—03—
Kilat blitz dari kamera yang digunakan Dave terus berkedip, menghasilkan gambar seorang model dengan talenta dan paras cantik serta tubuh ramping, mulus dan bersih.Wanita itu terus tersenyum dan berganti gaya demi mendapatkan gambar terbaik dari hasil pemotretannya hari ini.Clara terlihat seksi dengan pakaian santai berwarna biru dan kacamata hitam bertengger di hidungnya. Manik mata biru milik Dave menatap tajam tampilan Clara setiap kali dia selesai mengambil gambar.Baju Clara yang mengekspose bagian belahan dadanya itu, membuat Dave merasa terganggu. Tidak seperti biasanya saat dia memotret para model cantik dan bahkan lebih seksi dari pakaian yang dikenalan Clara saat ini.Namun entah kenapa baju Clara yang semakin lama semakin melorot, sehingga hampir membuat dada Clara semakin terlihat jelas. Hal itu membuat Dave semakin gerah dan beranjak dari balik kamera.Dia menghampiri Clara dan membetulkan baju di bagian pundak Clara yang semakin turun."Kau bisa mengatakannya dari balik kameramu, tanpa harus mendatangiku. Lalu repot-repot merapikan bajuku!" ketus Clara.Dave hanya menatapnya tajam lalu kembali ke balik kameranya. Dave tahu Clara masih terlihat kesal atas apa yang telah dilakukan Dave sebelumnya.Entah bagaimana caranya Dave membuat Clara merasa berhutang budi karena bukti rekaman suara dari Dave menyatakan Clara selamat dari diskualifikasi.Dave mengatakan kepada Bradley bahwa; model berambut pirang yang terakhir diketahui bernama Stella. Telah membayar seseorang untuk membuat Clara didiskualifikasi karena hendak menyuap Bradley.Bradley sendiri sempat kesal saat dia menerima telepon dari orang asing yang berniat untuk menyuapnya agar memilih Clara. Beruntung Dave memiliki bukti kebenaran atas kecurangan yang sengaja dibuat untuk menyingkirkan Clara.Alhasil hal tersebut membuat Stella-lah yang terdiskualifikasi. Dan menjadikan Clara model utama di agency Bradley. Tentu saja Clara tak ingin Dave merasa bangga atas apa yang telah dilakukan pria itu terhadapnya.Walau memang kenyataannya dia bisa berdiri sampai saat ini. Karena adanya turut campur dari Dave, yang memberikan bukti rekaman pembicaraan Stella di telepon dengan seseorang.Seharusnya Dave bisa saja membiarkan Clara didiskualifikasi. Namun dia sendiri merasa heran.Untuk apa dia mengatakan sebuah kebenaran?Jika memang Dave ingin Clara tak berada di dekatnya. Seharusnya dia membiarkan Clara terdiskualifikasi.Namun hati kecilnya lebih tak ingin model bernama Stella itu masih berada di tempat sahabatnya -Bradley-.Jepretan terakhir yang diambil Dave. Mengakhiri sesi pengambilan gambar hari ini.Dave mengangguk kepada seorang yang mengurus busana Clara. Lalu gadis muda berkulit gelap itu mengajak Clara untuk mengganti pakaiannya.Clara menghentakkan kakinya kesal dan mengikuti gadis tersebut. Dia menatap Dave yang terlihat sombong dengan sikap dingin dan arrogant-nya.***Waktu begitu cepat berlalu. Beberapa model yang masih bertahan, telah selesai melakukan pengambilan gambar untuk poster dan banner di sepanjang jalan. Lalu mereka diminta pulang dan beristirahat agar besok bisa menghadiri acara minum teh dikediaman Bradley.Sementara itu Dave masih sibuk berkutat melihat hasil fotonya. Dia memiliki ruangan khusus yang disediakan oleh Bradley untuk mengecek kembali gambar yang diambil tadi siang.Kesibukkannya terganggu saat sebuah ketukan terdengar dipintunya. Dave mengerutkan keningnya sambil menatap pintu. Dia merasa tak biasanya ada yang mengganggu waktu kerjanya.Namun karena tak ingin berpikir terlalu keras. Dave memutuskan untuk membuka pintunya.Dia berjalan menuju pintu lalu meraih gagang pintu untuk membukanya.Terlihat dua orang wanita berdiri di balik pintu yang telah dibuka oleh Dave.Maggie menyenggol lengan Clara untuk berbicara. Namun