Share

Bab 6

Penulis: H. Putri Hadi
last update Terakhir Diperbarui: 2022-06-04 08:00:15

Aku duduk di kursi penumpang taxi online yang kupesan. Duduk termangu memandangi jalanan yang padat. Kesibukan kota, kendaraan berlalu-lalang, pedadang kaki lima berjajar menjajakan dagangannya. Pemandangan perkotaan yang melelahkan.

Entah takdir sedang mempermainkanku atau aku saja yang terlalu berlebihan. Kupejamkan mata berharap semua ini hanya mimpi, namun kudapati aku masih berada di ruang yang sama bersama kisah hidup dan ratapanku. Taxi online ku berhenti di sebuah salon kecantikan langgananku. Kulangkahkan kakiku dan berjalan gontai tak bersemangat. Dengan malas aku memesan beberapa treatment dan segera masuk ke dalam ruangan yang ditujukan oleh petugasnya.

Kulepaskan seluruh kain yang membalut seluruh tubuhku dan kuganti dengan lilitan kain yang membungkus sebagian tubuhku dan kemudian kukenakan kimono dan segera membaringkan bobot tubuh keatas matrass yang telah disediakan. Tak berapa lama tangan lembut mulai memijatku dan membuatku sedikit rileks. Beberapa benda kental dan dingin dioleskan di punggungku membuatku semakin nyaman hingga tertidur. Sejenak segala pilu hatiku menghambar walau lukanya masih menganga.

Setelah menyelesaikan semua treatment yang aku pesan aku segera bersiap untuk pergi dari tempat ini menuju mall tak jauh dari sini. Setelah kupasang niqabku dan kupastikan rapih dan presisi segera kutenteng tas berjalan kekasir dan pergi menuju mall untuk membeli beberapa keperluan.

Sesampainya di mall tersebut, yang pertama kudatangi ada toko buku. Rasanya aku butuh sesuatu yang lebih bermanfaat saat mengisi hari-hari kosongku saat Ahmad harus bersama Zia. Kupilih beberapa buku tentang kehidupan wanita-wanita muslimah yang berpengaruh didunia. Beberapa buku resep masakan kulihat ada satu buku yang penulisnya adalah temanku. Sambil membantu teman melariskan bukunya, sembari aku menambah isi kepala agar lebih berkualitas.

Saat berjalan di satu lorong buku, tiba-tiba langkahku mengarah pada satu buku tentang parenting. Entah apa yang mendorongku, namun tangan ini mendadak menyentuh buku itu, mengangkatnya dari rak dan memasukkannya kedalam keranjang belanja. Entahlah, aku merasa sedih setiap kali berusaha mempelajari parenting membuat aku menyadari kemungkinan aku bukan wanita sempurna. Namun kini ada Zia bukan? Zia lah yang akan mewujudkan impianku untuk menjadi ibu dari anak-anak Ahmad.

Setelah membayar aku mampir ke grocery shop dilantai paling bawah untuk membeli beberapa vitamin, buah-buahan, dan coklat. Mendadak air liurku membanjir melihat deretan coklat yang tersusun rapi. Walau tak biasanya aku suka coklat, tapi kali ini aku benar-benar menginginkannya. Mungkin ini karena aku terlalu lelah jiwa raga beberapa hari terakhir, sehingga tubuh membutuhkan asupan lebih.

Setelah mendapat semua yang aku inginkan aku berniat kembali pulang kerumah. Namun teringat Zia dan Ahmad sedang ke resto membuat aku jadi ingin menyusul sekalian makan siang karena perut ini sudah sangat lapar. Namun lagi-lagi aku merasa aneh pada diri sendiri yang mendadak nyaris meneteskan air liurku melihat banner menu sebuah kedai yang menampilkan gambar es alpukat kocok dengan siraman coklat dan satu scop eskrim vanila. Ingin rasanya memolak nafsu ini namun kakiku malah melangkah ke dalam kedai itu.

