia melihat dari hasil foto yang ditunjukkan Dave, hingga membuat Bradley memilih Dave dan mengajak bekerja sama di tahun ini."Tidak apa... Aku senang mereka bisa menerimaku dengan baik," jawab Dave. Dia mengikuti Bradley yang berjalan dengan gemulai menuju tempat pemotretan yang berada di atap gedung.Terdapat pemandangan luar gedung-gedung pencakar langit yang menjulang tinggi. Tempat tersebut sudah didekor sedemikian rupa dengan interior serta desain yang modern dan canggih."Hah! sudahlah... Kau memang terlalu baik Mose," puji Bradley. Dia selalu memanggil Dave dengan menggunakan nama tengah Dave."Ini tempatnya... Kau mempunyai waktu lima belas menit untuk melihat-lihat. Aku tahu kau akan melakukan ritualmu untuk mencari posisi terbaik dalam mengambil gambar. Silahkan gunakan waktumu handsome. Aku tinggal, aku harus mengurus yang lain," ujar Bradley berpamitan.Dave hanya tersenyum dan mengangguk lalu dia mulai melangkahkan kakinya untuk melihat beberapa letak pengambilan gambar.Dave mengeker menggunakan kamera lamanya. Lalu mulai menjepret beberapa view yang dianggapnya bagus.Dia juga merapikan bantal yang ada di sofa. Meletakkannya sesuai dengan penglihatan dari kamera yang sudah dipasang menggunakan alat menyangga, agar lebih stabil dalam mengambil gambarDave terlarut dengan kegiatannya, hingga tiba-tiba... Sebuah suara seorang wanita terdengar sedang berbicara disambungan telepon. Mengganggu konsenterasinya.Lantas Dave melirik dan melihat seorang model yang sempat mendatanginya saat dia baru tiba tadi."Pastikan kau meyakinkan Bradley bahwa; kau menyuap dia untuk memilih Clara. Jangan salah! Mengerti?!""....""Bagus!" ujar suara wanita tersebut.Lalu wanita itu hendak beranjak, namun Dave dengan sengaja keluar dari balik tirai yang menutupi tempat pemotretan.Wanita itu tampak terkejut, namun melihat Dave yang tampak biasa saja. Model itu malah tersenyum dan menghampiri Dave."Hai... Tampan, sedang apa kau di sini?" tanya wanita berambut pirang tersebut mencoba mengakrabkan diri."Aku hanya sedang mengecek view untuk pengambilan gambar nanti. Kau ingin mencoba berfoto di sana?" tanya Dave.Dia juga berusaha bersikap biasa saja, lagipula Dave tak mengenal siapa Clara -Nama yang barusan disebut oleh wanita berambut pirang ini-."Tentu. Jika itu bisa membantumu," jawab wanita bertubuh ramping tersebut.Lalu Dave menjepretkan kameranya beberapa kali ke arah model tersebut. Dan memperlihatkan hasil pengambilan gambarnya kepada wanita tersebut.Wanita berambut pirang itu mengucap terima kasih dan hendak mencium Dave. Namun Dave menghindar dan hanya memberikan senyuman disertai gelengan. Membuat wanita bertubuh tinggi dan ramping tersebut pergi menghentakkan kakinya.Bradley menghampiri Dave setelah dia memberikan beberapa pertanyaan sederhana kepada model pilihannya. Dia mencari satu dari antara dua puluh orang yang akan menjadi bintang utama di agencynya nanti.Setelah mendapat jawaban yang memuaskan baginya. Bradley memilih lima orang yang menurutnya paling baik dari antara yang lain.Dia membawa beberapa foto model itu untuk diperlihatkan kepada Dave. Menanyakan pendapat Dave atas beberapa pilihannya.Dave terlihat sedang memutar dan mendengarkan kembali rekaman yang dia rekam saat suara wanita berambut pirang itu berbicara di telepon."Mose... Handsome," panggil Bradley. Dia menghampiri Dave."Ya, Bob. Ada yang bisa ku bantu?" tanya Dave menoleh."Tentu ada. Lihatlah... Aku