POV Yunata
Perkenalkan namaku Yunata Algibran. Aku siswa SMA yang tinggal sendiri di rumah yang bisa di bilang cukup sederhana. Kedua orang tuaku telah meninggal dunia sejak umurku 6 tahun dan sekarang umurku sudah 17 tahun. Aku bekerja sebagai pelayan di cafe yang cukup jauh dari rumahku, setiap hari Sabtu dan Minggu aku akan bekerja di sana. Awalnya cukup sulit bekerja seperti itu, namun berkat tekat yang kuat aku berhasil menjadi pegawai tetap di sana.
Selain bekerja di cafe aku juga melakukan pekerjaan setelah aku pulang sekolah. Semua itu aku lakukan untuk tabunganku untuk masa depan, walau aku memiliki uang peninggalan kedua orang tuaku aku tetap harus bekerja keras agar bisa masuk ke universitas yang aku idamkan.
Hidup sendiran tanpa kedua orang tua itu cukup sulit awalnya namun seiring berjalannya waktu kini aku sudah terbiasa dengan kesendirian. Aku terbiasa bukan kebal terhadap rasa kesepian ini, kadang jika hari ulangtahunku tiba aku akan menghabiskan waktu untuk menangis hingga malam dan akhirnya tertidur. Aku bahkan hampir berfikir ulangtahun itu melelahkan dan aku berharap melupakan ulangtahunku sendiri.
Kriing..
Kriing..
Kriing..
Suara alarm membangunkanku dari tidur yang nyenyak ini, aku mengerjapkan mata berkali-kali untuk menyesuaikan mataku dengan cahaya lampu yang tidak sengaja menyala sepanjang malam. Aku mematikan alarm dan melihat jam. Hari ini adalah hari Sabtu, aku segera turun dari kasur dan menuju ke kamar mandi.
Hanya butuh beberapa menit kini aku telah siap dengan pakaian kasual dengan celana abu-abu. Kini aku mulai menggosok gigi sambil menelusuri setiap sudut di rumahku ini, hal ini adalah rutinitas yang paling aku sukai. Aku suka melihat sesuatu yang berbeda dan tampak unik, setelah berkumur-kumur aku segera mengambil beberapa benda yang di perlukan.
"Kenapa di luar sangat gelap? Apa akan turun hujan? Sebaiknya aku membawa payung," Ujarku sambil mengenakan sepatu.
Aku segera berlari keluar dan berharap hujan tidak membuat pakaianku basah. Air hujan masih belum turun jadi sengaja aku menutup payung agar aku lebih leluasa untuk berlari. Aku membuang nafas panjang dan bersyukur karena hujan turun dengan deras setelah aku tiba di cafe. Aku lalu meletakkan payungku di sebuah loker miliki pegawai yang bekerja di sini lalu segera memakai celemek khusus pelayanan cafe ini.
"Yuna ayo ke sini dan antara minuman untuk meja tujuh," Ujar seorang pria parubaya yang merupakan koki cafe ini.
"Baik paman," Ujarku mengambil nampan darinya.
"Halo pesanan ada sudah siap, selamat menikmati," Ujarku pada seorang pria yang memakai masker dan kaca mata hitam.
Pria itu mengangguk pelan, aku segera pergi karna pelanggan semakin banyak. Aku akhirnya bisa duduk untuk istirahat, pelanggan hari ini cukup banyak walaupun hari sangat mendung.
"Pekerjaanmu hari ini masih sama bagusnya dengan kemarin, Yuna. Banyak pelanggan yang menyukai pelayanan yang kamu berikan," Ujar Ibu Ratna yang merupakan pemilik cafe ini
"Terima kasih atas pujiannya, bu" Ujarku sambil melempar senyum.
"Nahh, ambilah ini. Besok kamu bisa libur karna aku mungkin tidak membuka toko untuk besok," Ujar bu Ratna.
"Ada apa, bu?" Tanyaku.
"Besok ada yang akan menyewa cafe ini. Biarkan pegawai yang lebih profesional yang melayani pelanggan istimewa itu besok. Kamu bisa istirahat dulu," Jelas ibu Ratna
"Baiklah," Ujarku lalu pergi melangkah keluar dari cafe.
