Waktu telah banyak berlalu, akhirnya kini hari pernikahan Nera serta Kaivan berlangsung. Banyak rekan kerja Anton dan teman-teman Margaret yang hadir di sana, tak hanya itu beberapa sahabat Nera juga muncul. Di ujung kursi, yang berada cukup jauh dari pandangan semua orang. Terlihat Cyra sedang menatap sendu pada sosok adik dan mantan kekasihnya, jika di pikir secara rasional semua terdengar lucu. Keluarganya sangat acuh pada Cyra, dan lebih mengutamakan Nera. Namun, seakan belum cukup ia juga harus memberikan kekasihnya pada sang adik. 'Kupikir, akan ada yang mencari ku sekarang. Nyatanya mereka tidak membutuhkan kehadiranku di sini,' Meski Cyra mendapat undangan secara resmi, tapi ia tetap di acuhnya. Mereka secara terang-terangan tidak menganggap kehadirannya di sana. Hingga suara tepuk tangan para tamu yang hadir membuat lamunan Cyra hilang, ia ikut bertepuk tangan setelah akad nikah selesai. Acara sakral itu terasa sangat berbeda jauh dengan pernikahannya, Nera di dampingi k
Butuh waktu tiga jam lamanya untuk Cyra menyelesaikan pekerjaannya, ia menutup semua map yang di berikan oleh Raizan lalu menumpuknya di atas meja. Cyra menoleh ke arah ranjang, di sana terlihat Raizan masih sibuk dengan ponselnya."Pak, saya sudah selesai."Raizan menoleh, ia mengangguk lalu meletakan ponselnya di atas ranjang."Terima kasih, Ra. Sebelum pergi, lebih baik kamu makan siang di sini dulu.""Tidak perlu, Pak. Saya masih kenyang." Namun, baru saja ia menolak suara keras yang keluar dari perut Cyra membuat Raizan terkekeh. Cyra merasa sangat malu, karena perutnya tidak bisa di kondisikan di depan bosnya sendiri.'Kenapa bunyi sekarang sih?' batin Cyra kesal.Melihat wajah Cyra yang memerah, Raizan mengalihkan pembicaraan dengan mengajaknya turun menuju ruang makan. Kebetulan jam makan siang sudah lewat, dan Raizan sendiri sengaja belum makan karena tidak enak meninggalkan Cyra sendiri.Selang beberapa saat, mereka berdua tiba di ruang makan. Di sana sudah tersedia berbaga
Pernikahan Nera yang sangat megah akhirnya usai, kini ia dan Kaivan sudah berada di dalam kamar pengantin yang bertabur bunga mawar di atas ranjang. Nera menunggu kedatangan Kaivan di dalam kamar, akan tetapi dalam waktu satu jam Kaivan tak kunjung datang. Ia mencari ponselnya lalu menghubungi Kaivan, tapi pria itu sama sekali tidak menjawab panggilan darinya. Perasaan cemas mulai merayap ke dalam hatinya, meski saat ini ia ada di hotel namun keluarganya masih ada di sana. Nera takut jika Kaivan bertindak gegabah, dan mempermalukannya di hari pertama pernikahan mereka. "Tidak mungkin Kaivan meninggalkan aku, kan?" Perasaannya semakin kalut, hingga akhirnya Nera memilih keluar dari kamarnya dan mencari keberadaan sang suami. "Kai, kamu dimana sih?" Nera berlari menuju lift, namun langkahnya terhenti begitu melihat seseorang yang tak lain adalah suaminya, sedang bercumbu bersama wanita lain di dalam lift. "Kaivan!" sentak Nera penuh amarah. Ia menarik paksa Kaivan keluar dari da
Seminggu berlalu, hubungan Cyra dan Nevalion semakin baik. Ia bahkan di minta datang ke singapura untuk menjemputnya pulang, setelah menjalani operasi kini Nevalion sudah masuk dalam pemulihan. Namun, ia bosan berada di rumah sakit terus menerus. Pada awalnya Nevalion tidak berniat menyuruh Cyra datang, akan tetapi Nevalion ingin cepat kembali ke rumahnya jadi ia hanya bisa meminta bantuan pada istrinya itu. Saat ini, Cyra baru saja selesai meeting. Ia hendak menuju meja kerjanya, namun suara Jena membuatnya terhenti. Cyra menoleh, ia menaikan satu alisnya saat melihat Jena membawa paper bag cukup besar. "Kamu bawa apa, Jen?" Arah pandang Cyra, tertuju pada paper bag di tangan kanan Jena. "Oh, ini ada titipan dari pak Beni, katanya buat kita berdua." "Tumben? memang pak Beni sedang ulang tahun?" tanya Cyra penasaran. Jena menggeleng, "Aku juga tidak tahu, mungkin aja lagi ada rejeki lebih." Mereka berdua berjalan beriringan, sesekali Jena menceritakan kesehariannya ta
