Seketika setelah Ahmad membaringkan Zia di tempat tidurnya, ia keluar dengan perlahan dari kamar agar tidak membangunkan Zia. Kemudian Ahmad berjalan menemui Cassandra yang tengah menunggunya. Ahmad sejenak menoleh ketika Zia menghela nafas panjang dalam tidurnya. Namun setelah dirasa Zia tak akan terbangun Ahmad segera beranjak keluar kamar menuju balkon.
Ahmad tertegun memandangi Cassandra yang sedang bersandar pada pagar balkon menampakkan kemolekan tubuh yang dibalut abaya tipisnya. Ahmad mendekati Cassandra dan memeluknya dari belakang."Apa kamu merasa sedih?" Tanya Ahmad dengan berbisik di telinga Cassandra.Cassandra melepaskan pelukan Ahmad dan membalik tubuhnya menghadap Ahmad."Aku baik-baik saja sayang." Jawab Cassandra lirih sambil memaksakan senyumnya."Kamu tidak terlihat baik." Bantah Ahmad mencoba memastikan keadaan Cassandra."Tepat hari ini, aku baru saja melepaskan suamiku untuk menikah dengan wanita lain, tentu saja aku merasa gelisah. itu saja." Ungkap Cassandra sembari mengusap air matanya yang mendadak menetes kepipinya."Aku tidak ingin ini terjadi, tapi saat semua ini terlanjur terjadi, kamu harus tau aku tidak akan pernah lari dari tanggung jawabku. Jadi kita harus mulai berdamai dengan keadaan." Balas Ahmad sambil meraih Cassandra kedalam pelukannya."Kamu tau Ahmad, Hatiku ternyata tidak sekuat itu, ini semua terasa begitu menyakitkan setelah jadi kenyataan." Ujar Cassandra lagi.Ahmad tidak sanggup membalas ungkapan Cassandra dan hanya mampu memeluknya dengan erat berharap kekalutan istrinya bisa mereda."Aku mencintaimu Sandra, aku harap kamu tau itu. tidak ada yang bisa menggantikan posisimu dihatiku. Namun kini aku harus berlaku adil pada Zia yang sekarang juga menjadi istriku." Jelas Ahmad pada Cassandra dengan hati-hati, takut Cassandra menyalah artikan penjelasannya."Ayo kuantar ke kamarmu." Tambah Ahmad sembari menarik Cassandra ke kamarnya.Ahmad mendudukkan Cassandra di ranjangnya lalu mencium keningnya. Cassandra masih merasa lemah karena kerapuhan hatinya saat itu tak mampu berkata apa-apa lagi. Ahmad pun berniat meninggalkan Cassandra dengan kekacauan hatinya malam itu."Bisakah kamu menemani aku sebentar disini." Pinta Cassandra"Baiklah, tapi ini sudah malam. Berbaringlah aku akan menemanimu." Ucap Ahmad kemudian mengelus-elus rambut coklat Cassandra hingga sang empunya terlelap dibuai mimpi.Setelah Cassandra tertidur, Ahmad menuju kamar Zia, membukanya perlahan dan berjalan kearah kamar mandi. Ia merasa gerah dan lengket karena kegiatan seharian yang melelahkan. Setelah mandi dan merasa segar ia mendekati Zia dan memperhatikan gadis itu lekat-lekat. nampak paras cantik Zia yang mungil. Zia memang jauh lebih kecil dibanding dirinya. ketika berdiri disebelah Ahmad, Zia hanya setinggi dadanya. Zia juga masih sangat muda, umurnya terpaut dua belas tahun dengannya.Ahmad yang merasa kasihan pada Zia berusaha melepas hiasan dan kerudung Zia agar bisa tidur lebih nyaman. Nampaklah mahkota Zia yang hitam legam dan panjang. Zia tak kalah cantiknya dengan Cassandra. Menurut Ahmad Zia sangat manis saat tertidur seperti itu. rambut panjangnya tergerai bebas di kasur membuat Ahmad ingin menyentuh istri kecilnya itu. namun ia mengurungkan niatnya karena melihat Zia yang terlihat lelah. Ahmadpun menarik selimut dan segera tidur disamping istrinya.