"Mba, saya mau pesan yang sama persis seperti yang itu." Tunjukku pada banner tadi.

"Baik, ada lagi?" Tanya pramusaji itu.

"Enggak itu aja." Jawabku kemudian membayar pesananku dan duduk di kedai itu.

Tak kusangka akupun sedang tersenyum membayangkan es alpukat kocokku, hinga tak kusadari ada yang tengah duduk dihadapanku dengan tatapan heran. Untungnya cadarku membuat senyumku tak nampak dari luar, kalau tidak pasti aku sudah dikira gila.

"San, udah lama disini?" tanya orang itu..

"Eh iya nggak juga." jawabku tak yakin karena sepertinya aku baru saja melamun.

"Ahmad mana?" Tanyanya lagi.

"Aku sendirian, Ahmad lagi sama istri keduanya?"

"Hah? Ahmad kawin lagi? kok kamu bolehin sih? Kenapa nggak dikasih ke aku aja nih kasian bujang lapuk." selorohnya bercanda dan berharap.

"Ya udah sih, sono buru cari calon. Cepet nikah!" Ucapku menanggapi selorohannya.

Namanya Ferdi, Dia teman dekat Ahmad sejak aku dan Ahmad masih awal kenal. beberapa tahun lalu Ferdi harus pindah ke luar pulau untuk urusan pekerjaan dan baru kembali satu tahun terakhir. Ya, dialah pemilik kedai alpukat kocok ini. Beberapa menit menunggu alpukat kocokku datang. Alpukat kocok ini dikemas dengan gelas mika yang di segel, sehingga fleksibel bisa dibawa pulang atau diminum ditempat.

"Buka dari kapan,Fer?" Tanyaku sembari mencoblos segel dengan sedotan yang lumayan besar.

"Yah, adalah tiga bulanan." Jawabnya santai

"Aku lagi mau bikin cabang nih? Lokasinya di gedung sebelah apartememu tuh. kamu ada nggak yang bisa dimintain tolong ngurusin?" Tanya Ferdi dengan serius

"Wah, kalo soal bisnis kamu tuh ya. Paling pemberani, pantang menyerah, dan berani spekulasi tinggi." Pujiku pada Ferdi.

"Malah memuji-muji tar kepalaku gede loh, jadi gimana km bisa bantu cariin orang ga?" Balas Ferdi.

"Ah Fer, tau sendiri kan aku anak rumahan sekarang, udah nggak pernah kemana-mana paling cuman ngemall." Gerutuku.

"Yaaahh payah, kuper banget sih." Sahut Ferdi tiba-tiba.

"Yee sialan, ini nih.. ini.. yang bikin kamu gak laku laku.. mulutnya tuh gak ada rem nya." balasku kesal.

"Hahahaha.. yah dia ngambek." timpal Ferdi

"Eh tapi tar aku ngobrol deh sama Ahmad. Jangan dilepas keorang lain dulu." Ucapku dengan semangat, seketika berpikir Ahmad akan mengijinkan aku bekerja diluar lagi.

"Iya deh, tapi jangan lama-lama, keburu basi. Hahahaha." balas Ferdi

"Oke aku cabut deh." Tambah Ferdi

"Aku juga deh." balasku sambil segera memesan taksi online.

Aku berniat pergi ke restoran akhirnya karena sedang menggebu-gebu untuk memberi tahu Ahmad tentang informasi dari Ferdi. Walaupun aku tau hubungan Ahmad dan Ferdi bisa dibilang saling dukung dan saling tikam. Mungkin kini Ahmad sedang unggul karena akhirnya bisnis restoran miliknya sedang diatas angin. Tak tanggung-tanggung hingga bisa buka cabang baru. Namun sebelumnya bukan tak ada peluh dan rintangan, aku sangat tahu karena aku yang membersamainya selama ini.

