Suasana open house di halaman belakang rumah Bradley Bob, terlihat cukup ramai. Walau waktu baru menunjukkan pukul setengah tiga sore.
Acara minum teh sederhana dengan kudapan berbagai macam kue tertata rapi dimeja panjang dengan hiasan dan dekor sempurna seperti kudapan para konglomerat.Bradley Bob terlihat ramah dengan caranya menyambut dan berbicara bersama tamu-tamunya. Dia mengadakan acara tersebut untuk mempromosikan para model baru yang akan diumumkan di awal acara nanti pada pukul tiga sore.Dave datang dengan setelan jas hitam dan kemeja berwarna senada. Dia menghampiri Bradley untuk menyapa, serta memberi selamat. "Hai... Bob, Congratulations," ujar Dave."Oh... Handsome boy... Akhirnya kau datang juga. Aku akan memperkenalkan kau dengan timku. Mereka akan bekerja sama denganmu. Aku tahu, setelah kemarin kau masih sedikit canggung dengan mereka, kali ini kau harus benar-benar mengenal mereka. Tujuanku agar kau nyaman melakukan pekerjaanmu. Kau tahu Mose... Aku tak menganggapmu bekerja denganku. Tapi aku-lah yang meminta bantuanmu." Bradley menjelaskan sambil mengarahkan Dave berjalan menjauh dari taman.Dia merangkul pundak Dave dan membawa Dave ke dalam rumahnya. Dimana beberapa modelnya sedang berkumpul mempersiapkan diri untuk tampil dan diperkenalkan oleh beberapa orang penting yang bergelut dibidang entertaint."Jangan berkata seperti itu. Anggaplah aku sama seperti tim pekerjamu," ujar Dave tak enak hati."No... No... No, Mose. Aku mengenalmu karena bakatmu. Lalu ternyata ayahmu -Marvin- adalah orang penting dalam bisnisku. Jadi aku tak akan menganggapmu begitu. Jika kau merasa sungkap. Anggaplah aku rekan bisnismu. Tapi, aku ingin kau tetap bekerja sama dengan tim. Bersosialisasilah dengan mereka.Karena kau akan bertemu hampir disetiap pekerjaan yang ada. Aku ingin kau merasa nyaman melakukan hobbymu," ungkap Bradley panjang lebar.Mereka sudah memasuki ruangan khusus yang memang disediakan Bradley untuk acara di rumahnya."Excuise me...! Bisa berikan perhatian kalian padaku," teriak Bradley.Seluruh kru kamera yang merekam beberapa model untuk dokumentasi acara tersebut, mulai mengalihkan kameranya ke arah Dave dan Bradley berdiri di dekat pintu.Beberapa penata rias dan juga model turut menghentikan kegiatan mereka. Lalu mengalihkan perhatian mereka, Seperti apa yang diminta Bradley."Okay... Terima kasih. Well... Kalian pasti sudah bisa menebak, siapa pria di sampingku ini. Bahkan mungkin kalian sudah bertemu dengannya kemarin. Walau aku belum memperkenalkannya secara resmi. Dan sekarang aku ingin kalian mengenalnya dan sekiranya kalian bisa bekerja sama dengannya. Dia adalah sahabatku Dave Mose Williams," ungkap Bradley.Saat Bradley sedang melakukan pidatonya. Mata Dave tertuju kepada Clara yang juga sedang menatap ke arahnya.Clara memasang wajah yang begitu menyebalkan bagi Dave. Ditambah dengan gerakan bibir Clara yang berkata 'Mousie' sambil menjulurkan lidahnya keluar.Setelah itu Clara malah mengabaikan penyambutan yang sedang Dave lakukan setelah diberikan sedikit waktu dari Bradley untuknya bicara.Clara dengan sengaja malah melakukan selfie sambil memajukan bibir yang telah dipoles dengan lipstik berwarna merah terang."Apa Dave tak menarik perhatianmu? Hingga kau mengabaikannya dan malah melakukan selfie?" tanya Bradley berbisik tepat di samping Clara.Clara terkejut dan ponselnya melayang di udara. Lalu hampir