Sedikit bersandiwara, Anna mengulurkan tangannya dan berjabat tangan dengan Kevin.
"Terima kasih karena telah banyak membantuku tempo hari, gadis tetangga."
"Kau terus saja memanggil Anna dengan sebutan 'gadis tetangga'. Apa jangan-jangan kau pindah ke rumah di sebelahnya?"
Pada akhirnya pertanyaan yang membuat Edgar bertanya-tanya pun keluar dari mulutnya. Pasalnya dia terus mendengar Kevin memanggil Anna dengan sebutan yang aneh.
"Hm, aku pindah ke sana tempo hari." Kevin melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. "Sepertinya aku tidak bisa berlama-lama di sini. Ada urusan mendadak."
Tanpa sadar, Anna tersenyum tipis ketika Kevin pergi dari ruangan itu, meninggalkan Anna dan Edgar berdua di sana. Sebab, Anna tidak terlalu nyaman dengan keberadaan Kevin yang sangat mengganggu.
Begitu sosok Kevin tidak terlihat, Anna dibuat terkejut oleh tangan besar Edgar yang telah memeluknya dari belakang.
"Sebegitu senangnya 'kah melihat Kevin pergi?"
Karena perbedaan tinggi mereka, Anna mendongakkan kepalanya untuk melihat wajah Edgar, lalu tersenyum lembut ke arah pria itu.
"Apakah terlihat sekali? Padahal aku berusaha untuk terlihat akur dengannya di depanmu."
Anna mengerucutkan bibirnya sehingga terlihat seperti anak kecil di mata Edgar.
"Aku ingin menciummu ...."
Mendengar kata-kata Edgar, Anna sontak memejamkan mata, menunggu Edgar menciumnya seperti yang pria itu katakan. Namun ...
"Tapi aku takut kau menghindariku lagi seperti sebelumnya."
Karena Edgar mengatakan itu, Anna refleks membuka mata dan mencubit tangan Edgar yang masih memeluknya dari belakang.
Anna tahu kalau Edgar hanya menggodanya, namun dia juga ingin balas menggoda dan menjahili Edgar dengan cara merajuk.
"Kalau begitu aku akan pergi. Lagi pula, sepertinya kau sibuk, Profesor!"
Setelah melepas pelukan Edgar, Anna hendak pergi meninggalkan Edgar dengan sedikit menghentakkan langkah kakinya.
Namun, sebelum Anna benar-benar pergi, Edgar dengan cepat menahan tangan Anna sehingga membuat langkahnya terhenti.
"Jangan pergi. Aku ingin menghabiskan lebih banyak waktu bersamamu."
Perkataan itu masih belum cukup untuk mengakhiri sandiwara Anna. Oleh sebab itu, Anna akan sedikit lebih lama menjahili Edgar.
Anna menghadap ke arah Edgar dan tersenyum pada pria itu.
"Begitu? Tapi aku harus menemani Ibu pergi ke salon dan-"
"Jadi ibumu berbohong saat dia bilang padaku bahwa kau tidak memiliki acara apa pun hari ini?"
Anna bergeming, bingung harus mengatakan apa kepada Edgar.
Sementara Anna masih diam, Edgar menyunggingkan bibirnya membentuk seringai dan meraih wajah Anna agar mendekat.
"Kau marah karena aku tidak jadi menciummu?"
Sejujurnya Anna memang sedikit kecewa karena Edgar hanya menggoda dan menjahilinya. Namun, dia tidak mungkin berkata seperti itu pada Edgar.
"Tidak. Untuk apa aku marah karena kau tidak menciumku? Ciumanmu bukan ap-"
CUP
Sebelum Anna menyelesaikan ucapannya, Edgar terlebih dahulu memotong ucapan Anna dengan mengecup sekilas bibir gadis itu.
"Baiklah, ciumanku mungkin tidak berarti apa-apa untukmu. Tapi, ciumanmu sangat berarti untukku."
Entah perkataan Edgar benar atau tidak, Anna tidak tahu. Sebab, Anna hanyalah seorang gadis yang diharuskan menikah dengan Edgar sebagai ganti pelunas utang Andrew Florence.
Meskipun Anna memiliki perasaan khusus kepada Edgar sejak kencan pertama mereka, namun Anna tidak tahu pasti perasaan Edgar yang sebenarnya. Sebab, pria itu belum pernah mengucapkan rasa cintanya terhadap Anna.
Apakah Edgar hanya berpura-pura baik pada Anna karena terpaksa?
Sebaliknya, apakah Edgar benar-benar menyukai Anna dari dalam hatinya?
"Kenapa? Kenapa ciumanku sangat berarti untukmu?"
Kata-kata itu terucap langsung dari mulut Anna. Dalam hal ini, Anna ingin memastikan perasaan Edgar yang sebenarnya.
"Pertama, aku menyukai berciuman denganmu. Kedua, aku menyukai bibirmu. Ketiga, aku menyukaimu."
Jawaban yang sangat konyol, namun membuat Anna tidak mampu menahan senyum ketika mendengarnya.
