—04—
Dave masih terdiam setelah kepergian Clara yang meninggalkan tatapan berlapis air bening dari manik mata abunya.Bayangan dari tatapan yang menyiratkan kesedihan yang begitu mendalam seakan berputar di atas kepala Dave. Lalu merasuki saraf otaknya hingga dia tak sadar bahwa; untuk sepersekian menit waktunya sempat memikirkan wanita bernama lengkap Clara Davonna Dawn.Dave tersadar saat beberapa hidangan makanan tersaji di hadapannya. Lantas dia mengerutkan keningnya dan menatap sang pramusaji dengan heran."Kapan aku memesan semua ini?" tanya Dave. Dia bahkan melontarkan pertanyaan bodoh. Dirinya tak mengingat bahwa dia sudah menduduki tempat Clara dan Maggie yang sebelumnya sudah memesan makanan."Ini pesanan yang dipesan dua wanita yang tadi duduk di sini, Sir. Bukankah tadi salah seorangnya sudah berbicara dengan anda?" tanya pramusaji itu.Dave memijat sisi pelipisnya dengan mata terpejam, bagaimana bisa aku mengeluarkan pertanyaan konyol itu?! batin Dave."Hm... Jadi bagaimana, Sir? Makanan yang sudah keluar tidak bisa di cancel," ujar pramusaji mengingatkan."Eherm... Ya, aku akan membayarnya. Bisa kau bungkus saja semuanya? Wanita yang memesan semua ini, mendadak harus pulang. Aku akan mengantarkannya nanti," ungkap Dave.Pelayan tersebut mengangguk dan membiarkan Dave berjalan ke bagian pembayaran, sementara dia membungkus semua makanan sesuai permintaan Dave.-Dave memasuki lobby apartemen. Dia membawa dua bungkus kantong berisi makanan yang dipesan oleh Maggie dan Clara. Dave juga memasukkan uang cash Maggie ke dalam amplop yang dia minta oleh pihak restoran.Dia membayar semua makanan tersebut sebagai permintaan maafnya karena berlaku kasar saat kemarin.Dave keluar dari lift dan langsung menuju unit tempat Clara tinggal. Dia berniat menekan bel di samping pintu. Namun belum sampai terlaksana, pintu tersebut sudah terbuka. Menampilkan Maggie yang sedang menerima panggilan telepon.Maggie ikut terkejut dengan kehadiran Dave di depan pintunya. Dia lantas meminta kepada lawan bicaranya ditelepon untuk menghubunginya nanti.Lalu Maggie tersenyum kepada Dave dengan ekspresi wajah bertanya-tanya."Hm... Hai Dave," sapa Maggie kikuk. Pasalnya Dave muncul dengan wajah datar tanpa mengucapkan apapun."Hm... Ini. Pesanan kalian saat di restoran tadi. Aku meminta mereka membungkusnya. Kurasa kalian tetap harus makan," ujar Dave menjelaskan maksud kedatangannya."Oh... Ya. Terima kasih Dave. Masuklah... Clara sedang berendam air hangat. Dia sedang.... Hm... You know... Messed up," ungkap Maggie.Dave hanya mengangguk dan tersenyum."Baiklah... Aku tak akan mengganggu. Aku hanya mengantarkan makanannya. Di dalamnya ada amplop berisi uangmu. Anggaplah makanan ini sebagai permintaan maafku, tolong sampaikan saja padanya," ungkap Dave."Oh ya ampun... Kenapa kau harus repot-repot melakukan itu? Harusnya kami yang mentraktirmu tadi. Kami sungguh minta maaf karena tak jadi—" ucapan Maggie terhenti karena dering ponselnya terdengar.Maggie meringis meminta maaf sekaligus meminta ijin untuk mengangkat panggilan tersebut. Maggie sedikit berbisik dan memekik kesal dengan orang yang menghubunginya itu.Hingga panggilan berakhir. Maggie kembali meringis di hadapan Dave."Hm.... Sampai mana tadi?" tanya Maggie."Sudahlah. Tak apa... aku sudah melupakannya," ujar