—05—
Clara menghirup dalam-dalam aroma masakan yang tercium begitu menggoda. Perutnya terus berbunyi sejak setengah jam yang lalu.Dave menatap tajam Clara sambil menuangkan makanan yang baru selesai dipanaskan dari microwave, ke dalam piring saji. Dia tak henti menggelengkan kepalanya lantaran Clara tak bisa melakukan apapun. Bahkan hanya untuk sekedar mengisi perutnya sendiri."Aku sungguh tak habis pikir. Kau memilih kelaparan karena menungguku selesai mandi. Hanya untuk memintaku memanaskan makanan? Apa kau sungguh tak bisa melakukan semuanya sendiri?" tanya Dave.Dirinya tak tahan mengetahui Clara yang teramat manja dan kekanakan diusianya yang jelas lebih tua dari Dave. Namun tingkah dan sikap Clara sungguh seperti bocah berusia sepuluh tahun."Bukan aku tak bisa. Aku pernah mencoba membuat sesuatu untuk kumakan. Namun aku malah menghancurkan dapur Maggie. Dia marah... Dan dari situ, dia melarangku memasuki dapur," ungkap Clara dengan bibir yang maju seperti bebek.Dave kembali menggeleng dan memutar bola matanya. Dia membawa piring berisi makanan ke atas meja makan. Tepat di sana Clara sudah menunggunya."Apa kau tak bisa melakukan sesuatu dengan benar? Kenapa kau selalu membuat masalah? Apa kau tak berpikir bahwa kau akan selamanya menyusahkan Maggie!" sergah Dave.Dia duduk di hadapan Clara. Wanita itu tak lagi bisa menahan diri, untuk tak melahap makanannya."Aku sudah berpikir ke sana. Namun... Maggie berjanji akan selalu ada untukku. Jadi aku melupakan pikiran itu," jawab Clara dengan mulut penuh makanan.Dave memijat kepalanya. Merasa sakit dengan melihat cara makan Clara ditambah ucapan Clara yang semakin membuat jaringan sistem di otaknya tambah berkelit."Kau kenapa? Apa kau sakit? Kau tak makan?" tanya Clara.Dave melirik Clara yang menatapnya khawatir."Lebih baik cepat habiskan makananmu. Setelah itu... Pergilah tidur. Agar aku bisa kembali ke tempatku!" perintah Dave."Hei... Bukankah kau juga belum makan? Makanlah... Kau sendiri terlihat pucat. Dan tadi... Kau memijat kepalamu. Apa kau sakit?""Kepalaku sakit karena kau terus bicara! Bisakah kau diam? Bahkan saat makanpun kau terus bicara! Aku sungguh tak percaya, Bradley memilihmu menjadi model utamanya!" ketus Dave."Kau meremehkanku dalam pekerjaan?! Oh... Ya ampun! Jelas-jelas sudah terbukti bahwa aku sangat berbakat dibidang modeling. Maka dari itu bos Bradley memilihku!" tukas Clara tak senang.Dave mengusap wajahnya kasar, "baiklah... Aku salah bicara. Cepat habiskan makananmu agar aku bisa pulang!" balas Dave. Memilih mengalah daripada memperpanjang masalah."Aku selesai! Aku sudah tak bernafsu untuk makan!" tukas Clara berdiri dari duduknya.Beranjak menuju kamar dan membanting pintu kamarnya, serta melupakan bahwa saat ini dia hanya sendirian.Dave menatap pintu kamar Clara tak percaya."Hah! Apa-apaan dia itu?! Astaga... Kepalaku sungguh sakit karenanya," gumam Dave.Dia berdiri dan berniat kembali ke tempatnya."Baiklah! Jika kau ingin merajuk! Merajuklah! Kau pikir aku akan peduli!" teriak Dave."Ya! Terserah kau! Dasar pria angkuh dan tak berperasaan! Setelah meremehkanku, lalu pergi! kau bahkan tak meminta maaf kepadaku!" balas Clara.Dave melongo tak percaya dengan ucapan Clara -wanita kekanakan dan mudah tersinggung-.Sabar Dave... Lebih baik cepat keluar dari tempat ini. Sebelum menjadi gila, batin Dave.Dave kembali melangkah dan keluar dari