Clara menatap Maggie kesal dan membulatkan matanya. Memainkan manik mata abunya menunjuk Dave, seolah dia berkata, 'kau saja yang bicara!'"Eherm! Kalian mengetuk pintuku hanya untuk saling menyuruh siapa yang hendak bicara lebih dulu?" tanya Dave.Maggie tersenyum kaku sambil mencubit pinggang Clara, sehingga wanita itu memekik kesakitan."Ouch! Sakit Mag!" protes Clara."Ehm... Maaf. Clara ingin bicara... Bolehkah dia masuk ke dalam?" tanya Maggie.Clara kembali menoleh kepada Maggie dan membulatkan mata sambil menggelengkan kepalanya berkali-kali.Maggie menangkup kedua pipi Clara, menghentikan gelengan kepala wanita itu. Lalu memutarnya menghadap Dave, mereka berdua tersenyum cengengesan menampilkan deret giginya."Apa kalian tak bisa membaca tulisan dipintu ini?" tanya Dave. Dia maju selangkah dan menutup pintunya. Dengan otomatis Clara dan Maggie melangkah mundur satu langkah.Dave menunjuk melalui ekor matanya. Membiarkan Clara dan Maggie membaca tulisan yang ada di depan pintu ruangan yang di khususkan untuk Dave."Hanya Mose yang boleh memasuki ruangan ini," ujar Clara dan Maggie bersamaan."Hem... Bagus kalian bisa membaca," sarkas Dave dan tersenyum menampilkan deret giginya. Senyum yang sama yang ditunjukan Dave semalam saat Clara meminta bantuannya.Namun sedetik kemudian dia kembali memasang wajah kaku dan dingin tanpa senyuman sama sekali."Jadi artinya, kalian tak boleh masuk ke sini! Pergilah! Jangan menggangguku," tukas Dave ketus.Dia hendak kembali masuk, namun lengannya tertahan oleh tangan mungil Clara."Baiklah... aku akan bicara di sini," ujar Clara.Dave mengerutkan keningnya menunggu Clara melanjutkan ucapannya, "aku ingin berterima kasih atas apa yang kau lakukan. Sehingga aku masih bisa bekerja di sini. Dan...," jeda Clara sambil meringis."Dan apa? Bisakah kau bicara tanpa harus memegangi lenganku?" sergah Dave ketus.Secara spontan Clara melepaskan genggaman tangannya pada lengan Dave. Clara menampilkan deret giginya, meringis malu karena terlalu canggung untuk mengucap terima kasih kepada Dave."Dan apa?" tanya Dave lagi."Oh iya! Dan... A-aku... Ingin minta maaf atas kejadian semalam. Aku tak berniat menuduhmu. Aku hanya ingin meminta bantuanmu agar terlepas dari omelan Maggie. Tapi... Aku sungguh tak tahu jika Maggie akan bertindak sampai memukulmu," ungkap Clara dengan nada penuh penyesalan."I-iya... Maafkan aku. Semalam aku terlalu emosi. Karena ya... Clara bukan hanya modelku. Tapi dia sudah kuanggap seperti adikku sendiri," ujar Maggie menambahkan. Keduanya saling merangkul dan tersenyum."Lupakan saja masalah semalam. Apa kalian sudah selesai?" tanya Dave.Clara dan Maggie kembali saling menatap."Ehm... Sebenarnya kami ingin merayakan pencapaian Clara hari ini. Sekaligus ingin mengajakmu makan malam. Sebagai ucapan maaf dan terima kasih kami," ungkap Maggie.Dave menghela napasnya, lalu melihat jam di pergelangan tangannya."Maaf. Aku masih harus menyelesaikan pekerjaanku," jawab Dave menolak ajakan Maggie."Oh begitu... Baiklah. Hm... tapi jika kau sudah selesai, dan berubah pikiran. Kami ada di restoran di ujung jalan ini. Kau boleh menyusul jika kau mau," ujar lagi Maggie."Ya. Terima kasih atas tawarannya," jawab Dave singkat."Baiklah... Kami permisi," ujar Clara menarik Maggie."Untuk apa kau memaksanya! Dia sudah menolakmu sejak awal," gerutu Clara.Dave masih bisa mendengar, namun dia hanya menggelengkan kepalanya dan kembali masuk ke dalam ruangannya.Dia berniat kembali melakukan pekerjaannya. Bergelut dengan foto-foto yang dia ambil, memilih pose terbaik dari setiap pose yang ada.Dave melihat foto Clara yang terlihat seksi dengan gaun hitam dan belahan dada yang rendah serta rambut yang diikat tinggi. Sehingga mengekspose leher jenjang Clara. Dave kembali mengingat perlakuan