TRAGEDI CINTA BUNGA
Penulis : David KhanzBagian : 27Episode : Titah Ki DarsanAkhirnya, Mahmud dan Sumiarsih pun saling mengenal serta mulai dekat. Lantas menjalin hubungan kasih sebagaimana yang diharapkan oleh Targa maupun Bi Enok. Hal tersebut tidak luput sampai ke telinga Ki Darsan.“Bagus ….,” kata lelaki tua berkulit kelam dan rambut memutih tersebut pada Sumiarsih putrinya suatu ketika, “tanpa harus Ayah pinta pun, kamu sudah bisa melaksanakan apa yang telah menjadi kesepakatan di antara kita. He-he-he.”Sumiarsih menarik napas dalam-dalam dengan raut wajah kuyu.“Ayah ingatkan … sebelum tiba masanya nanti, dua purnama ke depan, kamu sudah harus menikah dengan pemuda itu, Sumi,” ucap kembali Ki Darsan berimbuh. “Untuk selanjutnya, Ayah pikir kamu sudah memahaminya sendiri, bukan?”Masih dengan kepala tertunduk, Sumiarsih menimpali ucapan bapaknya. “Apa hal seperti iniTRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 29Episode : Rahasia Bi EnokSumiarsih mengantar ayahnya hingga ke beranda rumah. Kemudian lelaki tua berkulit kelam dan rambut memutih tersebut bergegas meninggalkan tempat, bersama beberapa anak buahnya yang sedari datang, menunggu di luar.“Ayah sudah pulang, Bi. Baru saja,” kata Sumiarsih sewaktu Bi Enok muncul dan mempertanyakan keberadaan Ki Darsan. “Bibi sudah dengar ‘kan, pembicaraan kami tadi?”Sosok pengasuh itu mengangguk. “Iya, Nèng Juragan. Saya ikut mendengarkan dari belakang,” jawabnya seraya menipiskan bibir, kemudian mengajak anak majikannya masuk kembali ke dalam rumah.Sumiarsih mengenyakkan diri di kursi, dengan bias kuyu masih tersisa di wajah, bekas terisak tadi.“Bi …,” ucap perempuan yang masih berusia muda tersebut, “apakah lebih baik … saya urungkan saja, ya … niatan saya untuk menikah dengan Kang Mahmud?”Bi Enok yang turut duduk
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 29Episode : Penentuan Waktu PernikahanRencana Bi Enok dan Targa untuk mempertemukan Mahmud dan Sumiarsih, akhirnya terwujud. Sampai kemudian, keduanya mulai menjalin hubungan kasih. Kabar tersebut terendus oleh sebagian warga Kampung Sarawu dan tidak sedikit dari mereka mewanti-wanti sosok muda itu.“Memangnya mengapa, Dil?” tanya Mahmud pada salah seorang warga. “Kau juga beranggapan kalau Ki Darsan melakukan pesugihan?” Dia tersenyum-senyum semu usai mendengar penuturan sosok bernama Dillah baru saja.“Bukan begitu, Kang Mahmud,” balas Dillah merasa tidak enak hati terhadap Mahmud yang berusia lebih tua darinya. “Tapi … hampir semua warga di sini percaya, kalau Ki Darsan sering menumbalkan laki-laki yang menikahi anak perempuannya itu.”Dahi Mahmud berkerut seketika, sebagai pertanda bahwa dia tengah berpikir keras atas ucapan Dillah.“Kau punya bukti atas dugaan