unit apartemen Clara. Berjalan menuju unitnya yang berada di samping tempat Clara.Dia berjalan masuk ke dalam kamar dan membanting tubuhnya ke atas ranjang. Menatap langit-langit kamar sambil memijat kepalanya yang masih terasa sakit.Dia mencoba memejamkan matanya... Namun bayangan Clara yang menangis saat di restoran kembali telintas. Lantas dia membuka matanya lagi."Ck! Wanita aneh itu... Bagaimana bisa terus terbayang dipikiranku!" gumam Dave.Dia hendak mengusap kepalanya dengan tangan. Namun tanda kebiruan di pergelangan tangan kanannya terlihat walau hampir memudar.Dave kembali mengingat kejadian di minimarket. Saat Clara menggigit lengannya hanya untuk sebuah ice cream."Bagaimana bisa ada wanita seperti dia?!" tanya Dave entah kepada siapa.Sebuah kilat terlihat dari pintu balkon kamarnya yang masih terbuka. Angin mulai berhembus kencang membuat tirai putih berterbangan.Dave beranjak dari baringnya, berniat menutup pintu balkon sebelum hujan turun dan membasahi tirainya.Namun saat dia tiba di pintu balkon, dia melihat bayangan dari pintu balkon di sebelahnya masih menyala.Dave penasaran dan sedikit khawatir dengan keadaan Clara. Dia keluar dan menoleh ke balkon tepat dimana kamar Clara terlihat.Clara duduk di lantai dengan kaki terlipat. Dia memeluk lututnya dan melamun menatap langit gelap tanpa bintang.Untuk sepersekian detik... Dave tak menyadari bahwa; matanya terus tertuju kepada Clara yang menyiratkan kesepian dari raut wajah cantik asal Madrid itu.Apa perkataanku tadi sungguh menyinggung perasaannya? tanya Dave dalam hati.-Clara menikmati kesendiriannya dengan menatap langit. Dia yang semenjak merajuk dan memasuki kamarnya. Memilih duduk di pintu balkon, berharap bisa melihat bintang dan bercerita kepada bintang.Clara sering melakukan hal tersebut. Dikala dia merasa kesepian, dan memiliki masalah yang membuatnya sedih. Dia merindukan sosok neneknya yang telah lama tiada. Dia mengingat seseorang berkata tentang mitos bintang. Bahwa seorang yang telah tiada akan tetap bersinar di langit, menjelma menjadi bintang yang paling bersinar.Namun saat ini, tak ada bintang yang bersinar. Bahkan langit sama seperti suasana hatinya. Sangat gelap dan hendak menurunkan hujan.Setetes air mata keluar dari mata indahnya. Dia mengusapnya dan tak sengaja menoleh ke samping. Lantas matanya melihat sosok seseorang di balkon sebelah. Seorang pria yang baru saja mengalihkan tatapan darinya.Clara berdiri dari duduknya dan mendekat ke pinggir balkon."Sedang apa kau memandangiku?!" tanya Clara ketus.Pria yang memandanginya hanya mendengus menghela napas. Seakan dia menyesal telah menatap Clara begitu lama."Hei! Mousie! Aku bicara padamu!" panggil Clara.Pria yang dipanggil Mousie itupun menoleh dan mengerutkan keningnya."Iya, kau! Dave Mose! Namamu hanya tinggal ditambahkan beberapa huruf dan akan menjadi kata Mousie! Kau itu seperti tikus yang menyebalkan! Untuk apa kau memandangiku barusan?" gerutu Clara.Ya... Pria yang sejak tadi sempat memandangi dan mengalihkan tatapannya itu adalah Dave."Sebenarnya apa yang ada di dalam pikiranmu itu?! Bisa-bisanya kau mengganti nama seseorang seenakmu?!" sergah Dave."Kau sendiri juga begitu! Apa kau sejak lahir memakan banyak cabai? Karena setiap ucapan yang keluar dari mulutmu terdengar pedas ditelingaku!" balas Clara.Dave tersentak dan mengurungkan niatnya untuk membalas ucapan