Chapter 66
Hari itu, Indra dan Abi akan bertemu dengan salah satu rekan bisnis. Sebagai sekretarisnya, Abi meminta Delina untuk ikut. Indra mengarahkan keduanya ke sebuah sedan berwarna silver metalik dan dia sebagai pengemudinya sekalian.
Delina masuk ke dalam mobil yang tampak bersih itu. Dia memangku tas kerja di atas paha. Tidak membuang waktu, Abi meminta Indra segera pergi dari pelataran tempat kerjanya beberapa saat kemudian.
Asap kendaraan terlihat berterbangan di depan sana menjadi pemandangan yang dilihat Delina melalui matanya. Lalu lintas terlihat padat merayap. Namun, gadis itu tetap bersyukur. Dia membawa masker dan hand sanitizer di dalam tas. Udara di sekitarnya memang cukup berpolusi, meski keindahan kota itu tidak bisa dipungkiri.
Chapter 67Di rumah sakit tempat Abi dirawat."Kau sudah sadar?" Suara itu mengalun merdu, sangat perlahan dan terdengar lembut sekali dari bibir cantik Delina.Abi terbangun dengan mengerjap perlahan, lantas dia terkejut kala menemukan dirinya terbaring di sebuah ranjang. Bola mata nan hitam sempurnanya menatap ke atas. Pria itu mendapati langit-langit berwarna putih cerah dengan gorden yang separuh menutupi bilik kecil tempat dia berada.Suara samar-samar yang didengarnya mulai terdengar lebih jelas, dengan aroma obat yang tercium menyengat. Lelaki itu menolehkan kepala, lantas mendapati seorang perempuan yang dia kenal betul sedang menatapnya melalui sepasang iris kecokelatan.
Chapter 68Siang itu, suara pintu yang didorong, menyadarkan Delina beberapa detik kemudian. Perempuan itu lantas berbalik badan untuk memeriksa keberadaan seseorang di atas ranjang sana. Manik cokelatnya bertemu dengan manik hitam milik Abi, yang tampak baru saja selesai dengan pembicaraannya bersama dokter.Lelaki itu tersenyum tipis ke arah Delina. Dia mengangkat kakinya lebih tinggi karena merasa pegal. Dia melihat Delina tengah sibuk berada di sambungan telepon."Ya udah, Mi, nanti aku telepon lagi." Delina menyudahi panggilan itu."Iya, iya, bawel amat sih, Bu. Nanti aku kabarin. Kalian berdua tenang saja. Udah dulu, ya!"Abi berdecak keti
Chapter 69Pagi itu, Indra membawa hasil penyelidikan pihak kepolisian. Berdasarkan rekaman cctv dan ciri-ciri dari si penusuk, pihak kepolisian menangkap mantan karyawan yang bernama Rendi."Hmm … dia yang dipecat masa iya aku yang kena apes dan harus menanggung semuanya. Bisa-bisanya dia menusukku," gumam Abi."Itu karena dia dendam padamu," sahut Delina merekahkan senyum sembari memberikan beberapa potong apel pada Indra."Dendam padaku? Memangnya aku salah apa?" Abi meraih apel di tangan Indra."Ya kau itu bos yang semena-mena di kantor. Atasan yang toxic tau bagu karyawannya! Hei, itu punya Pak Indra!" seru Delina.
Chapter 70"Hai, Lin!" sapa Ibnu saat melihat Delina di kantor."Hai, gimana kerjaan kamu di sini?" Kamu betah?" tanya Delina."Lumayan. Eh, kita makan siang bareng, yuk!" ajak Ibnu.Awalnya Delina ragu, tetapi tak ada salahnya dia menerima ajakan makan siang dari Ibnu. Bukan untuk hari itu saja, melainkan hari-hari selanjutnya Ibnu dan Delina kerap terlihat makan siang bahkan pergi bersama. Apalagi keduanya merupakan mantan kekasih. Banyak di antara karyawan lainnya yang yakin kalau keduanya menjalin hubungan kembali.Namun sayangnya, kedekatan Delina dan Ibnu tak sengaja dilihat oleh Abi. Awalnya, Abi tak mau mengakui kalau dia merasa cemburu. Akan
Chapter 71Pagi itu, Delina meminta izin cuti pada Abi. Dia pergi untuk datang ke sebuah reuni teman-teman kuliahnya yang sedang menyelenggarakan acara amal bagi anak-anak yang terkena kanker. Di sana dia bertemu dengan Ibnu. Dulu saat berkeluliah, Ibnu merupakan seorang ketua senat di kampus. Dia juga kerap menjadi idola dan pria idaman selain berwajah tampan dia juga pintar.Delina terlibat perbincangan seru dengan Ibnu kala berada di tempat reuni kala itu. Mereka berada bangku taman setelah memilih barang-barang lelang yang hasil penjualannya akan disumbangkan bagi anak-anak."Aku nggak nyangka kamu masih suka banget acara donasi seperti ini. Aku salut sama kamu, Lin," ucap Ibnu."Ah, jangan puji aku terus.
Chapter 72 "Heh, katakan yang jujur pada ku. Kau main curang, ya?" bentak Ibnu sampai membuat kehebohan dengan meneriaki si pemilik stand permainan yang bertampang sinis pada pemuda itu. "Enak saja kamu kalau ngomong. Memang kamu sendiri kok yang tak bisa main!" bentak si pemilik kedai. "Aku yakin kamu curang," ucap Ibnu mengayunkan tangannya untuk memukul si pemilik stand tapi Delina langsung menahannya. Banyak pengunjung yang melihat kejadian tersebut juga merasa tertipu dan menyerang si pemilik stand permainan tersebut menuntut ganti rugi. "Biar tau rasa kau! Kalian yang merasa dirugikan ayo buruan minta uang kalian kembali sini!" seru Ibnu.
Chapter 73"Ibnu!" teriak Delina yang langsung meminta tolong pada warga sekitar.Pengendara motor itu turun dari motornya lalu mendekat. Dia membuka helm penutup kepalanya."Bos Abi? Apa yang kamu lakukan barusan?" pekik Delina."Jadi kamu mengajukan cuti hanya untuk ini? Kamu lupa ya kalau kamu itu siapa? Kamu itu is–""Kita satu almamater. Wajar kalau aku sama dia ketemu pas di reuni!" Delina langsung menoleh pada salah satu warga yang sedang menggunakan ponsel."Tolong telepon ambulans sekarang!" seru Delina pada pria itu.
Chapter 74Delina terbangun di sebuah ruangan pemeriksaan. Dokter bernama Helena, seorang dokter ginekolog ternama di Rumah Sakit Ibukota sedang menatap gadis itu lekat. Tak jauh dari ranjang Delina, ada Abi yang terlihat cemas sambil bergerak mondar-mandir.“Apa yang terjadi, apa darah rendah ku kambuh lagi?” tanya Delina.“Kau bodoh ya sampai tak tahu sedang berada di mana, hah?!" Abi menunjuk ke arah Delina.“I-iya, aku tahu sih. Tapi, kenapa aku ada di sini?”“Kau itu pingsan tau. Indra meminta ku untuk membawamu ke sini dan melakukan pemeriksaan sampel darah milikmu. Dan kau tahu hasilnya apa?