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 30Episode : Bisikan Hati Bi Enok“Ini berbahaya, Kang,” ucap Dillah di tengah perjalanan sepulang dari kediaman Ki Darsan. “Aku yakin sekali, orang tua itu telah merencanakan sesuatu pada Akang.”Mahmud hanya terdiam saja sambil mendengarkan ungkapan panjang Dillah.“Purnama empat belas … adalah waktu-waktu yang biasa digunakan Ki Darsan untuk mengambil korban tumbalnya, Kang,” imbuh kembali Dillah disertai raut wajah kekhawatiran. “Jelas-jelas dia akan mengorbankan Akang, tepat di malam pertama pernikahan Akang dengan anaknya.”Mahmud menghentikan langkah seketika, diikuti oleh Dillah sambil menatap lekat sosok tersebut.“Dil, aku ingatkan padamu, semakin banyak kau tahu, sebaiknya kau simpanlah itu untuk dirimu sendiri,” ucap Mahmud menegaskan. “Aku pikir, dengan situasi seperti ini, justru dirimulah yang sedang berada di da
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 31Episode : Rahasia Di Balik RahasiaTidak banyak memang yang mengetahui persis bagaimana kematian ayahnya Mahmud kala itu. Tiba-tiba saja, berita duka tersebut tersebar secara mendadak di Kampung Sarawu dan Abah Langga sendiri yang mengurus dari awal hingga penguburan. Mahmud yang kala itu tengah berada di padepokan, tiba pulang di kampung sehari setelah pemakaman.Satu-satunya orang yang tidak menerima alasan kematian ayahnya Mahmud tersebut adalah Bi Enok. Mengapa? Sebab beberapa hari sebelum lelaki itu ditemukan sudah tidak bernyawa, kepada perempuan itu dia berkeluh kesah.“Beberapa malam ini, aku seperti diikuti dan sedang diawasi oleh seseorang, Nok.” Demikian ungkapan lelaki yang dimaksud kepada Bi Enok. ”Aku sendiri tidak tahu itu siapa, t-tapi … pengaruhnya padaku seperti membuat teror menakutkan.”Semula Bi Enok berpikir, tidak m
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 32Episode : Menjelang Purnama Empat BelasWaktu pelaksanaan pernikahan pun tiba. Dilangsungkan dengan penuh meriah. Mahmud dan Sumiarsih duduk di pelaminan laksana seorang raja-ratu berada di singgasana megah. Para tetamu undangan berbondong-bondong datang silih berganti tiada henti, memberikan selamat serta doa. Tidak ketinggalan para sesepuh dan pesohor, juga Tetua Adat Kampung Sarawu, Abah Langga ditemani Targa.“Selamat, Anak Muda. Akhirnya … kau berhasil menggapai cita-citamu, hhmm? He-he,” ucap orang tua tersebut disertai seulas senyum tipis menghias di wajah. “Semoga kau bisa menikmati masa-masa bahagiamu lebih lama,” imbuhnya kembali diiringi bias tatap mata aneh.Lebih lama? Pertanyaan itu seketika timbul di dalam benak pihak mempelai lelaki. Sebuah kalimat yang memerlukan penafsiran mumpuni.“Terima kasih, Abah, atas kedatangan dan doanya,” balas Mahmud seraya meny
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 33Episode : Malam Pengantin Mencekam“Apa ini, Bi?” tanya Mahmud terheran-heran sambil memperhatikan bungkusan di tangan pembantunya tersebut.Bi Enok menyerahkannya ke telapak tangan Mahmud, lalu berkata, “Makanlah ini barang satu atau dua butir ….”‘Butir?’ Kembali benak lelaki tersebut bertanya penasaran. ‘Butiran apa? Dari baunya … ini seperti ….’“ … Bawang putih,” imbuh kembali perempuan itu melanjutkan kalimat. “Jangan dulu bertanya-tanya, Juragan. Ayo, makanlah sebelum masuk ke dalam kamar.”Mahmud memang menerima bungkusan yang disodorkan oleh Bi Enok, walaupun masih diliputi rasa ragu. Beberapa kalimat pertanyaan seketika menyesaki diri, tapi desakan perempuan tersebut malah tidak mampu ditampik.Begitu dibuka, benar saja bahwa isinya adalah butiran bawang putih yang sudah dikupas bersih. Aroma khas pun
