"Ayah udah pergi, Nak, ayah udah tidur dengan tenang," bisikku sambil merangkul bahunya."Kenapa ayah enggak ngajak Raisa, Raisa sedih, tadinya Raisa pikir ... Om Rafiq bisa gantiin ayah," ucapnya yang seketika membuat hati ini terluka.Aku memaksakan tersenyum tipis untuk menghiburnya, "Mungkin kita belum beruntung, Sayang.""Aku rindu ayah," ucapnya dengan suara serak dan nada yang begitu memilukan."Nanti kita pergi jenguk ayah ke makamnya, ya," bujukku."Memangnya Bunda tahu, makam ayah di mana?"Ah, aku hanya pernah dengar alamatnya namun belum pernah ke sana. Mudah-mudahan aku masih punya kontak pemuda yang dulu sering menghubungi ketika Mas Ikbal masih di rumah sakit.Kuraih ponsel yang tadi sempat kulempar, layarnya retak tapi aku masih bisa memakainya, kucari nama Fahmi di daftar kontak dan alhamdulillah, kutemukan.Kucoba menghubungi dengan hati berdebar, dan tak lama kemudian pemuda itu menjawab dari seberang sana."Assalamualaikum, Fahmi," sapaku."Waalaikumsalam Mbak
Tidak ada alasan untuk bertahan sehingga tanpa memiliki banyak hambatan akhirnya aku melayangkan gugatan cerai dan ditanggapi oleh pengadilan tanpa banyak rintangan.Palu di ketuk tanda perceraian kami membuatku menarik napas lega sekaligus berat, lega karena terlepas dari ikatan yang menyakitkan dan berat karena pernikahan kami yang nyaris tanpa cela itu harus dinodai dengan perselingkuhan.Sepanjang beberapa kali pertemuan sidang Mas Rafiq tak pernah sekalipun menunjukkan batang hidungnya. Entah, malu atau acuh aku tak tahu, yang pasti hal itu kian menambah kekecewaanku padanya.Kuturuni tangan pelataran pengadilan agama yang sama, pengadilan yang telah memutuskan pernikahanku dengan Mas Ikbal dulu, kini aku juga harus berpisah dari Mas Rafiq di tempat yang sama.Ingin menangis tapi rasanya air mata ini sudah kering, aku iba pada diri sendiri tapi aku tak bisa mendramatisir itu, karena aku punya anak dan masih memiliki orang tua yang insyallah mendukungku.Aku yakin suatu hari All
Dua minggu telah berlalu dari peristiwa itu,masih terngiang suaranya dan bagaimana cara ia menatapku ketika aku melecehkan mereka di pusat perbelanjaan.yah Mas Rafiq dan Angel saat itu terlihat saling menatap dengan wajah yang sulit dijelaskan betapa panik dan terkejutnya mereka dengan apa yang aku ucapkan.Tapi aku tidak ingin terlalu lama pusing memikirkan mereka karena hidupku sendiri sudah sangat sibuk harus mengurus orang tua menurut kedua anakku mengurus online shop yang aku tekuni semenjak bercerai dengan mas Raffiq.Aku menjual berbagai kebutuhan mulai dari perhiasan, tas, pakaian, kosmetik hingga kebutuhan rumah tangga seperti elektronik dan furniture. Alhamdulillah, dengan berkah dan rahmat Allah, usahaku terus-menerus naik dan maju pesat dengan semakin banyaknya pelanggan dan orang-orang yang datang bergabung untuk membantuku sebagai asisten atau reseller.Tentu saja omset puluhan juta mengalir ke kantongku dengan mudah, membuat beban hidupku sedikit berkurang.aku bisa memb
Melihatku tertawa pasangan suami itu terlihat sangat malu dan tidak suka terutama si wanita, dia terlihat menahan diri diantara rasa marah padaku dan canggung terhadap tamu.Entah mengapa saat itu aku merasa sangat geli sekaligus puas dengan pemandangan yang benar-benar sesuatu yang sangat mengejutkan."Jannah ... sudah cukup Mas Rafiq berusaha menghentikanku menertawakan istrinya."Kamu puas kan melihatku dipermalukan seperti ini," ucapnya sambil menghampiriku."Puas? Tentu saja belum,tapi kau memang pantas mendapatkannya Aku kemudian membalikkan badan berusaha untuk beranjak dan menjauhi mereka semua."Aku tahu ini pasti adalah bagian dari rencanamu untuk memfitnah dan mempermalukan kami sekeluarga.""Wow ... Tidak punya kambing hitam tidak punya orang yang bisa disalahkan, duh, kasihan ...." aku mengejeknya dengan sinis."Kamu sengaja akan mengajak Rudi untuk mempermalukan dan merusak acara baby shower ini?" Tuduhnya tanpa alasan."Kau bisa konfirmasikan saja dengannya, apakah
