Share

kecewa makin bertambah

"Ayah udah pergi, Nak, ayah udah tidur dengan tenang," bisikku sambil merangkul bahunya.

"Kenapa ayah enggak ngajak Raisa, Raisa sedih, tadinya Raisa pikir ... Om Rafiq bisa gantiin ayah," ucapnya yang seketika membuat hati ini terluka.

Aku memaksakan tersenyum tipis untuk menghiburnya,

"Mungkin kita belum beruntung, Sayang."

"Aku rindu ayah," ucapnya dengan suara serak dan nada yang begitu memilukan.

"Nanti kita pergi jenguk ayah ke makamnya, ya," bujukku.

"Memangnya Bunda tahu, makam ayah di mana?"

Ah, aku hanya pernah dengar alamatnya namun belum pernah ke sana. Mudah-mudahan aku masih punya kontak pemuda yang dulu sering menghubungi ketika Mas Ikbal masih di rumah sakit.

Kuraih ponsel yang tadi sempat kulempar, layarnya retak tapi aku masih bisa memakainya, kucari nama Fahmi di daftar kontak dan alhamdulillah, kutemukan.

Kucoba menghubungi dengan hati berdebar, dan tak lama kemudian pemuda itu menjawab dari seberang sana.

"Assalamualaikum, Fahmi," sapaku.

"Waalaikumsalam Mbak
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status