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 34Episode : Misteri Bawang PutihSumiarsih menggelosoh ke samping badan suaminya dengan napas terengah-engah. Tubuhnya dipenuhi peluh membanjir dalam keadaan polos tanpa busana. Perempuan tersebut baru saja melewati malam pengantin bersama Mahmud dengan penuh suka cita. Namun anehnya, sosok lelaki yang satu itu tidak juga membuka kelopak mata sedari awal menunaikan kewajiban pertama sebagai seorang pendamping sah.Beberapa saat sebelumnya, setelah Bi Enok keluar dari kamar, Sumiarsih lekas—bermaksud—mengganti seluruh pakaian kotor yang dikenakan oleh Mahmud. Walaupun didera perasaan malu dan ragu, tapi perempuan tersebut memaksakan diri untuk melakukannya.‘Tidak apa-apalah. Toh, Kang Mahmud sekarang sudah sah menjadi suamiku,’ membatin Sumiarsih di kala hendak menanggalkan satu per satu pakaian di tubuh Mahmud. ‘Lagipula … tidak mungkin aku membiarkan suamiku tertidur dengan pakaian
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 35Episode : Bisikan Di tengah KegelapanSumiarsih merebahkan diri di bawah himpitan tubuh suaminya. Membalas semua perlakuan dari lelaki terkasih, seraya melucuti satu per satu busana yang dikenakan.Derit ranjang pun mulai bergema setelah beberapa saat kemudian, diiringi lenguh napas-napas kedua sosok pengantin tersebut di atas pembaringan. Perlahan, Sumiarsih memejamkan mata untuk meresapi, hingga angan pun turut melayang-layang tinggi menuju indahnya puncak alam surgawi.Entah apa yang terjadi lebih lanjut, tiba-tiba saja perempuan tersebut merasakan ada keanehan yang mengentak-entak seisi kepala. Di antara pejaman mata yang terkatup rapat, mendadak benaknya seperti mengembara di tengah lorong gelap gulita. Ingin menjerit membelah jagat, tapi mulut laksana turut terkunci kuat.Seputar pandang mendadak berubah, seperti sedang berada di sebuah tempat yang tidak be
TRAGEDI CINTA BUNGA DESAPenulis : David KhanzDeru gemuruh ombak di lepas pantai, bergulung riuh membentengi lautan. Berlarian disertai buih putih, seakan tengah berlomba mendahului menggapai tepian daratan. Terayun kuat bersama sapuan banyu yang menarik ulur tiada henti. Sementara sang surya pun tak ingin ketinggalan, dengan pongahnya menyemburkan bara memanggang bumi. Bercampur baur dalam semilir yang kian menyengat.Tak jauh dari sebuah gubuk sederhana yang berdiri di sana, seorang perempuan mematung bertelanjang kaki, beralaskan pasir putih. Sesekali matanya menatap luas lautan yang membentang, dengan bias penuh pengharapan. Di antara helaan napas berat dan seringai bibirnya yang kering, seakan memberi tanda bahwa dia tengah berada dalam sebuah penantian. Entah apa atau siapa yang sedang dia tunggu.Sesekali, tangan kasar perempuan itu mengusap lembut perutnya yang membuncit. Lalu menyeka peluh yang mengucur deras membanjiri pelipis. “Sabar .