Bahkan sampai saat ini, Anna masih tidak percaya bahwa dirinya akan menikah dengan Edgar yang notabene-nya adalah dosen yang memiliki sifat dingin dan tidak peduli orang lain. Dosen yang jarang tersenyum dan selalu menunjukkan sorot mata tajam.
Jika dahulu Anna sempat menyesal bertemu William Dominic yang menyuruhnya menikah dengan Edgar. Namun, seiring bergulirnya waktu, Anna mampu membuka hati untuk Edgar meskipun berawal dari kencan yang direncanakan.
"Kalau begitu, jadikanlah aku sebagai kebutuhan sehari-harimu seolah kau tidak bisa hidup tanpaku."
"Anything for you, baby."Lagi. Seperti ada kupu-kupu yang beterbangan di dalam perutnya, Anna tidak mampu menahan senyumnya tatkala Edgar mengucap kata cinta.Ini pertama kali Anna jatuh cinta pada seorang pria. Sebelumnya dia belum pernah merasakan yang namanya jatuh cinta bahkan berpacaran.Meskipun Anna selalu ingin memiliki kekasih, namun dia tidak pandai bersosialisasi dengan lawan jenis. Begitu pula ketika dia pertama kali berkencan dengan Edgar, rasanya sangat canggung. Padahal mereka sudah lama mengenal meski sebatas dosen dan mahasiswa."Ah, nyaris saja lupa. Ayah mengundangmu makan malam di kediaman Dominic jam 07.00 malam. Aku akan menjemputmu setengah jam sebelum acara."Terakhir kali Anna bertemu William Dominic adalah saat menawarkan kesepakatan beberapa minggu lalu, setelah itu Anna belum pernah bertemu lagi dengan pria paruh baya itu."Apa ada yang ingin beliau bicarakan denganku?"Tentu saja karena
Kini, Anna tengah sibuk mengacak-acak semua pakaian yang ada di dalam lemari. Kaus, kemeja, dan piyama tidur. Tiga jenis pakaian itulah yang memenuhi lemarinya, sedangkan gaunnya hanya ada beberapa buah. Setelah menghabiskan waktu lebih dari dua jam untuk memilih, akhirnya Anna memilih gaun hitam selutut dengan renda di bawahnya, lalu pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Tak butuh waktu lama untuk mandi, Anna segera memakai gaun hitam yang dia pilih untuk pergi ke acara makan malam keluarga Dominic. Gaun hitam, sepatu hak tinggi, dan tas kecil hitam telah siap menemani Anna pergi. Dia berdiri di depan gerbang kediaman Florence, menunggu Edgar datang. Tin tin Suara klakson terdengar tak jauh dari tempat Anna berdiri. Mobil sport merah berhenti tepat di hadapan Anna yang sudah berpenampilan cantik. "Masuklah." Begitu Anna masuk dan duduk di kursi depan sebelah Edgar, sontak membuat Edgar memandangi penampilan Anna dari atas hingga bawah. Sementara Anna yang merasa
Hanya satu kata itu yang terucap dari mulut Anna. "Aku setuju! Bagaimanapun juga, aku sudah tidak sabar ingin menggendong cucu." Cucu? Anna hampir lupa kalau nanti menikah dengan Edgar dan ingin memiliki anak maka dia harus melewati malam intim dengan pria itu. "Tunggu sampai Anna lulus kuliah. Setelah itu kami akan menikah sesuai keinginan Ayah dan Ibu." "Tidak! Kami akan melaksanakan pernikahan seperti yang Tuan dan Nyonya rencanakan!" Sejujurnya Anna tidak tahu alasan Edgar ingin menunda pernikahan. Padahal Anna tidak keberatan meskipun akan menikah hari ini, besok, atau kapan pun itu. Lagi pula, Anna dan Edgar akan tetap menikah bagaimanapun caranya! Pertama, Anna menyukai Edgar. Kedua, pernikahan mereka adalah bagian dari kesepakatan di mana Anna harus menikah dengan Edgar agar utang Andrew dihapuskan. Jadi, Anna tidak keberatan jika pernikahannya dengan Edgar dipercepat. "Baguslah! Kalau begitu, kau harus mulai memanggil kami Ayah dan Ibu, Anna." William mengarahkan pan
Perasaan hangat menjalar hingga ke seluruh tubuh Anna, kala mendengar pernyataan Edgar yang terdengar sangat tulus. Jika Edgar meminta Anna untuk selalu berada di sampingnya maka dengan senang hati Anna akan melakukannya. Berada di samping pria yang dicintainya merupakan suatu kebahagiaan besar dalam hidup Anna. "Sssshh ...!" Dinginnya angin malam semakin menusuk kulit, Anna mengutuk dirinya yang memakai gaun pendek di atas lutut. Kaki jenjangnya gemetaran, bahkan mulutnya mengeluarkan asap tatkala dia sedang menghembuskan napas di malam yang dingin itu. "Berdirilah. Kita harus masuk ke dalam rumah karena cuaca di luar semakin dingin." Anna menerima uluran tangan Edgar yang membantunya berdiri. Karena udaranya terlalu dingin, Anna merasakan kakinya sedikit kram sehingga sakit ketika dipaksakan berdiri. "Akh!" Belum sempat berdiri tegak, Anna kembali pada posisi duduknya karena tak kuasa menahan kakinya yang kram dan kebas. "Aku tidak akan mengizinkanmu keluar dengan gaun p