Dave."Hah... Syukurlah jika memang begitu... Hm, bisa aku meminta tolong sesuatu padamu?" tanya Maggie sedikit ragu.Namun dia terpaksa meminta bantuan Dave.Dave tampak sedang menimbang-nimbang permintaan apa yang akan dikatakan Maggie."Ada apa?" tanya Dave akhirnya."Ini sedikit mendesak. Tunanganku saat ini mengalami masalah dijalan. Aku harus segera membantunya sekarang. Namun... Aku tak mungkin meninggalkan Clara sendiri dalam keadaan yang kacau. Jadi... Bisakah kau menemaninya sebentar. Hanya sampai dia tidur," ungkap Maggie.Dia sungguh merasa tak enak meminta bantuan Dave -pria yang baru dikenalnya-. Namun Maggie merasa Dave bukanlah orang jahat. Terbukti dari pembelaan Dave soal wanita yang berusaha menuduh Clara."Kumohon... Ini sungguh mendesak," bujuk Maggie.Dave kembali menghela napasnya, "baiklah... Hanya sampai dia tertidur?" tanya Dave memastikan."Ya. Hm... Saat ini dia sedang mandi. Mungkin agak lama. Namun setelah itu dia akan beranjak tidur. Kau boleh menyetel film atau membaca majalah jika kau jenuh menunggu," ujar Maggie."Ya... Tenang saja. Aku mempunyai caraku sendiri untuk menghilangkan rasa bosanku," ujar Dave."Oh syukurlah... Maaf sekali lagi jika merepotkan," ujar lagi Maggie masih merasa tak enak."Ya... Tak apa. Pergilah... Bukankah keadaannya mendesak?" Dave mengingatkan."Oh ya ampun! Kau benar. Baiklah... Katakan pada Clara aku terburu-buru, bye..." Maggie beranjak dari unit apartemennya. Lalu Dave memasuki ruang tamu dan duduk di atas sofa.Dia meletakkan makanan yang dia bawa ke atas meja. Lalu duduk dengan tenang. Dia melihat jam dipergelangan tangannya. Menunjukkan pukul tujuh malam. Dia membuka ponselnya dan mulai sibuk dengan benda persegi itu.Hingga setengah jam kemudian... Tak ada tanda-tanda bahwa Clara telah selesai mandi. Lantas dia beranjak dari duduknya dan berniat mengecek keadaannya Clara.Dia mengetuk kamar yang dipintunya terdapat papan reklame kecil bertuliskan 'Clara room'. Lantas Dave mengetuknya dan memanggil Clara."Clara... Kau sudah selesai mandi?" tanya Dave dari balik pintu.Namun hening... Tak ada jawaban sama sekali. Dave mencobanya sekali lagi, dan hasilnya sama."Clara... Jika kau tak menjawab. Aku akan masuk," peringat Dave.Dan hasilnya tetap tak ada jawaban. Dave kembali mengingat tatapan rapuh Clara. Dirinya mulai khawatir dan berpikiran buruk. Dia mencoba membuka pintu kamar Clara yang ternyata tak terkunci.Keadaan hening membuat Dave semakin berpikiran negatif. Lantas Dave mendekat ke kamar mandi dan kembali memanggil Clara."Clara... Ini aku, Dave. Hm... Maggie meminta tolong padaku untuk menemanimu. Dia mendadak harus mengurus masalah tunangannya. Apa kau belum selesai? Karena Aku juga harus pulang," ujar Dave.Dan lagi-lagi tak ada jawaban yang keluar dari mulut Clara."Clara! Aku akan mendobrak pintunya jika kau tak menjawabnya lagi!" seru Dave semakin panik. Dan kekhawatirannya semakin kuat karena untuk kesekian kalinya… Clara tak menjawab peringatannya.Dave bersiap untuk mendobrak pintu kamar mandi Clara. Namun bersamaan dengan terdobraknya pintu kamar mandi Clara... Terdengar suara wanita yang memekik terkejut."Oh shit! Dinginnya! Bisa-bisanya aku ketiduran lagi!" serunya beranjak dari bathup.Tepat saat itu, Dave berhasil masuk dan terlihat jelas semua milik Clara dari kepala