mempunyai lima kanidat yang harus kupilih satu dari antara mereka. Aku ingin menanyakan pendapatmu, lihatlah dulu," ujar Bradley. Dia mengajak Dave untuk duduk di dekat sofa dan meja yang tersedia di ujung ruangan.Dave mengikuti dan mulai duduk sambil melihat-lihat foto dan biodata lengkap kelima model pilihan Bradley.Dari satu sampai ke empat model yang Dave lihat, Bradley terus berkomentar menjelaskan keahlian masing-masing model.Hingga dikertas lembaran model kelima. Dave melihat foto wanita yang sejak kemarin menjadi pengganggu waktunya. Dan juga yang semalam sudah merasuki pikirannya karena kejadian yang tak diduganya.Suara Bradley yang terus membanggakan foto wanita yang ada digenggamannnya itu. Seakan menghilang dan hanya seperti kicauan burung di tengah flashbacknya akan kejadian semalam.Hingga Dave tersadar saat Bradley menjetikkan jarinya tepat di depan matanya yang sedang menatap foto Clara.Dave tersadar dan tersenyum kepada Bradley."Oh ya ampun... Apa kau begitu terpesona dengan yang terakhir ini?" tanya Bradley menggoda Dave.Dave hendak menjawab, namun suara ringtone dari ponsel Bradley terdengar. Nada panggilan masuk ter-wow bagi Dave untuk seorang pria. Lagu dari girlband korea yang sedang booming saat ini.Dave hanya menggelengkan kepalanya saat Bradley mengangkat panggilan masuk dari ponselnya.Dave menggunakan kesempatan itu untuk melihat biodata wanita yang mengganggu pikirannya.Dia membulatkan matanya saat melihat nama dari foto wanita yang tak asing baginya; Clara Davonna Dawn.Astaga... Kenapa bisa kebetulan seperti ini? batin Dave.**—03—Kilatblitzdari kamera yang digunakan Dave terus berkedip, menghasilkan gambar seorang model dengan talenta dan paras cantik serta tubuh ramping, mulus dan bersih.Wanita itu terus tersenyum dan berganti gaya demi mendapatkan gambar terbaik dari hasil pemotretannya hari ini.Clara terlihat seksi dengan pakaian santai berwarna biru dan kacamata hitam bertengger di hidungnya. Manik mata biru milik Dave menatap tajam tampilan Clara setiap kali dia selesai mengambil gambar.Baju Clara yang mengekspose bagian belahan dadanya itu, membuat Dave merasa terganggu. Tidak seperti biasanya saat dia memotret para model cantik dan bahkan lebih seksi dari pakaian yang dikenalan Clara saat ini.Namun entah kenapa baju Clara yang semakin lama semakin melorot, sehingga hampir membuat dada Clara semakin terlihat jelas. Hal itu membuat Dave semakin gerah dan beranjak dari balik kamera.Dia men
—04—Dave masih terdiam setelah kepergian Clara yang meninggalkan tatapan berlapis air bening dari manik mata abunya.Bayangan dari tatapan yang menyiratkan kesedihan yang begitu mendalam seakan berputar di atas kepala Dave. Lalu merasuki saraf otaknya hingga dia tak sadar bahwa; untuk sepersekian menit waktunya sempat memikirkan wanita bernama lengkap Clara Davonna Dawn.Dave tersadar saat beberapa hidangan makanan tersaji di hadapannya. Lantas dia mengerutkan keningnya dan menatap sang pramusaji dengan heran."Kapan aku memesan semua ini?" tanya Dave. Dia bahkan melontarkan pertanyaan bodoh. Dirinya tak mengingat bahwa dia sudah menduduki tempat Clara dan Maggie yang sebelumnya sudah memesan makanan."Ini pesanan yang dipesan dua wanita yang tadi duduk di sini, Sir. Bukankah tadi salah seorangnya sudah berbicara dengan anda?" tanya pramusaji itu.Dave memijat sisi pelipisnya dengan mata terpejam,bagaimana bisa aku mengeluarkan