kasarnya terhadap Clara semalam. Lalu dia menghela napasnya dan merapikan pekerjaan yang sebenarnya memang masih bisa ditunda.Dave beranjak dari ruang pribadinya dan berniat menyusul Clara dan Maggie.Dia juga tak ingin mempunyai beban pikiran karena perlakuan kasarnya. Dia berniat meminta maaf atas perlakuan kasar semalam. Dan menyudahi pertengkaran kecil yang selama ini terjadi tanpa bisa dikontrolnya.Dave keluar dari studio besar milik Bradley. Menuju parkiran dan memasuki mobil putihnya... Dia mengendarai mobil tersebut cukup pelan karena tak ingin melewatkan restoran yang dimaksud oleh Maggie.Dave tiba di sana dalam waktu dua puluh menit dan mulai memarkirkan mobilnya di depan restoran.Dia masuk dan melihat ke sekeliling sudut restoran itu. Terlihat Maggie yang duduk sendiri sambil melambaikan tangan kepadanya. Dave yang menangkap pergerakkan Maggie langsung melangkah menghampiri wanita berambut ikal itu."Akhirnya kau datang juga. Duduklah... Clara sedang ke kamar kecil. Kami baru memesan makanan cukup banyak. Tapi jika kau ingin melihat menu yang lain. Silahkan saja," ujar Maggie dan tersenyum ramah.Dave mengangguk, "tidak usah. Aku ikut apa yang kalian pesan saja. Aku ke sini sekalian untuk meminta maaf juga dengannya. Karena semalam sudah bersikap kasar," ungkap Dave."Oh begitu... Hm. Baiklah... Tunggulah dia kembali. Mungkin agak lama," balas Maggie.Dave hanya mengangguk sebagai jawaban. Dia memerhatikan ke sekeliling restoran. Terlihat cukup sepi. Hanya beberapa orang yang mengisi meja. Hingga membuat Dave menyadari ada seorang wanita bersama dengan pria yang memunggunginya sedang memperhatikannya.Wanita itu terus melihat ke arah dimana Dave duduk. Wanita berambut lurus yang terlihat memainkan matanya dan tersenyum kepada Dave.Dave mengalihkan tatapannya. Dia paling tidak suka dengan wanita murahan yang menggodanya. Ditambah wanita berkulit putih tersebut sedang makan bersama seorang pria."Apa yang dilakukannya di toilet? Kenapa lama sekali?" tanya Dave kepada Maggie.Selera makannya hilang, merasa tak nyaman menjadi perhatian seorang wanita penggoda."A-aku rasa dia sedang merapikan make up. Dia memang akan lama jika ke toilet. Aku akan menyusulnya jika kau mau," jawab Maggie."Tidak usah. Kita tunggu saja," jawab Dave. Dan dia mulai berkutat memainkan ponsel pintar miliknya.***Clara keluar dari toilet dan mulai merapikan diri di depan wastafel. Namun saat dirinya telah selesai dan hendak keluar.Seorang wanita berambut lurus masuk. Dan melihat dirinya di wastafel."Hai Cla... Long time no see you," sapa wanita tersebut.Clara menoleh dan menatap tajam wanita berkulit putih tersebut."Hei.., Laurent! Kau sendiri?" tanya Clara berbasa basi. Yang sesungguhnya dia sangat malas bertemu sahabat sekaligus pengkhianat yang sudah merebut kekasih yang hampir menikahinya."Tentu tidak... Jacob selalu menemaniku kemanapun aku pergi," jawab Laurent."Begitukah? Baguslah...," ujar Clara. Dia hendak keluar dari toilet. Demi mengakhiri pembicaraan tak mengenakan baginya. Namun wanita bernama Laurent itu menahannya."Clara, wait. Apa kau tak ingin bertemu dengan Jacob? Aku masih mengijinkannya bertemu denganmu, jika kau merindukannya," ujar Laurent.Terdengar menyebalkan bagi Clara. Karena dulu Clara juga sempat berkata begitu. Karena yakin Jacob tak akan berpaling darinya. Namun nyatanya pria berengsek itu malah mengkhianatinya dan bermain dengan sahabat pengkhianatnya ini.Clara berbalik dan menampilkan senyum menyebalkan. "Maaf sekali... Aku sudah memiliki penggantinya. Dan pria-ku yang sekarang, sangat posesif. Jadi aku tak ada waktu merindukan mantan tunanganku yang bodoh itu," tukas Clara."Hei! Yang kau maksud bodoh itu, tunanganku sekarang! Apa maksudmu mengatainya seperti itu?!" protes Laurent tak terima."Ya... Menurutku