TRAGEDI CINTA BUNGA
Penulis : David KhanzBagian : 26Episode : Keputusan Seorang SumiarsihDi saat Mahmud dan Targa sibuk membicarakan tentang sosok Warsih, tidak seberapa jauh berbeda dari keduanya, dua orang perempuan sama-sama membahas perihal salah satu di antara mereka.“Mahmud ….?” Sumiarsih menyebut nama seorang pemuda yang sama sekali belum dia kenal, setelah mendengar penuturan dari Bi Enok pengasuhnya sejak usia belia. “Siapa dia, Bi? Saya tidak tahu, laki-laki mana yang Bibi maksud itu?”Yang ditanya melangkah mendekati sosok anak majikannya yang sedang berdiri di ambang jendela kamar.“Dia cuma seorang anak muda dari kalangan warga biasa, Neng Juragan, sehari-harinya seringkali bersama-sama dengan anak Abah Langga,” jawab Bi Enok lantas berhenti tepat beberapa langkah di muka.“Kalau Abah Langga sudah pasti aku kenal, Bi. Beliau Tetua Adat kampung kita ini,” timpal Sumiarsih seraya mengingat-ingat. “O, iTRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 27Episode : Titah Ki DarsanAkhirnya, Mahmud dan Sumiarsih pun saling mengenal serta mulai dekat. Lantas menjalin hubungan kasih sebagaimana yang diharapkan oleh Targa maupun Bi Enok. Hal tersebut tidak luput sampai ke telinga Ki Darsan.“Bagus ….,” kata lelaki tua berkulit kelam dan rambut memutih tersebut pada Sumiarsih putrinya suatu ketika, “tanpa harus Ayah pinta pun, kamu sudah bisa melaksanakan apa yang telah menjadi kesepakatan di antara kita. He-he-he.”Sumiarsih menarik napas dalam-dalam dengan raut wajah kuyu.“Ayah ingatkan … sebelum tiba masanya nanti, dua purnama ke depan, kamu sudah harus menikah dengan pemuda itu, Sumi,” ucap kembali Ki Darsan berimbuh. “Untuk selanjutnya, Ayah pikir kamu sudah memahaminya sendiri, bukan?”Masih dengan kepala tertunduk, Sumiarsih menimpali ucapan bapaknya. “Apa hal seperti ini
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 29Episode : Rahasia Bi EnokSumiarsih mengantar ayahnya hingga ke beranda rumah. Kemudian lelaki tua berkulit kelam dan rambut memutih tersebut bergegas meninggalkan tempat, bersama beberapa anak buahnya yang sedari datang, menunggu di luar.“Ayah sudah pulang, Bi. Baru saja,” kata Sumiarsih sewaktu Bi Enok muncul dan mempertanyakan keberadaan Ki Darsan. “Bibi sudah dengar ‘kan, pembicaraan kami tadi?”Sosok pengasuh itu mengangguk. “Iya, Nèng Juragan. Saya ikut mendengarkan dari belakang,” jawabnya seraya menipiskan bibir, kemudian mengajak anak majikannya masuk kembali ke dalam rumah.Sumiarsih mengenyakkan diri di kursi, dengan bias kuyu masih tersisa di wajah, bekas terisak tadi.“Bi …,” ucap perempuan yang masih berusia muda tersebut, “apakah lebih baik … saya urungkan saja, ya … niatan saya untuk menikah dengan Kang Mahmud?”Bi Enok yang turut duduk
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 29Episode : Penentuan Waktu PernikahanRencana Bi Enok dan Targa untuk mempertemukan Mahmud dan Sumiarsih, akhirnya terwujud. Sampai kemudian, keduanya mulai menjalin hubungan kasih. Kabar tersebut terendus oleh sebagian warga Kampung Sarawu dan tidak sedikit dari mereka mewanti-wanti sosok muda itu.“Memangnya mengapa, Dil?” tanya Mahmud pada salah seorang warga. “Kau juga beranggapan kalau Ki Darsan melakukan pesugihan?” Dia tersenyum-senyum semu usai mendengar penuturan sosok bernama Dillah baru saja.“Bukan begitu, Kang Mahmud,” balas Dillah merasa tidak enak hati terhadap Mahmud yang berusia lebih tua darinya. “Tapi … hampir semua warga di sini percaya, kalau Ki Darsan sering menumbalkan laki-laki yang menikahi anak perempuannya itu.”Dahi Mahmud berkerut seketika, sebagai pertanda bahwa dia tengah berpikir keras atas ucapan Dillah.“Kau punya bukti atas dugaan
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 30Episode : Bisikan Hati Bi Enok“Ini berbahaya, Kang,” ucap Dillah di tengah perjalanan sepulang dari kediaman Ki Darsan. “Aku yakin sekali, orang tua itu telah merencanakan sesuatu pada Akang.”Mahmud hanya terdiam saja sambil mendengarkan ungkapan panjang Dillah.“Purnama empat belas … adalah waktu-waktu yang biasa digunakan Ki Darsan untuk mengambil korban tumbalnya, Kang,” imbuh kembali Dillah disertai raut wajah kekhawatiran. “Jelas-jelas dia akan mengorbankan Akang, tepat di malam pertama pernikahan Akang dengan anaknya.”Mahmud menghentikan langkah seketika, diikuti oleh Dillah sambil menatap lekat sosok tersebut.“Dil, aku ingatkan padamu, semakin banyak kau tahu, sebaiknya kau simpanlah itu untuk dirimu sendiri,” ucap Mahmud menegaskan. “Aku pikir, dengan situasi seperti ini, justru dirimulah yang sedang berada di da
