68
Sore harinya, Edwin kembali ke rumahnya setelah sopir menjemputnya di kantor. Tampak istrinya bersama dengan ibu dan kakeknya tengah duduk di ruang tengah sambil menonton tv. Mereka terlihat akrab dan berbahagia, serta sesekali sering membalas obrolan ringan.Dengan cepat Edwin mendekat ke arah mereka setelah meletakkan tas kerajaannya di sofa ruang tamu. Mengabaikan sepatu dan jasnya yang masih melekat di tubuhnya yang tinggi."Sepertinya kalian bahagia sekali. Sedang ngobrolin apa sih?" Melati tersenyum menatap ke arah suaminya dan menyambutnya segera."Obrolan biasa saja kok." Pasangan suami istri itu tersenyum."Bagaimana anak kita. Apakah dia rewel hari ini?" tanya Edwin sambil mendekat ke arah Diandra yang tengah dalam gendongan Ernawati."Diandra sangat anteng, Mas.""Kamu itu datang-datang bukan ngucapin salam, malah langsung nanyain anakmu." Candra ikut bercanda dan senang melihat kebahagiaan di wajah cucuBab 69"Seharusnya Mas Edwin tidak perlu mengajakku untuk pergi kemana-mana, lagian pasti lelah setelah mengurusi pekerjaan di kantor.""Nggak apa-apa. Lagian aku juga senang bisa pergi sama kamu. Anggap saja ini proses penjajakan kita, setelah dulu kita belum pernah melakukannya," balas Edwin. Pria itu mengajak Melati pergi untuk makan malam di luar.Melati mengangguk dengan senyum di wajahnya."Kamu benar, Mas. Aku tak menyangka saat itu kita menikah dengan tak terduga. Dan tiba-tiba saja sekarang kita sangat dekat.""Bukan hanya sangat dekat, malah kita udah nikah lho. Mau dua kali lagi." Edwin tersenyum di balik kemudi.Mereka berdua bersyukur karena akhirnya segala kebencian itu hilang dan berganti dengan kebahagiaan. Hanya tinggal menunggu waktu beberapa hari saja, hingga Edwin dan Melati mengesahkan pernikahan mereka yang sesungguhnya. Dan kali ini, tentu saja tanpa paksaan dari pihak manapun.Wanita yang memakai gaun panjang, serta Edwin yang rapi dengan kemeja biru milikny
Bab 70"Apa yang terjadi padanya?" Melati tanya Gunadi menghambur ketika mobil baru saja memasuki halaman utama, dan sopir langsung mengetuk pintu untuk meminta pertolongan kepada pasangan suami istri yang langsung terkejut tersebut"Entahlah, Ayah. Tiba-tiba saja Mas Edwin bersikap gemetaran di tikungan jalan menuju ke sini. Bahkan aku sudah mencoba untuk menenangkannya, tapi tidak berhasil," tutur Melati dengan wajah cemas, kemudian Teguh dibantu dengan sopir segala membopong tubuh Edwin dan dibawa masuk lalu ditidurkan di sofa ruang tamu."Apa perlu kita memanggil dokter?" tanya Gunadi."Tidak apa-apa, nanti juga akan baik sendiri, Pak. Pak Edwin memang sudah terbiasa seperti ini, dia mengalami trauma berat, tepatnya setelah kecelakaan yang menimpa keluarganya di tikungan itu," terang sopir yang membuat Gunadi dan Dena langsung melebarkan matanya dan saling berpandangan dengan wajah cemasnya, yang kini berganti dengan pucat pasi. Gunadi dan Dena jelas tahu apa yang terjadi di tikung
Bab 71Semuanya mengucapkan syukur dan memberi selamat atas pernikahan yang resmi digelar. Bahkan Gunadi akhirnya merasa lega setelah putrinya mendapatkan pria yang baik untuk mendampingi hidupnya, meskipun awalnya dia menyesali karena memaksa pria itu untuk menikahi Melati yang saat itu tengah hamil lima bulan.Gunadi berdiri di balkon kamarnya setelah mendapatkan sebuah pesan yang masuk ke ponselnya.[Jangan berbahagia dulu, Gunadi! Kau tentu tahu apa yang akan dilakukan oleh Edwin Jika dia sampai tahu apa yang telah kau perbuat kepada keluarganya, hingga menyebabkan ayahnya mati secara mengenaskan!] Mata pria itu membulat sempurna sambil menelan ludahnya yang terasa getir di tenggorokan.Gunadi tahu siapa pengirim pesan itu. Teguh. Ya, hanya pria itu yang sanggup melakukannya, lagi pula dalam kejadian itu tidak ada yang mengetahui kecuali Gunadi dan Teguh sendiri yang memberi perintah.Tak ingin diintimidasi begitu saja, Gunadi segera menghubungi nomor ponsel tersebut. Hingga be
Bab 72Setelah Edwin mengirimkan pesan itu beserta dengan nomornya, Jovan mulai berusaha untuk menemukan siapa pengirimnya. Dia segera meminta bantuan kepada rekannya yang seorang ahli retas. Membutuhkan waktu sekitar 30 menit lamanya hingga akhirnya balasan pun datang dari temannya, yang mengatakan lokasi dan siapa si pengirim yang ternyata setelah diselidiki, itu berasal dari nomor Teguh yang baru."Jadi benar Teguh yang melakukannya? Apa kau yakin dia orangnya?" tanya Edwin penasaran setelah telepon tersambung ke Jovan."Tentu saja aku yakin, Ed. Temanku adalah seorang ahli retas dan dia bisa melacak apapun itu. Makanya aku tidak terlalu kesulitan. Kau tahu bukan, ketika ponsel Melati rusak saat insiden di kamarmu waktu itu? Aku menemukan fakta jika Melati meminta pertolongan kepada Bian karena ketakutan. Dan bukan salah wanita itu yang membawa Bian ke rumahmu.""Lalu kenapa kamu tidak mengatakan hal itu kepadaku dan baru memberitahunya sekarang?" kesal Edwin karena Jovan memenda