***Jam dinding sudah menunjukkan pukulempat pagi, seperti biasa Zia sudah terbangun. Ia sedikit terkejut mendapati suaminya berada disampingnya masih terlelap dengan wajah yang lelah. Zia merasa ingin menyentuh wajah suaminya itu namun tangannya terasa berat. Zia tidak pernah menyentuh kulit laki-laki selain Ayahnya membuatnya ragu untuk membelai suaminya. Akhirnya Zia memutuskan bangun mandi dan bersiap shalat subuh.Setelah mandi badannya terasa segar, pikirannyapun lebih tenang dan ia mulai menyadari ia kemarin tidur di mobil dan sekarang ia bisa berada di kamar yang nyaman di rumah suaminya."Apa kak Ahmad menggendongku kesini ya? aduh jadi malu. baru jadi istri sudah merepotkan. " Gumam Zia dalam hati.Karena keasikan melamun membayangkan kejadian semalam Zia tidak sadar Ahmad sudah bangun dan memandanginya yang hanya memakai handuk dengan rambut panjangnya yang tergerai sampai paha. Seketika Ahmad mengagumi kecantikan istri kecilnya itu."Kamu cantik sekali, Zi." Ucap Ahmad tiba-tiba."Eh.. emh.. Kak Ahmad sudah bangun." Zia yang terkejut merasa malu dan tak nyaman berpenampilan seperti itu di hadapan laki-laki. Wajar saja Ayahnyapun tak pernah melihat rambutnya yang telah tumbuh sepanjang paha."Kenapa salting gitu sih, kan sama suami sendiri." Goda Ahmad yang sudah tak tahan melihat keimutan istrinya."Sini Zi dekat aku." Imbuhnya"Zia mau shalat subuh kak." Zia mengalihkan pembicaraan untuk terhindar dari suaminya. Ia lalu mencari mukenahnya tapi tidak juga ketemu."Aduh mukenah aku dimana ya." Zia bertanya pada dirinya sendiri sambil celingak celinguk kesana kemari."Barang-barangmu masih di mobil semua belum dibawa kesini. Ambil aja mukenah di lemari itu." Jawab Ahmad sambil menunjuk lemari di samping ranjang."Adzannya belum berkumandang, Zia. Sholat itu harus setelah masuk waktunya" Imbuh Ahmad pada Zia sambil terkekeh melihat Zia salah tingkah, kemudian berjalan ke kamar mandi.Zia yang gugup langsung mengambil mukenah di lemari dan segera memakainya tanpa berganti pakaian terlebih dahulu. Dengan khusyu Zia melaksanakan ibadah subuhnya sementara Ahmad pergi ke masjid untuk melaksanakan ibadah yang sama.Setelah shalat subuh di masjid Ahmad melihat Zia yang belum juga melepaskan mukenahnya. Zia masih berkutat dengan mushaf ditangannya dan baru berhenti ketika Ahmad datang membuka pintu kamar mereka. Ahmad mendekati zia, meraih mushaf yg tengah dibaca Zia dan meletakkannya di meja. Kemudian Ahmad mengajak Zia duduk ditepi tempat tidur dan membuka mukenah Zia. Ia membelai rambut panjang Zia yang menurutnya sangat indah. Zia tak berani melakukan apapun hanya duduk diam dan memejamkan matanya. Ia malu karena belum berganti pakaian dan masih memakai handuknya itu."Ihh.. kenapa imut sekali anak ini." Gumam Ahmad dalam hati.Ahmad berdiri dan berjalan keluar kamar. Zia yang masih merasa malu segera merapikan mukenah yang ia kenakan dan mengembalikannya ke dalam lemari. Zia celingukan lagi mencari pakaian yg mungkin dia bisa pakai. Namun panggilan Ahmad yg sudah duduk ditepi ranjangnya sambil memegang sebuah