Keesokan harinya Cyra sedang bersiap-siap menuju bandara, satu koper berukuran sedang sudah siap di dalam mobil Jena.Ia meminta sahabatnya itu untuk mengantarnya menuju bandara, kebetulan hari ini juga sabtu dan kantor sedang libur.Jena mulai menjalankan mobilnya menjauh dari rumah Cyra, keheningan sempat melanda mereka berdua. Hingga suara Jena mengagetkan Cyra, yang sedang melamun. "Ra, kamu berapa lama tinggal di sana?"Cyra menggeleng ragu, "Aku tidak tahu, aku hanya izin tiga hari sama pak Raizan.""Oh, kirain bakal lama. Emang kamu tidak masalah, kalau langsung kerja lagi?"Pertanyaan Jena kembali mendapat gelengan dari sahabatnya, Cyra memang tidak keberatan jika langsung kerja kembali. "Lagi pula, mas Neva bilang nanti bakal ada yang bantu rawat di rumah."Jena mengangguk-anggukan kepalanya pelan, tanpa terasa perjalanan mereka sudah sampai. Cyra keluar dari mobil bersama Jena, lalu membawa kopernya turun dari bagasi mobil itu."Aku pergi dulu, Jen.""Hati-hati, Ra. Kaba
Setelah waktu berlalu cukup panjang, akhirnya Cyra sampai di singapura. Ia menaiki taksi menuju rumah sakit, tempat suaminya di rawat. Saat melewati toko kue, Cyra mampir sejenak dan membeli kue untuk Nevalion.Hingga sesaat kemudian Cyra tiba di depan rumah sakit, ia meminta supir taksi untuk menunggu sebentar di sana. Sebab Cyra dan Nevalion memang berniat keluar dari rumah sakit hari ini, Nevalion juga sudah menyiapkan apartemen miliknya yang sudah lama ia beli."Tunggu sebentar ya, Pak. Saya mau panggil suami saya dulu.""Baik, Bu."Selepas mendapat jawaban, Cyra bergegas menuju resepsionis untuk menanyakan di mana kamar inap Nevalion berada.Selang beberapa saat, akhirnya Cyra tiba di depan pintu. Ia mendorong pintu ke dalam, sesaat Cyra terpaku melihat Nevalion sedang menatap kosong ke arah jendela.'Apa Mas Neva tidak mendengar suara pintu terbuka?' batin Cyra merasa heran.Ia mulai melangkah mendekati Nevalion, begitu berada di samping suaminya Cyra bisa melihat dengan jelas b
Kediaman Raizan sepi seperti biasa, hanya ada beberapa pelayan yang sedang membereskan meja makan. Raizan duduk di tepi kolam renang, ia nampak sedang melihat sosial media.Namun, gerakan tangan Raizan berhenti ketika melihat postingan Cyra yang baru saja di unggah dua menit yang lalu. Raizan meneliti foto tersebut, rupanya Cyra sudah tiba di singapura dan sedang bersama suaminya di dalam hotel.Raizan berdecak sebal, ia tidak tahu kenapa tiba-tiba menjadi kesal sendiri setelah melihat postingan itu."Sial, aku kenapa sih?"Raizan mengusak rambutnya kasar, ia mematikan ponsel lalu meletakannya ke atas meja."Aku pasti gila, ya, aku yakin itu."Ia meraih segelas kopi, dan meminumnya hingga habis dalam sekali teguk. Raizan merasa dadanya panas, seperti terbakar api."Tidak bis begini, aku perlu mendinginkan kepala."Baru pertama kali baginya merasakan hal seperti ini, dan itu membuatnya sangat kesulitan. Ia terus uring-uringan dan jengkel, ketika melihat Cyra bersama suaminya.Raizan me
Melihat tontonan gratis di depannya, Raizan merasa sedikit terhibur. Ia beranjak dari bangku, menuju mobilnya. Akan tetapi, secara tiba-tiba Nera berlari dan menabraknya hingga mereka berdua jatuh ke tanah. Brugh. "Sstt." Raizan mendesis pelan, begitu merasakan sakit pada sikunya. "Maaf, aku tidak sengaja." Nera segera bangun, dan meminta maaf karena sudah menabrak Raizan. Begitu ia melihat wajah pria di depannya, Nera terpaku. Wajah Raizan sangat tampan, ia memiliki fitur wajah tegas dan hidung mancung serta mata tajam. 'Wah, tampan sekali.' Batin Nera terkagum-kagum. "Lain kali, kalau jalan lihat-lihat, Nona." Nera tersadar dan langsung mengangguk, ia menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Apa anda terluka? mau saya antar ke rumah sakit?" Raizan menggeleng cepat, "Tidak perlu, saya baik-baik saja." Ia berniat pergi menuju mobilnya, namun lagi-lagi Nera mencegahnya. "Tuan, bolehkan saya minta nomor telfon anda? mungkin saja saya perlu ganti rugi?" "Tidak!" Dengan tegas
