Beranda / Fiksi Remaja / Tingkat Dua / Part 8 • Arunika

Share

Part 8 • Arunika

Penulis: coochocinoou
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-06 22:13:58

To: Bang Radit

You send a document

Siang Bang, punten itu artikel yang kemaren

Bisa di cek dl,  entar kalo kurang oke bisa gue edit lg

From: Bang Radit

Oke, Ka

Abis rapat entar langsung gue cek

Thanks yaa

To: Bang Radit

Sippy

Pesan singkat itu berakhir dengan Bang Radit

yang mengirim sticker jempol yang hanya aku biarkan bercentang biru.

Aku tidak pernah menyangka bahwa aku akan berkirim pesan dengannya secara nyata. Meski hanya membicarakan soal artikel, aku sudah cukup senang untuk berbalas pesan singkat dengan dirinya.

Kuletakkan ponselku di atas meja, lalu menghembuskan napas dan bergumam pelan. Semoga tidak ada revisi sehingga bisa segera di publish tanpa harus berurusan kembali.

By the way, niatku untuk meminta tolong yang lain untuk meng-follow-up artikel Bang Radit tidak jadi aku lakukan. Hati kecilku meragukan keprofesionalitasanku jika tetap melakukan hal yang demikian.

"Fay, jadi ke perpus nggak?" Ku toel-toel lengannya yang masih sibuk menuliskan sesuatu di buku saktinya.

Aku tau Fayka mulai terganggu dengah aksi jahilku, tapi entah kenapa dia masih tahan dan belum menghentikan aktivitasnya. "Jadi, cuman gue nanti mau konsultasi dulu. Lo kesana duluan, entar gue susul!"

Aku mengerucutkan bibir kesal, "Tuh kan, tuh! Lo gitu mah sama gue!"

"Ya elah, Run. Kumat dah elo. Atau mau ikut gue konsul aja?"

"Gilak lo ya, ngapain juga gue ngikut lo. Plonga-plongo ntar gue di sono."

Kulirik Fayka menghentikan aktivitas menulisnya, lalu memfokuskan pandangan kepadaku "Lo bener-bener ya..." Ucapnya geregetan dengan tingkahku.

Aku mengulum bibir kedalam, "Ya gimana ya, gue mau ngajak Raini sama yang lainnya juga katanya enggak bisa. Lagi pada sibuk ngapain dah pada."

"UKM, himpro, atau kepanitiaan kali. Mereka kan tipe orang yang memanfaatkan waktu dengan bijak!" Sindirnya yang jelas ditujukan kepada siapa.

Ya benar, aku memang seperti itu. Malas mengikuti kegiatan apapun yang menyita waktu luang berharga yang aku miliki. Terakhir kali ikut pun sudah lebih dari setahun lalu, saat dimana akhirnya aku bisa mendapatkan senyumnya untuk pertama kali.

***

Tempat yang nyaman dan WIFi yang lancar adalah kelebihan tersendiri yang dimiliki oleh sebuah gedung yang bernama perpustakaan. Bukan perihal buku yang tersedia yang begitu banyak, justru kecepatan jaringan internet yang lebih cepat dibandingkan tempat lain adalah yang paling favorit bagi mahasiswa sepertiku.

Aku berdiri dan sedikit meregangkan badan karena merasa sedikit pegal.  Sudah hampir setengah jam aku duduk di dalam peperpustakaan dua lantai ini, dengan ditemani sebuah tumblr minum yang isinya sudah hampir habis. Sedari tadi yang aku lakukan hanya menghabiskan waktu dengan scrol-scrol i*******m yang berisikan orang pamer liburan atau harta kekayaan, karena tujuan utama untuk mengerjakan tugas tidak bisa aku lakukan jika aku hanya seorang diri di sini.