hingga ujung kaki."Aarghhh!! Bagaimana kau bisa masuk!" pekik Clara.Dia kembali masuk ke dalam bathup berusaha menutupi tubuhnya dengan air yang sudah tak berbusa."Oh ya ampun! Kau bertanya seolah aku seorang penyusup! Aku sudah memanggilmu berkali-kali! Dan kau tak menjawabnya! Saat aku mendobrak pintumu, kau baru bersuara bahwa kau tertidur!" tukas Dave.Dirinya kesal setengah hidup, mengkhawatirkan wanita di hadapannya itu. Namun kenyataannya... Clara hanya tertidur saat sedang berendam.Sungguh seperti sebuah lelucon bagi Dave."Aku terbiasa tertidur saat berendam. Apa itu salah?!" balas Clara, "lagipula untuk apa kau di sini? Di mana Maggie?" tanya Clara masih berusaha menutupi dadanya. Dia masih merasa risih karena keadaannya yang naked. Dengan Dave yang berada di hadapannya."Percuma kau berusaha menutupinya! Aku sudah melihat semuanya barusan! Lebih baik, selesaikan mandimu. Dan keluar jika kau ingin mendengar penjelasanku!" tukas Dave dan melangkah keluar.Clara hendak berdiri sambil mencebik."Lima menit!""Ah! Dasar mesum! Kenapa tiba-tiba kembali!" pekik Clara kembali dudukSementara Dave kembali membelakangi Clara. Dirinya lupa bahwa Clara dalam keadaan tak memakai apapun."Jika lebih dari lima menit, aku akan pergi!" lanjut Dave menjelaskan niatnya kembali.Dave keluar dari kamar Clara. Dia mengusap wajahnya lelah.Ya ampun... Bagaimana bisa ada wanita seperti dia?! batin Dave.Lalu lekukan tubuh polos Clara kembali terlintas dipikirannya."Damn! Kenapa bayangan tadi terus terlintas!" gumamnya."Hentikan Dave! Jangan menjadi mesum hanya karena wanita itu!" gumam lagi Dave. Dia berjalan menuju sofa yang tadi dia duduki.Sialan! Bayangannya tak bisa hilang! C'mon Dave! Jangan menjadi gila seperti ini. Bukankah kau sering melihatnya saat memotret model-model tanpa busana, batin Dave berkecamuk.Tepat lima menit kemudian... Clara keluar dari kamarnya dengan pakaian tidur yang begitu imut dan menggemaskan. Dia menatap tajam Dave yang juga melakukan hal yang sama.Clara duduk di hadapan Dave dan melirik bungkusan yang ada di atas meja."Itu pesananmu di restoran tadi!" kata Dave seakan tahu isi pemikiran Clara.Clara kembali menatapnya, "jelaskan saja, kenapa kau bisa masuk ke sini? Dan dimana Maggie?" tanya Clara.Dave menghela napasnya lalu menjelaskan kejadian bagaimana dia bisa berada di unit apartemen Clara.Wanita itu hanya mengangguk dan kembali menatap bungkusan berisi makanan tersebut."Makanlah... perutmu kosong, dan kau berendam terlalu lama. Kau bisa sakit jika seperti itu. Aku akan kembali... Kau bisa menjaga dirimu sendiri bukan?" tanya Dave.Clara terdiam dan menunduk."Baiklah... Diammu kuanggap sebagai jawaban iya. Aku pergi," ujar Dave beranjak."Tu-tunggu," cegah Clara.Dave menoleh, menunggu ucapan Clara."Jangan pergi. A-aku... Takut...," ungkap Clara. Suaranya semakin kecil seperti cicitan seekor burung.Dave tertawa saat mendengar pengakuan Clara. Bagaimana bisa wanita dewasa takut ditinggal sendirian. Dave merasa seperti mendengar anak kecil berusia sepuluh tahun yang merengek tak ingin ditinggal."Jangan menertawakanku! Aku sungguh takut sendirian. Aku memiliki kejadian tak mengenakkan saat kecil. Dan... Sampai sekarang aku tak terbiasa jika ditinggal sendirian," ungkap Clara semakin menenggelamkan kepalanya diantara kedua lututnya.Dave