***
Aku berjalan menuju ke sebuah mall yang tidak jauh dari cafe. Aku berniat untuk membeli bahan makan dari gajiku hari ini. Mall ini cukup besar ada banyak orang yang sibuk membawa belanjaannya dengan wajah ceria. Jika kalian bertanya kenapa aku pergi ke mall yang besar padahal aku tidak memiliki banyak uang dan harga produk di sana cukup tinggi? Alasanku hanya satu yaitu diskon.
Sudah sejak tadi pagi aku memantau dan membaca brosur mall ini. Diskon yang di tawarkan mall ini cukup besar dan dapat menghemat pengeluaranku. Jadi kuputuskan untuk tidak melewatkan kesempatan ini.
"Wah ada banyak sekali orang disini," Ujarku ketika barusan saja berada di area bahan makanan.
Segera aku mencari semua produk dalam daftar yang sudah kubuat sendiri. Berburu bahan makanan di sini cukup sulit dan membuang banyak tenaga, kadang aku harus berkompetisi dengan para ibu-ibu yang saling berdesakan untuk mengambil daging ayam yang sedang diskon dan beberapa bahan makanan lainnya. Aku mulai mengabsen kembali semua barang dalam keranjangku ini dengan teliti.
"Kecap, mie, wortel, telur, garam, lada, ayam, ikan dan susu coklat," Ujarku sambil membaca daftar dalam kertas.
"Apa lagi yang kurang ya?" Ujarku.
"Sepertinya sudah lengkap, lebih baik aku cepat pulang," Ujarku lalu beranjak pergi.
Aku segera berdiri ketika aku melihat gojek yang aku pesan beberapa saat yang lalu sudah tiba. Segara aku naik dan mendudukkan bokongku di jok motor.
***
Aku terpaksa turun, ketika motor sang gojek tiba-tiba rusak. Aku hanya bisa pasrah dan mulai berjalan kaki menuju rumahku. Hari sekarang sudah gelap jadi aku buru-buru melebarkan langkahku agar segera sampai di rumah. Aku memegang dengan kuat kantong plastik belanjaan setelah aku sudah akan melewati gang yang selalu saja berhasil membuatku merinding.
Tiba-tiba saja sebuah cahaya yang sangat terang keluar bersama suara benturan besar. Aku menutup mataku agar aku tidak buta karena cahaya yang terlalu terang itu. Cahaya itu perlahan menghilang dan di sambut dengan kesunyian yang terasa menakutkan. Jantungku kian memburu dengan kesunyian ini, dengan kaki yang gemetar kulangkahkan kakiku menjauh dari gang itu.
Baru saja langkah pertama, tiba-tiba saja tubuhku bergerak sendiri dan masuk ke gang tersebut. Aku mencoba memberontak namun lagi-lagi tidak ada respon dari tubuhku. Tubuhku akhirnya berhenti di depan seorang pria berambut coklat dengan darah di seluruh tubuhnya. Apa dia sudah mati? Kenapa bahkan mulut ini tidak bisa aku gerak. Ini sangat menakutkan, sungguh. Aku tidak pernah melihat orang yang berlumuran darah selain kedua orang tuaku dulu dalam kecelakaan.
Tiba-tiba saja cairan bening jatuh membasahi kedua pipiku, sekali lagi memori pahit tentang kecelakaan orang tuaku terputar di otakku ini. Sesak, sungguh jantung ini sangat sesak. Aku tak sadar ternyata pria itu sudah berdiri menghampiriku dengan wajah dan senyuman yang terlihat menakutkan.
Aku memejamkan mataku ketika pria itu semakin mendekat berharap ini semua hanya mimpi. Tiba-tiba aku merasakan perasaan hangat yang menenangkan tubuhku yang bergetar. Pria itu mengelus pipiku untuk menghapus cairan bening itu. Pria itu lagi-lagi tersenyum menakutkan ketika aku membuka mataku, tanpa sengaja mataku bertatap dengan mata merah darah miliknya.
"Kamu milikku," Ujarnya lalu pingsan sambil memelukku erat.