Fayka baru saja mengabarkan bahwa dia akan telat dari jam yang sebelumnya kita janjikan. Kulirik jam tangan yang melingkar apik di lengan kiriku, jarum pendeknya menunjuk di angka dua. Dia berjanji untuk datang pukul setengah tiga, dan baru saja memberitaku untuk datang lebih lama dari yang dia perkiraan.

Astaga, harus apa aku sekarang untuk membunuh rasa bosan!

Sekilas aku melirik kembali pada layar ponselku.  Masih jam 2.05. Ada waktu hampir setengah jam untuk aku harus menemukan cara membunuh rasa bosan dari menunggu.

Aku teringat tugas mata kuliah kependudukan yang belum aku kerjakan. Tadi saat di kelas aku sempat memfoto tugas milik Salsa untuk aku salin di kontrakkan nantinya. Tapi dari pada bingung melakukan apa, aku lebih memilih untuk menyicil menulis tugas yang besok harus sudah dikumpulkan.

Aku tau mencontek adalah suatu bentuk kecurangan dan termasuk kriminalitas, meski jika dipikir-pikir lagi ini adalah hal yang wajar bagi pelajar sepertiku. Mengingat aku memiliki otak yang seringkali diajak berpikir berat tidak bisa, aku selalu kesulitan untuk menyelesaikan tugas yang berhubungan dengan hitung menghitung. Dan mencontek rasanya masih lebih baik, setidaknya aku punya usaha dibandingkan dengan hanya menyerahkannya ke tukang joki tugas saja. Dan supaya bisa bertahan di dunia perkuliahan, sedikit kerjasama dengan teman-teman sepertinya memang harus aku lakukan.

"Sori, kursi ini ada yang nempatin nggak?"

Tiba-tiba sebuah suara terdengar sangat dekat dari posisiku.  Membuat aku mengalihkan pandangan dari HP dan buku catatan yang sedari tadi menjadi fokusku.

Tubuhku langsung membeku, seolah suara barusan adalah pertanda bahaya yang bisa menyerang seluruh syaraf dalam tubuh seseorang. Bunda! Semoga aku tidak bersikap bodoh seperti yang dahulu!

Meski terasa canggung, aku berusaha tersenyum ramah. Lalu menatap kearahnya sembari berkata,  "Ng-enggak ada kok."

"Gue numpang duduk sini ya kalo gitu. Tempatnya penuh banget."  Tanpa menunggu persetujuanku dia langsung menarik kursi dan mendudukinya.

Ya, dia adalah Bang Radit. Raditya yang sama yang memberi tebengan saat aku ditilang, juga sosok menawan yang baru kemaren aku wawancarai.

Aku langsung kembali menunduk. Menutup buku catatanku agar tidak terlihat sedang menyalin jawaban. Mengembalikan layar handphone ke fitur home, lalu mengambil tumblr dan menyeruput isinya secara perlahan.

Aku tidak bisa lagi melanjutkan aktivitas yang sebenarnya baru aku lakukan itu.  Selain karena fokusku sudah menguap entah kemana, aku juga tidak sanggup untuk menanggung malu jika ketahuan sedang menyalin tugas.

Berkali-kali aku mencoba merilekskan tubuh dengan menarik napas panjang. Cara yang biasanya cukup ampuh untuk mengembalikan pikiran buyarku

Jam-jam seperti ini memang perpustakaan sedang padat-padatnya. Cuaca panas di luar sana berhasil mendorong orang-orang untuk mencari tempat yang lebih dingin untuk menghabiskan waktu. Dan tentu saja, perpustakaan menjadi salah satu tempat pilihan diantara itu.

"Gimana Ka kabarnya?" Tiba-tiba Bang Radit melontarkan satu pertanyaan yang membuatku kaget.

Ha?  Salah denger nggak sih nih aku!

Susah payah aku berusaha menutupi keterkejutan dengan kembali tersenyum tipis. Aku tidak menyangka jika Bang Radit masih mengingat namaku dengan baik.

"Baik, Bang. Abang gimana?"