jatuh ke lantai jika dia tidak sigap menangkapnya.Seluruh pandangan mata yang ada di sana. Tertuju kepadanya, membuat Clara meringis meminta maaf.Clara menunduk hingga tatapan orang-orang kembali terarah kepada Dave. Walau Clara tahu, Dave sengaja meminta Bradley mendatanginya untuk membuatnya malu.Kini Clara dengan berani menatap Dave sambil terus mengejek Dave dengan bibir yang bergerak mengatai Dave dengan sebutan 'Mousie'.Hingga Dave selesai berbicara dan Bradley mengakhiri sesi perkenalan Dave kepada tim pekerjanya.Mata Dave masih menatap tajam Clara yang juga melakukan hal yang sama. Hingga Bradley kembali mengajak Dave keluar, dan berkenalan dengan rekan bisnis lainnya.-Waktu tepat menunjukkan pukul tiga sore. Bradley menaiki panggung kecil yang sudah disiapkan oleh event organize.Bradley memulai acaranya dengan mengucapkan kata penyambutan serta ucapan terima kasih kepada para tamu undangan.Sementara di dalam rumahnya... ke duapuluh modelnya sudah berbaris untuk bersiap keluar saat mereka di panggil.Para model itu sudah siap diperkenalkan untuk menarik perhatian para pengusaha yang hendak men-sponsori dan mau bekerja sama untuk memakai jasa modeling mereka sebagai brand ternama.Dan jika mereka bisa membuat pengusaha tersebut tertarik. Kemungkinan namanya akan melambung naik, dan akan dipakai menjadi model diperusahaan besar lainnya.Bradley selesai memberikan sambutannya. Lalu dia mempersilahkan ke dua puluh modelnya untuk masuk bergabung ke dalam acara.Kedua puluh model itu terbagi menjadi dua. Yakni; sepuluh model pria dan sepuluh model wanita.Masing-masing memiliki model utama. Jika dibagian model wanita, Clara-lah yang menjadi bintangnya. Dibagian pria... Bradley juga mempunyai jagoannya sendiri. Dia menemukan pria yang berasal dari Argentina. Dengan garis wajah yang tegas dan tubuh yang begitu terpahat sempurna.Kedua puluh modelnya sudah berbaris rapi berpasang-pasangan. Termasuk Clara yang jelas dipasangkan dengan model utama pria yang bernama Diego Castiel.Terlihat tangan Diego melingkari pinggang Clara begitu dekat dan seakan tak mau melepaskan walau sesi pengambilan gambar mereka telah selesai. Bahkan beberapa model lain sudah mulai beranjak dan berhambur untuk mengikuti Bradley yang akan membawa mereka berkenalan langsung dengan pengusaha ternama.Clara melepaskan tangan Diego dari pinggangnya. Lalu tersenyum menampilkan deret giginya."Maaf... Aku merasa tak nyaman. Profesional-lah dalam bekerja!" sarkas Clara."Ck! Bukankah dengan berakting mesra, akan banyak pengusaha yang merekrut kita untuk bekerja sama?" tanya Diego.Clara mengerutkan keningnya bingung."Kau pikir aku melakukan itu karena menyukaimu?! Jangan karena kau pilihan Brad. Lantas membuatmu menjadi sombong. Aku melakukan hal itu agar mereka melihat kita dan mau bekerja sama dengan kita," ungkap Diego."Tapi jika kau tak ingin... Tak masalah. Sembilan model wanita lainnya menantiku untuk mendekati mereka. Jadi... Selamat berjuang sendiri!" tukas Diego.Lalu pria itu menjauh dan benar saja apa yang dikatakan Diego. Telihat dua model wanita lainnya mulai mendekat. Diego merangkul kedua pinggang wanita tersebut.Clara mengerutkan keningnya tak percaya, lalu menggeleng saat melihat tangan kurang ajar Diego yang semakin turun menuju bokong kedua wanita langsing yang malah terlihat senang dengan perlakuan berengsek Diego."Cla! Kenapa kau melamun?" tanya Maggie. Dia