Ahmad memulai bisnisnya dari nol, menjajakan produk nasi mandi dan nasi briyani miliknya, menawarkan untuk katering rumahan maupun kantor. Walaupun dari keluarga berada namun kesuksesan Ahmad adalah murni dari kegigihannya. Ketika Awal merintis restoran, Ahmad menyewa sebuah ruko yang bagian atasnya kami tinggali dan bagian bawahnya digunakan untuk tempat makan.

Kami bertahan satu tahun karena Alhamdulillah pesanan katering untuk kantor-kantor membludak akhirnya kamipun bisa membeli apartemen dengan dua kamar yang letaknya hanya duapuluh menit menggunakan mobil. Itu adalah masa-masa sekitar dua tahun awal pernikahan kami.

Kini aku berada di dalam taxi online menuju restoran Ahmad sambil menyedot es alpukat kocokku yang sudah nyaris tandas. Rasa bahagia mendadak menyelimuti hati yang tengah gundah. Mungkin aku harus sering-sering me time seperti ini agar tetap waras menghadapi peliknya berbagi ruang dalam rumah tangga.

Bab terkait

  • Tinggal Seatap dengan Maduku   Bab 7

    Ahmad pov"Wa alaikum salam." jawabku dan Zia bersamaan.Kubalikkan tubuh Zia menghadap kearahku. Dengan cepat aku mengulum bibir istriku yang manis ini. Zia yang tak siap mendapat perlakuan itu dariku langsung mendorong dadaku hingga aku mundur beberapa langkah."Ngawur deh, kalo kak Sandra liet gimana?" Gerutu Zia"Kan udah pergi." jawabku santai dan mulai menyerang Zia dengan ciuman yang semakin menjadi-jadi."Stop ah kak, yuk siap-siap." Sela Zia lagi sambil mendorongku lebih kencang kemudian berlari kekamarnya sambil tertawa.Zia membuka Lemarinya dan memilih baju yang akan dipakai walaupun sebenarnya ia hanya ingin menhindari suami yang selalu mengganggunya. Dengan tiba-tiba aku sudah berada dibelakangnya dan mulai menggodanya lagi. Zia merasa sudah lelah menghindar, membiarkan saja suaminya melakukan yang diinginkannya."Kau membuatku semakin bergairah Zia." Hanya itu yang kupikirkan saat Zia berusaha menghindariku. "Rambut panjangmu itu membuatku tak berdaya. Wajah lugumu, o

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-05
  • Tinggal Seatap dengan Maduku   Bab 8

    "Tadi udah Alpukat kocok, tapi sekarang laper lagi. Nggak tau deh akhir-akhir ini aku makan banyak banget." Gerutu Cassandra."Nggak apa-apa, kamu kebanyakan pikiran kalik." Balas Ahmad menenangkan Cassandra."Iya terus entar aku gendut, terus kamu males deh sama aku." Ucap Cassandra dengan kesal."Kenapa sih istriku yang satu ini, bawaannya marah-marah terus. Kalo cemburu bilang dong." Goda Ahmad"Idiiihh.. kepedean banget." Ledek Cassandra kesal."Udah yuk turun, makan bareng Zia juga." Ajak Ahmad pada Cassandra.Cassandra dan Ahmad turun ke lantai bawah untuk makan siang bersama. Di bawah terlihat Zia sedang berbincang-bincang dengan pegawai restoran."Ohh,, baru tiga hari ini toh nikahnya." Ucap seorang pramusaji."iya." jawab Zia"Selamat ya mbak Zia." Ujar pramusaji yang lain."Sering-sering kesini mbak, ngobrol-ngobrol lagi gitu." Ucap pramusaji yang pertama."Zia, ayo kita makan." Ajak Ahmad, memanggil Zia dari jarak yang masih cukup jauh.Ziapun menoleh dan mengangguk."Kapan

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-06
  • Tinggal Seatap dengan Maduku   Bab 9