—05—Clara menghirup dalam-dalam aroma masakan yang tercium begitu menggoda. Perutnya terus berbunyi sejak setengah jam yang lalu.Dave menatap tajam Clara sambil menuangkan makanan yang baru selesai dipanaskan dari microwave, ke dalam piring saji. Dia tak henti menggelengkan kepalanya lantaran Clara tak bisa melakukan apapun. Bahkan hanya untuk sekedar mengisi perutnya sendiri."Aku sungguh tak habis pikir. Kau memilih kelaparan karena menungguku selesai mandi. Hanya untuk memintaku memanaskan makanan? Apa kau sungguh tak bisa melakukan semuanya sendiri?" tanya Dave.Dirinya tak tahan mengetahui Clara yang teramat manja dan kekanakan diusianya yang jelas lebih tua dari Dave. Namun tingkah dan sikap Clara sungguh seperti bocah berusia sepuluh tahun."Bukan aku tak bisa. Aku pernah mencoba membuat sesuatu untuk kumakan. Namun aku malah menghancurkan dapur Maggie. Dia marah... Dan dari situ, dia melarangku memasuki dapur," ungkap Clara dengan
Suasana open house di halaman belakang rumah Bradley Bob, terlihat cukup ramai. Walau waktu baru menunjukkan pukul setengah tiga sore.Acara minum teh sederhana dengan kudapan berbagai macam kue tertata rapi dimeja panjang dengan hiasan dan dekor sempurna seperti kudapan para konglomerat.Bradley Bob terlihat ramah dengan caranya menyambut dan berbicara bersama tamu-tamunya. Dia mengadakan acara tersebut untuk mempromosikan para model baru yang akan diumumkan di awal acara nanti pada pukul tiga sore.Dave datang dengan setelan jas hitam dan kemeja berwarna senada. Dia menghampiri Bradley untuk menyapa, serta memberi selamat. "Hai... Bob, Congratulations,"ujar Dave."Oh... Handsome boy...Akhirnya kau datang juga. Aku akan memperkenalkan kau dengan timku. Mereka akan bekerja sama denganmu. Aku tahu, setelah kemarin kau masih sedikit canggung dengan mereka, kali ini kau harus benar-benar mengenal mer
"A-apa?"tanya Clara.Wanita itu terkejut mendengar pernyataan spontan yang keluar dari mulut pria yang baru dikenalnya. Walau pria itu terlihat tampan dan mapan. Namun tetap saja, dia merasa terkejut dengan pernyataan tersebut.Pria bernama lengkap Matheus Arthur Wesley itu meluncurkan tawanya ketika dia puas melihat wajah Clara yang begitu lucu baginya.Kening Clara semakin berkerut, mungkin sudah mencapai lima lipatan jika dia sudah menjadi seorang nenek.Matheus menghentikan tawanya. Dia tahu mungkin candaannya membuat Clara semakin kebingungan."Maaf... Aku hanya bergurau," ujar Matheus.Clara mengganti kerutan dikeningnya dengan senyum kikuk yang membuatnya terlihat seperti orang bodoh."Tapi mungkin aku akan tertarik denganmu jika kita terus bertemu," timpal Matheus."Apa?" tanya Clara kembali dibuat bingung."Ya... Aku bersedia bekerja sama dengan Bradley. Untuk menjadikanmu model brand parfum yang akan aku realis ta
Dave memasuki mobilnya dengan cepat. Membiarkan Clara mengikutinya dengan tergesa.Wanita itu mengatur napasnya setelah dia berhasil duduk di samping Dave. Dia menatap tajam Dave yang melirik ke arahnya.Dasar pria sialan! Bagaimana bisa dia berjalan secepat itu. Hingga membuatku bersusah payah mengejarnya!batin Clara.Dave terlihat menghela napasnya, lalu dia mendekati Clara. Wajahnya terlihat serius dan tatapannya begitu tajam.Wajahnya semakin dekat dengan Clara yang semakin lama semakin memundurkan wajahnya. Bahkan sekarang, napas Dave terasa menghembus di wajahnya. Wangimintdari parfum yang dipakai Dave tercium begitu menyegarkan.Apa yang dia lakukan? Apa dia akan menciumku?!batin Clara.Clara menahan napasnya walau dia sendiri masih berusaha mengaturnya untuk tetap normal. Namun pergerakkan Dave begitu mengganggu. Dia bahkan sudah menutup matanya karena takut dengan tatapan Dave yang begitu mengint