Keesokan harinya Cyra sedang bersiap-siap menuju bandara, satu koper berukuran sedang sudah siap di dalam mobil Jena.Ia meminta sahabatnya itu untuk mengantarnya menuju bandara, kebetulan hari ini juga sabtu dan kantor sedang libur.Jena mulai menjalankan mobilnya menjauh dari rumah Cyra, keheningan sempat melanda mereka berdua. Hingga suara Jena mengagetkan Cyra, yang sedang melamun. "Ra, kamu berapa lama tinggal di sana?"Cyra menggeleng ragu, "Aku tidak tahu, aku hanya izin tiga hari sama pak Raizan.""Oh, kirain bakal lama. Emang kamu tidak masalah, kalau langsung kerja lagi?"Pertanyaan Jena kembali mendapat gelengan dari sahabatnya, Cyra memang tidak keberatan jika langsung kerja kembali. "Lagi pula, mas Neva bilang nanti bakal ada yang bantu rawat di rumah."Jena mengangguk-anggukan kepalanya pelan, tanpa terasa perjalanan mereka sudah sampai. Cyra keluar dari mobil bersama Jena, lalu membawa kopernya turun dari bagasi mobil itu."Aku pergi dulu, Jen.""Hati-hati, Ra. Kaba
Setelah waktu berlalu cukup panjang, akhirnya Cyra sampai di singapura. Ia menaiki taksi menuju rumah sakit, tempat suaminya di rawat. Saat melewati toko kue, Cyra mampir sejenak dan membeli kue untuk Nevalion.Hingga sesaat kemudian Cyra tiba di depan rumah sakit, ia meminta supir taksi untuk menunggu sebentar di sana. Sebab Cyra dan Nevalion memang berniat keluar dari rumah sakit hari ini, Nevalion juga sudah menyiapkan apartemen miliknya yang sudah lama ia beli."Tunggu sebentar ya, Pak. Saya mau panggil suami saya dulu.""Baik, Bu."Selepas mendapat jawaban, Cyra bergegas menuju resepsionis untuk menanyakan di mana kamar inap Nevalion berada.Selang beberapa saat, akhirnya Cyra tiba di depan pintu. Ia mendorong pintu ke dalam, sesaat Cyra terpaku melihat Nevalion sedang menatap kosong ke arah jendela.'Apa Mas Neva tidak mendengar suara pintu terbuka?' batin Cyra merasa heran.Ia mulai melangkah mendekati Nevalion, begitu berada di samping suaminya Cyra bisa melihat dengan jelas b
Kediaman Raizan sepi seperti biasa, hanya ada beberapa pelayan yang sedang membereskan meja makan. Raizan duduk di tepi kolam renang, ia nampak sedang melihat sosial media.Namun, gerakan tangan Raizan berhenti ketika melihat postingan Cyra yang baru saja di unggah dua menit yang lalu. Raizan meneliti foto tersebut, rupanya Cyra sudah tiba di singapura dan sedang bersama suaminya di dalam hotel.Raizan berdecak sebal, ia tidak tahu kenapa tiba-tiba menjadi kesal sendiri setelah melihat postingan itu."Sial, aku kenapa sih?"Raizan mengusak rambutnya kasar, ia mematikan ponsel lalu meletakannya ke atas meja."Aku pasti gila, ya, aku yakin itu."Ia meraih segelas kopi, dan meminumnya hingga habis dalam sekali teguk. Raizan merasa dadanya panas, seperti terbakar api."Tidak bis begini, aku perlu mendinginkan kepala."Baru pertama kali baginya merasakan hal seperti ini, dan itu membuatnya sangat kesulitan. Ia terus uring-uringan dan jengkel, ketika melihat Cyra bersama suaminya.Raizan me
Melihat tontonan gratis di depannya, Raizan merasa sedikit terhibur. Ia beranjak dari bangku, menuju mobilnya. Akan tetapi, secara tiba-tiba Nera berlari dan menabraknya hingga mereka berdua jatuh ke tanah. Brugh. "Sstt." Raizan mendesis pelan, begitu merasakan sakit pada sikunya. "Maaf, aku tidak sengaja." Nera segera bangun, dan meminta maaf karena sudah menabrak Raizan. Begitu ia melihat wajah pria di depannya, Nera terpaku. Wajah Raizan sangat tampan, ia memiliki fitur wajah tegas dan hidung mancung serta mata tajam. 'Wah, tampan sekali.' Batin Nera terkagum-kagum. "Lain kali, kalau jalan lihat-lihat, Nona." Nera tersadar dan langsung mengangguk, ia menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Apa anda terluka? mau saya antar ke rumah sakit?" Raizan menggeleng cepat, "Tidak perlu, saya baik-baik saja." Ia berniat pergi menuju mobilnya, namun lagi-lagi Nera mencegahnya. "Tuan, bolehkan saya minta nomor telfon anda? mungkin saja saya perlu ganti rugi?" "Tidak!" Dengan tegas