Clara.Hening untuk beberapa saat...Hingga akhirnya Clara mendengus kesal dan hendak memasuki kamarnya."Ck! Dasar pria angkuh!" gumam Clara. Dia membalik tubuhnya dan hendak melangkah."Maaf," ujar Dave begitu saja.Clara terhenti dan melirik Dave."Maaf jika perkataanku begitu menyinggung perasaanmu, hingga membuatmu merenung seperti tadi. Anggap saja aku tak pernah berkata seperti itu," timpal Dave. Dia hendak beranjak dari balkon.Namun kali ini Clara-lah yang menghentikan langkah Dave."Bukan kau...," ujar Clara. Membuat Dave menoleh."Bukan dirimu yang membuatku merenung. Jangan terlalu merasa bersalah. Ucapanmu itu ada benarnya. Mungkin aku harus mulai belajar mandiri dari sekarang. Maggie akan menikah. Dan aku tak mungkin tinggal dengannya. Dia sering bertengkar dengan tunangannya karena membelaku," ungkap Clara.Dave hanya diam mendengarkan keluhan Clara.Clara bersandar di pinggiran balkon yang terbuat dari besi. Dia kembali menatap langit dengan tatapan sendu."Semenjak aku berpisah dengan tunanganku karena sesuatu yang begitu menyakitkan terjadi. Maggie menjadi over protective terhadapku. Dia akan melindungiku dari orang asing yang berada disekitarku. Sebab itulah, kemarin dia memukulmu begitu aku mengadukan hal yang tak kau lakukan. Maaf untuk hal itu... Aku akan tetap mentraktirmu untuk menebusnya," janji Clara sembari meringis mengalihkan tatapannya dari langit menatap Dave yang tercengang menatapnya."Kenapa kau menatapku begitu? Apa yang kau perhatikan?" tanya Clara.Dave tersadar telah tertangkap memperhatikan Clara. Lantas Dave menguap untuk mengalihkan pertanyaan Clara"Aku mengantuk... Maaf tak mendengar ucapanmu barusan! Selamat malam," ujar Dave.Dia melarikan diri dari pertanyaan Clara. Menutup pintu balkonnya cukup keras dan kasar."Ck! Dasar Mousie!" gumam Clara."Cla... Kau sudah tidur?" terdengar suara Maggie memanggil."Belum!" jawab Clara sedikit berteriak. Lalu dia masuk ke dalam kamar.-Dave mengintip dari balik tirai pintu balkon kamarnya. Melihat Clara yang sudah masuk ke dalam kamarnya."Mousie...," gumam Dave. Bibirnya melengkung ke atas dengan kepala yang menggeleng.Dave menutup tirai pintu balkonnya. Dan beranjak ke ranjang. Membaringkan diri di sana sambil menatap langit-langit kamar.Ingatannya berputar ke waktu dimana dia berada satu pesawat dengan Clara. Lalu kembali bertemu di lobby apartemen. Bahkan dirinya juga masih mengingat bagaimana Clara mengigit lengannya. Dan tanda gigitan itu masih membekas biru walau hampir memudar.Dave memegangi bibirnya saat mengingat ciuman mendadak yang diberikannya kepada Clara. Perasaan bersalah kembali menjalari hati dan pikirannya. Dirinya belum meminta maaf dengan benar atas kejadian itu.Ada saja hal yang membuatnya melupakan niat baiknya. Membuat dia kembali mengingat tatapan menyedihkan dari manik mata abu milik Clara.Dan sampai saat ini Dave masih memikirkan perihal apa yang membuat Clara menangis seperti itu. Tatapan terluka yang ditunjukkan melalui air mata wanita itu.Tatapan yang bertolak belakang dengan sifat dan sikap Clara yang selama ini terlihat ceria bahkan menyebalkan bagi Dave.Dave beranjak dari baringnya. Mengambil kamera untuk mengeluarkan micro sd dari kamera tersebut dan memasukannya ke dalam laptop.Memeriksa beberapa foto Clara yang diambilnya tadi siang. Mengamati dan memperhatikan foto tersebut berkali-kali. Membolak balik dari