Kubalikkan anakku ke mobil lantas menutup pintunya, ketika hendak naik tiba-tiba seseorang menahan pintu mobilku."Jannah, tunggu ...." Mas Rafiq rupanya menyusulku."Ada apa lagi?" tanyaku ketus."Aku mau bicara ....""Aku tidak ingin bicara pada siapa pun, aku lelah.""Aku ...." Ia ragu sambil menatap anakku bergantian.""Pergi dan uruslah istrimu," usirku berusaha menjauhkan tangannya yang menahan pintu mobil."Aku ingin bicara sebentar saja," pintanya dengan raut penuh harap.Aku menatap wajah dengan malas, ada benci sekaligus muak padanya."Silakan bicara dan aku akan mendengarnya," jawabku sambil membuang muka."Aku ingin berbicara ... Aku terhenyak dan tersadar dengan kejadian barusan," ujarnya."Lalu apa? Intinya bagaimana?" Aku mulai tidak sabar."Aku mulai meragukan ....""Kau meragukan istrimu?" Aku langsung tertawa, "Kau ragu pada Angel dan melapor pada Jannah?" lanjutku.Ia membisu, hanya bergeming tanpa berani membalas tatapan bola mataku."Dengar, aku tidak punya wakt
Perkembangan usahaku yang meningkat pesat serta semakin menggunungnya orderan membuatku mau tak mau harus membuka satu gerai lagi untuk mengakumulasi semua barang-barang pesanan dan memberikan tempat bagi karyawan-karyawanku.Seperti biasa setelah aku mengantar Raisa ke sekolah barunya agar jaraknya Lebih dekat dari rumah bapak dan aku tidak harus melewati komplek rumah Mas Rafiq, aku langsung membawa Rayan ke ruko di mana aku menggerakkan online shopku.Kebetulan ini adalah akhir bulan sehingga aku pasti akan punya banyak tugas dalam hal pembukuan dan mengirimkan beberapa barang pelanggan yang harus segera sampai ke tujuan sebelum bulan berikutnya menjelang.Ketika asyik duduk mengisi buku kas bersama dua orang asistenku tiba-tiba pintu butik terbuka dan seseorang yang familiar wajahnya masuk dari sana."Selamat pagi," ucapnya dengan tatapan kacau sambil mengedarkan pandangan, perutnya yang semakin membuncit dan raut wajahnya yang tetap di poles make up serta rambut yang selalu dig
Kejadian yang sesungguhnya adalah ...Sebuah notes kuterima tanpa tahu darimana dan siapa pengirimnya, kutemukan benda itu di depan ruko pagi hari setelah kemarin kejadian Mas Rafiq pingsan di depan tokoku.Setelah kepanikan terjadi, supir mengantarkan pasangan suami istri itu ke rumah sakit dan kembali lagi ke sini, aku tak banyak bertanya pada supir, selain memastikan bahwa dia telah mengantarnya dengan selamat.Dan surat kaleng yang kini kugenggam di tangan, entah dari mana datangnya seolah ingin mengungkap misteri baru. Tentang mengapa suami Angel menjadi sosok yang linglung seolah kehilangan akal, tapi untuk apa juga aku haus memusingkannya, toh dia bukan suamiku atau anggota keluargaku.Tring ..."Assalamualaikum," sapaku menjawab nomor yang tidak kukenal itu."Walaikum salam, ini aku Angel, Jannah.""Iya, ada apa?" seolah tak ingin lepas dariku, mengapa ia terus menghubungi? Ah, aku malas."Rafiq ingin bicara padamu, ia ingin bertemu, Jannah," jawabnya."Buat apa? aku tak ingin
Sekarang aku tak punya alasan untuk ikut campur terlalu jauh, alih-alih memusingkan hidup mereka orang kaya mengapa aku tak membereskan sendiri urusanku, bukankah aku juga punya orang tua dan anak yang membutuhkan kasih sayang dan perhatianku? jadi daripada sibuk mengurusi mereka aku lebih baik menarik diri dan intinya, ini sudah bukan urusanku."Aku masih bagus menemuimu Mas Rafiq, kau bayangkan saja andai perempuan lain yang diceraikan dengan cara tersakiti demikian pahit mereka mungkin tak akan sudi untuk mau menemui mantan mereka. Yang digarisbawahi di sini adalah, hubungan kita sudah tidak ada lagi.""Boleh aku meminta sesuatu ....""Orang lain mungkin canggung atau malas bertemu mantan suami mereka, demikian pun aku, tapi kucoba mengesampingkan rasa itu demi kesehatanmu. Jadi, sembuhlah dan jalani semuanya, karena ini adalah pilihanmu," potongku cepat."Jannah, aku menyesal ....""Tidak ada orang yang menyesal di awal, Mas.""Maukah kau memaafkanku?" tanyanya dengan penuh harap.