Dia tertawa kecil sembari menggaruk kepala belakangnya yang mungkin saja gatal. "Baik."

"Gue ganggu ya? Soalnya lo keliatan canggung banget dari setelah gue dateng."

Ada jeda beberapa saat untuk otakku mencerna semua ini. "Eh. Enggak kok."

"Keliatan banget kali, Ka. Elonya nggak nyaman semenjak gue ada di sini.

Meski sekarang perasaanku tidak dapat didefinsiikan, aku tau dengan pasti bahwa sebenarnya selain gugup, aku tidak terganggu seperti yang dikatakannya. Melainkan merasa begitu senang hingga tidak tau harus berkata apa.

Bab terkait

  • Tingkat Dua   Part 9 • Arunika

    "Yakin nggak mau bareng?" Sosoknya bertanya untuk kedua kalinya saat aku tak kunjung juga mengiyakan ajakannya itu."Nggak usah, Bang. Temen gue bakalan jemput kok. Abang duluan aja gak papa."Jarak antara perpustakaan dan gerbang keluar kampus memang sangatlah jauh. Apalagi jika ditempuh sendiri, tentu saja itu akan berkali-kali lipat lebih melelahkan."Ya udah kalo gitu. Gue tungguin nyampe temen lo dateng deh! Gue juga nggak ada acara apa-apa kok abis ini." Ucapnya santai sembari menyandarkan kembali punggungnya ke kursi yang tersedia di depan gedung perpustakaan."Eh," Aku setengah tidak mengira dengan jawaban yang akan keluar dari mulutnya itu."Nggak usah, Bang."Kulihat Bang Radit mengernyitkan dahinya, "Kenapa?""Hmm.. " Aku sungguhan bingung ingin menjawab apaBang Radit menghembuskan napasnya, "Keberadaan gue bikin lo nggak nyaman ya?" Lagi-lagi kalimat itu yang keluar dari mulutnya.Aku menggeleng. "Eh, enggak kok."''Terus?""E.. emm.. gimana ya ngomongnya? Gue nggak mau a

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-06
  • Tingkat Dua   Part 10 • Arunika

    Self perception adalah persepsi seseorang akan dirinya sendiri dan penilaiannya, serta persepsi seseorang akan pengalamannya di situasi tertentu***Menyandang sebagai kota hujan, Bogor dan hujan adalah dua hal yang tidak bisa terpisahkan. Seolah sudah menjadi hal yang menjadi satu, Bogor diasosiasikan dengan hujan, dan hujan pun juga diasosiasikan dengan Bogor. Dan tentunya memaksaku yang super mageran ini untuk senantiasa membawa payung kemanapun ketika sudah memasuki musim penghujan.Untungnya, hujan di kamis sore kali ini benar-benar membawa berkah. Kemacetan yang biasa aku rasakan ketika menempuh perjalanan pulang yang bertepatan dengan after office hours, kali ini tidak terlalu terasa karena orang-orang mungkin memilih untuk menghangatkan tubuhnya dahulu dengan secangkir kopi atau teh sebelum beranjak pulang. Dan keadaan seperti ini membuatku banyak bersyukur karena berhasil memangkas perjalanan selama kurang lebih lima menit."Sore Mbak, baru balik ya?" sapa Rania saat melihat

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-06
  • Tingkat Dua   Part 11 • Arunika