gelas, membuyarkan niatnya."Sini, minum susu ini dulu. Sepertinya kamu masih kelelahan." Perintah Ahmad pada Zia"Emh.. iya.." Zia menurut dan meraih gelas dari Ahmad.Zia segera meneguk susu itu dengan cepat berharap bisa segera menghindari Ahmad. Setelah menghabiskan susunya Zia berdiri hendak meletakkan gelas itu di dapur, namun Ahmad menghentikannya."Taruh sini saja dulu." Ahmad meletakkan gelas itu di nakas sebelah ranjangnya. Setelah itu Ahmad menarik Zia kepelukannya, ia melihat wajah mungil Zia dan mulai menciumi bibir Zia. Zia yang terkejut hanya mampu memejamkan mata dan merasakan segala perasaan berkecamuk didadanya.Saat Ahmad berusaha menurunkan Handuk Zia, entah kenapa Zia menahan tangan Ahmad dan tiba-tiba saja menangis."Kenapa Zi?" Tanya Ahmad dengan lembut takut ia telah menyakiti istri kecilnya itu."Tidak kak.. hiks.." Zia masih sesenggukan juga heran kenapa dia menangis. Padahal Ahmad memperlakukannya dengan lembut hanya saja Zia merasa ketakutan.Ahmad mengerti ia orang asing bagi istrinya. Ahmad ingin bersikap lembut dan tidak menakuti istrinya jadi dia mengajak istrinya ke meja riasnya. Zia hanya diam dan menuruti Suaminya. Ahmad mendudukan Zia di depan kaca dan mulai menyisir rambut panjangnya."Apa aku menakutimu?" Tanya Ahmad dengan lembut."Tidak kak hanya saja aku bingung harus bagaimana." Zia menjawab sambil berkaca-kaca.Ahmad mencium pucuk kepala istrinya memandanginya dari pantulan cermin."Tak apa kalau belum siap, mari kita sarapan." ucap Ahmad menenangkan Zia.***Setelah selesai mandi Ahmadpun mengajak Zia keluar dari kamar dan menuju dapur. Disana nampak Cassandra yang telah rapi dan bersolek sangat cantik sedang menghidangkan makanan untuk Ahmad dan Zia."Selamat pagi, sayang." Cassandra mendekati Ahmad dan mengecup pipinya.Zia yang terkejut dengan kejadian yang tengah terjadi didepannya spontan melepaskan genggaman tangan Ahmad. Seakan dunia berhenti dan petir menyambar kesegala arah. Senyum yang sedari tadi tak bisa redup dari wajahnya mendadak hilang entah kemana."Aaa paa ii ni?" tanya Zia terbata-bata"Zia ini Cassandra, istri pertamaku." jawab Ahmad memperkenalkan Zia pada Cassandra."Iiis triiii?" tanya Zia lagi semakin tak paham. tak terasa matanya sudah perih dan berlinangan air mata karena semakin tidak memahami yg telah ia alami ini."Kemari!" Ahmad menarik Zia ke balkon.Zia yang sangat syok hanya menurut saja pada perintah Ahmad dan mulai mengikuti suaminya ke balkon. Sesampainya di balkon, Ahmad dan Zia cukup lama teriam dengan perasaan masing-masing."Aku benar-benar butuh penjelasan atas semua ini, Kak." Zia akhirnya bersuara setelah menyeka air matanya."Apa benar, kamu tidak tau bahwa pinangan ini datang padamu untuk menjadi istri keduaku?" Tanya Ahmad perlahan agar tak menakuti Zia."Zia tidak tau, kak" Jawab Zia sambil terisak dan tak mampu mengangkat mukanya.Ahmad memeluk dan membenamkan Zia didadanya yang lebar, berharap bisa menenangkan hati Zia."Apakah kau kecewa, Zia?" tanya Ahmad"Aku kecewa karena tidak ada yang memberitahuku tentang hal ini, bahkan ayah sekalipun." Jawab Zia yang mulai tenang"Istriku, Cassandra yang melamarkan kamu untukku." ungkap AhmadZia mengangkat wajahnya dari dada suaminya dan memandang Ahmad baik-baik, seakan mencari sesuatu disana."Ada apa Zia?" Ahmad bertanya"Tidak