juga sempat memperhatikan tingkah berengsek Diego yang hendak melakukan hal tersebut kepada Clara.Namun belum sempat Maggie tiba di hadapan Diego. Clara sudah bisa mengatasi pria yang berasal dari Argentina tersebut."Hah... Aku tak percaya dia berani melakukannya di sini. Ayo Mag.. Kita cari makanan," ajak Clara.Maggie mencubit pinggang Clara hingga wanita itu memekik kesakitan."Ouch! Sakit Maggie! Kenapa kau mencubitku?" tanya Clara."Apa isi kepalamu hanya ada makanan? Lihat model lain! Mereka hanya minum dan berbaur dengan beberapa perancang busana serta pengusaha besar agar menjadi brand ambasadornya," tukas Maggie menjelaskan alasannya mencubit Clara.Clara melihat ke sekelilingnya. Dan benar kata Maggie, teman-teman model lainnya mulai berbincang dengan beberapa pengusaha besar."Apa aku harus melakukan hal yang sama?" pertanyaan bodoh itu keluar dari bibir Clara."Ah ya ampun... Bagaimana bisa kau mengatakan pertanyaan bodoh!" sergah Maggie."Aku... Hanya tak terbiasa menjilat seperti mereka. Lihatlah... Mereka seperti memakai topeng. Contohnya Vannesa... Selama ini dia tak pernah bicara dengan model lain. Bahkan untuk tersenyum saja, sangat jarang dia lakukan. Apa kau lihat saat ini dia sedang tertawa dengan seorang pria tua dengan cincin batu yang hampir memenuhi jarinya. Bukankah itu berarti saat ini dia hanya memakai topeng?" Clara berbisik kepada Maggie.Mereka berjalan mengambil minuman sambil memperhatikan model lain yang sedang beraksi."Kau benar... Tapi kau tak harus menjadi sepertinya, bukan? Menyapalah dan bicara seperti biasa. Aku rasa itu dinamakan bersosialita. Apalagi kau memang membutuhkan mereka agar mau bekerja sama memakai jasamu," tutur Maggie.Clara hanya mengangguk sambil sesekali meminum jus jeruk yang diberikan Maggie."Bagus kau mengerti. Jadi... Mulailah sekarang!" Maggie berujar cukup keras.Membuat Clara tersentak, karena tatapannya teralihkan kepada Dave yang sedang bicara dan tersenyum kepada beberapa pengusaha muda yang begitu cantik dan elegan."Ah! Astaga... Kau bisa bicara pelan-pelan Mag. Aku tak tuli!" protes Clara."Kau tak tuli, tapi kau mulai rabun karena Dave! Kenapa kau memperhatikannya?!""Aku tak memperhatikannya... Aku hanya....""Hanya apa?!" sergah Maggie.Clara kebingungan untuk mengeluarkan alasan lain. Dia sendiri tak tahu kenapa harus memperhatikan Dave begitu lama."Ah...! Sudahlah. Ayo ikut aku. Kau memang tak bisa ditinggal sendiri!" ajak Maggie."Maggie... Tapi aku lapar. Kau tak memberiku makan sejak pagi," rengek Clara."Kau sudah makan dua mangkuk salad tadi pagi. Dan kau masih mengeluh lapar, bahkan menuduhku tak memberimu makan?!" tukas Maggie."Bagiku itu kurang. Di sini banyak kue... Bolehkah aku memakannya satu?" tanya Clara.Dia hendak mencomot kue kering dipiring yang tersaji di meja panjang."Aw! Sakit Mag!" pekik Clara.Tangan mungilnya dipukul oleh Maggie yang melarangnya makan kue."Di dalam kue ini terkandung banyak gula! Kau tak boleh memakannya!""Hah! Kau menyebalkan Mag! Kau tahu aku akan limbung jika kelaparan!" protes Clara."Aku sangat tahu. Dan kau akan bodoh jika kekenyangan! Ayo... Ikut aku. Jika kau berhasil mendapatkan beberapa pengusaha yang mau bekerja sama denganmu. Aku akan membawamu makan di restoran all you can eat!" tekad Maggie."Seriously?" tanya Clara dengan mata berbinar."Ya... Maka dari itu. Menurutlah!" Maggie kembali menarik Clara.Wanita itu akhirnya menurut dan mengikuti langkah Maggie yang mulai mendekati beberapa perancang busana serta pengusaha lain yang sedang berkumpul bersama Bradley.