Share

Part 8 • Arunika

To: Bang Radit

You send a document

Siang Bang, punten itu artikel yang kemaren

Bisa di cek dl,  entar kalo kurang oke bisa gue edit lg

From: Bang Radit

Oke, Ka

Abis rapat entar langsung gue cek

Thanks yaa

To: Bang Radit

Sippy

Pesan singkat itu berakhir dengan Bang Radit

yang mengirim sticker jempol yang hanya aku biarkan bercentang biru.

Aku tidak pernah menyangka bahwa aku akan berkirim pesan dengannya secara nyata. Meski hanya membicarakan soal artikel, aku sudah cukup senang untuk berbalas pesan singkat dengan dirinya.

Kuletakkan ponselku di atas meja, lalu menghembuskan napas dan bergumam pelan. Semoga tidak ada revisi sehingga bisa segera di publish tanpa harus berurusan kembali.

By the way, niatku untuk meminta tolong yang lain untuk meng-follow-up artikel Bang Radit tidak jadi aku lakukan. Hati kecilku meragukan keprofesionalitasanku jika tetap melakukan hal yang demikian.

"Fay, jadi ke perpus nggak?" Ku toel-toel lengannya yang masih sibuk menuliskan sesuatu di buku saktinya.

Aku tau Fayka mulai terganggu dengah aksi jahilku, tapi entah kenapa dia masih tahan dan belum menghentikan aktivitasnya. "Jadi, cuman gue nanti mau konsultasi dulu. Lo kesana duluan, entar gue susul!"

Aku mengerucutkan bibir kesal, "Tuh kan, tuh! Lo gitu mah sama gue!"

"Ya elah, Run. Kumat dah elo. Atau mau ikut gue konsul aja?"

"Gilak lo ya, ngapain juga gue ngikut lo. Plonga-plongo ntar gue di sono."

Kulirik Fayka menghentikan aktivitas menulisnya, lalu memfokuskan pandangan kepadaku "Lo bener-bener ya..." Ucapnya geregetan dengan tingkahku.

Aku mengulum bibir kedalam, "Ya gimana ya, gue mau ngajak Raini sama yang lainnya juga katanya enggak bisa. Lagi pada sibuk ngapain dah pada."

"UKM, himpro, atau kepanitiaan kali. Mereka kan tipe orang yang memanfaatkan waktu dengan bijak!" Sindirnya yang jelas ditujukan kepada siapa.

Ya benar, aku memang seperti itu. Malas mengikuti kegiatan apapun yang menyita waktu luang berharga yang aku miliki. Terakhir kali ikut pun sudah lebih dari setahun lalu, saat dimana akhirnya aku bisa mendapatkan senyumnya untuk pertama kali.

***

Tempat yang nyaman dan WIFi yang lancar adalah kelebihan tersendiri yang dimiliki oleh sebuah gedung yang bernama perpustakaan. Bukan perihal buku yang tersedia yang begitu banyak, justru kecepatan jaringan internet yang lebih cepat dibandingkan tempat lain adalah yang paling favorit bagi mahasiswa sepertiku.

Aku berdiri dan sedikit meregangkan badan karena merasa sedikit pegal.  Sudah hampir setengah jam aku duduk di dalam peperpustakaan dua lantai ini, dengan ditemani sebuah tumblr minum yang isinya sudah hampir habis. Sedari tadi yang aku lakukan hanya menghabiskan waktu dengan scrol-scrol i*******m yang berisikan orang pamer liburan atau harta kekayaan, karena tujuan utama untuk mengerjakan tugas tidak bisa aku lakukan jika aku hanya seorang diri di sini.

Fayka baru saja mengabarkan bahwa dia akan telat dari jam yang sebelumnya kita janjikan. Kulirik jam tangan yang melingkar apik di lengan kiriku, jarum pendeknya menunjuk di angka dua. Dia berjanji untuk datang pukul setengah tiga, dan baru saja memberitaku untuk datang lebih lama dari yang dia perkiraan.

Astaga, harus apa aku sekarang untuk membunuh rasa bosan!

Sekilas aku melirik kembali pada layar ponselku.  Masih jam 2.05. Ada waktu hampir setengah jam untuk aku harus menemukan cara membunuh rasa bosan dari menunggu.