    Author povCassandra sedang menyusun bahan makanan ke dalam kulkas, didekatnya Ahmad mengacak-acak kantung belanjaan kemudian duduk diatas meja dapur tepat disebelah kulkas. Sambil menemani Cassandra Ahmad mengemil makanan ringan yang ia temukan didalam salah satu tas belanja"Itu punya Zia. Enak aja kamu nyam nyam nggak bilang dulu. tar dia ngambek loh." Ucap Cassandra tanpa melihat Ahmad, tangannya masih sibuk menata kotak-kotak makanan ke dalam kulkas."Eh, punya Zia. Pantesan baru kali ini nemu beginian di tas belanjaan kita." jawab Ahmad asal saja.Cassandra hanya menoleh sedikit kemudian kembali berkutat dengan bahan makanan dan kulkasnya."Kamu lagi dapet?" tanya Ahmad menelisik."Enggak, kan tadi shalat bareng Zia." jawab Cassandra tak acuh"Sewot banget." Gerutu Ahmad sambil memasukkan keripik kentang ke mulutnya."Enggak sewot, kamu aja yang ngeselin." Gerutu Cassandra balik."Kok jadi aku yang salah sih?" tanya Ahmad heran"Tau ah, udah sana jauh-jauh deh. kesel banget aku

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-07
  • Tinggal Seatap dengan Maduku   BAB 10

    Author pov"Aku berangkat ke masjid ya," Ijin Ahmad pada Cassandra yang tengah mengeringkan rambutnya di depan cermin."Iya sayang." Jawab Cassandra sambil merekahkan senyum bahagianya.***Usai melaksanakan shalat magrib Cassandra keluar kamar untuk memasak makan malam.Didapur dilihatnya Zia sedang melakukan panggilan video dengan ayahnya. Mereka nampak bahagia dan haru, sesekali Zia menyeka air matanya yang menetes ke pipinya."Sudah dulu ya Yah, nanti Zia kabar-kabar lagi." pamit Zia pada Ayahnya"Assalammualaikum." Imbuhnya kemudian menutup panggilannya."Nelpon Ayah kamu Zi?" Tanya Cassandra mengagetkan Zia."Iya kak, kangen." Jawab Zia sambil mengusap kedua matanya dengan tishu."Pulang aja nggak apa-apa kok." Ucap Cassandra berusaha menenangkan Zia."Nggak deh kak, entar aja minggu depan sekalian ngambil buku-buku buat persiapan masuk kuliah lagi." Tolak Zia Lirih."Yaudah, aku masak dulu deh. Udah laper kan?" Tanya Cassandra mencairkan suasana."Hehehe, iya kak tadi ketiduran

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-08
  • Tinggal Seatap dengan Maduku   BAB 11

    Keesokan hari, dimeja makan hanya tersedia roti panggang dan susu untuk Zia, Ahmad dan Cassandra. Pagi itu Cassandra merasa tidak enak badan sehingga ia lebih memilih berdiam di kamar. Ahmadpun menggantikan Cassandra mempersiapkan makan pagi mereka.Zia keluar dari kamarnya dan sudah berpakaian rapi dengan gamis dan khimar juga tas punggungnya."Kak Sandra mana, kak?" Tanya Zia"Sedang tidak enak badan, nanti akan aku bawa ke klinik. Kesehatannya sedang tidak baik akhir-akhir ini, makanya perlu periksa." Jawab Ahmad sambil menuang susu ke dalam gelas."Oh gitu." Balas Zia singkat"Kamu kok sudah rapi?" Tanya Ahmad menelisik"Kak hari ini boleh aku ke kampus?" Tanya Zia lagi"Kan masih liburan, lagian bukannya kamu akan segera tugas Akhir?" Tanya Ahmad sedikit kesal."Emh, iya aku ada janji dengan temanku Raisha. Cuman sebentar kok kak, Duhur sudah balik rumah kok." Jelas Zia setengah memohon.Ahmad menghela nafas."Baiklah. tapi betul Duhur sudah dirumah." Balas Ahmad menuruti Zia, sa