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 31Episode : Rahasia Di Balik RahasiaTidak banyak memang yang mengetahui persis bagaimana kematian ayahnya Mahmud kala itu. Tiba-tiba saja, berita duka tersebut tersebar secara mendadak di Kampung Sarawu dan Abah Langga sendiri yang mengurus dari awal hingga penguburan. Mahmud yang kala itu tengah berada di padepokan, tiba pulang di kampung sehari setelah pemakaman.Satu-satunya orang yang tidak menerima alasan kematian ayahnya Mahmud tersebut adalah Bi Enok. Mengapa? Sebab beberapa hari sebelum lelaki itu ditemukan sudah tidak bernyawa, kepada perempuan itu dia berkeluh kesah.“Beberapa malam ini, aku seperti diikuti dan sedang diawasi oleh seseorang, Nok.” Demikian ungkapan lelaki yang dimaksud kepada Bi Enok. ”Aku sendiri tidak tahu itu siapa, t-tapi … pengaruhnya padaku seperti membuat teror menakutkan.”Semula Bi Enok berpikir, tidak m
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 32Episode : Menjelang Purnama Empat BelasWaktu pelaksanaan pernikahan pun tiba. Dilangsungkan dengan penuh meriah. Mahmud dan Sumiarsih duduk di pelaminan laksana seorang raja-ratu berada di singgasana megah. Para tetamu undangan berbondong-bondong datang silih berganti tiada henti, memberikan selamat serta doa. Tidak ketinggalan para sesepuh dan pesohor, juga Tetua Adat Kampung Sarawu, Abah Langga ditemani Targa.“Selamat, Anak Muda. Akhirnya … kau berhasil menggapai cita-citamu, hhmm? He-he,” ucap orang tua tersebut disertai seulas senyum tipis menghias di wajah. “Semoga kau bisa menikmati masa-masa bahagiamu lebih lama,” imbuhnya kembali diiringi bias tatap mata aneh.Lebih lama? Pertanyaan itu seketika timbul di dalam benak pihak mempelai lelaki. Sebuah kalimat yang memerlukan penafsiran mumpuni.“Terima kasih, Abah, atas kedatangan dan doanya,” balas Mahmud seraya meny
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 33Episode : Malam Pengantin Mencekam“Apa ini, Bi?” tanya Mahmud terheran-heran sambil memperhatikan bungkusan di tangan pembantunya tersebut.Bi Enok menyerahkannya ke telapak tangan Mahmud, lalu berkata, “Makanlah ini barang satu atau dua butir ….”‘Butir?’ Kembali benak lelaki tersebut bertanya penasaran. ‘Butiran apa? Dari baunya … ini seperti ….’“ … Bawang putih,” imbuh kembali perempuan itu melanjutkan kalimat. “Jangan dulu bertanya-tanya, Juragan. Ayo, makanlah sebelum masuk ke dalam kamar.”Mahmud memang menerima bungkusan yang disodorkan oleh Bi Enok, walaupun masih diliputi rasa ragu. Beberapa kalimat pertanyaan seketika menyesaki diri, tapi desakan perempuan tersebut malah tidak mampu ditampik.Begitu dibuka, benar saja bahwa isinya adalah butiran bawang putih yang sudah dikupas bersih. Aroma khas pun
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 34Episode : Misteri Bawang PutihSumiarsih menggelosoh ke samping badan suaminya dengan napas terengah-engah. Tubuhnya dipenuhi peluh membanjir dalam keadaan polos tanpa busana. Perempuan tersebut baru saja melewati malam pengantin bersama Mahmud dengan penuh suka cita. Namun anehnya, sosok lelaki yang satu itu tidak juga membuka kelopak mata sedari awal menunaikan kewajiban pertama sebagai seorang pendamping sah.Beberapa saat sebelumnya, setelah Bi Enok keluar dari kamar, Sumiarsih lekas—bermaksud—mengganti seluruh pakaian kotor yang dikenakan oleh Mahmud. Walaupun didera perasaan malu dan ragu, tapi perempuan tersebut memaksakan diri untuk melakukannya.‘Tidak apa-apalah. Toh, Kang Mahmud sekarang sudah sah menjadi suamiku,’ membatin Sumiarsih di kala hendak menanggalkan satu per satu pakaian di tubuh Mahmud. ‘Lagipula … tidak mungkin aku membiarkan suamiku tertidur dengan pakaian