Share

Gia panta

Author: C_heline
last update Last Updated: 2021-09-22 21:59:39

Setelah hubungan terlarang yang di lakukan Fia dengan sosok yang sulit dicerna oleh akal sehat. Kini wanita itu mengandung seorang anak yang menjadi permintaan dari sosok bertubuh kekar itu.

Tapi ada yang aneh dari kehamilan Fia. Meski usia kandungannya sudah menginjak bulan kelahiran bayinya, perutnya tampak tak terlihat membesar atau pun sekedar memberikan pertanda bahwa ia sedang mengandung.

Tubuhnya tetap memperlihatkan tubuhnya yang sempurna. Lekukan tubuh itu masih saja terlihat jelas.

“Ini bulan kelahiran bayi ini, tapi kenapa perutku sama sekali tidak membesar?” gumamnya pada pantulan bayangannya di cermin.

“Ini benar-benar gila,” ucapnya lagi tak percaya.

“Itu karena dia anakku.” Tiba-tiba suara berat membalas ucapan Fia, sedikit mengejutkan wanita yang masih asik memandangi tubuhnya di pantulan cermin itu.

“Brengsek!” gerutunya kasar.

“Tidak bisakah kau datang tanpa mengejutkanku?” Hardik Fia pada sosok yang tak terlihat.

“Sebaiknya kau bersiap, dia akan segera lahir,” peringatkan sosok itu, dan tiba-tiba hening pertanda dia sudah meninggalkan tempatnya.

“Dasar iblis!” umpat Fia kesal. Bola matanya memutar membalas, diiringi wajah yang berubah ekspresi.

“ARRGHH!!!” tiba-tiba saja Fia meringis kesakitan di bagian perutnya.

“Ada apa ini?” Tanyanya tak paham dengan rasa sakit yang mulai mengancam. “ARGGGHHH!” Teriak wanita itu lagi, kali ini dengan suara yang sedikit memekik.

Tubuhnya tiba-tiba hilang keseimbangan, tangannya kuat mencengkeram perutnya. Telapak tangan kirinya dengan spontan menahan tubuhnya yang terjatuh, terduduk tak beraturan.

Kakinya menjulur ke depan. Rasa sakit itu secara perlahan mulai menyerang. Tubuhnya langsung gemetar tak karuan, disusul rintihan kecil dari mulutnya yang menahan rasa sakit yang membunuh secara perlahan.

“Apa ini?” tanyanya samar, akibat napas yang memburu bebas.

“Arggghh!!!” teriakan Fia menggema di ruangan beranjang itu. Perlahan sesuatu mulai terasa mengganjal disela pahanya yang di tutupi dres putih yang dikenakannya.

Fia memutar tubuhnya, mengubah posisi. Menyenderkan tubuhnya di nakas yang tepat berada di belakangnya.

Perlahan Fia melebarkan kedua kakinya, sedikit menekuk layaknya orang yang menjalani persalinan pada umunya. Berbeda dengan khalayak luas, Fia terlihat melahirkan tanpa bantuan seseorang. Jika pada umumnya orang melahirkan dengan tubuh terbaring, berbeda dengan wanita yang hamil di luar pernikahan entah dengan sosok apa pun itu. Wanita itu terlihat duduk bersandar, dengan kaki terbuka lebar, kedua tangannya kompak menapak di lantai dingin kamarnya, dan disusul rintihan kecil dari mulutnya.

“Apa yang terjadi?” tanyanya samar, akibat napas yang memburu hebat.

Fia sesekali menekan kuat napasnya, guna mengeluarkan sesuatu yang mulai mengganjal sela kedua kakinya. Berjuang sendiri, bertahan sendiri. Fia terlihat seperti ibu yang mempertaruhkan nyawa, demi sang buah hati yang tidak sabar didengar tawanya. Tapi salah, Fia bukan sosok ibu seperti itu. Fia melahirkan anak ini, semata-mata hanya sebagai permintaan dari sosok yang selama ini menjadi penjaga hidupnya.

Layaknya tuhan. Fia menghormati, menyegani, menuruti, serta melakukan apa pun perintah dari sosok yang memintanya melahirkan seorang bayi.

Tak lama perjuangannya yang sendirian. Akhirnya tubuh kecil nan mungil itu keluar dari cela kedua kakinya. Tak bergerak, tak bersuara. Tak meninggalkan bercak, atau pun jejak.