dia sangat bodoh. Dengan melepaskanku hanya demi wanita murahan sepertimu! Jangan pikir aku tak tahu berapa banyak pria yang tidur denganmu Lau! Hampir setiap bulan kau berganti pasangan. Jangan kira aku melupakan kebiasaanmu itu! Aku hanya masih tak menyangka, kau begitu terobsesi menjadi lebih baik dariku hingga merebut Jacob dengan cara yang licik! Menggoda dan mengajaknya tidur. Lalu—""Cukup Cla!" bentak sebuah suara pria yang sudah lama tak didengarnya.Pria itu masuk dan meraih pinggang Laurent dengan mesra lalu mencium wanita itu di depan Clara. Melepas ciuman tersebut lalu keduanya menatap Clara seakan mengejek Clara."Aku berpaling darimu, karena aku mencintainya. Jadi jangan pernah mengatakan Laurent adalah wanita penggoda!" ujar Jacob membela.Clara memutar bola matanya malas. Dia hendak beranjak namun ucapan Jacob kembali membuatnya terdiam, "Jangan terlalu naif, Cla. Aku tahu... Sulit bagimu untuk melupakanku. Tapi... Terimalah kenyataannya. Prinsip hidupmu membuat semua pria menjauh. Jadi kusarankan... Jangan lakukan itu pada yang lain," ujar lagi Jacob.Clara berbalik dan terkekeh walau sulit baginya untuk melawan. Namun dia tak ingin harga dirinya diinjak-injak, "kita lihat saja... Siapa yang akan lebih bahagia dalam satu tahun ke depan. Aku, atau kau dengan pengkhianat ini!" tukas Clara dan berlalu.Dia kembali ke mejanya dengan wajah kesal memerah. Dia ingin marah namun malah airmata yang keluar tanpa ijin.-Maggie merasa heran dengan raut wajah Clara yang hendak menangis. Berjalan kearahnya dengan kaki yang dihentakkan ke lantai cukup keras."Itu dia...," ujar Maggie memberitahukan kedatangan Clara kepada Dave.Dave menoleh dan melihat sesuatu yang aneh dari Clara. Dia melihat Clara mengusap air yang keluar dari matanya."Maggie... Ayo kita pulang saja! Aku tak ingin bertemu dengan si berengsek Jacob dan jalangnya!" ungkap Clara meluap-luap."Tapi... Bagaimana dengan Dave?" tanya Maggie. Clara menoleh dan baru menyadari ada Dave yang duduk di tempatnya duduk, sebelum ke toilet."Oh... Hai Dave. Maaf... Hari ini kita tak jadi makan. Lain kali aku akan mentraktirmu. Aku harus pergi sekarang, maaf membuang waktumu percuma," ungkap Clara."Ada apa sebenarnya?" tanya Dave penasaran. Dia melupakan niatnya untuk meminta maaf. Dan ikut panik karena kondisi Clara yang semakin deras meneteskan airmatanya."Ayo Mag! Bayar makanannya dan kita pergi," pinta Clara. Dia menghentakkan kakinya seperti anak kecil yang merengek ingin pulang."Baiklah, Cla." Maggie berdiri dan menyiapkan pembayaran untuk makanan yang bahkan belum datang ke atas mejanya."Maaf sekali, Dave. Kami akan menggantikan waktumu malam ini, dihari lain. Kami harus pergi sekarang," ujar Maggie. Lalu meninggalkan beberapa lembar dollar di mejanya.Dave masih sempat memperhatikan Clara yang terus menangis. Hingga mereka hendak pergi.Manik mata abu belapis air bening milik Clara, masih sempat menatap Dave. Begitu juga dengan manik mata biru milik Dave yang menatap Clara penuh tanya.Hingga pandangan mereka terputus. Dan Dave masih memperhatikan punggung Clara yang bergetar berada dirangkulan tangan Maggie yang mengusap berusaha menenangkan."Apa yang membuatnya hingga seperti itu?" gumam Dave. Tanpa sadar telah menaruh simpati kepada Clara.**—04—Dave masih terdiam setelah kepergian Clara yang meninggalkan tatapan berlapis air bening dari manik mata abunya.Bayangan dari tatapan yang menyiratkan kesedihan yang begitu mendalam seakan berputar di atas kepala Dave. Lalu merasuki saraf otaknya hingga dia tak sadar bahwa; untuk sepersekian menit waktunya sempat memikirkan wanita bernama lengkap Clara Davonna Dawn.Dave tersadar saat beberapa hidangan makanan tersaji di hadapannya. Lantas dia mengerutkan keningnya dan menatap sang pramusaji dengan heran."Kapan aku memesan semua ini?" tanya Dave. Dia bahkan melontarkan pertanyaan bodoh. Dirinya tak mengingat bahwa dia sudah menduduki tempat Clara dan Maggie yang sebelumnya sudah memesan makanan."Ini pesanan yang dipesan dua wanita yang tadi duduk di sini, Sir. Bukankah tadi salah seorangnya sudah berbicara dengan anda?" tanya pramusaji itu.Dave memijat sisi pelipisnya dengan mata terpejam,bagaimana bisa aku mengeluarkan