-Dave memperhatikan pergerakkan Clara yang sedang diperkenalkan Bradley dengan pengusaha muda dan tampan.Wajah Clara terlihat berseri saat pengusaha muda itu sedang menjabat tangannya.Cukup lama Dave memperhatikan Clara yang seperti salah tingkah.Hingga sebuah suara menyadarkan dia dari pengamatannya kepada Clara."Baiklah... Dave. Sampaikan salamku pada ayahmu -Marvin-," ujar seorang pengusaha wine yang mengenal Dave sebagai anak Marvin.Dave mengangguk dan tersenyum ramah. Lalu tatapannya kembali terarah kepada Clara.Saat ini Clara sudah ditinggal berdua dengan pengusaha muda tersebut. Maggie yang sejak tadi ada. Entah kemana tiba-tiba menghilang. Sementara Bradley mulai bicara dengan rekan bisnis lainnya.Clara merasakan tatapan seseorang yang begitu tajam memperhatikannya. Lantas dia menoleh kearah dimana Dave-lah yang menatapnya.Namun saat Clara menemukan Dave. Pria itu mengalihkan tatapannya dan melengos menjauhi Clara."Ck! Dasar Mousie!" gumam Clara."Apa?" tanya pengusaha muda bertubuh tinggi itu.Clara tersentak tak sadar jika dia sedang bersama orang penting. "Ah... Bukan apa-apa," jawabnya tersenyum manis."Kau begitu manis dan lucu. Aku rasa... Aku tertarik denganmu," ujar pria berjas biru tersebut."A...apa?"**"A-apa?"tanya Clara.Wanita itu terkejut mendengar pernyataan spontan yang keluar dari mulut pria yang baru dikenalnya. Walau pria itu terlihat tampan dan mapan. Namun tetap saja, dia merasa terkejut dengan pernyataan tersebut.Pria bernama lengkap Matheus Arthur Wesley itu meluncurkan tawanya ketika dia puas melihat wajah Clara yang begitu lucu baginya.Kening Clara semakin berkerut, mungkin sudah mencapai lima lipatan jika dia sudah menjadi seorang nenek.Matheus menghentikan tawanya. Dia tahu mungkin candaannya membuat Clara semakin kebingungan."Maaf... Aku hanya bergurau," ujar Matheus.Clara mengganti kerutan dikeningnya dengan senyum kikuk yang membuatnya terlihat seperti orang bodoh."Tapi mungkin aku akan tertarik denganmu jika kita terus bertemu," timpal Matheus."Apa?" tanya Clara kembali dibuat bingung."Ya... Aku bersedia bekerja sama dengan Bradley. Untuk menjadikanmu model brand parfum yang akan aku realis ta
Dave memasuki mobilnya dengan cepat. Membiarkan Clara mengikutinya dengan tergesa.Wanita itu mengatur napasnya setelah dia berhasil duduk di samping Dave. Dia menatap tajam Dave yang melirik ke arahnya.Dasar pria sialan! Bagaimana bisa dia berjalan secepat itu. Hingga membuatku bersusah payah mengejarnya!batin Clara.Dave terlihat menghela napasnya, lalu dia mendekati Clara. Wajahnya terlihat serius dan tatapannya begitu tajam.Wajahnya semakin dekat dengan Clara yang semakin lama semakin memundurkan wajahnya. Bahkan sekarang, napas Dave terasa menghembus di wajahnya. Wangimintdari parfum yang dipakai Dave tercium begitu menyegarkan.Apa yang dia lakukan? Apa dia akan menciumku?!batin Clara.Clara menahan napasnya walau dia sendiri masih berusaha mengaturnya untuk tetap normal. Namun pergerakkan Dave begitu mengganggu. Dia bahkan sudah menutup matanya karena takut dengan tatapan Dave yang begitu mengint