Sejenak Fia terdiam membisu sesaat tubuh mungil itu keluar dan menghentikan rasa sakti yang ia rasakan. Tatapan matanya terpaku pada sosok tubuh mungil yang terbaring bebas di lantai dingin yang ia duduki.

“Makhluk apa itu?” gumamnya tak percaya.

Fia menarik langkah, membangunkan tubuhnya. Seperti tak terjadi apa-apa, tubuh Fia kembali berfungsi seperti sedia kala. Wanita berambut panjang itu, tak bergeming menatap bayi mungil yang terbaring tak beralas apa-apa di lantai. Ia mendudukkan tubuhnya di tepi ranjang, dan tak mengalihkan pandangannya dari bayi yang baru saja ia lahirkan.

“Aneh,” gumamnya bergidik heran.

“Bagaimana bisa kau lahir tanpa bersuara? Tanpa bergerak? Tanpa menangis sama sekali?” seakan bayi itu bisa menjawab, Fia mengajukan beberapa pertanyaan.

Bayi mungil berjenis kelamin laki-laki itu, terbaring tak bergeming di lantai tak beralas apa pun. Kulitnya pucat, kedua bola matanya berwarna putih keseluruhan. Kepalanya tak ditumbuhi rambut, sorotan matanya terlihat tajam memandang.

Benar-benar mengerikan. Jika seharusnya sosok bayi yang baru saja lahir terlihat lucu dan menggemaskan, berbeda dengan bayi milik Fia.

Seram, menakutkan, tak kuat dipandangi untuk jangka waktu yang lama. Jika kau benar ingin melihatnya, pastikan nyalimu cukup besar untuk menghadapi hari esok.

“Kau berhasil.” Tiba-tiba suara berat nan menggema itu lagi-lagi membuat Fia terkejut.

“Iblis bajingan! Lagi-lagi kau mengagetkanku brengsek!” rutuknya mengumpat pada sosok yang tak terlihat.

“Pelankan suaramu! Aku tidak suka dibentak!”

“Jika kau tidak suka dibentak, maka jangan mengejutkanku dengan datang secara tiba-tiba!” balas Fia menekankan kalimatnya.

“Diam kau! Perhatikan lagi dengan siapa kau berbicara!”

Fia menarik dalam napasnya, mengeluarkannya dengan kasar. Menutup sekilas kedua bola matanya, guna membuatnya sedikit meredam emosi yang sedikit meluap.

“Iblis tidak tahu diri!” gumamnya pelan, berharap tak didengar oleh sosok berbau anyir itu.

“Apa yang akan kulakukan pada bayi ini?” tanya Fia memulai perbincangan.

“Bukankah kau menginginkan lebih dari ini?”

Fia mengernyitkan dahinya, “Apa?” tanyanya memastikan hal yang tidak ia ingat.

“Manusia bodoh! Kau terlahir dengan otak yang datar!” caci sosok yang tak tampak itu, dengan nada suara yang menghina.

Sejenak kedua bola mata Fia menatap sinis pada satu tempat. “Bodoh? Kau mengatakan aku bodoh?” ucapnya menaikkan sedikit intonasi suaranya.

“Lalu dengan apa lagi kau disebut? Manusia yang haus akan harta?”

“Diam kau brengsek– Ahrgghh...” tiba-tiba Fia meringis kesakitan, setelah mengumpat kasar. Wanita itu meraih lengannya yang terasa nyeri seperti disayat beberapa pisau tajam. Namun, jika dilihat nyata, tak tampak apa-apa di sana.

“Jangan memancingku!”

“Baiklah! Hentikan ini, rasanya benar-benar sakit!” ringis Fia masih memegangi kuat puncak paha tangannya.

“Bukankah kau menginginkan rumah mewah lebih dari ini?” ingatkan sosok itu, seraya menghilangkan rasa nyeri di tangan Fia.

Sejenak Fia mengingatnya, “Kau benar!” balasnya cepat, dengan kedua bola matanya yang menyala.

“Kalau begitu, bangunlah, dan lakukan sesuatu untukku.”

“Apa itu?”

“Cungkil kedua bola mata bayi itu, dan telan.”

“Apa!” tiba-tiba Fia berteriak mendengar ucapan dari makhluk mengerikan itu.