Author povZia sedang merasa bahagia walaupun kejutan-kejutan pernikahannya kadang menguras batin. Zia bertekat untuk menyerahkan dirinya kepada suaminya malam ini. selepas makan malam ia pun sibuk berdandan mempercantik penampilannya. Zia duduk didepan cermin dan memandangi wajahnya yang polos."oke pertama-tama pakai bedak." kata Zia memulai tutorialnya."hemh.. terlalu pucat, aku butuh perona pipi." Zia memilih-milih produk didepannya."yang mana ya perona pipi?" tanya Zia kepada diri sendiri karena tak ada siapapun selain dirinya di kamarnya itu."ahh mungkin yang ini," Zia mengambil lipcream berwarna merah dan mengoleskannya dipipinya. Seingatnya kakaknya mengoleskan benda serupa saat mendandaninya di hari pernikahan.Saat digosok dipipinya warna merah itu tak mau membaur, semakin digosok semakin merah tak merata."Baiklah biarkan dulu, hufhtt (menghela nafas sejenak) nanti hasil akhirnya pasti bisa bagus, selanjutnya lipstik." Zia masih menggumam sendiri didepan cermin.ia mengo
Author povPukul empat pagi, seperti biasa Azizah terbangun. Mungkin karena letih yang amat sangat tubuhnya terasa sangat berat."Aaaauuuhhhh.. sakit sekali." lenguh Zia pelan.Ia segera bangun walaupun masih berbekas rasa sakit disana sini. Seperti biasa juga, Zia segera mandi dan mensucikan dirinya untuk menghadap panggilan subuh. Setelah mandi dan bersiap Ia membangunkan suaminya,"Kak sudah subuh." Kata Zia sambil mengguncang tubuh suaminya."Emmmhhh.. iya aku bangun sayang." jawab Ahmad dengan muka bantalnya."Kak Ahmad sholat di mana?" Tanya Zia"Aku akan ke masjid, kamu ajak Sandra sholat bersama ya." Pinta kak Ahmad sebelum bersiap ke masjid***Selepas shalat subuh, Zia membantu Sandra di dapur. Sandra nampak lihai memainkan peralatan dapur membuat Zia tertegun."Wuaaaahhh.. Kak Sandra kayak chef-chef di acara tivi gitu kak, keren banget.. cantik pula.. pantesan kak Ahmad klepek-klepek sama kak Sandra." Puji Zia dengan lantang tanpa sengaja."Ahh kamu bisa aja. basic aku mema
Aku duduk di kursi penumpang taxi online yang kupesan. Duduk termangu memandangi jalanan yang padat. Kesibukan kota, kendaraan berlalu-lalang, pedadang kaki lima berjajar menjajakan dagangannya. Pemandangan perkotaan yang melelahkan.Entah takdir sedang mempermainkanku atau aku saja yang terlalu berlebihan. Kupejamkan mata berharap semua ini hanya mimpi, namun kudapati aku masih berada di ruang yang sama bersama kisah hidup dan ratapanku. Taxi online ku berhenti di sebuah salon kecantikan langgananku. Kulangkahkan kakiku dan berjalan gontai tak bersemangat. Dengan malas aku memesan beberapa treatment dan segera masuk ke dalam ruangan yang ditujukan oleh petugasnya.Kulepaskan seluruh kain yang membalut seluruh tubuhku dan kuganti dengan lilitan kain yang membungkus sebagian tubuhku dan kemudian kukenakan kimono dan segera membaringkan bobot tubuh keatas matrass yang telah disediakan. Tak berapa lama tangan lembut mulai memijatku dan membuatku sedikit rileks. Beberapa benda kental dan
