Bertepatan dengan selesainya pembicaraan antara Anna dan Kevin, Edgar datang dengan membawa nampan berisi dua gelas coklat panas dan selimut tebal yang dililitkan di lehernya. "Kau sudah selesai?" Anna tersenyum lembut ketika melihat Edgar berjalan menghampirinya dan memakaikan selimut untuk menutupi bagian pinggang hingga ujung kaki Anna yang sempat kram dan kebas. "Untukmu. Minumlah agar tubuhmu terasa lebih hangat." "Kau tidak membuatkannya untukku?" Baik Anna maupun Edgar, mereka sama-sama menolehkan kepalanya ke arah Kevin yang menginterupsi kemesraan mereka. "Tangan dan kakimu baik-baik saja, jadi buatlah sendiri!" "Cih. Kau hanya baik pada seorang wanita. Kalau begitu aku akan membuatnya sendiri!" Melihat perseteruan antara Edgar dengan Kevin, sontak membuat Anna menggelengkan kepala. Mereka beradu mulut hanya karena hal sepele. Sungguh kekanak-kanakan! Setelah Kevin beranjak dari sofa, Anna menarik tangan Edgar agar duduk di sampingnya. Kepalanya sengaja dia sandar
Hari-hari selanjutnya, Anna mulai disibukkan dengan persiapan pernikahannya dengan Edgar yang akan digelar dalam hitungan hari. Urusan gedung dan dekorasi sudah disiapkan oleh keluarga Dominic, undangan pun sudah disebarluaskan kepada para kerabat dan teman terdekat kedua belah pihak, baik Anna maupun Edgar. Kali ini, Anna dan Edgar hendak mengunjungi butik untuk melakukan fitting baju pengantin. Seharusnya mereka sudah mempersiapkannya lebih awal, namun keduanya sibuk dengan urusan kampus. Anna sibuk dengan tugas kuliahnya, sedangkan Edgar sibuk mempersiapkan materi untuk bahan pembelajaran selama tiga hari ke depan agar para mahasiswa bisa tetap belajar meskipun dia tidak hadir dan cuti dalam tiga hari tersebut. "Maaf menunggu lama." Berhubung para mahasiswa satu fakultas dan dosen sudah menerima undangan, Anna dan Edgar tidak perlu lagi menyembunyikan hubungan mereka yang selama ini dirahasiakan. Tatapan senang, iri, dan kesal tertuju pada Anna yang sedang berduaan dengan E
Melalui pantulan cermin, Edgar dapat melihat Anna telah selesai mengenakan pakaian sontak menutup matanya rapat-rapat sebelum Anna mengetahui bahwa dia mengintip. "Aku sudah selesai. Kau boleh berbalik dan membuka matamu." "Ah, baiklah." Anna sudah rapi dengan kaus dan jeans miliknya. Dia mengambil gaun pengantin yang tergeletak di lantai, lalu meminta tolong pada Edgar untuk membawanya karena gaunnya cukup berat jika dibawa sendiri. Keluar dari fitting room, Anna menyerahkan gaun pengantin pada karyawan wanita yang ternyata sudah kembali dan berdiri di dekat tirai. Karyawan itu sedikit terkejut ketika melihat Anna keluar bersama Edgar, lalu mengubah ekspresinya menjadi tersenyum. "Aku akan memakai gaun ini untuk pernikahan nanti. Kebetulan ukurannya pun pas dengan tubuhku." "Saya mengerti." Anna dan Edgar pergi meninggalkan butik dengan mobil sport merah yang terparkir di depan butik tersebut. Semua p
Anna berpikir kalau hanya ditinggal oleh orang tuanya selama dua hari tidak akan menjadi masalah dan dia bisa mengatasinya. Namun, kenyataan tidak seperti itu. Misalnya hari ini, biasanya pagi-pagi sekali sudah tersedia sarapan di meja makan dan Anna hanya tinggal memakannya. Karena ibunya yang selalu memasak tidak ada, Anna harus memasak sendiri jika lapar dan bahkan mencuci piring sendiri. Sementara Anna sibuk dengan pekerjaan rumah, Andy hilang entah ke mana. Dia pergi setelah sarapan dan hingga kini sudah malam pun, dia belum pulang ke rumah. 'Sudah hampir tengah malam, tapi Andy masih belum pulang juga. Cih! Padahal aku tidak boleh tidur terlalu malam agar kulitku tetap sehat!' batin Anna kesal. Mondar-mandir di depan TV, Anna masih menunggu kepulangan Andy yang bahkan dia tidak tahu pergi ke mana. Sebagai seorang kakak, Anna khawatir jika adiknya keluyuran hingga tengah malam. Dia takut terjadi sesuatu yang buruk terhadap adiknya. Tepat pukul 01.00 dini hari, Anna duduk