Dave merasakan tatapan seseorang yang sedang memperhatikannya. Lantas dia melihat dikejauhan. Terlihat tatapan tajam Jacob memandang ke arahnya dan Clara.Dave berusaha melakukan kembali sandiwara yang terlanjur dibuat oleh Clara."Cla... Kenapa kau melamun. Mantanmu masih memperhatikan kita," bisik Dave.Clara tersadar, dia hendak menoleh namun Dave meraih kepala Clara, membawa kepala itu menabrak dadanya. Merengkuh tubuh mungil itu dengan mesra lalu mencium keningnya.Clara tersentak dan membulatkan matanya. Dia terkejut saat merasakan dada Dave yang begitu kuat dan terasa nyaman berada dipelukan pria itu.Dave mengajak Clara kembali berjalan semakin ke dalam. Hingga menemukan penjual sosis bakar.Clara yang mencium harum sosis bakar, lantas langsung melepaskan rangkulan Dave. Dan berlari mendekati stand sosis bakar tersebut.Tanpa mengurangi rasa malu... Clara memesan dua tusuk sosis bakar ukuran besar. Dan meminta diolesi dengan saus sambal yang ba
Dave berdiri dibawah kucuran air shower yang terasa dingin. Menundukkan kepalanya membiarkan kucuran tersebut membasahi kepalanya cukup lama.Ingatannya berputar saat dia menaiki bianglala bersama Clara."Ya... Aku ingin mendengarnya. Karena sepertinya... Aku mulai peduli denganmu."Clara terdiam mencerna ucapan Dave."Hm... Maksudku, kita bisa menjadi teman bukan? Kita bertetangga dan bekerja ditempat yang sama. Tak mungkin kita akan terus bertengkar," ungkap Dave menjelaskan maksud ucapan sebelumnya.Clara tersenyum, "ya... Tenang saja. Aku tak akan menyalahkan arti kata pedulimu itu," jawab Clara.Manik mata abu Clara mulai berlapis air bening. Wanita itu memang cengeng. Jika dipikirkan... Clara adalah tipe wanita sanguinis dan melankolis -terlihat menyenangkan namun untuk sesaat dirinya bisa terlihat mudah tersentuh dan menangisi sebuah masalah hingga berlarut-larut-."Awalnya... Jacob mengh
Clara merasakan kehangatan dari pelukan yang diberikan Dave. Sentuhan halus dan pelan memberikan rasa nyaman tersendiri bagi Clara. Dia berbalik dari posisi membelakangi Dave, hingga menghadap Dave. Mata mereka bertemu dan saling memancarkan cinta dan luka secara bersamaan. Rasa takut kehilangan menyelimuti tatapan tersebut. Namun di balik itu semua… Dave sangat ingin Clara kembali merasa nyaman. Menganggap semuanya tak pernah terjadi, walau dia tahu itu sangat sulit dilakukan. Dia mengusap pipi Clara sambil memberikan senyuman yang menyejukkan hati Clara. "Boleh-kah aku menghapus jejak si berengsek itu? Aku bukan hanya ingin menghapus jejaknya ditubuhmu melainkan diingatanmu, dan aku sangat ingin menggantikan semua itu dengan hal manis yang bisa selalu kau
—THE END—Marvin berjalan menuju ke arah Dave. Memeluk anaknya yang tampak kacau seolah tak memiliki gairah hidup."Hah... Ya ampun bagaimana bisa anak kebanggaanku menjadi kacau seperti ini?!" Marvin bertanya sambil melepaskan pelukan dan menatap wajah kusut Dave.Menepuk pipi Dave pelan, seolah memberikan semangat bagi pria itu."Ceritakan apa yang terjadi? Aku akan berusaha membantumu," pinta Marvin.Dave menggeleng dan tersenyum miris. Berjalan menuju sofa, melemparkan bokongnya dengan kasar, memerosotkan dirinya duduk malas bersandar hingga mendonggakkan kepala."Tak ada yang perlu diceritakan lagi, Dad. Semua berakhir dan aku... Tak ingin menceritakan kisah yang tak enak untuk didengar," ujar Dave.Marvin menatap Celine, wanita itu mengedikkan kedua bahunya."Jangan ceritakan kebodohanku pada Ayahku, Celine!" tukas Dave dengan mata yang terpejam.Marvin terkekeh melihat Dave memijat pel