Dave merasakan tatapan seseorang yang sedang memperhatikannya. Lantas dia melihat dikejauhan. Terlihat tatapan tajam Jacob memandang ke arahnya dan Clara.Dave berusaha melakukan kembali sandiwara yang terlanjur dibuat oleh Clara."Cla... Kenapa kau melamun. Mantanmu masih memperhatikan kita," bisik Dave.Clara tersadar, dia hendak menoleh namun Dave meraih kepala Clara, membawa kepala itu menabrak dadanya. Merengkuh tubuh mungil itu dengan mesra lalu mencium keningnya.Clara tersentak dan membulatkan matanya. Dia terkejut saat merasakan dada Dave yang begitu kuat dan terasa nyaman berada dipelukan pria itu.Dave mengajak Clara kembali berjalan semakin ke dalam. Hingga menemukan penjual sosis bakar.Clara yang mencium harum sosis bakar, lantas langsung melepaskan rangkulan Dave. Dan berlari mendekati stand sosis bakar tersebut.Tanpa mengurangi rasa malu... Clara memesan dua tusuk sosis bakar ukuran besar. Dan meminta diolesi dengan saus sambal yang ba
Dave berdiri dibawah kucuran air shower yang terasa dingin. Menundukkan kepalanya membiarkan kucuran tersebut membasahi kepalanya cukup lama.Ingatannya berputar saat dia menaiki bianglala bersama Clara."Ya... Aku ingin mendengarnya. Karena sepertinya... Aku mulai peduli denganmu."Clara terdiam mencerna ucapan Dave."Hm... Maksudku, kita bisa menjadi teman bukan? Kita bertetangga dan bekerja ditempat yang sama. Tak mungkin kita akan terus bertengkar," ungkap Dave menjelaskan maksud ucapan sebelumnya.Clara tersenyum, "ya... Tenang saja. Aku tak akan menyalahkan arti kata pedulimu itu," jawab Clara.Manik mata abu Clara mulai berlapis air bening. Wanita itu memang cengeng. Jika dipikirkan... Clara adalah tipe wanita sanguinis dan melankolis -terlihat menyenangkan namun untuk sesaat dirinya bisa terlihat mudah tersentuh dan menangisi sebuah masalah hingga berlarut-larut-."Awalnya... Jacob mengh
Maggie membawa Clara ke tempat Dave tepat pukul sembilan pagi. Dia hendak melakukan introgasi setelah semalam Maggie mendengar Clara yang kelepasan bicara.Saat ini mereka sudah duduk di sofa ruang tamu Dave. Clara terlihat seperti se-ekor kucing yang menciut karena ketahuan mencuri ikan. Sementara Dave mengangkat sebelah kakinya dan menumpukannya di lutut satunya. Sambil bersedekap dada menatap Maggie yang menatapnya curiga."Jelaskan Dave. Apa yang terjadi malam itu?!" sergah Maggie.Dave mengalihkan tatapannya kepada Clara. Menghela napas, lalu membuangnya kasar."Hah... Apa dia tak menjelaskan apapun?!" tanya Dave."Sudah. Tapi aku ingin mendengar versi ceritamu." Maggie semakin memicingkan matanya. Menyelidiki tatapan mata Dave agar tak bersekongkol dengan Clara."Aku rasa itu tak penting, Mag. Intinya aku tak melakukan apapun yang merugikannya. Salahnya sendiri yang tertidur di kamar mandi. Dan salahmu juga yang tak mengatakan kebiasaa
Dave memasuki mobil sport putihnya. Lalu seseorang membuka pintu sampingnya dan masuk begitu saja. Duduk dengan napas terengah-engah seperti habis lari marathon.Dave mengerutkan keningnya. Menatap Clara hingga wanita itu mampu menormalkan napasnya kembali."Hah... Kenapa kau selalu meninggalkanku! Apa kau tahu... Berlari menggunakanheelsitu sungguh menyusahkan!" sergah Clara."Jelas aku tak tahu dan tak akan tahu! Lagipula Aku tak memintamu untuk mengikutiku! Aku menyuruhmu untuk pergi dengannya... Karena memang sejak kemarin pria itu terlihat begitu tertarik denganmu!" tukas Dave."Kalau kau menyuruhku pergi, kenapa kau sempat menahanku dulu? Bahkan berbohong bahwa aku sudah berjanji padamu untuk mentraktirmu makan siang," balas Clara.Dave diam sejenak tak bisa menjawab. "A-aku... Tadi tiba-tiba lapar, dan teringat bahwa kau behutang traktiran makan. Setelah kemarin kau meminta ini dan itu padaku, kau harus mentraktirku maka