Bertepatan dengan selesainya pembicaraan antara Anna dan Kevin, Edgar datang dengan membawa nampan berisi dua gelas coklat panas dan selimut tebal yang dililitkan di lehernya. "Kau sudah selesai?" Anna tersenyum lembut ketika melihat Edgar berjalan menghampirinya dan memakaikan selimut untuk menutupi bagian pinggang hingga ujung kaki Anna yang sempat kram dan kebas. "Untukmu. Minumlah agar tubuhmu terasa lebih hangat." "Kau tidak membuatkannya untukku?" Baik Anna maupun Edgar, mereka sama-sama menolehkan kepalanya ke arah Kevin yang menginterupsi kemesraan mereka. "Tangan dan kakimu baik-baik saja, jadi buatlah sendiri!" "Cih. Kau hanya baik pada seorang wanita. Kalau begitu aku akan membuatnya sendiri!" Melihat perseteruan antara Edgar dengan Kevin, sontak membuat Anna menggelengkan kepala. Mereka beradu mulut hanya karena hal sepele. Sungguh kekanak-kanakan! Setelah Kevin beranjak dari sofa, Anna menarik tangan Edgar agar duduk di sampingnya. Kepalanya sengaja dia sandar
Hari-hari selanjutnya, Anna mulai disibukkan dengan persiapan pernikahannya dengan Edgar yang akan digelar dalam hitungan hari. Urusan gedung dan dekorasi sudah disiapkan oleh keluarga Dominic, undangan pun sudah disebarluaskan kepada para kerabat dan teman terdekat kedua belah pihak, baik Anna maupun Edgar. Kali ini, Anna dan Edgar hendak mengunjungi butik untuk melakukan fitting baju pengantin. Seharusnya mereka sudah mempersiapkannya lebih awal, namun keduanya sibuk dengan urusan kampus. Anna sibuk dengan tugas kuliahnya, sedangkan Edgar sibuk mempersiapkan materi untuk bahan pembelajaran selama tiga hari ke depan agar para mahasiswa bisa tetap belajar meskipun dia tidak hadir dan cuti dalam tiga hari tersebut. "Maaf menunggu lama." Berhubung para mahasiswa satu fakultas dan dosen sudah menerima undangan, Anna dan Edgar tidak perlu lagi menyembunyikan hubungan mereka yang selama ini dirahasiakan. Tatapan senang, iri, dan kesal tertuju pada Anna yang sedang berduaan dengan E
Melalui pantulan cermin, Edgar dapat melihat Anna telah selesai mengenakan pakaian sontak menutup matanya rapat-rapat sebelum Anna mengetahui bahwa dia mengintip. "Aku sudah selesai. Kau boleh berbalik dan membuka matamu." "Ah, baiklah." Anna sudah rapi dengan kaus dan jeans miliknya. Dia mengambil gaun pengantin yang tergeletak di lantai, lalu meminta tolong pada Edgar untuk membawanya karena gaunnya cukup berat jika dibawa sendiri. Keluar dari fitting room, Anna menyerahkan gaun pengantin pada karyawan wanita yang ternyata sudah kembali dan berdiri di dekat tirai. Karyawan itu sedikit terkejut ketika melihat Anna keluar bersama Edgar, lalu mengubah ekspresinya menjadi tersenyum. "Aku akan memakai gaun ini untuk pernikahan nanti. Kebetulan ukurannya pun pas dengan tubuhku." "Saya mengerti." Anna dan Edgar pergi meninggalkan butik dengan mobil sport merah yang terparkir di depan butik tersebut. Semua p
Anna berpikir kalau hanya ditinggal oleh orang tuanya selama dua hari tidak akan menjadi masalah dan dia bisa mengatasinya. Namun, kenyataan tidak seperti itu. Misalnya hari ini, biasanya pagi-pagi sekali sudah tersedia sarapan di meja makan dan Anna hanya tinggal memakannya. Karena ibunya yang selalu memasak tidak ada, Anna harus memasak sendiri jika lapar dan bahkan mencuci piring sendiri. Sementara Anna sibuk dengan pekerjaan rumah, Andy hilang entah ke mana. Dia pergi setelah sarapan dan hingga kini sudah malam pun, dia belum pulang ke rumah. 'Sudah hampir tengah malam, tapi Andy masih belum pulang juga. Cih! Padahal aku tidak boleh tidur terlalu malam agar kulitku tetap sehat!' batin Anna kesal. Mondar-mandir di depan TV, Anna masih menunggu kepulangan Andy yang bahkan dia tidak tahu pergi ke mana. Sebagai seorang kakak, Anna khawatir jika adiknya keluyuran hingga tengah malam. Dia takut terjadi sesuatu yang buruk terhadap adiknya. Tepat pukul 01.00 dini hari, Anna duduk