foto satu ke foto yang satu lagi.Hingga dirinya tersentak saat tersadar dia sudah bertindak bodoh dengan memandangi foto-foto Clara.Kepalanya terantuk ke atas laptop dan membenturkan kepalanya beberapa kali.Suara ponsel berdering mengagetkannya hingga kepalanya terbentur cukup keras. Dave meringis mengusap keningnya. Dia meraih ponsel dan melihat nama yang tertera di layar.Bradley Bob calling"Ya... Ada apa, Bob?" Dave menjawab teleponnya."Hallo, Mose... Maaf mengganggumu malam-malam. Aku terlalu sibuk mengurus ini dan itu hingga lupa mengabarimu. Besok datanglah ke rumahku... Aku mengadakan open house untuk para model baruku. Kau harus hadir. Mereka menanyakanmu juga," ungkap Bradley."Baiklah... Jam berapa?" tanya Dave."Jam tiga sore, aku sudah membuka acaranya. See you... Mose," jawab Bradley."Baiklah," jawab Dave lalu mematikan sambungan teleponnya.Dia kembali menatap laptopnya, lalu memijat pelipisnya. Foto Clara yang sedang memandang ke gedung pencakar langit. Memperlihatkan punggung mulus Clara. Foto itu masih terpampang di laptopnya. Hingga kemudian dia menutup laptopnya dengan kasar. "Hah... Aku bisa gila jika seperti ini!" gumam Dave dan memilih tidur untuk mengeyahkan isi pikirannya yang dipenuhi oleh wanita bernama Clara.**Suasana open house di halaman belakang rumah Bradley Bob, terlihat cukup ramai. Walau waktu baru menunjukkan pukul setengah tiga sore.Acara minum teh sederhana dengan kudapan berbagai macam kue tertata rapi dimeja panjang dengan hiasan dan dekor sempurna seperti kudapan para konglomerat.Bradley Bob terlihat ramah dengan caranya menyambut dan berbicara bersama tamu-tamunya. Dia mengadakan acara tersebut untuk mempromosikan para model baru yang akan diumumkan di awal acara nanti pada pukul tiga sore.Dave datang dengan setelan jas hitam dan kemeja berwarna senada. Dia menghampiri Bradley untuk menyapa, serta memberi selamat. "Hai... Bob, Congratulations,"ujar Dave."Oh... Handsome boy...Akhirnya kau datang juga. Aku akan memperkenalkan kau dengan timku. Mereka akan bekerja sama denganmu. Aku tahu, setelah kemarin kau masih sedikit canggung dengan mereka, kali ini kau harus benar-benar mengenal mer
"A-apa?"tanya Clara.Wanita itu terkejut mendengar pernyataan spontan yang keluar dari mulut pria yang baru dikenalnya. Walau pria itu terlihat tampan dan mapan. Namun tetap saja, dia merasa terkejut dengan pernyataan tersebut.Pria bernama lengkap Matheus Arthur Wesley itu meluncurkan tawanya ketika dia puas melihat wajah Clara yang begitu lucu baginya.Kening Clara semakin berkerut, mungkin sudah mencapai lima lipatan jika dia sudah menjadi seorang nenek.Matheus menghentikan tawanya. Dia tahu mungkin candaannya membuat Clara semakin kebingungan."Maaf... Aku hanya bergurau," ujar Matheus.Clara mengganti kerutan dikeningnya dengan senyum kikuk yang membuatnya terlihat seperti orang bodoh."Tapi mungkin aku akan tertarik denganmu jika kita terus bertemu," timpal Matheus."Apa?" tanya Clara kembali dibuat bingung."Ya... Aku bersedia bekerja sama dengan Bradley. Untuk menjadikanmu model brand parfum yang akan aku realis ta