Dave melepas ciumannya. Dan membiarkan Clara menormalkan keadaannya. Dave memberikan tatapan mengintimidasi kepada manik mata abu Clara yang masih terkejut."Apa kau masih ingin ikut mobil pria itu?!" tanya Dave. Dengan tatapan yang begitu tajam.Clara tersadar dan dia mengangguk sebagai jawabannya. "Ya. Aku akan tetap ikut dengan Matheus!" tukas Clara. Wanita ini sungguh keras kepala. Dia bahkan berpaling dari Dave dan hendak melangkah menuju ke arah dimana Matheus berdiri.Dave memperhatikan dan tersenyum menampilkan deret giginya. Senyum mencurigakan seperti biasa. Yang akan berakhir dengan hal yang diluar pemikiran Clara."Kau ini sungguh keras kepala!" tukas Dave.Lalu dengan cekatan dia mengangkat Clara ke pundaknya. Dia membopong Clara seperti karung beras yang dengan mudahnya diletakkan di punggungnya.Wanita itu memekik terkejut sekaligus malu. Clara tak terima diperlakukan sedemikian rupa oleh Dave di depan Matheus."Argh! M
Tatapan mata Dave yang mengeker dari balik kamera membuat Clara gagal fokus. Dia merasa salah tingkah hingga terus mengulang beberapa sesi hanya untuk satu kostum. Entah kenapa Clara merasa tatapan Dave begitu mengintimidasinya untuk tak bergaya terlalu sensual.Padahal dirinya harus berpose dengan gaya yang mencerminkan harum dari parfum yang menjadi produk yang dia iklankan kali ini.Dikarenakan tiga hari yang lalu setelah makan malam yang menentukan perjanjian kontrak kerjasamanya dengan Matheus. Dave secara tiba-tiba terlihat acuh kepadanya. Bahkan saat bertemu wajah di koridor apartemen. Dave bahkan tak meliriknya sedikitpun.Harusnya Clara merasa senang karena tak ada lagi pria sombong yang sering mengganggunya dengan segala macam cara.Namun sikap diamnya Dave malah membuatnyauring-uringandan tak jarang Clara sering mengajak boneka mouse-nya berbicara. Mengadukan tingkah Dave yang selama t
Clara merasakan kehangatan dari pelukan yang diberikan Dave. Sentuhan halus dan pelan memberikan rasa nyaman tersendiri bagi Clara. Dia berbalik dari posisi membelakangi Dave, hingga menghadap Dave. Mata mereka bertemu dan saling memancarkan cinta dan luka secara bersamaan. Rasa takut kehilangan menyelimuti tatapan tersebut. Namun di balik itu semua… Dave sangat ingin Clara kembali merasa nyaman. Menganggap semuanya tak pernah terjadi, walau dia tahu itu sangat sulit dilakukan. Dia mengusap pipi Clara sambil memberikan senyuman yang menyejukkan hati Clara. "Boleh-kah aku menghapus jejak si berengsek itu? Aku bukan hanya ingin menghapus jejaknya ditubuhmu melainkan diingatanmu, dan aku sangat ingin menggantikan semua itu dengan hal manis yang bisa selalu kau
—THE END—Marvin berjalan menuju ke arah Dave. Memeluk anaknya yang tampak kacau seolah tak memiliki gairah hidup."Hah... Ya ampun bagaimana bisa anak kebanggaanku menjadi kacau seperti ini?!" Marvin bertanya sambil melepaskan pelukan dan menatap wajah kusut Dave.Menepuk pipi Dave pelan, seolah memberikan semangat bagi pria itu."Ceritakan apa yang terjadi? Aku akan berusaha membantumu," pinta Marvin.Dave menggeleng dan tersenyum miris. Berjalan menuju sofa, melemparkan bokongnya dengan kasar, memerosotkan dirinya duduk malas bersandar hingga mendonggakkan kepala."Tak ada yang perlu diceritakan lagi, Dad. Semua berakhir dan aku... Tak ingin menceritakan kisah yang tak enak untuk didengar," ujar Dave.Marvin menatap Celine, wanita itu mengedikkan kedua bahunya."Jangan ceritakan kebodohanku pada Ayahku, Celine!" tukas Dave dengan mata yang terpejam.Marvin terkekeh melihat Dave memijat pel