Perlahan rambut pria itu berubah menjadi warna hitam seiringan dengan tubuhku yang sudah dapat di gerakkan kembali. Sungguh pelukan ini terasa sangat hangat sama seperti pelukan kedua orang tuaku dulu.
Ini tidak benar! Aku harus pergi, walau pelukan ini terasa hangat. Aku memutuskan untuk melepas dengan kasar pelukan yang erat itu dari tubuhku dan membuatnya mencium lantai yang kotor dan dingin.
Aku berjalan pergi tapi entahlah aku tiba-tiba berputar kembali membawa pria itu bersamaku. Jika kalian bertanya, aku bahkan tidak tau harus menjawab apa.
Author POVSudah satu minggu Yuna memungut dan menampung pria di gang itu. Selama satu minggu pula pria itu masih belum sadarkan diri. Yuna sudah menelpon polisi dan dokter tapi mereka semua mengatakan hal yang sama bahwa pria itu baik-baik saja dan dia harus tetap di sini. Terdengar sedikit aneh bukan? Apa lagi polisi itu memaksa Yuna untuk tetap membiarkan pria itu tinggal di sini."Apa dia tidak bosan tidur terus," Ujar Yuna sambil menusuk pelan pipi mulus pria itu."Ah, terserah lebih baik aku pergi memasak saja," Ujar Yuna lalu pergi ke dapur.Sejak kedatangan pria itu selalu ada orang yang diam-diam mengirim uang ke rekening milik Yuna tapi tak pernah sekalipun gadis itu menyentuh uang tersebut. Pria itu masih terlelap hingga sebuah ukiran berwarna biru muncul di dahinya membuat pria itu bagun tanpa sepengetahuan Yuna yang sedang berada di dapur.Disisi lain Yuna mas
Yuna dan Adelion menunggangi harimau putih itu. Gadis itu terkesima melihat pemandangan dari atas ini, sangat indah. Mereka lalu mendarat di sebuah danau. Ada beberapa makhluk kecil yang tiba-tiba menghampiri Yuna. Makhluk kecil itu menarik tangan dan baju Yuna seolah-olah menyuruhnya ikut terbang bersamanya di atas danau yang indah itu."Apa sayap ini bisa terbang?" Tanya Yuna sambil menatap Adelion."Tentu, coba bayangkan kamu bisa terbang," Ujar Adelion.Yuna menutup matanya membayangkan dia bisa terbang. Yuna membuka matanya dan melihat tubuhnya sudah melayang di atas tanah. Gadis itu tersemyum bahagia, tubuhnya terasa sangat bertenaga. Sungguh persaan ini sangat luar biasa menyenangkan, gadis itu kemudian terbang bersama makhluk kecil itu di atas danau. Tubuh Yuna seolah-olah bergerak sendiri, ia menari. Tarian ini sangat asing bagi otaknya tapi tubuhnya terasa familiar dengan tarian ini. Kaki Yuna menyentuh air sambi
Adelion masuk dalam ruangan yang sangat megah dengan sombongnya lalu duduk di singgasana yang terlihat indah itu. Semua yang ada dalam ruangan membungkuk hormat pada Adelion. Pria itu kini sedang fokus mendengarkan ucapan seorang utusan dari kerjaan peri.Disisi lain Yuna sedang sibuk jalan-jalan di taman istana. Bella yang merupakan pelanyan pribadi Yuna terus saja memberikan nasehat untuk kembali ke kamar. Gadis itu tak peduli, taman ini indah dan sangat ajabi mana mungkin Yuna akan melewatkan hal ini. Tiba-tiba sesuatu yang kecil melompat ke arah Yuna."Wah, apa ini?" Ujar Yuna sambil melihat Seekor katak yang memiliki sayap.Gadis itu langsung mengikuti katak itu. Yuna baru pertama kali melihat katak terbang, Sungguh katak yang bisa terbang sangat menarik untuknya. Yuna terus mengejarnya hingga tak sadar ada seseorang yang berjalan mendekat padanya.BrakkkYuna jatuh terduduk, sekarang