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 96Episode : Gema Cinta Di Akhir AsaUsai melakukan kunjungan selanjutnya, usaha Bi Enok untuk membujuk dan mengajak Bunga pulang ke Kampung Sarawu, kembali menemui kegagalan. Perempuan muda yang sedang mengandung besar tersebut tetap menolak dengan alasan belum mendapatkan izin pergi dari sang suami, Syaiful.“S-saya tahu … s-saya akan dinilai sebagai anak yang tidak berbakti terhadap orang tua. Mungkin juga seorang anak yang durhaka,” ucap Bunga lirih disertai mata berkaca-kaca. “Tapi tidak semua orang mau memahami akan kondisi saya sekarang. Saya bukan lagi seorang anak gadis yang hidupnya masih menjadi tanggungan Ayah. Saya sudah menikah, bersuami, dan sekarang … hamil besar. Bagaimana mungkin, dalam keadaan seperti ini, saya harus mengajarkan sesuatu yang buruk terhadap anak kami sendiri? Melangkahkan kaki, keluar dari tempat yang tidak diridhoi, dan tanpa iz
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 95Episode : Pertengkaran Terakhir Bunga dan SyaifulSejak peristiwa terjadinya pertarungan antara Abah Targa dan Juragan Mahmud, kedua laki-laki tua tersebut dikabarkan semakin kritis. Untuk urusan usaha di dermaga—untuk sementara—terpaksa dipercayakan kepada Syahrul dan Amrul, serta dibantu oleh Dirga, cucu Bi Enok. Sementara kepemimpinan Tetua Adat sendiri, dibebankan terhadap para sesepuh lain. Sebagai satu-satunya tabib ahli di bidang pengobatan, Ki Sanca sudah berusaha sekuat mungkin dengan kemampuannya untuk mengobati dua sosok penting di Kampung Sarawu tersebut. Namun sejauh itu pula, upaya yang dilakukan olehnya, tidak juga menunjukkan tanda-tanda yang menggembirakan. Terpaksa, di usianya yang kian sepuh, Bi Enok harus berjibaku sendiri mengurus keperluan Bunga dan Syaiful di pulau pengasingan.“Jadi kondisi Ayah sekarang belum menunjukkan tanda
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 94Episode : Pertarungan Berdarah“Hebat … hebaattt … hebaaattt …,” seru Juragan Mahmud sambil bertepuk tangan sendiri. “Lihatlah, langit! Lihatlah, pohon-pohon! Lihat pada mereka, betapa harmonis sekali hubungan kedua manusia berhati ular itu. Hi-hi. Tidak perlu aku bertanya secara satu per satu dan menuntut kejujuran, nyatanya … sikap kalian itu sudah cukup memberiku bukti … bahwa sesama binatang memang hanya akan berkumpul dengan jenis dari mereka masing-masing. Hi-hi.”Abah Targa—terpaksa—melepaskan cekalannya pada tubuh Dillah dan membiarkan lelaki tersebut duduk sambil meringis-ringis di tanah jejalanan. Sejenak sosok Tetua Adat itu melirik pada Juragan Mahmud, lantas berucap pelan, “Tenanglah. Kamu diam di sini. Saya akan mencoba menghadapi manusia sombong yang satu itu.”Dillah mengangguk di antara ringis kesakitan yang tergambar di wajah. Kemudian bersusah payah berpindah tempat dengan cara menggeser badan, menggusur kedua ka
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 93Episode : Aroma KebusukanKrosak!Juragan Mahmud menghentikan langkah, lantas bergeming di tempat untuk beberapa saat. Tatap matanya lurus tertuju ke depan, sementara telinga dipasang sedemikian ketat.“Hhmmm …,” deham lelaki tua berikat kepala putih tersebut. “Keluarlah dari tempat persembunyianmu itu!” serunya kemudian dengan suara lantang.Ditunggu beberapa waktu, tidak ada sahutan maupun sesosok manusia yang muncul mendekat.“Keluar dari tempat persembunyianmu, kataku juga!” Kembali pesohor Kampung Sarawu tersebut bersuara nyaring. “Kau pikir aku tidak tahu, siapa yang ada di belakangku sekarang, hah?! Keluar!”Masih seperti tadi, suasana jalanan tetap sunyi.‘Jahanam! Ternyata dia manusia yang sangat pengecut! Tidak berani menampakkan diri dan lebih betah menguntit di belakangku sejak tadi!’ gumam Juragan Mahmud di dalam hati. ‘Baiklah ….’Karena tidak ada yang menyahut, lelaki tua itu pun memutuskan diri untuk melanjutkan lan