Bab 73Edwin dan Melati saling berpegangan tangan menuju ke peternakan yang jaraknya beberapa puluh meter dari rumah utama. Di sana tampak Gunadi masih berdiri dengan gelisah ketika mereka berdua menghampirinya."Ayah." Melati memanggil ketika Gunadi langsung berbalik menatap ke arahnya. Tak jauh dari mereka, beberapa orang tengah sibuk memilah hewan yang telah menyembelih, dengan darah di mana-mana dan bersiap untuk dibawa ke pengepul."Bagaimana semuanya, Ayah?" tanya Edwin sambil memindai keadaan sekitar yang memang tidak baik-baik saja.Gunadi mendesah berat. Dia tidak menyangka dengan apa yang sudah dilakukan oleh Teguh. Perbuatan yang sama sekali tidak bisa dimaafkan."Seperti yang kalian lihat, banyak sapi yang terkena racun dan terpaksa harus disembelih.""Dan ayah tahu siapa pelakunya?" Gunadi mengangguk kemudian menatap Edwin dengan serius."Teguh! Dia pelakunya. Dia mungkin pamanmu, tapi kau adalah menantuku sekarang, dan suami dari anakku. Tentunya kau tidak akan membia
Bab 74Teguh tersenyum sinis. Dia bersama beberapa orang datang ke tempat di mana Gunadi memintanya untuk bertemu.Senyum terukir di bibirnya ketika melihat seseorang yang berada di samping Gunadi tengah menggendong bayi yang diselimuti dengan kain putih. Tampak bayi itu menggeliat, mungkin karena udara yang sangat dingin."Jadi dia adalah putraku?" Gunadi segera mengangguk. "Cepat serahkan dia padaku," ucapnya tak sabar ingin segera melihat putra yang sudah dilahirkan oleh Melati tersebut. Namun demikian, tentu saja Gunadi tidak menyetujuinya secepat itu."Apakah itu artinya kau tidak akan pernah lagi mengganggu hidupku dan keluargaku?" tanyanya untuk memastikan. Walau bagaimanapun dampak perbuatan yang dilakukan oleh Teguh membuat usahanya merugi cukup besar.Hahaha! Teguh tertawa lepas. "Rupanya banyak sekali yang kau takutkan, Gunadi! Tapi kau jangan khawatir, setelah aku memastikan jika bayi ini adalah benar-benar anakku, maka kupastikan hidupmu akan aman kedepannya. Tapi tentu
Bab 75Suara gedoran kasar terdengar dari ruang bawah. Dena yang curiga ada seseorang yang tengah melakukan kekerasan di tempat itu, segera naik ke lantai dua dan menutup pintu kamar Melati, saat wanita itu tengah menidurkan si kecil Diandra di tempat tidurnya."Ada apa, Ma?" tanya Melati dengan dingin, menatap raut khawatir di wajah ibu tirinya tersebut. Disaat yang sama, suara gedoran pintu makin terdengar kasar dari pintu utama dan membuat kening Melati berkalut dalam."Seseorang telah memukuli para penjaga di depan, dan sepertinya memaksa untuk masuk ke rumah." Dena bersuara dengan cemas."Apa?" Melati langsung berdiri dan segera mengunci pintu kamarnya. Namun terlambat, ketika derap langkah suara sepatu beberapa orang mulai naik dan mendobrak paksa pintu kamarnya. Dena dan Melati langsung mundur, tak lupa mengambil si kecil dari tempat tidur dan memeluknya dengan erat.Pada hitungan ketiga pintu, langsung terbuka dan beberapa orang tampak menyeringai menatap ke arah mereka yan
Bab 76Entah jam berapa hingga akhirnya Melati terbangun dari tidurnya. Hanya saja ketika dia membuka mata, ternyata sudah pagi. Terlihat dengan tanda matahari sudah muncul ke permukaan, ditambah lagi kicau burung yang hinggap di dahan pohon, membuatnya kembali mengerjapkan mata, langsung bangun dan duduk.Melati langsung terkejut dengan nyawa yang masih belum terkumpul. Di sana ada Teguh yang duduk di kursinya sambil memandang ke arahnya dengan senyum yang terukir di bibirnya, membuat Melati seketika mundur dan ketakutan."Apa yang sedang kau lakukan di sini? Cepat lepaskan aku dan biarkan aku pergi sekarang juga!" ujarnya dengan perasaan marah, menatap ke arah pria yang seperti tidak memiliki perasaan sama sekali. Teguh tidak terlihat terganggu dengan ucapannya dan masih diam di tempatnya tanpa bergerak sama sekali."Melati, Melati. Cukup bicaranya, Sayang. Sebaiknya kau segera membersihkan dirimu karena kita akan segera sarapan bers