—05—Clara menghirup dalam-dalam aroma masakan yang tercium begitu menggoda. Perutnya terus berbunyi sejak setengah jam yang lalu.Dave menatap tajam Clara sambil menuangkan makanan yang baru selesai dipanaskan dari microwave, ke dalam piring saji. Dia tak henti menggelengkan kepalanya lantaran Clara tak bisa melakukan apapun. Bahkan hanya untuk sekedar mengisi perutnya sendiri."Aku sungguh tak habis pikir. Kau memilih kelaparan karena menungguku selesai mandi. Hanya untuk memintaku memanaskan makanan? Apa kau sungguh tak bisa melakukan semuanya sendiri?" tanya Dave.Dirinya tak tahan mengetahui Clara yang teramat manja dan kekanakan diusianya yang jelas lebih tua dari Dave. Namun tingkah dan sikap Clara sungguh seperti bocah berusia sepuluh tahun."Bukan aku tak bisa. Aku pernah mencoba membuat sesuatu untuk kumakan. Namun aku malah menghancurkan dapur Maggie. Dia marah... Dan dari situ, dia melarangku memasuki dapur," ungkap Clara dengan
Suasana open house di halaman belakang rumah Bradley Bob, terlihat cukup ramai. Walau waktu baru menunjukkan pukul setengah tiga sore.Acara minum teh sederhana dengan kudapan berbagai macam kue tertata rapi dimeja panjang dengan hiasan dan dekor sempurna seperti kudapan para konglomerat.Bradley Bob terlihat ramah dengan caranya menyambut dan berbicara bersama tamu-tamunya. Dia mengadakan acara tersebut untuk mempromosikan para model baru yang akan diumumkan di awal acara nanti pada pukul tiga sore.Dave datang dengan setelan jas hitam dan kemeja berwarna senada. Dia menghampiri Bradley untuk menyapa, serta memberi selamat. "Hai... Bob, Congratulations,"ujar Dave."Oh... Handsome boy...Akhirnya kau datang juga. Aku akan memperkenalkan kau dengan timku. Mereka akan bekerja sama denganmu. Aku tahu, setelah kemarin kau masih sedikit canggung dengan mereka, kali ini kau harus benar-benar mengenal mer
"A-apa?"tanya Clara.Wanita itu terkejut mendengar pernyataan spontan yang keluar dari mulut pria yang baru dikenalnya. Walau pria itu terlihat tampan dan mapan. Namun tetap saja, dia merasa terkejut dengan pernyataan tersebut.Pria bernama lengkap Matheus Arthur Wesley itu meluncurkan tawanya ketika dia puas melihat wajah Clara yang begitu lucu baginya.Kening Clara semakin berkerut, mungkin sudah mencapai lima lipatan jika dia sudah menjadi seorang nenek.Matheus menghentikan tawanya. Dia tahu mungkin candaannya membuat Clara semakin kebingungan."Maaf... Aku hanya bergurau," ujar Matheus.Clara mengganti kerutan dikeningnya dengan senyum kikuk yang membuatnya terlihat seperti orang bodoh."Tapi mungkin aku akan tertarik denganmu jika kita terus bertemu," timpal Matheus."Apa?" tanya Clara kembali dibuat bingung."Ya... Aku bersedia bekerja sama dengan Bradley. Untuk menjadikanmu model brand parfum yang akan aku realis ta
Dave memasuki mobilnya dengan cepat. Membiarkan Clara mengikutinya dengan tergesa.Wanita itu mengatur napasnya setelah dia berhasil duduk di samping Dave. Dia menatap tajam Dave yang melirik ke arahnya.Dasar pria sialan! Bagaimana bisa dia berjalan secepat itu. Hingga membuatku bersusah payah mengejarnya!batin Clara.Dave terlihat menghela napasnya, lalu dia mendekati Clara. Wajahnya terlihat serius dan tatapannya begitu tajam.Wajahnya semakin dekat dengan Clara yang semakin lama semakin memundurkan wajahnya. Bahkan sekarang, napas Dave terasa menghembus di wajahnya. Wangimintdari parfum yang dipakai Dave tercium begitu menyegarkan.Apa yang dia lakukan? Apa dia akan menciumku?!batin Clara.Clara menahan napasnya walau dia sendiri masih berusaha mengaturnya untuk tetap normal. Namun pergerakkan Dave begitu mengganggu. Dia bahkan sudah menutup matanya karena takut dengan tatapan Dave yang begitu mengint