Celine menghela napasnya kasar, merasa pusing, menghadapi sifat keras kepala yang dimiliki Dave. Dia mengambil ponsel Dave yang diletakkan di meja yang tersedia sofa di sisinya."Jangan gunakan ponselku. Gunakan ponselmu," pinta Dave."Kau sungguh banyak maunya! Memerintahku sesukamu!" Celine berdesis dengan tatapan tajam."Kau memaksaku melakukannya karena kau harus membuktikan ucapanmu barusan," sergah Dave.Celine menggelengkan kepala dan memutar bola matanya karena jengah."Berapa nomornya?!" tanya Celine ketus.Dave menyebutkan deret angka yang tersusun menjadi nomor telepon Clara.Menyambungkannya kepada Dave dan langsung dijawab oleh Clara.-Sementara itu... Clara dan Maggie memilih mampir ke tempat makan di rest area diperjalanan menuju ke tempat yang ditunjukkan oleh Celine.Clara menatap layar ponsel yang menampakkan foto Dave diwallpaperponselnya. Foto yang diambil diam-diam saat p
Keesokan harinya.Clara yang terlalu lelah karena kejadian semalam, baru terbangun siang hari dan tak mendapati Dave di sampingnya.Lantas dia beranjak dari ranjang dan keluar dari kamar. Dia melihat Maggie yang sibuk menyiapkan sesuatu ke dalam tasnya."Kau sedang apa, Mag? Dimana Dave?" tanya Clara."Cla... Kau sudah bangun. Bagaimana keadaanmu? Apa ada yang sakit?" tanya Maggie mendekat."Aku tak apa-apa, kenapa kau tergesa? Dimana Dave? Kau belum menjawabnya," ujar Clara."Kau makanlah dulu sarapanmu, setelah itu aku akan membawamu kepadanya," ujar Maggie mengulurkan susu dan roti yang dibuat Dave pagi tadi."Jawab saja pertanyaanku Maggie... Dimana Dave?" tanya Clara berkeras."Makanlah dulu, Cla. Dave membuatnya untukmu... Kau harus habiskan... Begitu pesannya tadi," tutur Maggie berbohong mengenai pesan tersebut.Clara mengambil susu dan roti yang disodorkan Maggie. Namun bukan untuk dimakan, melainkan dilemparkan
Suara pekikan Clara memanggilnya masih terdengar walau samar. Lampu menyala dan memperlihatkan Clara yang ditarik paksa dan didudukkan dikursi kayu, lalu tangan dan kakinya diikat serta mulutnya disumpal kain yang diikat ke belakang kepalanya.Suara kekehan seorang pria samar-samar masih terdengar oleh Dave yang masih berusaha untuk tetap sadar. Namun dirinya terlalu pusing untuk bangun. Hingga gelap menghampirinya.-"Erhmmmm!!!" erangan Clara terdengar sejak dia di hadapkan dengan dua orang yang dia sayangi.Seorang pria yang sejak dulu dikenal sebagai pelindungnya, sekarang berubah menjadi iblis karena dendam yang membuat pria itu hancur."Ada apa Clara sayang? Kau sudah bisa memilih siapa yang ingin kuhilangkan lebih dulu nyawanya? Hm?"Mata Clara membengkak akibat dia tak berhenti menangis. Melihat Dave yang tak sadarkan diri karena mendapatkan pukulan dikepalanya dan Maggie di punggung.Bahkan darah yang keluar dari kepala Dave