"Kau akan di kurung di sini!" Ujar Adelion sambil merapalkan sebuah mantra.Adelion mendorongnya dengan kasar membuat gadis itu jatuh terduduk. Pergelangan tangan Yuna terlihat lebam kerena Adelion yang menariknya dengan kasar."Kau harus patuh padaku!" Ujar Adelion dengan tatapan dinginnya.Yuna masih melihat pria itu dengan mata yang sudah berkaca-kaca. Mata Adelion berubah berwarna merah ketika melihat Yuna yang menatapnya dengan wajah kesal. Pria itu masih menatap gadis di hadapannya dengan dingin, tak ada raut kasihan melihat gadis di hadapannya yang sedang menagis."Kenapa aku harus patuh padamu? Aku bukan budakmu!!" Bentak Yuna memandang Adelion dengan air mata yang berhasil lolos.Adelion lalu mencekik leher Yuna sambil menabrakkan tubuh gadis itu ke dinding. Pria itu kesal dengan Yuna yang memberontak padanya. Gadis itu sudah hampir kehabisan nafas tapi Adelion masih enggan melepa
"Ajari aku sihir" Ujar Yuna dengan wajah serius. "Jika aku mengajarimu apa yang akan aku dapatkan?" Ujar Fairuz. "Apa yang kau inginkan dariku?" Ujar Yuna. "Hmm tunggu, kamu tidak cantik, tidak pintar, tidak seksi dan jelek, aku membutuhkan waktu untuk memikirkan yang aku inginkan dari kamu" Ujar Fairuz memasang wajah bingungnya. 'Dia mengejekku, dasar aneh!' "Ah aku sekarang tau, temani aku saat tidur" Ujar Fairuz dengan senyuman. Tiba-tiba Yuna memukul kepala Fairuz. Wajah gadis itu sekarang sudah memerah seperti tomat. Yuna lalu menendang dan memukul Fairuz, kini pria itu sudah di tidur di lantai dengan banyak pukulan dari Yuna. "Dasar mesum!!" Ujar Yuna mulai melempar banyak benda ke arah Fairuz. Pria itu sudah tidak tahan hingga ia memilih berteleport keluar dari kamar Yuna. Pria itu meringis pada sekujur tubuhnya yang di pukuli oleh Yuna. Fairuz lalu mulai memperbaiki pakaian dan rambutnya yang sudah berantakan it
"Cepat nona, kita harus memilih hewan pelindung kita," Ujar Bella menarik Yuna ke sebuah tempat."Iya, bukannya hewan itu yang memilihkan kita?" Ujar Yuna."Walau begitu kita harus cepat datang agar hewan itu memilih kita lebih dulu," Ujar Bella.Yuna manatap kagum pada semua hewan yang ada di area paralel ini. Mereka masing-masing memiliki ukiran di tubuhnya yang memandang kekuatan yang di miliki hewan-hewan itu. Yuna masih belum menemukan hewan penjaga miliknya, setiap Yuna mendekati hewan-hewan itu maka mereka langsung bergetar dan berlari dari Yuna. Seolah-olah Yuna adalah predator mereka."Tidak ada yang memilih aku, sebagai tuan mereka," Ujar Yuna melihat Bella yang asik dengan hewan penjaga miliknya yaitu kelinci penjaga.Hewan milik Bella terlihat imut dan bahkan lebih lucu dari kelinci di bumi. Yuna bahkan berfikir alasan para hewan menghindarinya adalah kerena dia tidak setengah hewan atau berasal dari bangsa manusi. Yuna membuang nafas p
Acara berburu kemarin di tunda, seorang gadis masih sibuk mendekati para hewan penjaga. Kini Yuna hanya diam saat lagi-lagi tak ada hewan yang ingin mendekat padanya. Besok adalah hari pelaksanaan berburu tapi gadis itu malah memilih untuk duduk sambil bermain dengan kelinci yang menyimpan jiwa Bella. "Kenapa tidak ada yang memilihku? Apa aku terlihat jelek?" Ujar Yuna. "Bella cepatlah sembuh, aku bosan tanpa kau," Ujar Yuna. Kelinci itu lalu mengelus tangan Yuna seolah mengerti maksud gadis itu.Yuna tiba-tiba mendengar sesuatu yang seperti memanggilnya. Gadis itu akhirnya memutuskan untuk mencari suara itu saat rasa penasarannya mulai meresahkan hatinya. Suara itu semakin keras saat Yuna berada di sebuah taman yang sangat tua dan terlihat tidak pernah di datangi oleh siapapun.Yuna masuk dalam taman itu dan sampai di sebuah Vila yang di penuhi lumut seperti tak ada yang pernah mengurus villa itu.