    Everyone is special for their own liveBelieve that you can find a way***"Kenapa hm?" Tanyaku pada perempuan dua puluh tahun ini.Rania menghembuskan napas lelah. Sembari mengelap sisa-sisa air mata di pipinya, sosoknya berusaha tenang dengan kembali menarik napas secara perlahan. "Gue bakal cerita, tapi ini kayaknya bakal jadi deep talk Mbak." Jelasnya setelah berhasil meredam tangisnya.Aku mengangguk mengerti. Lalu menarik kedua tangannya untuk aku satukan dengan tanganku, dengan tujuan mengalirkan rasa tenang pada jiwanya yang sedang terguncang."Dimas selingkuh, Mbak!" Bohong jika aku tidak merasa kaget. Bola mataku mungkin sudah hampir keluar hanya dengan satu kalimat pembuka darinya barusan.Meski dirundung rasa penasaran, aku mencoba tenang dan tak memotong penjelasan Rania yang bahkan belum dimulai ini."Gue nggak tau semenjak kapan Dimas berubah jadi lebih cuek ketimbang dari biasanya. Mulai jarang kasih kabar, chat nggak dibales, dan bahkan belakangan ini story-nya di kec

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-19
  • Tingkat Dua   Part 12 • Arunika

    Jangan biarkan kesalahan masa lalu menentukan kehidupan kita di masa sekarang dan yang akan datang***Entah mengapa aku tiba-tiba teringat akan perkataan guru sejarah di tempatku sekolah dulu. Tentang alasan penggunaan bahasa latin dalam kesejarahan karena bahasa tersebut sudah tidak digunakan lagi secara umum. Sehingga tidak dimungkinkan untuk berkembang dan menghasilkan istilah baru yang mungkin saja dapat memicu kebingungan.Bahasa adalah sesuatu yang dinamis. Berkembang mengikuti zaman, dan terus bertambah sesuai situasi dan kondisi yang sedang terjadi.Salah sa

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-20
  • Tingkat Dua   Part 13 • Arunika

    Percaya atau tidak, ada banyak orang di dunia ini yang terlalu banyak menuntut pada dirinya sendiri***"Sini, Run!" Aku berjalan mendekati Fayka yang sedang duduk di atas tempat tidurnya dengan menyilangkan kaki untuk menopang laptop."Nonton apa?" Tanyaku sembari duduk di sampingnya, dan melepas ransel ku yang penuh beban itu."Fishuponthe sky."

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-21
  • Tingkat Dua   Part 14 • Arunika

    Everything happened for a reason***Setelah insidenlikedi instagram, tidak ada kejadian aneh lain yang membuat hipotesis Fayka menjadi semakin kuat. Nyatanya, sudah seminggu setelah kejadian itu tidak ada aktivitas yang mencurigakan dari instagram Bang Radit. Dan malahan aku yang akhirnya melakukan kegiatan aneh dengan menstalkingakunnya setiap hari tanpa jeda."Sial!" Aku mengumpat pelan sembari mengangkat jari telunjuk ku yang baru saja tergores pisau karena asyik melamun.Ku putuskan untuk menuju wastafel guna mencuci tangan, lalu melangkah ke kamar untuk mengambil kotak obat. Alih-a

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-22
  • Tingkat Dua   Part 15 • Raditya

    Kesuksesan seseorang berangkat dari pemikirannya***Orang bilang setengah permasalahan hidup orang yanggood lookingakan selesai dengan sendirinya. Namun entah mengapa aku pribadi justru merasakan sebaliknya.Untuk berdiri di tempatku yang sekarang -which issebagai ketua Hima, ada banyak orang yang selalu meragukan kemampuanku. Menganggap karenavisualyang di atas rata-rata lah yang membawa seorang Raditya berhasil menduduki tempat tertinggi di himpunan mahasiswa.Aku tidak perlu berusaha menjelaskan. Tidak perlu menunjukkan bahwa pencapaian-pencapaian organisasi yang sudah ku dapatkan sejak t

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-23
  • Tingkat Dua   Part 16 • Raditya

    Betteranoops than a whatif****Jangan pernah menunggu karena tidak akan pernah ada waktu yang tepat adalah salah satuquotesyang selalu aku gunakan ketika sedang merasa ragu untuk melakukan sesuatu.Seperti saat ini contohnya. Apakah aku yang harusnya memulai percakapan? Atau membiarkan kecanggungan karena diantara kami tidak ada yang mengawali pembicaraan?"Sori ya, Bang. Jadi ngerepotin." Tiba-tiba gadis kecil yang berdiri di depanku ini memulai pembicaraan tanpa menatap ke arahku.Aku mendon