Ahmad pov"Wa alaikum salam." jawabku dan Zia bersamaan.Kubalikkan tubuh Zia menghadap kearahku. Dengan cepat aku mengulum bibir istriku yang manis ini. Zia yang tak siap mendapat perlakuan itu dariku langsung mendorong dadaku hingga aku mundur beberapa langkah."Ngawur deh, kalo kak Sandra liet gimana?" Gerutu Zia"Kan udah pergi." jawabku santai dan mulai menyerang Zia dengan ciuman yang semakin menjadi-jadi."Stop ah kak, yuk siap-siap." Sela Zia lagi sambil mendorongku lebih kencang kemudian berlari kekamarnya sambil tertawa.Zia membuka Lemarinya dan memilih baju yang akan dipakai walaupun sebenarnya ia hanya ingin menhindari suami yang selalu mengganggunya. Dengan tiba-tiba aku sudah berada dibelakangnya dan mulai menggodanya lagi. Zia merasa sudah lelah menghindar, membiarkan saja suaminya melakukan yang diinginkannya."Kau membuatku semakin bergairah Zia." Hanya itu yang kupikirkan saat Zia berusaha menghindariku. "Rambut panjangmu itu membuatku tak berdaya. Wajah lugumu, o
"Tadi udah Alpukat kocok, tapi sekarang laper lagi. Nggak tau deh akhir-akhir ini aku makan banyak banget." Gerutu Cassandra."Nggak apa-apa, kamu kebanyakan pikiran kalik." Balas Ahmad menenangkan Cassandra."Iya terus entar aku gendut, terus kamu males deh sama aku." Ucap Cassandra dengan kesal."Kenapa sih istriku yang satu ini, bawaannya marah-marah terus. Kalo cemburu bilang dong." Goda Ahmad"Idiiihh.. kepedean banget." Ledek Cassandra kesal."Udah yuk turun, makan bareng Zia juga." Ajak Ahmad pada Cassandra.Cassandra dan Ahmad turun ke lantai bawah untuk makan siang bersama. Di bawah terlihat Zia sedang berbincang-bincang dengan pegawai restoran."Ohh,, baru tiga hari ini toh nikahnya." Ucap seorang pramusaji."iya." jawab Zia"Selamat ya mbak Zia." Ujar pramusaji yang lain."Sering-sering kesini mbak, ngobrol-ngobrol lagi gitu." Ucap pramusaji yang pertama."Zia, ayo kita makan." Ajak Ahmad, memanggil Zia dari jarak yang masih cukup jauh.Ziapun menoleh dan mengangguk."Kapan
Author povCassandra sedang menyusun bahan makanan ke dalam kulkas, didekatnya Ahmad mengacak-acak kantung belanjaan kemudian duduk diatas meja dapur tepat disebelah kulkas. Sambil menemani Cassandra Ahmad mengemil makanan ringan yang ia temukan didalam salah satu tas belanja"Itu punya Zia. Enak aja kamu nyam nyam nggak bilang dulu. tar dia ngambek loh." Ucap Cassandra tanpa melihat Ahmad, tangannya masih sibuk menata kotak-kotak makanan ke dalam kulkas."Eh, punya Zia. Pantesan baru kali ini nemu beginian di tas belanjaan kita." jawab Ahmad asal saja.Cassandra hanya menoleh sedikit kemudian kembali berkutat dengan bahan makanan dan kulkasnya."Kamu lagi dapet?" tanya Ahmad menelisik."Enggak, kan tadi shalat bareng Zia." jawab Cassandra tak acuh"Sewot banget." Gerutu Ahmad sambil memasukkan keripik kentang ke mulutnya."Enggak sewot, kamu aja yang ngeselin." Gerutu Cassandra balik."Kok jadi aku yang salah sih?" tanya Ahmad heran"Tau ah, udah sana jauh-jauh deh. kesel banget aku