menghentikan tawanya dan berdeham. "Eherm! Baiklah... Setidaknya aku juga harus mandi. Aku akan mengambil pakaianku dan menumpang mandi di sini," usul Dave.Clara mendongakkan kepalanya dan beranjak dari duduknya saat melihat Dave yang hendak melangkah ke pintu keluar."Aku ikut!" seru Clara memegang lengan Dave.Dave menoleh dan mengerutkan keningnya bingung."Sudah kubilang-kan. Jangan tinggalkan aku sendiri, jadi aku akan ikut," ujar Clara lagi.Dave semakin mengerutkan keningnya dan berniat menjahili Clara."Kau ingin ikut aku mandi? Apa kau ingin melihat milikku juga? Agar kita impas?" tanya Dave mulai jahil.Clara membulatkan matanya dan seketika melepas pegangan pada lengan Dave. Lalu kepalanya menggeleng cepat."Tidak! Dasar mesum! Baiklah... Cepat ambil bajumu dan kembalilah ke sini!" tukas Clara dan menghentakkan kakinya kembali ke sofa lalu duduk diam.**—05—Clara menghirup dalam-dalam aroma masakan yang tercium begitu menggoda. Perutnya terus berbunyi sejak setengah jam yang lalu.Dave menatap tajam Clara sambil menuangkan makanan yang baru selesai dipanaskan dari microwave, ke dalam piring saji. Dia tak henti menggelengkan kepalanya lantaran Clara tak bisa melakukan apapun. Bahkan hanya untuk sekedar mengisi perutnya sendiri."Aku sungguh tak habis pikir. Kau memilih kelaparan karena menungguku selesai mandi. Hanya untuk memintaku memanaskan makanan? Apa kau sungguh tak bisa melakukan semuanya sendiri?" tanya Dave.Dirinya tak tahan mengetahui Clara yang teramat manja dan kekanakan diusianya yang jelas lebih tua dari Dave. Namun tingkah dan sikap Clara sungguh seperti bocah berusia sepuluh tahun."Bukan aku tak bisa. Aku pernah mencoba membuat sesuatu untuk kumakan. Namun aku malah menghancurkan dapur Maggie. Dia marah... Dan dari situ, dia melarangku memasuki dapur," ungkap Clara dengan
Suasana open house di halaman belakang rumah Bradley Bob, terlihat cukup ramai. Walau waktu baru menunjukkan pukul setengah tiga sore.Acara minum teh sederhana dengan kudapan berbagai macam kue tertata rapi dimeja panjang dengan hiasan dan dekor sempurna seperti kudapan para konglomerat.Bradley Bob terlihat ramah dengan caranya menyambut dan berbicara bersama tamu-tamunya. Dia mengadakan acara tersebut untuk mempromosikan para model baru yang akan diumumkan di awal acara nanti pada pukul tiga sore.Dave datang dengan setelan jas hitam dan kemeja berwarna senada. Dia menghampiri Bradley untuk menyapa, serta memberi selamat. "Hai... Bob, Congratulations,"ujar Dave."Oh... Handsome boy...Akhirnya kau datang juga. Aku akan memperkenalkan kau dengan timku. Mereka akan bekerja sama denganmu. Aku tahu, setelah kemarin kau masih sedikit canggung dengan mereka, kali ini kau harus benar-benar mengenal mer
"A-apa?"tanya Clara.Wanita itu terkejut mendengar pernyataan spontan yang keluar dari mulut pria yang baru dikenalnya. Walau pria itu terlihat tampan dan mapan. Namun tetap saja, dia merasa terkejut dengan pernyataan tersebut.Pria bernama lengkap Matheus Arthur Wesley itu meluncurkan tawanya ketika dia puas melihat wajah Clara yang begitu lucu baginya.Kening Clara semakin berkerut, mungkin sudah mencapai lima lipatan jika dia sudah menjadi seorang nenek.Matheus menghentikan tawanya. Dia tahu mungkin candaannya membuat Clara semakin kebingungan."Maaf... Aku hanya bergurau," ujar Matheus.Clara mengganti kerutan dikeningnya dengan senyum kikuk yang membuatnya terlihat seperti orang bodoh."Tapi mungkin aku akan tertarik denganmu jika kita terus bertemu," timpal Matheus."Apa?" tanya Clara kembali dibuat bingung."Ya... Aku bersedia bekerja sama dengan Bradley. Untuk menjadikanmu model brand parfum yang akan aku realis ta
