Ketika kami sudah beristirahat di kamar, Mas Rafiq asyik bercengkerama dengan bayiku, mereka tertawa dan saling berbagi pelukan. Si kecil Rayan juga begitu menggemaskan membuat Mas Rafiq tak berhenti-henti menciuminya."Mas, aku mau tanya sesuatu?" Aku membuka percakapan."Ada apa, Sayang?" ucapnya tanpa menolehku dan masih menggelitiki bayinya."Ibu dari teman Raisa melihat Mas kemarin berjalan di perempatan dengan seorang wanita, sangat mirip Mas Rafiq katanya, Apakah itu mungkin Mas?" Aku bertanya dengan hati hati.Raut wajah Mas Rafiq seketika terkejut namun, detik berikutnya ia segera menggeleng sambil tersenyum."Kira kira menurutmu bagaimana, Sayang, aku berada di daerah dan baru kembali hari ini," jawabnya."Apakah Mas sungguh tidak membohongiku?""Apa maksudmu, Jannah?" Mas Rafiq terlihat tidak suka, ia bangkit sambil menatap wajahku dengan seksama."Aku juga melihat live streaming di Facebook sepasang pengantin yang terlihat begitu bahagia, siluet wajahnya sangat mirip
Aku bingung, resah, jiwaku gelisah dan seolah tanpa arah, aku galau apa yang harus aku lakukan. Hingga kuturuni tangga dan kutemui Ibu mertua di bawah sana yang seperti biasa santai menikmati tayangan tivi kesukaannya."Ma, aku ke rumah, Ibu dan Bapak sehari ya, besok kembali," pintaku pelan."Lho, tumben, kenapa?""Rindu aja, Ma. Boleh kan? Aku akan minta izin pada Mas Rafiq juga.""Ya udah." Mama hanya tersenyum tipis dan aku pun berterima kasih padanya.Sembari kukemasi tas bayi dan Raisa ku telpon Masrafiq namun ia tak mengangkatnya, meski aku berencana pergi ke rumah ibu, hati ini masih gamang memikirkan langkah apa yang harus aku lakukan.Hingga kiteringat sesuatu, ya kertas pagi tadi, dimana kertas itu? Aku segera menuju bak sampah dekat meja kerja, aku lupa pagi tadi aku meletakkan di mana.Kuobrak-abrik keranjang sampah kecil itu di lantai kamar dan kubuka kertas yang sudah di remas-remas Mas Rafiq itu satu-persatu. Aku tak menemukannya. Segera kuturuni tangga dan berarti ke
Dengan mata yang masih mengabur oleh lelehan air mata, perlahan kueja kata per kata, huruf-huruf yang merangkai sebuah kalimat yang mendeskripsikan bahwa mereka telah melakukan pernikahan.Nama kedua mempelai terpampang di sana, Ahmad Rafiq Sanjaya dan Angel Claudia Hermawan, dari foto yang mereka daftarkan terlihat mereka penuh kebahagiaan dengan senyuman dan tatapan mata yang berbinar."Ah, ini hanya mimpi ... hanya mimpi," teriakkku dalam hati, tapi air mata ini tak mampu lagi kuhentikan tetesannya.Sekuat apapun aku meyakinkan diri, tetap kenyataannya adalah kertas itu benar adanya. Mungkin karena merasa terhubung dengan Ibunya, Bayiku mulai menangis, mungkin juga lapar, mengingat aku yang sejak pagi tidak memakan apapun.Dengan mengumpulkan sisa tenaga kuseret langkah keluar dari kantor KUA Jati Baru berjalan di sepanjang trotoar dengan gamang, tidak mengerti aku harus ke mana, hanya mengikuti langkah kaki dan air mata yang terus berjatuhan.Aku tidak peduli apa penilaian orang
"Kalo tuhan izinkan saya membawa anak dan istri saya pulang ya Pak, Ibu," pinta mas Raffi kepada kedua orang tuaku."Tentu saja, Nak, kau adalah suaminya. Bapak hanya minta tolong kamu menjaga mereka dengan baik, ya," ucap Bapak lembut."Insya Allah, kalo begitu Rafiq izin pamit ya, karena harus berangkat kerja juga," katanya yang kemudian memberi isyarat padaku agar aku segera berkemas.Kucium tangan Ibu dan Bapak sambil memohon doa agar aku bisa menjalani hari ini dengan lapang dada."Kamu hati-hati ya, Nduk," bisik Ibu dengan wajah prihatin."Iya, Bu.""Kamu yakin bisa menghadapi semua ini?""Insya Allah," balasku sambil meraih Rayyan dan melangkah pergi.*Sepanjang perjalanan aku lebih banyak memilih diam sambil menerawang menatap jauh ke depan sana. Aku sedang memikirkan cara Mas Rafi mau jujur mengakui bahwa ia telah melangsungkan pernikahan dengan Angel.Ada hal yang menggelikan di sini ketika aku kehilangan Mas Iqbal, Mas Raffiq selalu bersedia ada didekatku dia selalu melua