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-24

Bab terbaru

  • Tingkat Dua   Part 58 • Arunika

    Tidak ada yang tahu bagaimana seseorang akan menjalani kehidupannya. Hal-hal yang sebelumnya terasa begitu mustahil untuk dialami, bisa saja dalam sekejap terjadi seperti apa yang ada dalam bayangan. Ada saja kejadian tidak terduga yang digariskan takdir, yang tiba-tiba membuat dua orang yang tidak mungkin memiliki kesempatan untuk berinteraksi bisa bersatu dalam sebuah ikatan dalam waktu yang terhitung cepat.Dalam dua puluh satu tahun hidupku di dunia, dam-diam menyukai seseorang tanpa ada keinginan untuk menyatakan adalah hal paling sulit yang pernah aku lakukan. Mengamati dalam diam dan melihat bagaimana dia menjalani kehidupannya adalah hal sederhana yang selalu bisa membuatku tersenyum bahagia.Ayolah... Jatuh cinta memang tidak sebercanda itu."Bang ..." Aku memanggil Bang Radit yang belum juga mengatakan satu patah kata pun sedari tadi.Saat ini kami berdiri di samping kolam renang di halaman belakang."Bang ..." Sekali lagi aku memanggil namanya. Bedanya, suaraku semakin liri

  • Tingkat Dua   Part 57 • Arunika

    Flashback onKesan pertama adalah hal paling krusial antara pertemuan dua orang. Pepatah yang mengatakan bahwa hanya perlu empat detik untuk memutuskan kita senang atau tidak dengan orang baru, nyatanya masih cukup relevan bagi sebagian besar orang. Baik itu untuk menyukai, membenci, atau bahkan sekedar respect or enggaknya.Bagiku sendiri yang cenderung sulit dekat dengan orang lain, gestur dan bagaimana orang itu bertutur kata padaku saat pertama kali kami berinteraksi adalah hal yang sepenuhnya membentuk perspektif ku akan orang tersebut. Jika aku merasa nyaman or anything like that maka aku akan memberikan respon positif dan menjadi lebih mudah untuk membaur di masa depan. Sementara jika penilaian ku terhadapnya sudah terlanjur buruk, even di masa depan dia ternyata tidak seperti yang aku duga pun tetap saja begitu sulit bagi ku untuk merasa dekat dengan orang tersebut. Dan itu berarti aku dapat mengatakan bahwa untuk kasusku kesan pertama adalah segalanya, termasuk membuatku mera

  • Tingkat Dua   Part 56 • Arunika

    "Kaya gembel banget sih!" Bang Saka menghinaku yang hari ini menggunakan daster lusuh berwarna kuning yang bergambar Spongebob.Jika aku tidak salah ingat, daster ini aku beli ketika study tour ke pulau Dewata saat kelas 2 SMP. Jadi apakah selama enam tahun terakhir ini aku tidak tumbuh?"Ini bagus tau, Bang. Lucu banget gini!" Balasku tak mau kalah.Bang Saka masih saja mencibir. "Lo bukan anak-anak lagi, Ka.... Nggak cocok udah itu bajunya. Buang aja!"Aku tidak habis pikir dengan pikiran seorang Arsaka. Kenapa semua barang menurutnya pantas untuk dibuang? jelas-jelas baju yang sedang aku pakai ini masih sangat nyaman untuk di pakai."Parah lo, Bang! Masih bagus gini!" Ucapku sembari meninju lengannya pelan."Ya udah yuk! Katanya mau bikin ayam geprek...." Ucapku sembari menarik tangannya menuju ke dapur."Jangan di bolak-balik terus ayamnya, Bang...." "Apinya jangan kegedean, Bang!""Itu minyaknya di tirisin dulu, ih!"Memasak bersama Bang Saka pasti berakhir dengan aku yang haru