Dave memasuki mobilnya dengan cepat. Membiarkan Clara mengikutinya dengan tergesa.Wanita itu mengatur napasnya setelah dia berhasil duduk di samping Dave. Dia menatap tajam Dave yang melirik ke arahnya.Dasar pria sialan! Bagaimana bisa dia berjalan secepat itu. Hingga membuatku bersusah payah mengejarnya!batin Clara.Dave terlihat menghela napasnya, lalu dia mendekati Clara. Wajahnya terlihat serius dan tatapannya begitu tajam.Wajahnya semakin dekat dengan Clara yang semakin lama semakin memundurkan wajahnya. Bahkan sekarang, napas Dave terasa menghembus di wajahnya. Wangimintdari parfum yang dipakai Dave tercium begitu menyegarkan.Apa yang dia lakukan? Apa dia akan menciumku?!batin Clara.Clara menahan napasnya walau dia sendiri masih berusaha mengaturnya untuk tetap normal. Namun pergerakkan Dave begitu mengganggu. Dia bahkan sudah menutup matanya karena takut dengan tatapan Dave yang begitu mengint
Dave merasakan tatapan seseorang yang sedang memperhatikannya. Lantas dia melihat dikejauhan. Terlihat tatapan tajam Jacob memandang ke arahnya dan Clara.Dave berusaha melakukan kembali sandiwara yang terlanjur dibuat oleh Clara."Cla... Kenapa kau melamun. Mantanmu masih memperhatikan kita," bisik Dave.Clara tersadar, dia hendak menoleh namun Dave meraih kepala Clara, membawa kepala itu menabrak dadanya. Merengkuh tubuh mungil itu dengan mesra lalu mencium keningnya.Clara tersentak dan membulatkan matanya. Dia terkejut saat merasakan dada Dave yang begitu kuat dan terasa nyaman berada dipelukan pria itu.Dave mengajak Clara kembali berjalan semakin ke dalam. Hingga menemukan penjual sosis bakar.Clara yang mencium harum sosis bakar, lantas langsung melepaskan rangkulan Dave. Dan berlari mendekati stand sosis bakar tersebut.Tanpa mengurangi rasa malu... Clara memesan dua tusuk sosis bakar ukuran besar. Dan meminta diolesi dengan saus sambal yang ba
Dave berdiri dibawah kucuran air shower yang terasa dingin. Menundukkan kepalanya membiarkan kucuran tersebut membasahi kepalanya cukup lama.Ingatannya berputar saat dia menaiki bianglala bersama Clara."Ya... Aku ingin mendengarnya. Karena sepertinya... Aku mulai peduli denganmu."Clara terdiam mencerna ucapan Dave."Hm... Maksudku, kita bisa menjadi teman bukan? Kita bertetangga dan bekerja ditempat yang sama. Tak mungkin kita akan terus bertengkar," ungkap Dave menjelaskan maksud ucapan sebelumnya.Clara tersenyum, "ya... Tenang saja. Aku tak akan menyalahkan arti kata pedulimu itu," jawab Clara.Manik mata abu Clara mulai berlapis air bening. Wanita itu memang cengeng. Jika dipikirkan... Clara adalah tipe wanita sanguinis dan melankolis -terlihat menyenangkan namun untuk sesaat dirinya bisa terlihat mudah tersentuh dan menangisi sebuah masalah hingga berlarut-larut-."Awalnya... Jacob mengh
