“Kau sudah mendapatnya?” Pandangan mata wanita muda itu mulai tertuju pada Mr. Chloe. Ia melirik ke arah jam dinding besar yang ada di sudut ruangan sesekali, menghela napasnya pendek, lalu kembali menyentralkan lensa matanya untuk menatap pria tua di sudut meja kaca tengah ruangan.
“Sudah, Nona.” Mr. Chloe meletakkan beberapa lembar kertas yang mungkin akan dibutuhkan oleh bos besarnya itu, tersenyum tipis lalu mulai mensejajarkan dokumen-dokumen itu menjadi satu baris, mirip seseorang yang sedang ingin berdagang sesuatu di pinggir jalan. “Aku menemukan beberapa rumah yang bagus untukmu, Nona Alexa. Mulai dari rumah mewah dengan desain minimalis dan sederhana hingga rumah mewah besar bergaya ala-ala Eropa yang mirip dengan rumah yang sedang kau tinggali sekarang ini.” Pria tua itu kini mulai mendorong sebuah kertas untuk datang tepat mengarah pada wanita muda yang ada di depannya saat ini.
Alexa melirik ke arahnya. Bergeming dengan
"Untuk apa kau datang ke sini?" tanya Alexa menutup kembali botol wine yang ada di depannya. Ia melirik ke arah pria jangkung yang ada di depannya itu. Jujur saja, ia tak menyukai Luis menerobos masuk ke dalam lantai Puncak Camaraderie, Alexa sudah menghapus akses untuk pria jangkung ini selepasnya kematian sang kakak kandung. Ia tak Sudi lantai suci yang dibangun dengan menggunakan tetesan darah perjuangan miliknya itu, diinjak dengan menggunakan sepatu kotor milik pria yang ada di depannya itu. Meksipun Alexa membenci sang kakak, tetapi ia lebih membenci pria yang ada di depannya itu. Ia tak sudi berhubungan lagi dengan Luis. Hari ini, Alexa akan benar akan mengakhiri hubungannya dengan Luis Ambrosius."Mengunjungi kekasihku yang baru saja keluar dari penjara." Pria itu tersenyum aneh. Ia melirik ke arah Alexa yang terkesan tak acuh dengan apapun yang dikatakan oleh dirinya. Wanita muda itu masih saja kokoh dalam diamnya. Bermain dengan gelas cantik berbentuk bunga tulip ya
"Luis Ambrosius," ucapnya dengan nada lirih. Nama itu menjadi pembuka untuk pria berjenggot rata nan tipis yang menutupi seluruh bagian dagu dan separuh bawa wajah wajah tampannya itu. Ia terus menatap punggung seorang pria yang ada di depannya itu. Tak bisa menatap wajahnya, Wriston hanya boleh mendapatkan pandangan berupa punggung lebar milik seorang pria yang memanggilnya datang kemari.Asap rokok mengepul di udara. Menjadi aroma ruangan yang minim cahaya juga tak banyak lubang untuk membiarkan udara masuk ke dalamnya. Ini adalah ruang rahasia. Dibangun tepat di sebuah gedung utama yang sering dikunjungi oleh orang-orang yang datang ingin menyewa atau membeli properti pada Mr. Cristiano Bo Dalbert. Ya, pria yang baru saja memanggilnya untuk datang adalah pria yang sama, yang mengunjungi Dokter Lim Won Shik siang tadi. Pria itu sudah kembali ke rumahnya. Ia ingin berbicara pada 'anjing baik' yang begitu setia padanya. Ia menjadi peluru yang tepat sasaran
"Kalau dia masih hidup itu artinya semua orang-orang yang berhubungan dengan kematian palsunya di masa lalu sedang terancam bahaya." Sebuah kalimat baru saja menghentikan aktivitas kecil milik Harry. Pria itu menoleh. Ia menatap ke arah Ace yang baru saja memutar kursi untuk mengarahkan pandangan mata pada Harry. Pembicaraan kali ini benar-benar serius. Ace bahkan tak mengembangkan senyum di atas wajahnya seperti biasa.Jujur saja, kedatangan Mr. Cristiano Bo Dalbert yang terkesan begitu tiba-tiba membuat semuanya terasa begitu kacau sekarang ini. Bersama kabar itu, Dokter Lim Won Shik mengatakan bahwa pengirim jari jemari Mr. Joe ke dalam laboratorium BioCell miliknya adalah pria yang sama. Alasannya? Pria itu enggan memberi tahu. Ia melenggang pergi begitu saja selepas meninggalkan Dokter Lim. Katanya, jika ingin berbicara banyak, maka datanglah ke sebuah alamat yang dikirimkan secara pribadi lewat surel milik pria gendut itu. Sebuah alamat yang asing, yang bahkan Dokter Li