"Jannah, aku bisa jelaskan, Jannah," ucap Mas Rafiq sambil berusaha meraih jemariku."Hah,Berhentilah mengulang-ulang kalimat yang sering diucapkan pemain drama." aku tertawa getir di hadapan mereka berdua."Mama, Mama tahu kan masalah ini Ma? Kenapa tidak pernah menceritakan kepadaku?"Ibunda suamiku semakin menggenggam kuat sendok yang ada di tangannya tanpa mampu bicara ia mendongak kepada putranya yang juga berdiri terpaku entah mungkin tidak bisa mengucapkan kata-kata apapun."Kenapa kalian diam saja?""Jannah, tenang dulu, aku mohon duduklah dan kita bicarakan ini," pinta mas Rafiq."Kamu menyuruh aku tenang, suamiku yang tercinta?" Aku bertepuk tangan dan tertawa sambil meneteskan air mata di hadapannya."Andai aku tidak pernah tahu masalah ini Apakah kalian akan memberitahu? Adakah di antara kalian yang mau membuka pembicaraan dan membahas bahwa akan menikahi Angel?jika selama bertahun-tahun aku tidak tahu tidak adakah satu orang pun di antara kalian yang mau bicara?"Kehenin
Sambil membenahi pakaian ke dalam koper kutatap cincin yang melingkar di jariku,cincin yang menjadi penanda ikatan suci kami, cincin yang menjadi pengikat hubungan cinta dan bukti bahwa kami akan merajut mimpi bersama.Sayang sia-sia.Aku hanya mampu menghela nafas menatapnya bergantian dengan bayi yang kini tertidur pulas dan juga koper yang sedang terbuka menunggu untuk diisi dengan pakaian-pakaian milikku.Setelah satu jam tadi menangis, meratapi diri sendiri dan sedihnya takdir ini, aku bangkit dan mengambil keputusan bahwa tidak ada gunanya bertahan di dalam kepalsuan ini.Masih bergelayut di dalam pikiranku ribuan pertanyaan dan misteri yang terus pergantian silih berganti menunggu jawaban.Mengapa Mas Rafiq bisa terlibat dengan Angel sampai tidur bersama dan menghamilinya, kapan mereka melakukan itu dan dimana orang tua Angel.Seingatku, hari itu mas Rafiq mengantarnya menuju apartemen baru, seharusnya ia hanya mengantarnya saja. Lalu apa yang terjadi setelahnya?Sebelum pergi
Di dalam layar pipih berukuran 6,5 inchi itu aku bisa melihat rekaman cctv dari apartemen Angel, karena terlihat mereka sekeluarga pertama kali masuk dengan tersenyum. Kemudian tayangan di percepat berlanjut ke adegan Papa dan Mamanya Angel terlihat berpamitan pergi. Tayangan berikutnya Mas Rafiq dan Angel terlihat duduk berhadapan mengobrol santai, mereka terlihat menikmati kopi, anehnya di sana, yang notabene apartemen baru, tapi sudah penuh dengan perabot, artinya Angel berbohong tentang alasan membeli perabot."Apakah ini akal-akalan Angel saja?"Video kemudian dipercepat pada menit ke 24 di dalam video di mana Mas Rafiq bersiap pergi dan Angel berusaha menahannya. Ia menghadang Mas Rafiq di pintu dengan senyum menggoda dan membujuknya.Suamiku menolak, ia terlihat menangkupkan tangan dan gadis itu kemufainennagis sehingga mau tak mau Mas Rafiq kembali membujuknya dan gadis itu melabuhkan diri ke pelukan mantan kekasihnya itu.Adegan selanjutnya Mas Rafiq mengajaknya duduk kembal
"Ayah udah pergi, Nak, ayah udah tidur dengan tenang," bisikku sambil merangkul bahunya."Kenapa ayah enggak ngajak Raisa, Raisa sedih, tadinya Raisa pikir ... Om Rafiq bisa gantiin ayah," ucapnya yang seketika membuat hati ini terluka.Aku memaksakan tersenyum tipis untuk menghiburnya, "Mungkin kita belum beruntung, Sayang.""Aku rindu ayah," ucapnya dengan suara serak dan nada yang begitu memilukan."Nanti kita pergi jenguk ayah ke makamnya, ya," bujukku."Memangnya Bunda tahu, makam ayah di mana?"Ah, aku hanya pernah dengar alamatnya namun belum pernah ke sana. Mudah-mudahan aku masih punya kontak pemuda yang dulu sering menghubungi ketika Mas Ikbal masih di rumah sakit.Kuraih ponsel yang tadi sempat kulempar, layarnya retak tapi aku masih bisa memakainya, kucari nama Fahmi di daftar kontak dan alhamdulillah, kutemukan.Kucoba menghubungi dengan hati berdebar, dan tak lama kemudian pemuda itu menjawab dari seberang sana."Assalamualaikum, Fahmi," sapaku."Waalaikumsalam Mbak