Anna menggantungkan ucapannya. "Aku ... belum gosok gigi, jadi jangan menciumku ...." Bukan itu saja, Anna juga malu dengan penampilannya yang berantakan seperti seorang gelandang. Sungguh memalukan berpenampilan seperti itu di hadapan calon suaminya! "He? Begitu saja kau malu? Padahal nanti kita akan tidur bersama dan aku akan melihat wajah bangun tidurmu setiap hari." "Tetap saja aku malu," lirih Anna pelan. Benar. Anna hampir lupa dengan kenyataan yang akan terjadi setelah menikah. Tidur bersama! Oh, memikirkannya saja sudah membuat Anna meneguk saliva. "Tunggu di sini dan jangan dulu sarapan tanpaku! Aku akan kembali setelah mencuci muka dan gosok gigi!" Anna mengatakan itu sambil berlari kecil ke kamar mandi, lalu kembali setelah lima menit kemudian. Tampilannya lebih segar dan rapi dibanding sebelumnya yang tampak berantakan karena baru bangun tidur. Duduk berhadapan dengan Edgar, Anna terperangah dengan keterampilan Edgar dalam hal memasak. Di atas meja makan sudah ter
Suara teriakan melengking memenuhi area kamar. Anna terkejut karena Edgar tidur di sampingnya dan yang lebih parahnya adalah dia malah meraba-raba Edgar. Tangannya kini berada di pangkal pinggang Edgar yang masih terpejam. Segera menarik tangannya, Anna refleks mendorong dada Edgar hingga pria itu jatuh dari ranjang dan terdengar suara benturan yang lumayan keras. "Akh!" erang Edgar ketika dia jatuh dari ranjang. Edgar berdiri sambil mengerjapkan matanya yang sedikit buram. "Kau sudah bangun? Bagaimana dengan perutmu?" "Keluar dari kamarku!" Anna menyembunyikan dirinya di bawah selimut. Dia menatap kedua telapak tangannya yang sempat meraba-raba tubuh Edgar, lalu menutup wajahnya dengan kedua tangan tersebut. "Baiklah, kurasa kau sudah sembuh. Kalau begitu aku akan pulang." Suara langkah kaki Edgar terdengar semakin menjauh. Namun, sebelum Edgar benar-benar pergi, Anna berlirih pelan. "Terima kasih." "
Pernikahan pun tiba, Anna duduk di kursi tunggu ruang ganti pengantin wanita dengan risau. Sebab, kedua orang tuanya belum terlihat sama sekali sampai saat ini. Padahal sebentar lagi dia akan naik ke altar dan mengucapkan ikrar."Relax, Anna. Aku yakin orang tuamu akan segera datang." Grace mencoba menghibur Anna yang terus menggigit bibir bawahnya."Bagaimana aku bisa relax? Aku sudah menunda acaranya selama hampir dua puluh menit, namun kedua orang tuaku belum datang juga!"Orang tuanya sudah berjanji bahwa mereka kan pulang dari London sebelum acara pernikahan dimulai. Jika mereka tidak datang maka Anna tidak segan-segan untuk membatalkan pernikahannya dengan Edgar."MC sudah memanggilmu. Anna, sudah waktunya kau keluar.""Tapi, Grace, bagaimana mungkin aku memasuki altar tanpa didampingi ayahku?"Pernikahan adalah momen yang seharusnya membahagiakan di mana seorang ayah mendampingi putrinya sambil berpegangan tangan menuju altar pe
Hap Bunga yang Anna lemparkan ditangkap oleh seorang pria tampan yang berdiri jauh dari kerumunan orang yang merebutkan buket bunga. Pria itu tak lain adalah Kevin. Dia bahkan terkejut karena tiba-tiba ada bunga yang terlempar ke arahnya sehingga membuat dia refleks menangkap bunga tersebut. "Profesor? Wah ... sepertinya Anda yang akan menyusul Profesor Edgar dan Anna, ya!" Grace menghampiri Kevin yang tengah diam dengan sebuket bunga di tangannya. Sementara itu, Kevin yang tak peduli dengan tradisi lempar bunga dan artinya itu hanya mengangkat bahu dan menyerahkan bunga tersebut kepada Grace. "Aku tidak membutuhkan ini!" Setelah mengatakan itu dan memberikan bunga pada Grace, Kevin melangkahkan kakinya dan pergi entah ke mana. "Heh?" Bagai pinang dibelah dua, sikap acuh Kevin sangat mirip dengan Edgar. Bukan hanya wajah, namun juga sikapnya pun mirip! Sepertinya memang semua anggota keluarga Dominic seperti itu. "Dia memberikannya padamu?" Anna langsung bertanya begitu Gra