Dave merasakan tatapan seseorang yang sedang memperhatikannya. Lantas dia melihat dikejauhan. Terlihat tatapan tajam Jacob memandang ke arahnya dan Clara.Dave berusaha melakukan kembali sandiwara yang terlanjur dibuat oleh Clara."Cla... Kenapa kau melamun. Mantanmu masih memperhatikan kita," bisik Dave.Clara tersadar, dia hendak menoleh namun Dave meraih kepala Clara, membawa kepala itu menabrak dadanya. Merengkuh tubuh mungil itu dengan mesra lalu mencium keningnya.Clara tersentak dan membulatkan matanya. Dia terkejut saat merasakan dada Dave yang begitu kuat dan terasa nyaman berada dipelukan pria itu.Dave mengajak Clara kembali berjalan semakin ke dalam. Hingga menemukan penjual sosis bakar.Clara yang mencium harum sosis bakar, lantas langsung melepaskan rangkulan Dave. Dan berlari mendekati stand sosis bakar tersebut.Tanpa mengurangi rasa malu... Clara memesan dua tusuk sosis bakar ukuran besar. Dan meminta diolesi dengan saus sambal yang ba
Dave berdiri dibawah kucuran air shower yang terasa dingin. Menundukkan kepalanya membiarkan kucuran tersebut membasahi kepalanya cukup lama.Ingatannya berputar saat dia menaiki bianglala bersama Clara."Ya... Aku ingin mendengarnya. Karena sepertinya... Aku mulai peduli denganmu."Clara terdiam mencerna ucapan Dave."Hm... Maksudku, kita bisa menjadi teman bukan? Kita bertetangga dan bekerja ditempat yang sama. Tak mungkin kita akan terus bertengkar," ungkap Dave menjelaskan maksud ucapan sebelumnya.Clara tersenyum, "ya... Tenang saja. Aku tak akan menyalahkan arti kata pedulimu itu," jawab Clara.Manik mata abu Clara mulai berlapis air bening. Wanita itu memang cengeng. Jika dipikirkan... Clara adalah tipe wanita sanguinis dan melankolis -terlihat menyenangkan namun untuk sesaat dirinya bisa terlihat mudah tersentuh dan menangisi sebuah masalah hingga berlarut-larut-."Awalnya... Jacob mengh
Maggie membawa Clara ke tempat Dave tepat pukul sembilan pagi. Dia hendak melakukan introgasi setelah semalam Maggie mendengar Clara yang kelepasan bicara.Saat ini mereka sudah duduk di sofa ruang tamu Dave. Clara terlihat seperti se-ekor kucing yang menciut karena ketahuan mencuri ikan. Sementara Dave mengangkat sebelah kakinya dan menumpukannya di lutut satunya. Sambil bersedekap dada menatap Maggie yang menatapnya curiga."Jelaskan Dave. Apa yang terjadi malam itu?!" sergah Maggie.Dave mengalihkan tatapannya kepada Clara. Menghela napas, lalu membuangnya kasar."Hah... Apa dia tak menjelaskan apapun?!" tanya Dave."Sudah. Tapi aku ingin mendengar versi ceritamu." Maggie semakin memicingkan matanya. Menyelidiki tatapan mata Dave agar tak bersekongkol dengan Clara."Aku rasa itu tak penting, Mag. Intinya aku tak melakukan apapun yang merugikannya. Salahnya sendiri yang tertidur di kamar mandi. Dan salahmu juga yang tak mengatakan kebiasaa
Clara merasakan kehangatan dari pelukan yang diberikan Dave. Sentuhan halus dan pelan memberikan rasa nyaman tersendiri bagi Clara. Dia berbalik dari posisi membelakangi Dave, hingga menghadap Dave. Mata mereka bertemu dan saling memancarkan cinta dan luka secara bersamaan. Rasa takut kehilangan menyelimuti tatapan tersebut. Namun di balik itu semua… Dave sangat ingin Clara kembali merasa nyaman. Menganggap semuanya tak pernah terjadi, walau dia tahu itu sangat sulit dilakukan. Dia mengusap pipi Clara sambil memberikan senyuman yang menyejukkan hati Clara. "Boleh-kah aku menghapus jejak si berengsek itu? Aku bukan hanya ingin menghapus jejaknya ditubuhmu melainkan diingatanmu, dan aku sangat ingin menggantikan semua itu dengan hal manis yang bisa selalu kau