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-09
  • Tinggal Seatap dengan Maduku   BAB 12

    Cassandra dan Ahmad langsung dipersilahkan masuk ke ruang periksa Kandungan."Ibu Cassandra ya?" Tanya seorang perawat disana."Iya." Jawab Ahmad siaga"Silahkan timbang dulu." Pinta perawat itu.Tak perlu menunggu Ahmad langsung menaiki timbangan itu."Eh eh eh pak, Ibu Cassandra yang ditimbang. Bukan pak Ahmad." Cegah perawat itu sambil cekikikan."Eh iya ini cuman ngetes, timbangannya berfungsi atau tidak." Elak Ahmad menutupi malunya.Cassandra hanya tersenyum melihat kegugupan suaminya. Iapun kemudian naik ke atas timbangan, kemudian melakukan cek tekanan darah. Setelah semua selesai Cassandra diminta naik ke atas ranjang untuk diperiksa.Seorang perawat mengoleskan gel keperut Cassandra. Tak lama setelah itu Dokter yang sedari tadi duduk dimejanya membaca map rekam medis Cassandrapun segera datang memeriksa Cassandra dengan alat yang menyambung ke layar disebelah ranjang."Nah ini sudah ada kantung hamilnya. Janinnya sendiri belum nampak karena usianya masih kecil sekali." Ujar

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-12
  • Tinggal Seatap dengan Maduku   BAB 13

    Seperti biasa Ahmad selalu pulang setelah shalat isya karena diatara magrib dan isya sering kali ada kajian. Ahmad masuk kedalam rumah dan mendapati Zia telah menghidangkan cukup banyak makanan di meja makan."Wah, udah lama nih aku nggak makan gulai nangka sama telor balado. Enak nih kayaknya." Seloroh Ahmad senang"Makasih kak, semoga kak Ahmad suka deh." Balas Zia tersipu."Cassandra dimana?" Tanya Ahmad sambil celingak-celinguk."Dikamar sepertinya, tadi keluar cuman sebentar." Jawab Zia sekenanya."Oke aku panggil Cassandra dulu ya." Ucap Ahmad kemudian pergi kekamar Cassandra.setelah sekitar sepuluh menit Ahmad keluar dari kamar Cassandra sendirian."Cassandra lagi nggak enak badan jadi males keluar kamar, aku bawain makanannya ke dalam aja ya, nggak apa-apa kan?" Tanya Ahmad"hemh." Jawab Zia singkat tak bernafsu dengan perdebatan."Aku akan segera kembali." Ucap AhmadAhmad membawa senampan makanan lengkap dengan segelas susu yang ia buat untuk Cassandra. Zia yang sedang tak

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-12
  • Tinggal Seatap dengan Maduku   BAB 14

    kling bunyi notifikasi di ponsel Raisha."Maaf baru balas nak, kondisi bapak kamu sudah membaik, beliau minta kamu tidak perlu pulang ke bali dulu. Fokus saja ke sekolah dulu, dan doakan bapak segera sembuh."Raisha membaca pesan bibinya yang sudah ditunggunya. Bapak Raisha tinggal bersama Bibinya setelah mulai sakit-sakitan. Sedangkan Ibu Raisha pergi keluar negeri untuk mengadu nasib di perantauan. Raisha sendiri sudah tinggal sendiri merantau di pulau jawa sejak lulus SMA. Walaupun ia lahir di jawa dan orang tuanya adalah orang jawa, namun keluarga besarnya pindah ke bali sejak Raisha masuk SD.Raisha sudah dekat dengan Zia sejak awal tahun kuliahnya. Ia sangat dekat bahkan sudah seperti saudara. Raisha juga sering kali menginap di rumah Zia, terutama jika Ayah Zia harus pergi beberapa hari mengurus pekerjaannya.Setelah Mendengar kabar bapaknya yang telah membaik, Raishapun merasa tenang dan bisa fokus kembali dengan kesibukan dinasnya esok hari. Ia membalas pesan bibinya dan berj