Author pov"Aku berangkat ke masjid ya," Ijin Ahmad pada Cassandra yang tengah mengeringkan rambutnya di depan cermin."Iya sayang." Jawab Cassandra sambil merekahkan senyum bahagianya.***Usai melaksanakan shalat magrib Cassandra keluar kamar untuk memasak makan malam.Didapur dilihatnya Zia sedang melakukan panggilan video dengan ayahnya. Mereka nampak bahagia dan haru, sesekali Zia menyeka air matanya yang menetes ke pipinya."Sudah dulu ya Yah, nanti Zia kabar-kabar lagi." pamit Zia pada Ayahnya"Assalammualaikum." Imbuhnya kemudian menutup panggilannya."Nelpon Ayah kamu Zi?" Tanya Cassandra mengagetkan Zia."Iya kak, kangen." Jawab Zia sambil mengusap kedua matanya dengan tishu."Pulang aja nggak apa-apa kok." Ucap Cassandra berusaha menenangkan Zia."Nggak deh kak, entar aja minggu depan sekalian ngambil buku-buku buat persiapan masuk kuliah lagi." Tolak Zia Lirih."Yaudah, aku masak dulu deh. Udah laper kan?" Tanya Cassandra mencairkan suasana."Hehehe, iya kak tadi ketiduran
Zia meraup udara sebanyak yang ia bisa. Rasa sesak dan menghimpit dada mengingat luka yang berusaha ia sembuhkan selama berbulan-bulan kebelakang. Tak berani menatap wajah kakak-kakaknya, Zia terpekur menundukkan kepalanya. "Kita pasti dukung kamu Zi, Insyaallah." Layla menggenggam tangan Zia."Beri Zia sedikit waktu lagi untuk berpikir Kak." Lirih Zia. Ia menggigit bibirnya hingga tercium bau besi karena darah yang tak sengaja keluar dari luka gigitan itu. Sungguh Zia bertahan agar air mata tak luruh di depan kakak-kakaknya."Jangan menyiksa diri Dek, kamu berhak bahagia." Salwa menguatkan sang adik."Toh kalian sudah bercerai, dan masa Iddahmu juga telah berlalu. Saatnya kamu berdamai dengan keadaan dan segera meresmikan perceraian kalian di pengadilan." Shofiyyah ikut menambahkan."Aku masih belum siap Kak, maaf." Bantah Zia masih tertunduk lemah."Pikirkan sekali lagi, Zi. Kakak-kakakmu ini tidak menginginkan yang macam-macam. Mereka ini ingin agar kamu juga ada yang menjaga. Aya
Jam sudah menunjukkan pukul setengah dua belas malam, Setelah menyelesaikan segala pembagian waris dan menyusun rencana awal untuk pembangunan pesantren dan masjid kelima bersaudara itu mengajak para suami mereka bergabung lagi."okay kita ajak para suami gabung deh yuk.. biar mereka juga tahu dan dukung semua yang udah kita rencanakan." Ucap Salwa."Bang, yuk gabung lagi sini. Kita udah kelar musyawarahnya." Pangil Layla pada suaminya.Zia dan Bilqis masuk ke dalam rumah untuk membuat minuman hangat dan mengambil sisa cemilan yang bisa menemani mereka menghabiskan malam dengan obrolan panjang dalam rangka memecahkan permasalahan-permasalahan keluarga mereka. "Nih kak, coklat hangatnya. Sama tadi didalem tinggal sisa ini doang makanannya." Zia menyodorkan nampan berisi coklat hangat dan bolu kukus buatan Bilqis."Oke, secara garis besar gitu lah bang. Rencana kita soal tanah Ayah yg di desa itu." Jelas Shofiyyah pada para suami."Makasih dek." Salwa tersenyu
"Anak-anak udah tidur semua Kak." Ucap Zia sekembalinya dari mengecek ruang tengah yang menjadi kamar tidur darurat tempat seluruh keponakannya tidur. Tak lupa zia menyalakan difuser dengan aroma lavender agar para pasukan kecil tidur nyenyak dan terbebas dari nyamuk. "Ya udah yuk kita langsung saja ke intinya. Ada beberapa hal yang akan kita bahas sekarang." Ucap Layla pada semua orang yang kini duduk berkeliling di meja makan yang sengaja digeser ke taman samping untuk acara bakar-bakaran tadi. Di belakang mereka alat barbeque sudah dipadamkan.Setelah mendapat anggukan dari seluruh keluarga, Layla mempersilahkan suaminya, Zahfran untuk menggantikannya berbicara."Jadi gini dek, sebelumnya kenapa aku kumpulkan kalian semua disini salah satunya adalah karena wasiat almarhum Bapak. Karena kebetulan saya yg ada didekat beliau ketika beliau hendak berpulang dan beliau berpesan untuk saya sampaikan ini kepada kalian semua." Zahfran menghela nafas sejenak kemudian melanjutk