Dave memasuki mobilnya dengan cepat. Membiarkan Clara mengikutinya dengan tergesa.Wanita itu mengatur napasnya setelah dia berhasil duduk di samping Dave. Dia menatap tajam Dave yang melirik ke arahnya.Dasar pria sialan! Bagaimana bisa dia berjalan secepat itu. Hingga membuatku bersusah payah mengejarnya!batin Clara.Dave terlihat menghela napasnya, lalu dia mendekati Clara. Wajahnya terlihat serius dan tatapannya begitu tajam.Wajahnya semakin dekat dengan Clara yang semakin lama semakin memundurkan wajahnya. Bahkan sekarang, napas Dave terasa menghembus di wajahnya. Wangimintdari parfum yang dipakai Dave tercium begitu menyegarkan.Apa yang dia lakukan? Apa dia akan menciumku?!batin Clara.Clara menahan napasnya walau dia sendiri masih berusaha mengaturnya untuk tetap normal. Namun pergerakkan Dave begitu mengganggu. Dia bahkan sudah menutup matanya karena takut dengan tatapan Dave yang begitu mengint
Dave merasakan tatapan seseorang yang sedang memperhatikannya. Lantas dia melihat dikejauhan. Terlihat tatapan tajam Jacob memandang ke arahnya dan Clara.Dave berusaha melakukan kembali sandiwara yang terlanjur dibuat oleh Clara."Cla... Kenapa kau melamun. Mantanmu masih memperhatikan kita," bisik Dave.Clara tersadar, dia hendak menoleh namun Dave meraih kepala Clara, membawa kepala itu menabrak dadanya. Merengkuh tubuh mungil itu dengan mesra lalu mencium keningnya.Clara tersentak dan membulatkan matanya. Dia terkejut saat merasakan dada Dave yang begitu kuat dan terasa nyaman berada dipelukan pria itu.Dave mengajak Clara kembali berjalan semakin ke dalam. Hingga menemukan penjual sosis bakar.Clara yang mencium harum sosis bakar, lantas langsung melepaskan rangkulan Dave. Dan berlari mendekati stand sosis bakar tersebut.Tanpa mengurangi rasa malu... Clara memesan dua tusuk sosis bakar ukuran besar. Dan meminta diolesi dengan saus sambal yang ba
Dave berdiri dibawah kucuran air shower yang terasa dingin. Menundukkan kepalanya membiarkan kucuran tersebut membasahi kepalanya cukup lama.Ingatannya berputar saat dia menaiki bianglala bersama Clara."Ya... Aku ingin mendengarnya. Karena sepertinya... Aku mulai peduli denganmu."Clara terdiam mencerna ucapan Dave."Hm... Maksudku, kita bisa menjadi teman bukan? Kita bertetangga dan bekerja ditempat yang sama. Tak mungkin kita akan terus bertengkar," ungkap Dave menjelaskan maksud ucapan sebelumnya.Clara tersenyum, "ya... Tenang saja. Aku tak akan menyalahkan arti kata pedulimu itu," jawab Clara.Manik mata abu Clara mulai berlapis air bening. Wanita itu memang cengeng. Jika dipikirkan... Clara adalah tipe wanita sanguinis dan melankolis -terlihat menyenangkan namun untuk sesaat dirinya bisa terlihat mudah tersentuh dan menangisi sebuah masalah hingga berlarut-larut-."Awalnya... Jacob mengh
Maggie membawa Clara ke tempat Dave tepat pukul sembilan pagi. Dia hendak melakukan introgasi setelah semalam Maggie mendengar Clara yang kelepasan bicara.Saat ini mereka sudah duduk di sofa ruang tamu Dave. Clara terlihat seperti se-ekor kucing yang menciut karena ketahuan mencuri ikan. Sementara Dave mengangkat sebelah kakinya dan menumpukannya di lutut satunya. Sambil bersedekap dada menatap Maggie yang menatapnya curiga."Jelaskan Dave. Apa yang terjadi malam itu?!" sergah Maggie.Dave mengalihkan tatapannya kepada Clara. Menghela napas, lalu membuangnya kasar."Hah... Apa dia tak menjelaskan apapun?!" tanya Dave."Sudah. Tapi aku ingin mendengar versi ceritamu." Maggie semakin memicingkan matanya. Menyelidiki tatapan mata Dave agar tak bersekongkol dengan Clara."Aku rasa itu tak penting, Mag. Intinya aku tak melakukan apapun yang merugikannya. Salahnya sendiri yang tertidur di kamar mandi. Dan salahmu juga yang tak mengatakan kebiasaa