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-12

Bab terbaru

  • Tinggal Seatap dengan Maduku   BAB 55

    Zia meraup udara sebanyak yang ia bisa. Rasa sesak dan menghimpit dada mengingat luka yang berusaha ia sembuhkan selama berbulan-bulan kebelakang. Tak berani menatap wajah kakak-kakaknya, Zia terpekur menundukkan kepalanya. "Kita pasti dukung kamu Zi, Insyaallah." Layla menggenggam tangan Zia."Beri Zia sedikit waktu lagi untuk berpikir Kak." Lirih Zia. Ia menggigit bibirnya hingga tercium bau besi karena darah yang tak sengaja keluar dari luka gigitan itu. Sungguh Zia bertahan agar air mata tak luruh di depan kakak-kakaknya."Jangan menyiksa diri Dek, kamu berhak bahagia." Salwa menguatkan sang adik."Toh kalian sudah bercerai, dan masa Iddahmu juga telah berlalu. Saatnya kamu berdamai dengan keadaan dan segera meresmikan perceraian kalian di pengadilan." Shofiyyah ikut menambahkan."Aku masih belum siap Kak, maaf." Bantah Zia masih tertunduk lemah."Pikirkan sekali lagi, Zi. Kakak-kakakmu ini tidak menginginkan yang macam-macam. Mereka ini ingin agar kamu juga ada yang menjaga. Aya

  • Tinggal Seatap dengan Maduku   BAB 54

    Jam sudah menunjukkan pukul setengah dua belas malam, Setelah menyelesaikan segala pembagian waris dan menyusun rencana awal untuk pembangunan pesantren dan masjid kelima bersaudara itu mengajak para suami mereka bergabung lagi."okay kita ajak para suami gabung deh yuk.. biar mereka juga tahu dan dukung semua yang udah kita rencanakan." Ucap Salwa."Bang, yuk gabung lagi sini. Kita udah kelar musyawarahnya." Pangil Layla pada suaminya.Zia dan Bilqis masuk ke dalam rumah untuk membuat minuman hangat dan mengambil sisa cemilan yang bisa menemani mereka menghabiskan malam dengan obrolan panjang dalam rangka memecahkan permasalahan-permasalahan keluarga mereka. "Nih kak, coklat hangatnya. Sama tadi didalem tinggal sisa ini doang makanannya." Zia menyodorkan nampan berisi coklat hangat dan bolu kukus buatan Bilqis."Oke, secara garis besar gitu lah bang. Rencana kita soal tanah Ayah yg di desa itu." Jelas Shofiyyah pada para suami."Makasih dek." Salwa tersenyu

  • Tinggal Seatap dengan Maduku   BAB 53

    "Anak-anak udah tidur semua Kak." Ucap Zia sekembalinya dari mengecek ruang tengah yang menjadi kamar tidur darurat tempat seluruh keponakannya tidur. Tak lupa zia menyalakan difuser dengan aroma lavender agar para pasukan kecil tidur nyenyak dan terbebas dari nyamuk. "Ya udah yuk kita langsung saja ke intinya. Ada beberapa hal yang akan kita bahas sekarang." Ucap Layla pada semua orang yang kini duduk berkeliling di meja makan yang sengaja digeser ke taman samping untuk acara bakar-bakaran tadi. Di belakang mereka alat barbeque sudah dipadamkan.Setelah mendapat anggukan dari seluruh keluarga, Layla mempersilahkan suaminya, Zahfran untuk menggantikannya berbicara."Jadi gini dek, sebelumnya kenapa aku kumpulkan kalian semua disini salah satunya adalah karena wasiat almarhum Bapak. Karena kebetulan saya yg ada didekat beliau ketika beliau hendak berpulang dan beliau berpesan untuk saya sampaikan ini kepada kalian semua." Zahfran menghela nafas sejenak kemudian melanjutk