Cyra sudah lima hari menginap di hotel yang ia dan suaminya tempati, niatnya meraka akan pulang besok siang menuju jakarta. Hubungan mereka pun kian dekat, Nevalion membiarkan Cyra mendekatinya secara alami. Benih-benih perasaan mulai tumbuh di antara mereka setelah membina rumah tangga selama hampir dua bulan. Bisa di katakan, Cyra menutup luka dari pengkhianatan adiknya dengan keberadaan Nevalion di sisinya. Pernikahan yang awalnya, hanya formalitas kini menjadi impian Cyra untuk memiliki keluarga sepenuhnya dengan Nevalion. Di dalam kamar hotel yang remang-remang, suara riuh dari luar terasa samar-samar. Seolah dunia di luar sejenak berhenti, Cyra duduk di tepi tempat tidur, memandang keluar jendela. Cahaya bulan menyinari wajahnya, menyoroti senyum lembut yang tak bisa ia sembunyikan. Di seberang, Nevalion sedang berdiri dengan santai. Ia duduk di kursi roda sambil mengamati rak buku yang terisi penuh, namun pikirannya lebih tertuju pada Cyra. “Mas, apa kamu merasa suasana di
Nera berdiri di pinggir taman, cahaya senja menciptakan bayangan panjang di tanah. Suasana tenang itu seolah menunggu sesuatu yang akan terjadi. Ia tengah menunggu kedatangan suaminya di sana, sampai sesaat kemudian Kaivan muncul langkahnya terlihat ragu, seolah berpikir dua kali sebelum mendekatinya. "Nera," Kaivan menyapa, akan tetapi nada suaranya tidak seceria biasanya. Nera menatapnya, mata mereka saling bertemu dan dalam sekejap seluruh dunia di sekitar mereka seakan sirna hanya menyisakan mereka berdua bersama hembusan angin. Nera merasakan hatinya masih terasa berat seperti ada sesuatu yang harus dia keluarkan agar bisa merasa lega. "Kaivan, kita perlu bicara." Kaivan mengangguk, wajahnya tampak keheranan. Tidak biasanya Nera memintanya bertemu di luar, kecuali saat mereka masih pacaran dulu. "Tentang apa?" ia bertanya dengan nada acuh. "Orang tuaku... mereka sudah tahu," Nera memulai, suaranya terdengar bergetar. "Mereka tahu tentang kamu dan... tentang perselingk
Setelah seminggu mengambil cuti untuk merawat suaminya yang baru saja operasi, Cyra kembali ke kantor dengan semangat baru. Ia berusaha untuk fokus dan menyelesaikan tugas-tugasnya sebagai sekretaris Raizan, seorang direktur yang dikenal cerdas dan ambisius. Namun, saat Cyra melangkah masuk ke ruang kerjanya, ia merasakan tatapan Raizan berbeda dengan yang biasa ia lihat kemarin. Bosnya itu menatapnya dengan penuh perhatian.Raizan, yang biasanya serius dan fokus pada pekerjaannya, mulai memperhatikan Cyra lebih dari sebelumnya. Ia memperhatikan setiap detail kecil, mulai dari senyumnya yang cerah saat menjawab telepon, cara ia menata berkas-berkas di mejanya, dan bagaimana ia selalu siap membantu rekan-rekannya. Raizan merasa terpesona oleh dedikasi dan profesionalisme Cyra, meski selama seminggu ini ia libur namun Cyra tak terlihat kikuk atau pun ragu ketika kembali bekerja.Raizan berusaha untuk tetap profesional, ada momen-momen kecil di mana kedekatan mereka mulai terasa. Misalny
Nevalion duduk di meja kerjanya, di kelilingi oleh tumpukan buku dan catatan. Cahaya matahari sore yang lembut masuk melalui jendela, menciptakan suasana nyaman yang membuatnya bisa berkonsentrasi pada proyeknya. Tiba-tiba, bunyi notifikasi dari ponselnya memecah kesunyian. Dengan penasaran, ia melihat layar dan mendapati pesan dari mantan pacarnya, Katty. "Hai, Neva! apa kamu ada waktu? aku ingin bicara denganmu. Mungkin kita bisa bertemu di taman dekat rumahmu?" Perasaan campur aduk muncul dalam dirinya. Di satu sisi, ia merasa ragu untuk menjawab pesan itu. Terlebih saat ini ia sudah menikah, meski bukan karena cinta. Di sisi lain, kenangan masa lalu yang pahit juga kembali menghantui pikirannya. Sebelum sempat mengambil keputusan, suara pintu terbuka menggema di ruang kerjanya. Cyra, baru saja, melangkah masuk dengan senyum lebar dan membawa sekotak kue yang baru di belinya. "Mas Neva, aku bawa kue! kita harus merayakan keberhasilan operasimu." Serunya dengan antusias. Neva