Dave memasuki mobil sport putihnya. Lalu seseorang membuka pintu sampingnya dan masuk begitu saja. Duduk dengan napas terengah-engah seperti habis lari marathon.Dave mengerutkan keningnya. Menatap Clara hingga wanita itu mampu menormalkan napasnya kembali."Hah... Kenapa kau selalu meninggalkanku! Apa kau tahu... Berlari menggunakanheelsitu sungguh menyusahkan!" sergah Clara."Jelas aku tak tahu dan tak akan tahu! Lagipula Aku tak memintamu untuk mengikutiku! Aku menyuruhmu untuk pergi dengannya... Karena memang sejak kemarin pria itu terlihat begitu tertarik denganmu!" tukas Dave."Kalau kau menyuruhku pergi, kenapa kau sempat menahanku dulu? Bahkan berbohong bahwa aku sudah berjanji padamu untuk mentraktirmu makan siang," balas Clara.Dave diam sejenak tak bisa menjawab. "A-aku... Tadi tiba-tiba lapar, dan teringat bahwa kau behutang traktiran makan. Setelah kemarin kau meminta ini dan itu padaku, kau harus mentraktirku maka
Dave melepas ciumannya. Dan membiarkan Clara menormalkan keadaannya. Dave memberikan tatapan mengintimidasi kepada manik mata abu Clara yang masih terkejut."Apa kau masih ingin ikut mobil pria itu?!" tanya Dave. Dengan tatapan yang begitu tajam.Clara tersadar dan dia mengangguk sebagai jawabannya. "Ya. Aku akan tetap ikut dengan Matheus!" tukas Clara. Wanita ini sungguh keras kepala. Dia bahkan berpaling dari Dave dan hendak melangkah menuju ke arah dimana Matheus berdiri.Dave memperhatikan dan tersenyum menampilkan deret giginya. Senyum mencurigakan seperti biasa. Yang akan berakhir dengan hal yang diluar pemikiran Clara."Kau ini sungguh keras kepala!" tukas Dave.Lalu dengan cekatan dia mengangkat Clara ke pundaknya. Dia membopong Clara seperti karung beras yang dengan mudahnya diletakkan di punggungnya.Wanita itu memekik terkejut sekaligus malu. Clara tak terima diperlakukan sedemikian rupa oleh Dave di depan Matheus."Argh! M
Clara merasakan kehangatan dari pelukan yang diberikan Dave. Sentuhan halus dan pelan memberikan rasa nyaman tersendiri bagi Clara. Dia berbalik dari posisi membelakangi Dave, hingga menghadap Dave. Mata mereka bertemu dan saling memancarkan cinta dan luka secara bersamaan. Rasa takut kehilangan menyelimuti tatapan tersebut. Namun di balik itu semua… Dave sangat ingin Clara kembali merasa nyaman. Menganggap semuanya tak pernah terjadi, walau dia tahu itu sangat sulit dilakukan. Dia mengusap pipi Clara sambil memberikan senyuman yang menyejukkan hati Clara. "Boleh-kah aku menghapus jejak si berengsek itu? Aku bukan hanya ingin menghapus jejaknya ditubuhmu melainkan diingatanmu, dan aku sangat ingin menggantikan semua itu dengan hal manis yang bisa selalu kau
—THE END—Marvin berjalan menuju ke arah Dave. Memeluk anaknya yang tampak kacau seolah tak memiliki gairah hidup."Hah... Ya ampun bagaimana bisa anak kebanggaanku menjadi kacau seperti ini?!" Marvin bertanya sambil melepaskan pelukan dan menatap wajah kusut Dave.Menepuk pipi Dave pelan, seolah memberikan semangat bagi pria itu."Ceritakan apa yang terjadi? Aku akan berusaha membantumu," pinta Marvin.Dave menggeleng dan tersenyum miris. Berjalan menuju sofa, melemparkan bokongnya dengan kasar, memerosotkan dirinya duduk malas bersandar hingga mendonggakkan kepala."Tak ada yang perlu diceritakan lagi, Dad. Semua berakhir dan aku... Tak ingin menceritakan kisah yang tak enak untuk didengar," ujar Dave.Marvin menatap Celine, wanita itu mengedikkan kedua bahunya."Jangan ceritakan kebodohanku pada Ayahku, Celine!" tukas Dave dengan mata yang terpejam.Marvin terkekeh melihat Dave memijat pel