Aku teringat tugas mata kuliah kependudukan yang belum aku kerjakan. Tadi saat di kelas aku sempat memfoto tugas milik Salsa untuk aku salin di kontrakkan nantinya. Tapi dari pada bingung melakukan apa, aku lebih memilih untuk menyicil menulis tugas yang besok harus sudah dikumpulkan.

Aku tau mencontek adalah suatu bentuk kecurangan dan termasuk kriminalitas, meski jika dipikir-pikir lagi ini adalah hal yang wajar bagi pelajar sepertiku. Mengingat aku memiliki otak yang seringkali diajak berpikir berat tidak bisa, aku selalu kesulitan untuk menyelesaikan tugas yang berhubungan dengan hitung menghitung. Dan mencontek rasanya masih lebih baik, setidaknya aku punya usaha dibandingkan dengan hanya menyerahkannya ke tukang joki tugas saja. Dan supaya bisa bertahan di dunia perkuliahan, sedikit kerjasama dengan teman-teman sepertinya memang harus aku lakukan.

"Sori, kursi ini ada yang nempatin nggak?"

Tiba-tiba sebuah suara terdengar sangat dekat dari posisiku.  Membuat aku mengalihkan pandangan dari HP dan buku catatan yang sedari tadi menjadi fokusku.

Tubuhku langsung membeku, seolah suara barusan adalah pertanda bahaya yang bisa menyerang seluruh syaraf dalam tubuh seseorang. Bunda! Semoga aku tidak bersikap bodoh seperti yang dahulu!

Meski terasa canggung, aku berusaha tersenyum ramah. Lalu menatap kearahnya sembari berkata,  "Ng-enggak ada kok."

"Gue numpang duduk sini ya kalo gitu. Tempatnya penuh banget."  Tanpa menunggu persetujuanku dia langsung menarik kursi dan mendudukinya.

Ya, dia adalah Bang Radit. Raditya yang sama yang memberi tebengan saat aku ditilang, juga sosok menawan yang baru kemaren aku wawancarai.

Aku langsung kembali menunduk. Menutup buku catatanku agar tidak terlihat sedang menyalin jawaban. Mengembalikan layar handphone ke fitur home, lalu mengambil tumblr dan menyeruput isinya secara perlahan.

Aku tidak bisa lagi melanjutkan aktivitas yang sebenarnya baru aku lakukan itu.  Selain karena fokusku sudah menguap entah kemana, aku juga tidak sanggup untuk menanggung malu jika ketahuan sedang menyalin tugas.

Berkali-kali aku mencoba merilekskan tubuh dengan menarik napas panjang. Cara yang biasanya cukup ampuh untuk mengembalikan pikiran buyarku

Jam-jam seperti ini memang perpustakaan sedang padat-padatnya. Cuaca panas di luar sana berhasil mendorong orang-orang untuk mencari tempat yang lebih dingin untuk menghabiskan waktu. Dan tentu saja, perpustakaan menjadi salah satu tempat pilihan diantara itu.

"Gimana Ka kabarnya?" Tiba-tiba Bang Radit melontarkan satu pertanyaan yang membuatku kaget.

Ha?  Salah denger nggak sih nih aku!

Susah payah aku berusaha menutupi keterkejutan dengan kembali tersenyum tipis. Aku tidak menyangka jika Bang Radit masih mengingat namaku dengan baik.

"Baik, Bang. Abang gimana?"

Dia tertawa kecil sembari menggaruk kepala belakangnya yang mungkin saja gatal. "Baik."

"Gue ganggu ya? Soalnya lo keliatan canggung banget dari setelah gue dateng."

Ada jeda beberapa saat untuk otakku mencerna semua ini. "Eh. Enggak kok."

"Keliatan banget kali, Ka. Elonya nggak nyaman semenjak gue ada di sini.

Meski sekarang perasaanku tidak dapat didefinsiikan, aku tau dengan pasti bahwa sebenarnya selain gugup, aku tidak terganggu seperti yang dikatakannya. Melainkan merasa begitu senang hingga tidak tau harus berkata apa.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status