Hari ini adalah hari berburu. Satu persatu para bangsawan masuk ke dalam sebuah portal dan sampai di hutan Azka yang merupakan hutan paling subur dan kaya di dataran ini. Semua orang mengendarai hewan penjaganya masing-masing dengan bangga.Yuna datang terlambat karena kesiangan, gadis itu datang bersama dengandengan Azura. Yuna masuk sambil duduk di atas sebuah rubah putih keren paksaan dari Azura sendiri. Perlahan semua orang melihat gadis itu dengan tercengang."Apa aku tidak salah lihat? Gadis itu menunggangi hewan suci legenda?" Ujar seorang bangsawan."Dari yang aku dengar semua hewan suci sangat sombong dan tidak akan mau menurut pada tuan yang lemah.""Tapi aura gadis itu saja tidak ada, mana mungkin hewan suci itu mau melakukan kontrak?"Yuna turun dan merasa tidak enak dengan semua bangsawan yang melihatnya. Tiba-tiba Adelion tiba membuat semua perhatian tertuju padanya, pria itu sedang duduk di atas seekor Harimau putih yang cukup besar
Sambil mengepakkan sayapnya yang besar ia melintasi ibu kota, beberapa penduduk yang menyadarinya ikut tercengang melihat seekor naga sedang terbang di atas langit di mana tanah peri berdiri. Naga terkenal dengan sifat sombong dan angkuhnya, mereka juga sulit di tundukkan karena sifat mereka. Warna naga menentukan kekuatan yang di milikinya, warna hijau adalah yang terlemah dan merahlah yang terkuat. "Itu naga hitam! Bagaimana dia bisa di sini?" "Tunggu! Ia raja naga! Dan pemiliknya adalah sang raja kerajaan Emerald!" "Apa terjadi sesuatu?" Itulah beberapa tanggapan penduduk ibu kota yang terkejut melihat keberadaan sang raja dari para naga. Azura muncul di secara tiba-tiba dengan wujud rubah puti kecilnya, ia mengomeli sang naga dengan kesal karena telah membawa Yuna sembarangan tanpa menunggunya. Sejak tadi Azura telah mengikuti sang naga dengan tergesa-gesa saat Adelion dengan entengnya mengikat tubuhnya di atas tiang menggunakan rantai mana. "Sebenarnya sejak kapan vampir s
"Bella kau bisa pergi sekarang. Aku akan mengompres sendiri mataku," Ujar Yuna melepas handuk hangat dari matanya yang bengkak. "Kau juga tampak lelah Bella. Istirahatlah, aku baik-baik saja. Lagi pula aku akan sangat senang karena aku akhirnya bisa lepas dari kurungan ini," Ujar Yuna hingga Bella hanya mampu terdiam. "Aku akan sangat merindukanmu nona," Ujar Bella. Yuna cukup terkejut saat mendengar penuturan Bella. Ia menoleh melihat kearah Bella yang telah menutup pintu, Yuna pernah mendengar dari Sarfaras jika makhluk di dunia ini tidak bisa hidup tanpa adanya aliran mana. Mereka bisa mati dalam beberapa jam hanya jika mereka meninggalkan dunia ini, maka dari itulah gerbang dunia fana di segel rapat-rapat. "Nona?" Panggil Azura yang sedang dalam wujud rubah putihnya. "Ah, Azura. Sepertinya aku harus memberikan ucapan perpisahan denganmu," Ujar Yuna sambil bulu halus milik Azura. "Eh? Kenapa tiba-tiba." Azura tampak terkejut. "Aku akan kembali ke dunia fana besok. Kau tentu