Seorang pria melepaskan seragam pengantar pizza di sebuah tangga darurat. Lalu pergi dengan seringaian puas. Dia bergegas menuju mobilnya dan hendak memikirkan cara lain untuk melanjutkan aksi kejahatannya lagi.Dia berhenti sejenak dan menatap ke lantai kamar tempat Dave.Pria itu berdecak, "ck! Kau tak akan bahagia, Cla... Tak akan kubiarkan... Setelah kau membuatku hancur!" tukas pria tersebut.-Dave menatap wajah Clara yang akhirnya terlelap, walau jelas terlihat raut wajahnya yang tak tenang. Dia mengecup kening Clara. Dan merapatkan selimutnya hingga ke leher.Dave beranjak mematikan lampu dan menutup pintu kamar dengan rapat.Dia menghampiri Celine yang kembali setelah mendapat telepon dari Dave tentang insiden pizza tadi."Jadi bagaimana menurutmu? Mungkinkah ini pekerjaan Matheus atau Diego?" tanya Dave."Aku sempat berpapasan dengan pengantar pizzamu di lift. Wajahnya memang tak begitu jelas terlihat karena menggunak
Dave mengelus punggung polos Clara, ini sudah ketiga kalinya di hari yang sama, setelah mereka makan siang. Lalu tidur karena lelah dan terbangun, hingga mereka bosan dan kembali bercumbu lalu melakukan kegiatan panas di atas ranjang.Dave tersenyum melihat Clara yang berbalik lalu mengelus rahangnya. Mereka terus bersentuhan dan tersenyum tanpa mengucapkan apapun. Bahkan tak ada yang memulai untuk bicara.Hanya tatapan centil dan senyuman nakal yang mereka pancarkan. Seakan semua itu sudah menjadi sebuah percakapan atas apa yang mereka rasakan.Dave kembali mengecup kening Clara, kedua tangannya menakup sisi wajah dan mengelusnya dengan ibu jari."Ayo kita mandi, setelah itu kita makan malam keluar," ajak Dave.Clara tersenyum dan mengangguk patuh. Mereka bangun dari ranjang dan menuju kamar mandi. Kegiatan baru mereka yang akan menjadi hoby baru juga. Yaitu saling memandikan, bermesraan di dalam bathup atau di bawah kucuran air shower, menciptaka
Dave memasuki lobby hotel tempat Celine menginap. Dia menunggu Celine turun dari kamarnya lalu membahas masalah Matheus.Namun bukan Celine yang turun ke lobby hotel. Melainkan seorang wanita yang mirip dengan Celine."Hai... Kau Dave?" tanya wanita cantik dengan rambut lurus berwarna coklat hazelnut.Dave mengerutkan keningnya. Wanita itu tersenyum, begitu cantik dan manis."Ya... Kau siapa?" tanya Dave dingin."Kenalkan... Aku Sheryl Calla Wilfred. -Adik Celine-. Aku disuruh menunggumu untuk sekalian naik ke kamar kakakku," jelas Sheryl.Dave tak menjawab. Dia beranjak dari duduknya dan berjalan menuju lift.Sheryl mengikuti sambil membatin,hah... Ya ampun. Pria macam apa dia ini?! Tak ada bicara namun langsung bergerak. Jika aku menjadi kekasihnya... Mulutku bisa berbusa karena hanya aku yang bicara!Dave dan Sheryl memasuki lift. Dave menatap Sheryl yang diam di sampingnya tanpa menekan angka yang berderet di
Dave merasa lebih segar setelah mandi. Dia lalu keluar dari kamar dan melihat Clara yang sudah duduk di sofa sambil menonton berita klarifikasi tentang dirinya.Dave mengusap kepala Clara dari belakang lalu memeluk dan mencium puncak kepala Clara."Sudah... Jangan dilihat. Aku tak ingin kau mengingat kejadian waktu itu," bisik Dave.Saat itu tayangannya memang sedang memperlihatkan rekamancctv."Ayo... Temani aku makan," ajak Dave.Clara mengangguk dan beranjak dari sofa. Mereka saling menatap mengalihkan penglihatannya dari layar televisi yang jika dengan jelas memperhatikan akan terlihat seseorang yang mereka kenal tersorot kamera."Makananmu pasti sudah dingin, Mousie... Kau harus memanaskannya dulu," usul Clara."Ya aku tahu, sayang...." Dave mulai kembali menggoda Clara.Clara menepuk dada Dave. "Berhenti menggodaku, Mousie!" protes Clara."Aku tak menggodamu. Aku memang sayang padamu. Jadi..