Fajar menyingsing. Sinarnya tegas menghangatkan bumi. Sedikit memanas di setiap detiknya. Kiranya, musim panas membawa banyak perubahan untuk London. Tak ada lagi yang akan kedinginan. Suhu memanas, menghangatkan hingga membakar kulit orang-orang yang beraktivitas tanpa pelindung yang tepat di luar ruangan.Alexa mencintai suasana ini. Terang, sinar sang surya menerpa masuk menembus jendela kaca besar ruangannya. Teknologi Puncak Camaraderie dimatikan, sebab jika pagi menjelang siang begini, cahaya indah di puncak Camaraderie tak akan benar-benar bisa menyayangi agungnya sang surya.Di sebuah sudut ruangan, seorang pria tampan datang bersama perlengkapan kerja yang memadai. Khas seorang pengacara kalau sedang menemui kliennya. Sejak kemarin, tepat saat Alexa dibebaskan, Harry belum menyapa, juga belum datang untuk memberikan ucapan yang tepat. Selamat juga meminta maaf. Dirinya menjadi korban utama dari kejahilan milik Harry Tyler Lim."Awak media menunggumu di
Shan Entertainment, gedung hiburan terbesar di London dengan reputasi berbaik. Membawa banyak bintang-bintang besar yang membanggakan. Semua yang berlabel Shan Entertainment adalah orang-orang berhasil yang tak pernah mengecewakan. Di sini, katanya semua mimpi dan harapan dibangun, masa depan ditata dengan baik dan benar. Tak ada yang gagal kalau sudah ada di bawah naungan Shan Entertainment"Nona Xena ...." Seorang pegawai memanggilnya. Seorang wanita cantik menoleh, mengarahkan pandangan matanya pada orang yang baru saja datang dan mengetuk pintu kayu yang sengaja di buka separuhnya untuk membiarkan cahaya dan udara masuk ke dalam ruangan."Ada yang ingin bertemu dengan Anda," tuturnya dengan nada ringan. Tersenyum pada wanita yang hanya menganggukkan kepalanya ringan. Tak ada suara, diam membisu adalah respon yang diberikan oleh wanita muda itu. Anggukan kepala ringan datang kemudian. "Bolehkah dia masuk?""Tentu saja boleh ...." Seorang pria menyela. Membuat
"She is your mother, Alexa!" Suara berat itu akhirnya meninggi. Ia tak sanggup lagi dengan pemikiran bodoh sang putri. Selama ini, Alexa terlalu bodoh dalam menyimpulkan keadaan. Putrinya terlalu egois dan terburu-buru, ia bisa benar-benar menjadi dewasa."Dia adalah ibumu, Alexa," ulang Mr. Aric dengan nada melirih. Kedua tangan itu meraih pundak sang putri. Mencoba untuk membawa tubuh Alexa mendekat padanya. Ia ingin kedamaian, dirinya pun yakin, bahwa Alexa juga begitu. Impian sang putri hanyalah menjalankan gedung ini dengan damai dan tenang. Tak ada yang menghalanginya, itulah yang diidamkan oleh seorang Sherina Alexander Lansonia selama ini."Suruh pria itu keluar dan kita berbicara empat mata," ucapnya memohon. Ia melirik ke arah Harry yang masih menonton semua ini dengan bisu. Dirinya enggan berbuat apapun sekarang. Jujur saja, dirinya penasaran seperti apa Mr. Aric yang digadang-gadang oleh pamannya adalah pria yang baik yang
Laju mobil tegas membelah padatnya jalanan kota. Membawa tubuh seorang wanita cantik yang baru saja keluar dari dalam bangunan kantornya. Ia membenci suasana di sana, selepas mengusir sang ayahanda dengan kasarnya, Alexa pun enggan berbicara pada Harry. Meksipun pria jangkung itu terus saja mencoba untuk menghentikan langkah kakinya, tetapi percayalah, Alexa benar-benar malas untuk bersua dengan siapapun selepas sang ayah menghancurkan mood baiknya. Pria tua bangka itu memang kadang menyebalkan, ingin rasanya, ia menghancurkan pria itu berkeping-keping dan lebur hingga tak berbentuk. Namun, kembali lagi, Mr. Aric Joy adalah ayah kandungnya. Ia juga yang masih memegang kendali penuh dari Joy Group. Jika pria itu hancur, maka Joy Holding's Company pun lambat laun akan begitu, sebab hampir 50 persen, relasi dan kolega milik perusahaannya berasal dari Joy Group."Rumahmu sudah siap, Nona." Mr. Chloe menyela hening. Tak ada musik yang dimainkan. Alexa melarang
Sebuah bingkai foto indah dan rapi membungkus sebuah rekam gambar yang cukup menyita perhatian Alexa sejak tadi. Wanita muda itu enggan menatap ke arah lain selepas Liana mengijinkan Alexa untuk masuk dan duduk di ruang tamu. Liana menolak untuk menjamu Alexa di taman kecil sisi rumahnya. Kata Liana, tak pantas jika tamu datang ke rumah tak diajak masuk dan tak diberi jamuan yang pas. Kiranya, harus benar-benar menjadikan tamu sebagai raja."Itu suamiku, Nona." Liana menyela keheningan. Bahkan sampai sekarang, ia belum punya waktu yang tepat untuk bertanya siapa wanita cantik yang datang dengan buah tangan yang membuat dirinya tercengang. Tak ada tamu yang datang dengan membawa barang semahal itu. "Kalau putra kecil itu adalah anak kandungku," imbuhnya lagi. Ia berjalan mendekat ke arah Alexa sembari membawa nampan berisi teh herbal untuk tamunya."Ngomong-ngomong, kau datang untuk mencari suamiku?" tanyanya dengan lembut sembari meletakkan satu persatu jamuan yang dit