“Jangan membuatku gila!”

“Jangan membantahku!” suara itu terdengar kasar dan menggema. Membuat Fia menegun ludahnya kasar. Secara tidak sengaja, Fia menoleh dan mendapati dirinya di pantulan cermin disisi kanannya.

“Apa ini?” dengan spontan Fia beranjak dan mendekatkan dirinya pada cermin berukuran besar itu.

“Bagaimana bisa ada kerutan di wajahku! Tidak! Aku tidak suka ini!” gerutunya pada dirinya sendiri.

“Jika kau mau menghilangkan kerutan itu, maka lakukan apa yang kukatakan.”

Fia mengedarkan pandangannya. Dan terpaku lagi pada sosok bayi yang masih terbaring tak bergeming di lantai dingin itu.

“Baiklah.” Akhirnya Fia menyetujui permintaan sosok bertubuh besar itu.

Menarik langkah perlahan menghampiri bayi yang ia lahirkan beberapa menit yang lalu. Duduk bersimpuh, menatap tajam sosok bertubuh mungil itu.

Dan tanpa berpikir dua kali. Jemarinya mulai meraih pelan wajah kecil itu. Tak bergeming, tak bergerak, bayi itu tampak seperti mayat hidup. Hanya menyisakan desahan napas yang normal layaknya bayi pada umumnya.

Dengan perlahan, jemari Fia lihai mengeluarkan bola mata bayi itu persis seperti keinginan sosok yang memaksanya. Dan tanpa aba-aba apa pun, bola mata yang mengeluarkan darah yang kental dan pekat itu, perlahan masuk ke dalam kerongkongannya. Menelan paksa bola mata yang sebesar biji buah salak.

Keduanya sukses menyapa tenggorokan Fia, sisa darah itu membekas diujung bibirnya dan melumuri kedua telapak tangannya.

“Bagus..” gumam sosok itu.

Fia menarik napas dalam, seraya memejamkan sekilas bola matanya. Hanya berlangsung beberapa detik, tiba-tiba saja ruangan tempat ia bernaung berubah bentuk.

Bayi yang tadinya tepat berada di hadapannya, kini hilang entah ke mana.

Ruangan beranjang itu semakin terlihat megah. Semua fasilitas di sana berubah sepenuhnya. Fia mendongak menatap setiap sudut ruangan itu.

“Wahh...” gumamnya tercengang.

Kini rumah mewah yang ia tempati berubah drastis dari sebelumnya. Layaknya istana seorang raja, bangunan itu berdiri kokoh membentuk sebuah kastel yang di beri nama ‘Gia Panta’.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Kadek
Woooww gk bisa berkata kata lagi aku..
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Thysia dan Symfonia   Kontrak

    ‘Gia Panta’ julukan yang diberikan oleh Fia pada rumah barunya. Bukan rumah, bisa dikatakan istana. Namun, tempat itu tak tampak seperti istana pada umumnya.Jika biasanya istana terlihat megah, penuh warna, dan identik dengan warna yang terang benderang, dipenuhi beberapa penjaga, dan ditumbuhi bunga-bunga di sekitar halamannya.Berbeda dengan istana yang di miliki Fia. Suram, mencekam. Aura yang dipancarkan istana itu benar-benar terlihat sangat menyeramkan. Castel yang di beri nama ‘Gia Panta’ dalam bahasa Yunani yang berarti ‘Abadi selamanya'.Berdiri kokoh di tengah perbatasan kota B. Setiap pengendara yang melintasi Castil megah itu, tak sedikit yang bergidik ngeri. Tak jarang juga orang yang tidak sengaja melintasi bangunan megah itu, memilih memutar balik arahnya karena aura yang terpancar dari sana benar-benar berbeda.Omorfia Pou diarkey. Atau Fia. Wanita penikmat harta tahta dari makhluk tatkasat mata