—THE END—Marvin berjalan menuju ke arah Dave. Memeluk anaknya yang tampak kacau seolah tak memiliki gairah hidup."Hah... Ya ampun bagaimana bisa anak kebanggaanku menjadi kacau seperti ini?!" Marvin bertanya sambil melepaskan pelukan dan menatap wajah kusut Dave.Menepuk pipi Dave pelan, seolah memberikan semangat bagi pria itu."Ceritakan apa yang terjadi? Aku akan berusaha membantumu," pinta Marvin.Dave menggeleng dan tersenyum miris. Berjalan menuju sofa, melemparkan bokongnya dengan kasar, memerosotkan dirinya duduk malas bersandar hingga mendonggakkan kepala."Tak ada yang perlu diceritakan lagi, Dad. Semua berakhir dan aku... Tak ingin menceritakan kisah yang tak enak untuk didengar," ujar Dave.Marvin menatap Celine, wanita itu mengedikkan kedua bahunya."Jangan ceritakan kebodohanku pada Ayahku, Celine!" tukas Dave dengan mata yang terpejam.Marvin terkekeh melihat Dave memijat pel
Celine menghela napasnya kasar, merasa pusing, menghadapi sifat keras kepala yang dimiliki Dave. Dia mengambil ponsel Dave yang diletakkan di meja yang tersedia sofa di sisinya."Jangan gunakan ponselku. Gunakan ponselmu," pinta Dave."Kau sungguh banyak maunya! Memerintahku sesukamu!" Celine berdesis dengan tatapan tajam."Kau memaksaku melakukannya karena kau harus membuktikan ucapanmu barusan," sergah Dave.Celine menggelengkan kepala dan memutar bola matanya karena jengah."Berapa nomornya?!" tanya Celine ketus.Dave menyebutkan deret angka yang tersusun menjadi nomor telepon Clara.Menyambungkannya kepada Dave dan langsung dijawab oleh Clara.-Sementara itu... Clara dan Maggie memilih mampir ke tempat makan di rest area diperjalanan menuju ke tempat yang ditunjukkan oleh Celine.Clara menatap layar ponsel yang menampakkan foto Dave diwallpaperponselnya. Foto yang diambil diam-diam saat p
Keesokan harinya.Clara yang terlalu lelah karena kejadian semalam, baru terbangun siang hari dan tak mendapati Dave di sampingnya.Lantas dia beranjak dari ranjang dan keluar dari kamar. Dia melihat Maggie yang sibuk menyiapkan sesuatu ke dalam tasnya."Kau sedang apa, Mag? Dimana Dave?" tanya Clara."Cla... Kau sudah bangun. Bagaimana keadaanmu? Apa ada yang sakit?" tanya Maggie mendekat."Aku tak apa-apa, kenapa kau tergesa? Dimana Dave? Kau belum menjawabnya," ujar Clara."Kau makanlah dulu sarapanmu, setelah itu aku akan membawamu kepadanya," ujar Maggie mengulurkan susu dan roti yang dibuat Dave pagi tadi."Jawab saja pertanyaanku Maggie... Dimana Dave?" tanya Clara berkeras."Makanlah dulu, Cla. Dave membuatnya untukmu... Kau harus habiskan... Begitu pesannya tadi," tutur Maggie berbohong mengenai pesan tersebut.Clara mengambil susu dan roti yang disodorkan Maggie. Namun bukan untuk dimakan, melainkan dilemparkan
Suara pekikan Clara memanggilnya masih terdengar walau samar. Lampu menyala dan memperlihatkan Clara yang ditarik paksa dan didudukkan dikursi kayu, lalu tangan dan kakinya diikat serta mulutnya disumpal kain yang diikat ke belakang kepalanya.Suara kekehan seorang pria samar-samar masih terdengar oleh Dave yang masih berusaha untuk tetap sadar. Namun dirinya terlalu pusing untuk bangun. Hingga gelap menghampirinya.-"Erhmmmm!!!" erangan Clara terdengar sejak dia di hadapkan dengan dua orang yang dia sayangi.Seorang pria yang sejak dulu dikenal sebagai pelindungnya, sekarang berubah menjadi iblis karena dendam yang membuat pria itu hancur."Ada apa Clara sayang? Kau sudah bisa memilih siapa yang ingin kuhilangkan lebih dulu nyawanya? Hm?"Mata Clara membengkak akibat dia tak berhenti menangis. Melihat Dave yang tak sadarkan diri karena mendapatkan pukulan dikepalanya dan Maggie di punggung.Bahkan darah yang keluar dari kepala Dave