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 92Episode : Pertarungan Dua Lelaki Pesohor Kampung“Ada apa ini?” Syaiful memandang ke arah perginya Bi Enok dan Dirga.Bunga turut bangkit sambil mengusap-usap perut buncitnya. Jawab perempuan cantik itu kemudian, “Entahlah, Kang. Sepertinya ada sesuatu yang penting dari Kang Amrul.”“Iya, aku juga berpikir seperti itu, Néng. Tapi mengapa aku tidak diperbolehkan untuk turut ke sana? Setidaknya untuk mengetahui, apa yang sebenarnya sedang terjadi. Bi Enok juga ‘kan, sudah menjadi bagian dari keluarga ayahmu. Berarti keluarga kita juga, ‘kan?”Bunga tidak membalas. Perhatiannya tetap tertuju ke depan. Dia merasa ada sesuatu yang tidak nyaman di hati. Apakah kedatangan Amrul tadi berkaitan dengan ayahnya pula? Bukan apa-apa, hal itu didasari oleh sikap Juragan Mahmud sebelumnya yang telah berselisih paham dengan Abah Targa.‘Yaa Allah … ada apa ini sebenarnya?’ Bertanya sosok anak perempuan Juragan Mahmud itu disertai dera kekhawatiran
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 91Episode : Aroma Membusuk Dari Masa Silam“Pada dasarnya … kamu sudah banyak berjasa pada hidup saya, yaitu menjadi pintu gerbang bagi Ki Jambrong untuk menemui saya, anak dari sahabat lama beliau,” pungkas Juragan Mahmud usai menuturkan sebuah kisah, sebagaimana yang pernah diceritakan oleh Ki Jambrong beberapa waktu lalu padanya. “Melalui kamu pula, beliau telah membuka hampir semua tabir kegelapan yang sejak lama membutakan pikiran saya, Bi.”“Tabir kegelapan? Mohon maaf, yang Juragan maksudkan itu … apa, ya?” tanya Bi Enok langsung timbul dugaan-dugaan lain di hatinya. “S-saya belum paham, Juragan.”Sosok pembantu tersebut mengira bahwa—tentulah—Ki Jambrong telah banyak bercerita tentang masalah lalu orang-orang tertentu yang berada di Kampung Sarawu. Terutama yang terlibat pada masa-masa kelam Ki Darsan dan Abah Langga masih hidup.Sa
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 90Episode : Prahara TerorLekas Bi Enok memburu tubuh cucunya tersebut. Memeriksa sejenak untuk memastikan kondisi Dirga yang sebenarnya. ‘Dia masih hidup …,’ membatin wanita tua itu usai merasakan denyut nadi di pergelangan tangan, lantas menepuk-nepuk wajah. “Dirga! Bangun, Dirga!”Tidak ada reaksi apa pun. Kedua mata sang cucu masih mengatup rapat seperti tengah tertidur pulas. Kemudian Bi Enok mencoba kembali untuk membangunkan, tapi tidak kunjung berhasil.‘Yaa Allah … apa yang terjadi dengan anak ini?’ tanyanya bingung bercampur kekhawatiran. Masih merasa penasaran, lantas diperiksa sekali lagi badan Dirga, tidak ditemukan tanda-tanda bekas kekerasan. Semuanya tampak normal dan baik-baik saja. Terkecuali, belum mengetahui pasti penyebab cucunya tersebut dalam kondisi seperti itu.Tidak habis akal, Bi Enok segera bangkit terhuyung. Ber
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 89Episode : Rahasia Yang Belum Terungkap“Maaf … saya terlalu terbawa perasaan saya sendiri,” ujar Juragan Mahmud tiba-tiba menghentikan tangis, lantas pura-pura mengalihkan pandangan ke arah lain sambil mengusap air mata. Sementara Bi Enok sendiri tetap menunduk dalam-dalam, tidak ingin beradu tatap ataupun memerhatikan sosok di dekatnya. Bukan apa-apa, tersebab wanita tersebut bermaksud menjaga muruah sang majikan atas luapan emosi sesaat tadi. “Baik … sampai mana saya tadi, Bi?” tanya lelaki itu masih dengan nada suara bergetar.“Guna-guna saya terhadap Juragan sebelum menikah dengan Neng Juragan perempuan,” jawab Bi Enok ikut lirih.Juragan Mahmud terbatuk-batuk sejenak, dilanjut dengan membersihkan aliran ingus yang masih terasa di lobang hidung. Setelah itu, mendeham beberapa kali dan lanjut berkata. “O, iya … masalah itu. Ehem … uhuk! Uhuk!”