Celine menghela napasnya kasar, merasa pusing, menghadapi sifat keras kepala yang dimiliki Dave. Dia mengambil ponsel Dave yang diletakkan di meja yang tersedia sofa di sisinya."Jangan gunakan ponselku. Gunakan ponselmu," pinta Dave."Kau sungguh banyak maunya! Memerintahku sesukamu!" Celine berdesis dengan tatapan tajam."Kau memaksaku melakukannya karena kau harus membuktikan ucapanmu barusan," sergah Dave.Celine menggelengkan kepala dan memutar bola matanya karena jengah."Berapa nomornya?!" tanya Celine ketus.Dave menyebutkan deret angka yang tersusun menjadi nomor telepon Clara.Menyambungkannya kepada Dave dan langsung dijawab oleh Clara.-Sementara itu... Clara dan Maggie memilih mampir ke tempat makan di rest area diperjalanan menuju ke tempat yang ditunjukkan oleh Celine.Clara menatap layar ponsel yang menampakkan foto Dave diwallpaperponselnya. Foto yang diambil diam-diam saat p
Keesokan harinya.Clara yang terlalu lelah karena kejadian semalam, baru terbangun siang hari dan tak mendapati Dave di sampingnya.Lantas dia beranjak dari ranjang dan keluar dari kamar. Dia melihat Maggie yang sibuk menyiapkan sesuatu ke dalam tasnya."Kau sedang apa, Mag? Dimana Dave?" tanya Clara."Cla... Kau sudah bangun. Bagaimana keadaanmu? Apa ada yang sakit?" tanya Maggie mendekat."Aku tak apa-apa, kenapa kau tergesa? Dimana Dave? Kau belum menjawabnya," ujar Clara."Kau makanlah dulu sarapanmu, setelah itu aku akan membawamu kepadanya," ujar Maggie mengulurkan susu dan roti yang dibuat Dave pagi tadi."Jawab saja pertanyaanku Maggie... Dimana Dave?" tanya Clara berkeras."Makanlah dulu, Cla. Dave membuatnya untukmu... Kau harus habiskan... Begitu pesannya tadi," tutur Maggie berbohong mengenai pesan tersebut.Clara mengambil susu dan roti yang disodorkan Maggie. Namun bukan untuk dimakan, melainkan dilemparkan
Suara pekikan Clara memanggilnya masih terdengar walau samar. Lampu menyala dan memperlihatkan Clara yang ditarik paksa dan didudukkan dikursi kayu, lalu tangan dan kakinya diikat serta mulutnya disumpal kain yang diikat ke belakang kepalanya.Suara kekehan seorang pria samar-samar masih terdengar oleh Dave yang masih berusaha untuk tetap sadar. Namun dirinya terlalu pusing untuk bangun. Hingga gelap menghampirinya.-"Erhmmmm!!!" erangan Clara terdengar sejak dia di hadapkan dengan dua orang yang dia sayangi.Seorang pria yang sejak dulu dikenal sebagai pelindungnya, sekarang berubah menjadi iblis karena dendam yang membuat pria itu hancur."Ada apa Clara sayang? Kau sudah bisa memilih siapa yang ingin kuhilangkan lebih dulu nyawanya? Hm?"Mata Clara membengkak akibat dia tak berhenti menangis. Melihat Dave yang tak sadarkan diri karena mendapatkan pukulan dikepalanya dan Maggie di punggung.Bahkan darah yang keluar dari kepala Dave