  • Tinggal Seatap dengan Maduku   BAB 52

    Author POVSemenjak kepergian buah hatinya, Zia memutuskan untuk pulang kerumah almarhum orang tuanya. Ia menempati kamar lamanya, dan tinggal bersama kakaknya, Bilqis. Seluruh barang di apartemen juga diangkut kerumah itu. Hari demi hari, bulan demi bulan Zia mulai bangkit dari keterpurukannya dan berusaha menata hidupnya saya hampir berantakan semenjak kehilangan bayi laki-lakinya itu. Bilqis terus menguatkan sang adik agar bisa kembali menghadapi hidupnya dan mengikhlaskan kepergian Hamzah. Meski berat namun usaha dan do'a Bilqis membuahkan hasil."Zi, yuk sarapan terus siap-siap karena kita sekeluarga mau ngumpul disini buat diskusi. Kita harus belanja buat bikin makanan dan cemilan yang banyak. Soalnya pasukan kita kan banyak hehehe." Ajak Bilqis pada Zia."Iya Kak." Jawab Zia singkat dengan senyuman merekah. Tentu Zia sangat senang menyambut kakak-kakak yang sangat menyayanginya dan para keponakannya yang lucu-lucu. Zia dan Bilqis cukup sibuk hari itu membuat beraneka ragam kuda

  • Tinggal Seatap dengan Maduku   BAB 51

    Ahmad povAku melangkah lebar menjauh dari ruang inap Zia. Setengah berlari kulangkahkan kaki keluar rumah sakit, berjalan terus menjauh sambil terus beristighfar dalam hati. Mungkin setengah jam sudah aku terus berjalan tak tau arah hingga sampai di alun-alun kota. Aku melamban menyadari telah cukup jauh berjalan, aku putuskan masuk ke masjid di sebrang alun-alun. Menapaki tangga sambil mengamati sekitar.Nampak keluarga kecil bahagia, sang ibu memegang sekantung jajanan yang disuapkan bergantian kemulut anak-anaknya. Sedangkan si bapak duduk sambil berceloteh menceritakan sesuatu yang diperhatikan sangat oleh istri dan kedua anaknya. Bahagia, diiringi tawa disela cerita si bapak. Pemandangan yang syahdu dikala hati ini tengah remuk redam mendapati berita yang tak pernah kubayangkan sebelumnya.Kotolehkan pandanganku kearah lain, nampak gadis-gadis muda bercengkrama sesamanya. Disudut lain, sepasang pasangan tua yang tengah saling menopang menaiki tangga bersama dengan senyum mengemb

  • Tinggal Seatap dengan Maduku   BAB 50

    Malam menjelang, kini tinggallah aku dan suamiku di ruang rawat inap ini. Masih dalam suasana yang sulit digambarkan, antara sedih, senang, dan khawatir. Namun satu hal pasti yang aku berusaha yakini, bahwa segala sesuatu yang terjadi padaku kini ialah kehendak Allah. Qodarullahu wa masya'afala, maka aku hanya berusaha menerima apapun yang akan terjadi padaku maupun pada bayiku. Meskipun kondisi bayiku tak banyak perkembangan namun aku masih sangat berharap ia bisa bertahan dan hidup menjadi anak yang shaleh. Tak banyak harapan yang aku inginkan untuk bayi kecilku itu. Cukup hidup dengan keimanan yang teguh, sehingga bisa menentukan langkah yang benar dalam hidup ini. Tahu batas halal dan haram sehingga tidak mengambil jalan yang salah bahkan menerjang yang haram demi mengejar sesuatu yang melekat sifat dunia padanya."Sayang, tidurlah. Jangan terlalu lelah nanti asi kamu sulit keluar, katamu ingin membuat stok asi untuk bayi kita." Ujar kak Ahmad mengelus kepalaku yg terbungkus bergo