Author POVSemenjak kepergian buah hatinya, Zia memutuskan untuk pulang kerumah almarhum orang tuanya. Ia menempati kamar lamanya, dan tinggal bersama kakaknya, Bilqis. Seluruh barang di apartemen juga diangkut kerumah itu. Hari demi hari, bulan demi bulan Zia mulai bangkit dari keterpurukannya dan berusaha menata hidupnya saya hampir berantakan semenjak kehilangan bayi laki-lakinya itu. Bilqis terus menguatkan sang adik agar bisa kembali menghadapi hidupnya dan mengikhlaskan kepergian Hamzah. Meski berat namun usaha dan do'a Bilqis membuahkan hasil."Zi, yuk sarapan terus siap-siap karena kita sekeluarga mau ngumpul disini buat diskusi. Kita harus belanja buat bikin makanan dan cemilan yang banyak. Soalnya pasukan kita kan banyak hehehe." Ajak Bilqis pada Zia."Iya Kak." Jawab Zia singkat dengan senyuman merekah. Tentu Zia sangat senang menyambut kakak-kakak yang sangat menyayanginya dan para keponakannya yang lucu-lucu. Zia dan Bilqis cukup sibuk hari itu membuat beraneka ragam kuda
Ahmad povAku melangkah lebar menjauh dari ruang inap Zia. Setengah berlari kulangkahkan kaki keluar rumah sakit, berjalan terus menjauh sambil terus beristighfar dalam hati. Mungkin setengah jam sudah aku terus berjalan tak tau arah hingga sampai di alun-alun kota. Aku melamban menyadari telah cukup jauh berjalan, aku putuskan masuk ke masjid di sebrang alun-alun. Menapaki tangga sambil mengamati sekitar.Nampak keluarga kecil bahagia, sang ibu memegang sekantung jajanan yang disuapkan bergantian kemulut anak-anaknya. Sedangkan si bapak duduk sambil berceloteh menceritakan sesuatu yang diperhatikan sangat oleh istri dan kedua anaknya. Bahagia, diiringi tawa disela cerita si bapak. Pemandangan yang syahdu dikala hati ini tengah remuk redam mendapati berita yang tak pernah kubayangkan sebelumnya.Kotolehkan pandanganku kearah lain, nampak gadis-gadis muda bercengkrama sesamanya. Disudut lain, sepasang pasangan tua yang tengah saling menopang menaiki tangga bersama dengan senyum mengemb
Malam menjelang, kini tinggallah aku dan suamiku di ruang rawat inap ini. Masih dalam suasana yang sulit digambarkan, antara sedih, senang, dan khawatir. Namun satu hal pasti yang aku berusaha yakini, bahwa segala sesuatu yang terjadi padaku kini ialah kehendak Allah. Qodarullahu wa masya'afala, maka aku hanya berusaha menerima apapun yang akan terjadi padaku maupun pada bayiku. Meskipun kondisi bayiku tak banyak perkembangan namun aku masih sangat berharap ia bisa bertahan dan hidup menjadi anak yang shaleh. Tak banyak harapan yang aku inginkan untuk bayi kecilku itu. Cukup hidup dengan keimanan yang teguh, sehingga bisa menentukan langkah yang benar dalam hidup ini. Tahu batas halal dan haram sehingga tidak mengambil jalan yang salah bahkan menerjang yang haram demi mengejar sesuatu yang melekat sifat dunia padanya."Sayang, tidurlah. Jangan terlalu lelah nanti asi kamu sulit keluar, katamu ingin membuat stok asi untuk bayi kita." Ujar kak Ahmad mengelus kepalaku yg terbungkus bergo