"Maafkan aku nona. Aku tidak bisa menceritakan hal itu. Alam akan menghukumku jika membocorkan masa lalu," Ujar Azura hingga Yuna terlihat kecewa. "Ah, begitu ya." Yuna terlihat cukup kecewa, ia merebahkan. Sambil menatap langit-langit, ia jadi teringat oleh buku kuno Rahasia dan rasa. Yuna kembali terduduk, "Deluciana. Apa kau tau tentang dia Azura?" Tanya Yuna penuh rasa penasaran. "Dari mana nona tau nama itu?" Azura cukup terkejut saat mendengar sebuah nama yang ia kenali keluar dari bibi Yuna. "Ah, aku sebenarnya mendapatkan sebuah buku." Yuna kemudian berdiri dan mengambil sebuah buku di atas meja. Melihat buku itu Azura langsung mengenalinya, ia berusaha menyentuh buku itu namun setruman listrik malah ia rasakan di jari-jarinya. Buku itu sudah lama hilang bersama sang Dewi Lucian, ia benar-benar curiga dengan munculnya buku yang telah lama hilang ini. Buku itu menyimpan sebuah rahasia tentang keberadaan sang Dewi yang hilang karena sebuah kejadian. "Bagaimana bisa buku it
'Deluciana' adalah nama seorang gadis yang berkali-kali di sebutkan dalam buku kuno Rahasia dan Rasa.Ada sebuah legenda yang menceritakan tentang seorang Dewi yang jatuh cinta dengan makhluk dunia fana. Kisah cinta mereka bahkan telah di buat berbagai versi mulai dengan ending yang manis, hingga ending yang menyedihkan. Namun tak ada yang tau bagaimana akhir dari kedua pasangan tersebut. Legenda hanya menceritakan setengah dari kisah keduanya tanpa ada akhir.Ada banyak nama yang sering orang-orang gunakan untuk menggambarkan sang Dewi. Mulai dari sebutan pemilik cahaya, kecantikan yang tidak pernah padam, hingga Dewi yang terkutuk. Setelah membaca satu halaman Yuna akhirnya sadar jika buku ini adalah diary seorang bernama Damian."Tunggu, apa aku boleh membaca buku diary orang lain? Bukannya ini tidak sopan?" Yuna menutup buku karena merasa bersalah telah membaca satu halaman dari diary orang lain.Yuna meletakkan buku di atas nakas kemudian memilih untuk segera tidur agar rasa pena
Sang Demon kemudian menghilang meninggalkan kesunyian di tempat itu, Lucas akhirnya ambruk dan tak sadarkan diri. Ia sudah melewati batas penggunaan mana dan hal itu menyebabkan kesadaran menghilang untuk beberapa hari kedepan. Kesatria lainnya kemudian membopong tubuh Lucas untuk mendapatkan perawatan. Sarfaras memberi hormat pada Fairuz dan berterimakasih atas bantuannya. "Pemilik darah peri yang agung, mahkluk rendahan ini mengucapkan rasa terimakasih atas bantuannya," Ujar Sarfaras. "Berdirilah," Ujar Fairuz. "Kali ini mungkin kita berhasil selamat, tapi Demon sudah terlalu kuat untuk bangsa peri tangani. Aku bahkan heran kenapa dia menyembunyikan kekuatannya itu," Ujar Fairuz menatap keatas langit. "Itu benar, aku rasa tidak lama lagi sang Demon akan memulai perang," Ujar Sarfaras. Fairuz menatap ke arah bulan, ia mengernyitkan dahi atas ucapan Sarfaras. Perkataan Sarfaras tidak salah, perang pasti terjadi. Demon pemimpin bangsa kegelapan sudah sangat lama berselisih dengan
"Ada apa denganku?" "Hei, berhenti mengikutiku!" Ujar Adelion. Setelah mengatakan hal tersebut, tubuh Adelion ambruk begitu saja. Yuna jadi kebingungan akan hal tersebut, tidak akan ada pelayan yang bisa masuk ke tempat ini. Jadi mungkin saja Adelion akan sepanjang malam tidur di atas lantai yang dingin. Yuna berbalik arah meninggalkan Adelion, rasa kebenciannya terhadap pria tersebut membuat dia di butakan amarah. "Untuk apa aku harus peduli? Aku membencinya. Sangat-sangat benci padanya," Ujar Yuna. Yuna pergi dari sana, tapi tiba-tiba saja mata Yuna berkaca-kaca. Tangannya meremas kuat gaunnya mencoba menahan perasaan aneh, setelah terbangun dari mimpi itu tubuhnya terus bereaksi terhadap pergerakan Adelion. Setiap reaksi tubuh nya terus saja tidak sejalan dengan keinginannya. Yuna berbalik dan menatap ke arah Adelion yang masih dengan wajah menahan sakit luar biasa. "Yang mulia, apa kau bisa mendengarku? Kemana aku harus membawamu?" Ujar Yu