  • Tingkat Dua   Part 55 • Raditya

    "Hati-hati ya .. Jangan lupa kabarin abang kalo udah nyampe rumah." Aku mengelus pelan rambutnya, dan menyelipkannya di belakang telinga.Naina masih saja cemberut. "Ini kan baru minggu pagi, Bang. Kenapa sih aku udah disuruh pulang?"Saat ini aku sedang berada di stasiun Bogor untuk mengantarkan Naina. Sedari tadi dia bersikeras untuk tidak mau pulang dan ingin tetap tinggal di sini hingga Senin besok. "Abang abis ini mau pergi, Na. Jadi nggak bisa nemenin kamu jalan-jalan.""Aku bisa jalan-jalan sendiri, Bang. Sumpah nggak bakal ngerepotin Abang," Naina mengangkat telunjuk dan jari tengahnya untuk menyakinkan ku jika dia bisa pergi jalan-jalan sendiri.Aku menggeleng.Sampai dia sebesar ini, aku masih saja sering khawatir jika dia harus bepergian sendiri di tempat-tempat yang baru. Memang selama ini dia pernah beberapa kali berkeliaran di sekitaran kota Bogor, tapi itu denganku kan?"Nggak bisa, Na. Abang nggak bisa ngebiarin kamu pergi jalan-jalan sendiri....""Tapi Naina udah gede

  • Tingkat Dua   Part 54 • Arunika

    Seringkali kita merasa sudah berusaha untuk menciptakan pikiran-pikiran positif dalam rangka mencari kebahagiaan. Namun, tetap saja ada masanya kita seolah tidak berdaya untuk mengendalikan suasana hati. Sebentar-sebentar merasa bahagia, sebentar-sebentar lagi sedih dan ingin menangis."Kangen..." Pipiku langsung bersemu karena malu.Bisa-bisanya ada orang seperti dia di dunia ini. Baru saja menampakkan diri dan langsung membuat jantungku jumpalitan."Ini beneran loh, Ka.... Bukan main-main." Lanjutnya sembari mengeringkan rambutnya yang masih basah.Damage-nya astaga ....."Abang baru mandi?" "Iya, baru dari luar soalnya. Panas!""Dari mana?" sepertinya ada kesempatan bagiku untuk menggali lebih dalam tentang foto yang dikirimkan oleh Fayka."Dari Botas..." Aku merasa lega karena Bang Radit menjawab jujur tanpa keraguan."Sama siapa?'Oke. Semoga dia tidak menyadari jika aku sedang mencoba mengintrogasinya.Bang Radit tersenyum penuh makna kepadaku. "Ika nggak cemburu ya, Bang. Cum

  • Tingkat Dua   Part 53 • Arunika

    "FAY URGENT! Ini gue Arun." Aku mengirim direct message pada Fayka menggunakan akun Instagram Bang Saka. Akun centang biru yang telah ter-verify hampir setahun lalu. Semoga anak itu tidak berjingkrak-jingkrak dan membuat keributan karena mendapat pesan dari seorang selebritas, pikirku sembari tertawa cekikikan.Aku harus menyelesaikan ini dengan sangat cepat karena Bang Saka mungkin saja bisa kembali sewaktu-waktu. Aku menggunakan ponselnya secara diam-diam, dan tidak boleh sampai ketahuan jika ingin uang sakuku bulan ini tidak dipotongnya."Tolong kirimin no nya Bang Radit yang gue tulis di halaman paling belakang buku warna coklat yang ada di meja belajar gue. Kunci kamar gue titipin ke Bela kemaren! Thanks ❤️" Lanjutku sebelum menekan pesan tersebut dan menghapusnya untuk menghilangkan jejak.Fayka biasanya akan membuka akun instagramnya pada sore hari, sehingga nanti aku juga harus menemukan waktu yang tepat untuk mengeceknya secara diam-diam tanpa ketahuan."Dek, lo liat hp gue n