  • Tinggal Seatap dengan Maduku   BAB 49

    Zia povAzizah satu kata yang melekat pada diriku, ia adalah namaku. Satu-satunya hadiah terindah dari almarhumah ibuku. Beberapa hari setelah melahirkanku ia meninggal dunia karena komplikasi pasca melahirkan. Setelah kepergian ibuku, Ayah dan kakak-kakakku lah yang memberiku kasih sayang dan kehangatan sebuah keluarga. Aku tak pernah merasa kekurangan sedikitpun selama ini. Aku tumbuh menjadi seorang gadis periang karena begitulah karakter yang dibangun oleh keempat kakakku.Dibesarkan oleh seorang ayah pekerja keras membuatku menjadi seorang gadis mandiri dan cukup cakap dalam mengatasi masalah. Semua sifat dan kepribadianku tak lain adalah didikan ayahku yang keras dan tegas namun juga penyayang. Ayah seorang pengusaha kecil dibidang travel umroh. Ia membangun usahanya dari bantuan modal seorang temannya. Ayahku sempat mengalami kolaps ketika itu aku baru saja lulus sekolah menengah atas. Aku terancam tidak kuliah, padahal aku sangat ingin menjadi seorang bidan. Pekerjaan yang ku

  • Tinggal Seatap dengan Maduku   BAB 48

    "Sayang, jangan sia-siakan kesempatan ini karena kali ini aku sangat bersemangat untuk menyambutmu." Ucap Zia dengan nada menggoda membuat Ahmad semakin tak sabar untuk segera memulai serangan cintanya."Jangan salahkan aku kalau aku hilang kendali, kamu yang memancingku Zia." Racau Ahmad dengan mata sayu.Mereka berdua pun memadu kasih dalam indahnya ibadah. "Kak sudah mau magrib, ayo bangun kita belum sholat ashar." Ucap Zia sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk selepas mandi junub."Iya Sayang." Ahmad segera beranjak dan mandi dengan cepat.Ahmad mengimami Zia untuk shalat ashar kemudian disambung dengan shalat magrib saat adzan selesai berkumandang tak lama setelah mereka menyelesaikan sholat ashar."Tumben kak Ahmad nggak ke masjid? Bukannya wajib ya Kak untuk laki-laki sholat berjamaah di masjid?" Tanya Zia sambil melipat mukenanya."Diluar sedang hujan gerimis, Sunnahnya jika hujan turun kita melaksanakan shalat di rumah saja, dan tidak perlu ke masjid." Jelas Ahmad pada

  • Tinggal Seatap dengan Maduku   BAB 47

    Selepas sholat di masjid, Ahmad berniat berjalan-jalan pagi ke arah taman dimana sering ada penjual bubur ayam dan aneka jajanan Ahmad ingin membeli bubur untuk sarapan orang rumah sekaligus mencari keringat agar segera datang rasa kantuk."Pa, Ahmad mau cari bubur dulu. Buat sarapan orang serumah. Papa balik aja duluan." Ijin Ahmad pada mertuanya."Ya sudah Papa duluan ya." Jawab papa Cassandra.Sembari berjalan Ahmad mengambil jalan memutar mengitari area tepian perumahan di bagian belakang. Pemandangan danau yang indah dan pepohonan yang rindang menyejukkan mata membuat bibir tak hentinya mengucap masyaAllah. Ahmad terus berjalan hingga keluar gerbang perumahan bagian belakang berbelok kearah perumahan cluster yang masih satu pengembang dengan perumahan tempat rumah Cassandra dibangun. Bentuk rumah-rumah di cluster itu lebih kecil, berlantai satu dengan halaman yang tidak terlalu besar namun tertata dengan baik sehingga nampak cantik dan nyaman dipandang mata. Untuk port mobil kira

DMCA.com Protection Status