Seorang pria melepaskan seragam pengantar pizza di sebuah tangga darurat. Lalu pergi dengan seringaian puas. Dia bergegas menuju mobilnya dan hendak memikirkan cara lain untuk melanjutkan aksi kejahatannya lagi.Dia berhenti sejenak dan menatap ke lantai kamar tempat Dave.Pria itu berdecak, "ck! Kau tak akan bahagia, Cla... Tak akan kubiarkan... Setelah kau membuatku hancur!" tukas pria tersebut.-Dave menatap wajah Clara yang akhirnya terlelap, walau jelas terlihat raut wajahnya yang tak tenang. Dia mengecup kening Clara. Dan merapatkan selimutnya hingga ke leher.Dave beranjak mematikan lampu dan menutup pintu kamar dengan rapat.Dia menghampiri Celine yang kembali setelah mendapat telepon dari Dave tentang insiden pizza tadi."Jadi bagaimana menurutmu? Mungkinkah ini pekerjaan Matheus atau Diego?" tanya Dave."Aku sempat berpapasan dengan pengantar pizzamu di lift. Wajahnya memang tak begitu jelas terlihat karena menggunak
Dave mengelus punggung polos Clara, ini sudah ketiga kalinya di hari yang sama, setelah mereka makan siang. Lalu tidur karena lelah dan terbangun, hingga mereka bosan dan kembali bercumbu lalu melakukan kegiatan panas di atas ranjang.Dave tersenyum melihat Clara yang berbalik lalu mengelus rahangnya. Mereka terus bersentuhan dan tersenyum tanpa mengucapkan apapun. Bahkan tak ada yang memulai untuk bicara.Hanya tatapan centil dan senyuman nakal yang mereka pancarkan. Seakan semua itu sudah menjadi sebuah percakapan atas apa yang mereka rasakan.Dave kembali mengecup kening Clara, kedua tangannya menakup sisi wajah dan mengelusnya dengan ibu jari."Ayo kita mandi, setelah itu kita makan malam keluar," ajak Dave.Clara tersenyum dan mengangguk patuh. Mereka bangun dari ranjang dan menuju kamar mandi. Kegiatan baru mereka yang akan menjadi hoby baru juga. Yaitu saling memandikan, bermesraan di dalam bathup atau di bawah kucuran air shower, menciptaka
Dave memasuki lobby hotel tempat Celine menginap. Dia menunggu Celine turun dari kamarnya lalu membahas masalah Matheus.Namun bukan Celine yang turun ke lobby hotel. Melainkan seorang wanita yang mirip dengan Celine."Hai... Kau Dave?" tanya wanita cantik dengan rambut lurus berwarna coklat hazelnut.Dave mengerutkan keningnya. Wanita itu tersenyum, begitu cantik dan manis."Ya... Kau siapa?" tanya Dave dingin."Kenalkan... Aku Sheryl Calla Wilfred. -Adik Celine-. Aku disuruh menunggumu untuk sekalian naik ke kamar kakakku," jelas Sheryl.Dave tak menjawab. Dia beranjak dari duduknya dan berjalan menuju lift.Sheryl mengikuti sambil membatin,hah... Ya ampun. Pria macam apa dia ini?! Tak ada bicara namun langsung bergerak. Jika aku menjadi kekasihnya... Mulutku bisa berbusa karena hanya aku yang bicara!Dave dan Sheryl memasuki lift. Dave menatap Sheryl yang diam di sampingnya tanpa menekan angka yang berderet di
Dave merasa lebih segar setelah mandi. Dia lalu keluar dari kamar dan melihat Clara yang sudah duduk di sofa sambil menonton berita klarifikasi tentang dirinya.Dave mengusap kepala Clara dari belakang lalu memeluk dan mencium puncak kepala Clara."Sudah... Jangan dilihat. Aku tak ingin kau mengingat kejadian waktu itu," bisik Dave.Saat itu tayangannya memang sedang memperlihatkan rekamancctv."Ayo... Temani aku makan," ajak Dave.Clara mengangguk dan beranjak dari sofa. Mereka saling menatap mengalihkan penglihatannya dari layar televisi yang jika dengan jelas memperhatikan akan terlihat seseorang yang mereka kenal tersorot kamera."Makananmu pasti sudah dingin, Mousie... Kau harus memanaskannya dulu," usul Clara."Ya aku tahu, sayang...." Dave mulai kembali menggoda Clara.Clara menepuk dada Dave. "Berhenti menggodaku, Mousie!" protes Clara."Aku tak menggodamu. Aku memang sayang padamu. Jadi..