  • Tingkat Dua   Part 52 • Arunika

    The time you feel lonely is the time you most need to be by yourself-Douglas Coupland-***Kesendirian adalah momok yang menakutkan bagi sebagian besar orang. Sebagai manusia, kita cenderung selalu membutuhkan orang lain karena ada beberapa hal yang memang hanya dapat diisi oleh orang lain, yaitu salah satunya adalah PENGAKUAN.Sampai kapanpun, orang akan berusaha untuk menemukan lingkungan yang dapat mengakui eksistensinya. Rasa diterima dan diakui, menjadi hal yang membuat seseorang akhirnya menyadari bahwa hidupnya cukup berharga.Sayangnya, ketika tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan, perasaan tersisih dan terkucilkan akan menghantui di dalam perasaan. Lalu secepat kilat berubah menjadi perasaan sedih, tidak percaya diri, dan bahkan merasa kecewa dengan diri sendiri.Lantas apa yang salah sesungguhnya?TIDAK ADATidak ada yang salah jika yang terjadi adalah demikian.Ketika seseorang tidak mendapatkan pengakuan yang baik dari orang lain, bukan berarti bahwa dirinyalah

  • Tingkat Dua   Part 51 • Arunika

    "Beneran, Dek?" aku mengangguk yakin.Bunda hanya menghela napas dan tidak mengatakan apa-apa lagi. "Kayaknya ini masih bisa di perbaiki sih Bun, sayang kalo harus beli yang baru." Lanjutku untuk meyakinkan Bunda.Siapa yang tidak mau ponsel baru jika ditawari? tentu saja tidak ada! Masalahnya, ponselku ini baru ku beli saat masuk kuliah. Dan jika dihitung dengan benar, sepertinya belum berumur dua tahun hingga sekarang.Sebenarnya, aku belum mau membeli ponsel baru bukan karena masalah biaya. Aku sangat yakin jika Bunda memiliki uang yang lebih dari cukup jika hanya membelikan ku ponsel baru. Meskipun demikian, sebagai orang yang sedang menuju tahap dewasa aku harus mulai mempertimbangkan banyak hal dan dan juga bertanggung jawab atas segala perbuatan yang aku lakukan sendiri.Ingatanku kembali melayang ke beberapa saat yang lalu. Tepat dimana terjadi insiden kecil yang berhasil menggelincirkan ponselku dari genggaman tangan. Sialnya, itu terjadi saat aku baru saja mulai menuruni t

  • Tingkat Dua   Part 50 • Raditya

    To: Pacar ❤️Ka, kamu dimana?To: Pacar ❤️Kamu baik-baik aja kan?To: Pacar ❤️Maafin Abang ya ....Itu adalah isi tiga pesan teks ku terakhir yang belum juga mendapatkan balasan darinya. Aku tidak tahu apa alasannya tiba-tiba pulang, dan tanpa memberi kabar sama sekali.Sebagai anak yang belajar ilmu-ilmu komunikasi, kami tahu betul bagaimana pentingnya komunikasi dalam sebuah hubungan. Jika diibaratkan, komunikasi ini sama pentingnya dengan sebuah kepercayaan. Tanpa komunikasi yang baik, kepercayaan akan mudah terkikis dan pondasi sebuah hubungan akan mudah rusak.Lalu sebenarnya apa yang terjadi dengannya?Kenapa tiba-tiba Ika seolah memutuskan komunikasi denganku?Tentu aku harus mencoba memikirkan dari perspektifnya. Meski aku merasa tindakannya ini salah, aku tidak lantas bisa mengatakan bahwa apa yang dia lakukan seratus persen salah. Aku menyadari betul bahwa aku juga mengambil bagian dari kekacauan yang terjadi diantara kami.Hubungan kami yang baru saja di mulai, langsung m

DMCA.com Protection Status