Zia povAzizah satu kata yang melekat pada diriku, ia adalah namaku. Satu-satunya hadiah terindah dari almarhumah ibuku. Beberapa hari setelah melahirkanku ia meninggal dunia karena komplikasi pasca melahirkan. Setelah kepergian ibuku, Ayah dan kakak-kakakku lah yang memberiku kasih sayang dan kehangatan sebuah keluarga. Aku tak pernah merasa kekurangan sedikitpun selama ini. Aku tumbuh menjadi seorang gadis periang karena begitulah karakter yang dibangun oleh keempat kakakku.Dibesarkan oleh seorang ayah pekerja keras membuatku menjadi seorang gadis mandiri dan cukup cakap dalam mengatasi masalah. Semua sifat dan kepribadianku tak lain adalah didikan ayahku yang keras dan tegas namun juga penyayang. Ayah seorang pengusaha kecil dibidang travel umroh. Ia membangun usahanya dari bantuan modal seorang temannya. Ayahku sempat mengalami kolaps ketika itu aku baru saja lulus sekolah menengah atas. Aku terancam tidak kuliah, padahal aku sangat ingin menjadi seorang bidan. Pekerjaan yang ku
"Sayang, jangan sia-siakan kesempatan ini karena kali ini aku sangat bersemangat untuk menyambutmu." Ucap Zia dengan nada menggoda membuat Ahmad semakin tak sabar untuk segera memulai serangan cintanya."Jangan salahkan aku kalau aku hilang kendali, kamu yang memancingku Zia." Racau Ahmad dengan mata sayu.Mereka berdua pun memadu kasih dalam indahnya ibadah. "Kak sudah mau magrib, ayo bangun kita belum sholat ashar." Ucap Zia sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk selepas mandi junub."Iya Sayang." Ahmad segera beranjak dan mandi dengan cepat.Ahmad mengimami Zia untuk shalat ashar kemudian disambung dengan shalat magrib saat adzan selesai berkumandang tak lama setelah mereka menyelesaikan sholat ashar."Tumben kak Ahmad nggak ke masjid? Bukannya wajib ya Kak untuk laki-laki sholat berjamaah di masjid?" Tanya Zia sambil melipat mukenanya."Diluar sedang hujan gerimis, Sunnahnya jika hujan turun kita melaksanakan shalat di rumah saja, dan tidak perlu ke masjid." Jelas Ahmad pada
Selepas sholat di masjid, Ahmad berniat berjalan-jalan pagi ke arah taman dimana sering ada penjual bubur ayam dan aneka jajanan Ahmad ingin membeli bubur untuk sarapan orang rumah sekaligus mencari keringat agar segera datang rasa kantuk."Pa, Ahmad mau cari bubur dulu. Buat sarapan orang serumah. Papa balik aja duluan." Ijin Ahmad pada mertuanya."Ya sudah Papa duluan ya." Jawab papa Cassandra.Sembari berjalan Ahmad mengambil jalan memutar mengitari area tepian perumahan di bagian belakang. Pemandangan danau yang indah dan pepohonan yang rindang menyejukkan mata membuat bibir tak hentinya mengucap masyaAllah. Ahmad terus berjalan hingga keluar gerbang perumahan bagian belakang berbelok kearah perumahan cluster yang masih satu pengembang dengan perumahan tempat rumah Cassandra dibangun. Bentuk rumah-rumah di cluster itu lebih kecil, berlantai satu dengan halaman yang tidak terlalu besar namun tertata dengan baik sehingga nampak cantik dan nyaman dipandang mata. Untuk port mobil kira