"Siapa yang berani mengutuk tuan!!" Ujar Azura membuat rasa dingin di kulit Yuna semakin bertambah."Apa Vampir sialan itu?!!" Ujar Azura dengan wujudnya bertambah besar.Hawa dingin memenuhi tempat itu, belum sempat Yuna menghentikan Azura yang sepertinya akan mengamuk, Azura sudah lebih dulu pergi dengan kemarahannya. Yuna tau ke mana Azura pergi, maka dari itulah ia buru-buru berlari menuju pintu namun sayangnya pintu itu tidak bisa terbuka karena sihir Adelion yang masih mengurungnya. Yuna menggedor pintu berharap ada seseorang yang mendengarnya lalu membukakan pintu."Apa ada seseorang di luar! Kumohon biarkan aku keluar sebentar saja," Teriak Yuna.Sebuah suara terdengar di kepala Yuna, ada sesuatu yang mengalir dalam tubuhnya. Rasanya asing namun anehnya ia terbiasa dengan aliran mana dari dalam tubuh. Yuna meletakkan telapak tangannya di pintu kemudian mengucapkan sebuah kalimat yang ada di kepalanya.Pintu terbuka, tanpa membuang waktu Yun
Yuna terbangun dengan keringat yang membanjir tubuhnya, deru nafasnya kini tak lagi beraturan. Rasanya tubuhnya lemas dan tak bertenaga, "Kau sudah bangun?" Suara itu membuat Yuna menoleh ke arah jendela. Pria dengan pakaian bangsawan sedang duduk di pinggir jendela dengan sebuah buku di tangannya. Mata merah darah itu menyoroti Yuna dengan menusuk. Adelion tampak sedang dalam suasana yang tidak baik. "Kau keluar tanpa seizinku," Ujar Adelion dengan suara berat yang terasa mendominasi. "Ehmm.. Itu, aku. Aku hanya ingin melihat kota peri," Ujar Yuna yang menciut melihat Adelion menatapnya begitu tajam. Adelion kemudian berjalan menuju Yuna yang memainkan jari-jarinya seraya duduk menunduk. Yuna kemudian mendongak saat merasa Adelion telah berdiri di samping kasur. "Yuna, dengarkan aku baik-baik. Aku bisa langsung membunuhmu jika tidak menuruti perintahku!" Bisik Adelion di telinga Yuna. Jantung Yuna seakan tak berdetak, ia takut dengan
Lucas menatap penuh selidik pada buku yang di bawa Yuna, ia bisa merasakan ada hawa buruk dalam buku tersebut. Meskipun tau akan hal itu Lucas memilih untuk diam saja dan terus mengawasi buku tersebut. Bukan tanpa sebab Lucas membiarkan buku aneh itu berada di tangan Yuna, buku itu adalah hadiah yang di pilih Yuna untuk temannya maka ia tidak berani bertindak gegabah. Buku tersebut memang memiliki hawa yang buruk namun anehnya, hawa itu sama sekali tidak bisa menyakiti atau masuk ke seperti parasit di tubuh Yuna. Bella terus mengikuti Yuna kemanapun ia melangkahkan kaki di pasar ini. Terkadang ia menasehati Yuna, namun melihat Yuna yang tersenyum lebar membuat Bella menyadari satu hal tentang Yuna, ia menyukai kebebasan. "Lucas kenapa kau bengong saja? Ayo," Ujar Yuna dan menarik tangan Lucas menuju sebuah festival sambutan dari para rakyat kerjaan pergi untuk dewa mereka. Terlihat sebuah patung besar berwujud seorang gadis muda nan cantik yang sedang t