Seorang pria melepaskan seragam pengantar pizza di sebuah tangga darurat. Lalu pergi dengan seringaian puas. Dia bergegas menuju mobilnya dan hendak memikirkan cara lain untuk melanjutkan aksi kejahatannya lagi.Dia berhenti sejenak dan menatap ke lantai kamar tempat Dave.Pria itu berdecak, "ck! Kau tak akan bahagia, Cla... Tak akan kubiarkan... Setelah kau membuatku hancur!" tukas pria tersebut.-Dave menatap wajah Clara yang akhirnya terlelap, walau jelas terlihat raut wajahnya yang tak tenang. Dia mengecup kening Clara. Dan merapatkan selimutnya hingga ke leher.Dave beranjak mematikan lampu dan menutup pintu kamar dengan rapat.Dia menghampiri Celine yang kembali setelah mendapat telepon dari Dave tentang insiden pizza tadi."Jadi bagaimana menurutmu? Mungkinkah ini pekerjaan Matheus atau Diego?" tanya Dave."Aku sempat berpapasan dengan pengantar pizzamu di lift. Wajahnya memang tak begitu jelas terlihat karena menggunak
Dave mengelus punggung polos Clara, ini sudah ketiga kalinya di hari yang sama, setelah mereka makan siang. Lalu tidur karena lelah dan terbangun, hingga mereka bosan dan kembali bercumbu lalu melakukan kegiatan panas di atas ranjang.Dave tersenyum melihat Clara yang berbalik lalu mengelus rahangnya. Mereka terus bersentuhan dan tersenyum tanpa mengucapkan apapun. Bahkan tak ada yang memulai untuk bicara.Hanya tatapan centil dan senyuman nakal yang mereka pancarkan. Seakan semua itu sudah menjadi sebuah percakapan atas apa yang mereka rasakan.Dave kembali mengecup kening Clara, kedua tangannya menakup sisi wajah dan mengelusnya dengan ibu jari."Ayo kita mandi, setelah itu kita makan malam keluar," ajak Dave.Clara tersenyum dan mengangguk patuh. Mereka bangun dari ranjang dan menuju kamar mandi. Kegiatan baru mereka yang akan menjadi hoby baru juga. Yaitu saling memandikan, bermesraan di dalam bathup atau di bawah kucuran air shower, menciptaka
Dave memasuki lobby hotel tempat Celine menginap. Dia menunggu Celine turun dari kamarnya lalu membahas masalah Matheus.Namun bukan Celine yang turun ke lobby hotel. Melainkan seorang wanita yang mirip dengan Celine."Hai... Kau Dave?" tanya wanita cantik dengan rambut lurus berwarna coklat hazelnut.Dave mengerutkan keningnya. Wanita itu tersenyum, begitu cantik dan manis."Ya... Kau siapa?" tanya Dave dingin."Kenalkan... Aku Sheryl Calla Wilfred. -Adik Celine-. Aku disuruh menunggumu untuk sekalian naik ke kamar kakakku," jelas Sheryl.Dave tak menjawab. Dia beranjak dari duduknya dan berjalan menuju lift.Sheryl mengikuti sambil membatin,hah... Ya ampun. Pria macam apa dia ini?! Tak ada bicara namun langsung bergerak. Jika aku menjadi kekasihnya... Mulutku bisa berbusa karena hanya aku yang bicara!Dave dan Sheryl memasuki lift. Dave menatap Sheryl yang diam di sampingnya tanpa menekan angka yang berderet di
Dave merasa lebih segar setelah mandi. Dia lalu keluar dari kamar dan melihat Clara yang sudah duduk di sofa sambil menonton berita klarifikasi tentang dirinya.Dave mengusap kepala Clara dari belakang lalu memeluk dan mencium puncak kepala Clara."Sudah... Jangan dilihat. Aku tak ingin kau mengingat kejadian waktu itu," bisik Dave.Saat itu tayangannya memang sedang memperlihatkan rekamancctv."Ayo... Temani aku makan," ajak Dave.Clara mengangguk dan beranjak dari sofa. Mereka saling menatap mengalihkan penglihatannya dari layar televisi yang jika dengan jelas memperhatikan akan terlihat seseorang yang mereka kenal tersorot kamera."Makananmu pasti sudah dingin, Mousie... Kau harus memanaskannya dulu," usul Clara."Ya aku tahu, sayang...." Dave mulai kembali menggoda Clara.Clara menepuk dada Dave. "Berhenti menggodaku, Mousie!" protes Clara."Aku tak menggodamu. Aku memang sayang padamu. Jadi..