Maggie membawa Clara ke tempat Dave tepat pukul sembilan pagi. Dia hendak melakukan introgasi setelah semalam Maggie mendengar Clara yang kelepasan bicara.Saat ini mereka sudah duduk di sofa ruang tamu Dave. Clara terlihat seperti se-ekor kucing yang menciut karena ketahuan mencuri ikan. Sementara Dave mengangkat sebelah kakinya dan menumpukannya di lutut satunya. Sambil bersedekap dada menatap Maggie yang menatapnya curiga."Jelaskan Dave. Apa yang terjadi malam itu?!" sergah Maggie.Dave mengalihkan tatapannya kepada Clara. Menghela napas, lalu membuangnya kasar."Hah... Apa dia tak menjelaskan apapun?!" tanya Dave."Sudah. Tapi aku ingin mendengar versi ceritamu." Maggie semakin memicingkan matanya. Menyelidiki tatapan mata Dave agar tak bersekongkol dengan Clara."Aku rasa itu tak penting, Mag. Intinya aku tak melakukan apapun yang merugikannya. Salahnya sendiri yang tertidur di kamar mandi. Dan salahmu juga yang tak mengatakan kebiasaa
Dave memasuki mobil sport putihnya. Lalu seseorang membuka pintu sampingnya dan masuk begitu saja. Duduk dengan napas terengah-engah seperti habis lari marathon.Dave mengerutkan keningnya. Menatap Clara hingga wanita itu mampu menormalkan napasnya kembali."Hah... Kenapa kau selalu meninggalkanku! Apa kau tahu... Berlari menggunakanheelsitu sungguh menyusahkan!" sergah Clara."Jelas aku tak tahu dan tak akan tahu! Lagipula Aku tak memintamu untuk mengikutiku! Aku menyuruhmu untuk pergi dengannya... Karena memang sejak kemarin pria itu terlihat begitu tertarik denganmu!" tukas Dave."Kalau kau menyuruhku pergi, kenapa kau sempat menahanku dulu? Bahkan berbohong bahwa aku sudah berjanji padamu untuk mentraktirmu makan siang," balas Clara.Dave diam sejenak tak bisa menjawab. "A-aku... Tadi tiba-tiba lapar, dan teringat bahwa kau behutang traktiran makan. Setelah kemarin kau meminta ini dan itu padaku, kau harus mentraktirku maka
Clara merasakan kehangatan dari pelukan yang diberikan Dave. Sentuhan halus dan pelan memberikan rasa nyaman tersendiri bagi Clara. Dia berbalik dari posisi membelakangi Dave, hingga menghadap Dave. Mata mereka bertemu dan saling memancarkan cinta dan luka secara bersamaan. Rasa takut kehilangan menyelimuti tatapan tersebut. Namun di balik itu semua… Dave sangat ingin Clara kembali merasa nyaman. Menganggap semuanya tak pernah terjadi, walau dia tahu itu sangat sulit dilakukan. Dia mengusap pipi Clara sambil memberikan senyuman yang menyejukkan hati Clara. "Boleh-kah aku menghapus jejak si berengsek itu? Aku bukan hanya ingin menghapus jejaknya ditubuhmu melainkan diingatanmu, dan aku sangat ingin menggantikan semua itu dengan hal manis yang bisa selalu kau
—THE END—Marvin berjalan menuju ke arah Dave. Memeluk anaknya yang tampak kacau seolah tak memiliki gairah hidup."Hah... Ya ampun bagaimana bisa anak kebanggaanku menjadi kacau seperti ini?!" Marvin bertanya sambil melepaskan pelukan dan menatap wajah kusut Dave.Menepuk pipi Dave pelan, seolah memberikan semangat bagi pria itu."Ceritakan apa yang terjadi? Aku akan berusaha membantumu," pinta Marvin.Dave menggeleng dan tersenyum miris. Berjalan menuju sofa, melemparkan bokongnya dengan kasar, memerosotkan dirinya duduk malas bersandar hingga mendonggakkan kepala."Tak ada yang perlu diceritakan lagi, Dad. Semua berakhir dan aku... Tak ingin menceritakan kisah yang tak enak untuk didengar," ujar Dave.Marvin menatap Celine, wanita itu mengedikkan kedua bahunya."Jangan ceritakan kebodohanku pada Ayahku, Celine!" tukas Dave dengan mata yang terpejam.Marvin terkekeh melihat Dave memijat pel