Celine menghela napasnya kasar, merasa pusing, menghadapi sifat keras kepala yang dimiliki Dave. Dia mengambil ponsel Dave yang diletakkan di meja yang tersedia sofa di sisinya."Jangan gunakan ponselku. Gunakan ponselmu," pinta Dave."Kau sungguh banyak maunya! Memerintahku sesukamu!" Celine berdesis dengan tatapan tajam."Kau memaksaku melakukannya karena kau harus membuktikan ucapanmu barusan," sergah Dave.Celine menggelengkan kepala dan memutar bola matanya karena jengah."Berapa nomornya?!" tanya Celine ketus.Dave menyebutkan deret angka yang tersusun menjadi nomor telepon Clara.Menyambungkannya kepada Dave dan langsung dijawab oleh Clara.-Sementara itu... Clara dan Maggie memilih mampir ke tempat makan di rest area diperjalanan menuju ke tempat yang ditunjukkan oleh Celine.Clara menatap layar ponsel yang menampakkan foto Dave diwallpaperponselnya. Foto yang diambil diam-diam saat p
Keesokan harinya.Clara yang terlalu lelah karena kejadian semalam, baru terbangun siang hari dan tak mendapati Dave di sampingnya.Lantas dia beranjak dari ranjang dan keluar dari kamar. Dia melihat Maggie yang sibuk menyiapkan sesuatu ke dalam tasnya."Kau sedang apa, Mag? Dimana Dave?" tanya Clara."Cla... Kau sudah bangun. Bagaimana keadaanmu? Apa ada yang sakit?" tanya Maggie mendekat."Aku tak apa-apa, kenapa kau tergesa? Dimana Dave? Kau belum menjawabnya," ujar Clara."Kau makanlah dulu sarapanmu, setelah itu aku akan membawamu kepadanya," ujar Maggie mengulurkan susu dan roti yang dibuat Dave pagi tadi."Jawab saja pertanyaanku Maggie... Dimana Dave?" tanya Clara berkeras."Makanlah dulu, Cla. Dave membuatnya untukmu... Kau harus habiskan... Begitu pesannya tadi," tutur Maggie berbohong mengenai pesan tersebut.Clara mengambil susu dan roti yang disodorkan Maggie. Namun bukan untuk dimakan, melainkan dilemparkan
Suara pekikan Clara memanggilnya masih terdengar walau samar. Lampu menyala dan memperlihatkan Clara yang ditarik paksa dan didudukkan dikursi kayu, lalu tangan dan kakinya diikat serta mulutnya disumpal kain yang diikat ke belakang kepalanya.Suara kekehan seorang pria samar-samar masih terdengar oleh Dave yang masih berusaha untuk tetap sadar. Namun dirinya terlalu pusing untuk bangun. Hingga gelap menghampirinya.-"Erhmmmm!!!" erangan Clara terdengar sejak dia di hadapkan dengan dua orang yang dia sayangi.Seorang pria yang sejak dulu dikenal sebagai pelindungnya, sekarang berubah menjadi iblis karena dendam yang membuat pria itu hancur."Ada apa Clara sayang? Kau sudah bisa memilih siapa yang ingin kuhilangkan lebih dulu nyawanya? Hm?"Mata Clara membengkak akibat dia tak berhenti menangis. Melihat Dave yang tak sadarkan diri karena mendapatkan pukulan dikepalanya dan Maggie di punggung.Bahkan darah yang keluar dari kepala Dave