Celine menghela napasnya kasar, merasa pusing, menghadapi sifat keras kepala yang dimiliki Dave. Dia mengambil ponsel Dave yang diletakkan di meja yang tersedia sofa di sisinya."Jangan gunakan ponselku. Gunakan ponselmu," pinta Dave."Kau sungguh banyak maunya! Memerintahku sesukamu!" Celine berdesis dengan tatapan tajam."Kau memaksaku melakukannya karena kau harus membuktikan ucapanmu barusan," sergah Dave.Celine menggelengkan kepala dan memutar bola matanya karena jengah."Berapa nomornya?!" tanya Celine ketus.Dave menyebutkan deret angka yang tersusun menjadi nomor telepon Clara.Menyambungkannya kepada Dave dan langsung dijawab oleh Clara.-Sementara itu... Clara dan Maggie memilih mampir ke tempat makan di rest area diperjalanan menuju ke tempat yang ditunjukkan oleh Celine.Clara menatap layar ponsel yang menampakkan foto Dave diwallpaperponselnya. Foto yang diambil diam-diam saat p
Keesokan harinya.Clara yang terlalu lelah karena kejadian semalam, baru terbangun siang hari dan tak mendapati Dave di sampingnya.Lantas dia beranjak dari ranjang dan keluar dari kamar. Dia melihat Maggie yang sibuk menyiapkan sesuatu ke dalam tasnya."Kau sedang apa, Mag? Dimana Dave?" tanya Clara."Cla... Kau sudah bangun. Bagaimana keadaanmu? Apa ada yang sakit?" tanya Maggie mendekat."Aku tak apa-apa, kenapa kau tergesa? Dimana Dave? Kau belum menjawabnya," ujar Clara."Kau makanlah dulu sarapanmu, setelah itu aku akan membawamu kepadanya," ujar Maggie mengulurkan susu dan roti yang dibuat Dave pagi tadi."Jawab saja pertanyaanku Maggie... Dimana Dave?" tanya Clara berkeras."Makanlah dulu, Cla. Dave membuatnya untukmu... Kau harus habiskan... Begitu pesannya tadi," tutur Maggie berbohong mengenai pesan tersebut.Clara mengambil susu dan roti yang disodorkan Maggie. Namun bukan untuk dimakan, melainkan dilemparkan
Suara pekikan Clara memanggilnya masih terdengar walau samar. Lampu menyala dan memperlihatkan Clara yang ditarik paksa dan didudukkan dikursi kayu, lalu tangan dan kakinya diikat serta mulutnya disumpal kain yang diikat ke belakang kepalanya.Suara kekehan seorang pria samar-samar masih terdengar oleh Dave yang masih berusaha untuk tetap sadar. Namun dirinya terlalu pusing untuk bangun. Hingga gelap menghampirinya.-"Erhmmmm!!!" erangan Clara terdengar sejak dia di hadapkan dengan dua orang yang dia sayangi.Seorang pria yang sejak dulu dikenal sebagai pelindungnya, sekarang berubah menjadi iblis karena dendam yang membuat pria itu hancur."Ada apa Clara sayang? Kau sudah bisa memilih siapa yang ingin kuhilangkan lebih dulu nyawanya? Hm?"Mata Clara membengkak akibat dia tak berhenti menangis. Melihat Dave yang tak sadarkan diri karena mendapatkan pukulan dikepalanya dan Maggie di punggung.Bahkan darah yang keluar dari kepala Dave
Seorang pria melepaskan seragam pengantar pizza di sebuah tangga darurat. Lalu pergi dengan seringaian puas. Dia bergegas menuju mobilnya dan hendak memikirkan cara lain untuk melanjutkan aksi kejahatannya lagi.Dia berhenti sejenak dan menatap ke lantai kamar tempat Dave.Pria itu berdecak, "ck! Kau tak akan bahagia, Cla... Tak akan kubiarkan... Setelah kau membuatku hancur!" tukas pria tersebut.-Dave menatap wajah Clara yang akhirnya terlelap, walau jelas terlihat raut wajahnya yang tak tenang. Dia mengecup kening Clara. Dan merapatkan selimutnya hingga ke leher.Dave beranjak mematikan lampu dan menutup pintu kamar dengan rapat.Dia menghampiri Celine yang kembali setelah mendapat telepon dari Dave tentang insiden pizza tadi."Jadi bagaimana menurutmu? Mungkinkah ini pekerjaan Matheus atau Diego?" tanya Dave."Aku sempat berpapasan dengan pengantar pizzamu di lift. Wajahnya memang tak begitu jelas terlihat karena menggunak
Dave mengelus punggung polos Clara, ini sudah ketiga kalinya di hari yang sama, setelah mereka makan siang. Lalu tidur karena lelah dan terbangun, hingga mereka bosan dan kembali bercumbu lalu melakukan kegiatan panas di atas ranjang.Dave tersenyum melihat Clara yang berbalik lalu mengelus rahangnya. Mereka terus bersentuhan dan tersenyum tanpa mengucapkan apapun. Bahkan tak ada yang memulai untuk bicara.Hanya tatapan centil dan senyuman nakal yang mereka pancarkan. Seakan semua itu sudah menjadi sebuah percakapan atas apa yang mereka rasakan.Dave kembali mengecup kening Clara, kedua tangannya menakup sisi wajah dan mengelusnya dengan ibu jari."Ayo kita mandi, setelah itu kita makan malam keluar," ajak Dave.Clara tersenyum dan mengangguk patuh. Mereka bangun dari ranjang dan menuju kamar mandi. Kegiatan baru mereka yang akan menjadi hoby baru juga. Yaitu saling memandikan, bermesraan di dalam bathup atau di bawah kucuran air shower, menciptaka
Dave memasuki lobby hotel tempat Celine menginap. Dia menunggu Celine turun dari kamarnya lalu membahas masalah Matheus.Namun bukan Celine yang turun ke lobby hotel. Melainkan seorang wanita yang mirip dengan Celine."Hai... Kau Dave?" tanya wanita cantik dengan rambut lurus berwarna coklat hazelnut.Dave mengerutkan keningnya. Wanita itu tersenyum, begitu cantik dan manis."Ya... Kau siapa?" tanya Dave dingin."Kenalkan... Aku Sheryl Calla Wilfred. -Adik Celine-. Aku disuruh menunggumu untuk sekalian naik ke kamar kakakku," jelas Sheryl.Dave tak menjawab. Dia beranjak dari duduknya dan berjalan menuju lift.Sheryl mengikuti sambil membatin,hah... Ya ampun. Pria macam apa dia ini?! Tak ada bicara namun langsung bergerak. Jika aku menjadi kekasihnya... Mulutku bisa berbusa karena hanya aku yang bicara!Dave dan Sheryl memasuki lift. Dave menatap Sheryl yang diam di sampingnya tanpa menekan angka yang berderet di
Dave merasa lebih segar setelah mandi. Dia lalu keluar dari kamar dan melihat Clara yang sudah duduk di sofa sambil menonton berita klarifikasi tentang dirinya.Dave mengusap kepala Clara dari belakang lalu memeluk dan mencium puncak kepala Clara."Sudah... Jangan dilihat. Aku tak ingin kau mengingat kejadian waktu itu," bisik Dave.Saat itu tayangannya memang sedang memperlihatkan rekamancctv."Ayo... Temani aku makan," ajak Dave.Clara mengangguk dan beranjak dari sofa. Mereka saling menatap mengalihkan penglihatannya dari layar televisi yang jika dengan jelas memperhatikan akan terlihat seseorang yang mereka kenal tersorot kamera."Makananmu pasti sudah dingin, Mousie... Kau harus memanaskannya dulu," usul Clara."Ya aku tahu, sayang...." Dave mulai kembali menggoda Clara.Clara menepuk dada Dave. "Berhenti menggodaku, Mousie!" protes Clara."Aku tak menggodamu. Aku memang sayang padamu. Jadi..