Seorang pria melepaskan seragam pengantar pizza di sebuah tangga darurat. Lalu pergi dengan seringaian puas. Dia bergegas menuju mobilnya dan hendak memikirkan cara lain untuk melanjutkan aksi kejahatannya lagi.Dia berhenti sejenak dan menatap ke lantai kamar tempat Dave.Pria itu berdecak, "ck! Kau tak akan bahagia, Cla... Tak akan kubiarkan... Setelah kau membuatku hancur!" tukas pria tersebut.-Dave menatap wajah Clara yang akhirnya terlelap, walau jelas terlihat raut wajahnya yang tak tenang. Dia mengecup kening Clara. Dan merapatkan selimutnya hingga ke leher.Dave beranjak mematikan lampu dan menutup pintu kamar dengan rapat.Dia menghampiri Celine yang kembali setelah mendapat telepon dari Dave tentang insiden pizza tadi."Jadi bagaimana menurutmu? Mungkinkah ini pekerjaan Matheus atau Diego?" tanya Dave."Aku sempat berpapasan dengan pengantar pizzamu di lift. Wajahnya memang tak begitu jelas terlihat karena menggunak
Dave mengelus punggung polos Clara, ini sudah ketiga kalinya di hari yang sama, setelah mereka makan siang. Lalu tidur karena lelah dan terbangun, hingga mereka bosan dan kembali bercumbu lalu melakukan kegiatan panas di atas ranjang.Dave tersenyum melihat Clara yang berbalik lalu mengelus rahangnya. Mereka terus bersentuhan dan tersenyum tanpa mengucapkan apapun. Bahkan tak ada yang memulai untuk bicara.Hanya tatapan centil dan senyuman nakal yang mereka pancarkan. Seakan semua itu sudah menjadi sebuah percakapan atas apa yang mereka rasakan.Dave kembali mengecup kening Clara, kedua tangannya menakup sisi wajah dan mengelusnya dengan ibu jari."Ayo kita mandi, setelah itu kita makan malam keluar," ajak Dave.Clara tersenyum dan mengangguk patuh. Mereka bangun dari ranjang dan menuju kamar mandi. Kegiatan baru mereka yang akan menjadi hoby baru juga. Yaitu saling memandikan, bermesraan di dalam bathup atau di bawah kucuran air shower, menciptaka
Dave memasuki lobby hotel tempat Celine menginap. Dia menunggu Celine turun dari kamarnya lalu membahas masalah Matheus.Namun bukan Celine yang turun ke lobby hotel. Melainkan seorang wanita yang mirip dengan Celine."Hai... Kau Dave?" tanya wanita cantik dengan rambut lurus berwarna coklat hazelnut.Dave mengerutkan keningnya. Wanita itu tersenyum, begitu cantik dan manis."Ya... Kau siapa?" tanya Dave dingin."Kenalkan... Aku Sheryl Calla Wilfred. -Adik Celine-. Aku disuruh menunggumu untuk sekalian naik ke kamar kakakku," jelas Sheryl.Dave tak menjawab. Dia beranjak dari duduknya dan berjalan menuju lift.Sheryl mengikuti sambil membatin,hah... Ya ampun. Pria macam apa dia ini?! Tak ada bicara namun langsung bergerak. Jika aku menjadi kekasihnya... Mulutku bisa berbusa karena hanya aku yang bicara!Dave dan Sheryl memasuki lift. Dave menatap Sheryl yang diam di sampingnya tanpa menekan angka yang berderet di
Dave merasa lebih segar setelah mandi. Dia lalu keluar dari kamar dan melihat Clara yang sudah duduk di sofa sambil menonton berita klarifikasi tentang dirinya.Dave mengusap kepala Clara dari belakang lalu memeluk dan mencium puncak kepala Clara."Sudah... Jangan dilihat. Aku tak ingin kau mengingat kejadian waktu itu," bisik Dave.Saat itu tayangannya memang sedang memperlihatkan rekamancctv."Ayo... Temani aku makan," ajak Dave.Clara mengangguk dan beranjak dari sofa. Mereka saling menatap mengalihkan penglihatannya dari layar televisi yang jika dengan jelas memperhatikan akan terlihat seseorang yang mereka kenal tersorot kamera."Makananmu pasti sudah dingin, Mousie... Kau harus memanaskannya dulu," usul Clara."Ya aku tahu, sayang...." Dave mulai kembali menggoda Clara.Clara menepuk dada Dave. "Berhenti menggodaku, Mousie!" protes Clara."Aku tak menggodamu. Aku memang sayang padamu. Jadi..