    Last Updated : 2021-09-22
  • Thysia dan Symfonia   Kelahiran bayi kembar

    Lima tahun sudah Fia menjalani hidup yang hampir tak mengenal lagi dunia yang bersifat sementara. Kekayaan yang ia raup kini semakin melimpah. Tidak tahu akan ke mana dan untuk apa. Namun, kekayaan itu terus bertambah seiring berlalunya waktu dan kontrak yang ia jalani dengan sosok tak kasatmata.Sejak lima tahun terakhir ini, Fia, tidak pernah berhenti melahirkan seorang bayi yang menjadi perjanjian mereka tempo lalu. Kadang bayi perempuan, dan juga bayi laki-laki. Hanya hitungan detik, bayi itu kembali pada tempatnya, mengembuskan napas di tangan ibunya sendiri.“Kenapa harus wajah suamiku yang kau gunakan? Tidak ada sosok yang lainkah?”“Memangnya ada apa? Kau merindukan suamimu?”Fia memutar bola matanya menatap sinis. “Kau benar-benar iblis!” gumamnya kesal, setelah mendengar jawaban Incubus.Fia yang sedari tadi duduk santai menikmati sarapan paginya, bangun dan

    Last Updated : 2021-10-09
  • Thysia dan Symfonia   15 tahun kemudian

    15 tahun kemudianSuara tepuk tangan menggema di persimpangan lampu merah jalanan. Riuh piuh terdengar gaduh, didominasi dengan suara sepeda motor yang terus menarik pedal gas. Orang-orang menyoraki beberapa pemain favorit mereka.“Januar! Januar! Januar!”Begitu seterusnya hingga satu orang gadis berpakaian mini mendekat ke arah sepeda motor yang sudah berbaris tepat di pembatas yang sudah di tentukan.Suaranya semakin gaduh, kala gadis berpakaian mini itu menghitung mundur.“Tiga...dua...satu!”Sepeda motor yang jumlahnya lebih dari tiga orang itu pun melaju dengan kecepatan penuh. Bagai angin yang melintas di permukaan kulit, mereka dengan cepat menghilang dari pandangan.“Gue jamin. Januar bakalan menang,” seru salah satu gadis berambut sebahu.“Bener banget. Secara Januar’ kan kepala kapten dari geng motor Rejoks. Ya kali bakalan kalah,” sahu

    Last Updated : 2021-12-09
  • Thysia dan Symfonia   Tumbal

    Rintik hujan di tengah hutan belantara, samar perlahan membasahi permukaan kulit, dingin menusuk tulang, secara perlahan mulai mencekam.“Apa yang kau lakukan di sini? Sudah kukatakan padamu, bersabarlah!”“Aku sudah tidak tahan denganmu! Aku muak hidup seperti ini terus menerus!”“Fia, aku akan berusaha lagi, dan aku akan memberikan apa pun yang kau inginkan.”“Simpan saja omong kosongmu itu Mark!”Fia terus berjalan menyusuri hutan semakin dalam, rintik hujan yang mulai terdengar kasar, mengiri langkahnya yang tergesa-gesa. Mark mengikuti ke mana perginya, Fia. Walau pun berusaha menghentikan langkah yang begitu tak karuan.“Ini sudah sangat larut! Ke mana kau akan pergi?” ujar Mark lagi menghentikan langkah istrinya itu, mencekal perlahan pergelangan tangannya, menahan langkah yang tak tahu akan ke mana.“Diamlah!” H

    Last Updated : 2021-09-22
  • Thysia dan Symfonia   Perjanjian

    Fia, terjatuh lunglai sesaat sesosok makhluk tak kasatmata keluar dari tubuhnya. Wajahnya kembali terlihat berwarna, bola matanya terlihat sayup menggeledah tempat yang masih terlihat samar.Rintik hujan perlahan mereda, di gantikan tiupan angin yang terasa mencekam. Wanita bermata monolid itu sejenak menghembuskan napas kasar, sesaat tubuhnya terjatuh di dasar tanah yang di alasi rumput liar yang merambat bebas.Bagai orang yang habis melakukan lomba lari dengan jarak beberapa kilo meter, terdengar suara desahan napas Fia tak beraturan. Seluruh dahinya di penuhi peluh yang mengalir membasahi wajahnya. Kedua telapak tangannya kompak menopang tubuhnya, bokongnya terduduk tak mengenal tempat.Bola matanya terpaku pada satu titik. Tubuh kaku tak bergerak, yang terlihat di hadapannya, membuatnya sedikit menahan napas.“Mark,” gumamnya tak yakin.Fia menarik langkah, membangunkan tubuhnya berjalan perlahan m

    Last Updated : 2021-09-22
  • Thysia dan Symfonia   Incubus

    Hutan belantara menjadi saksi bisu perbuatan keji Fia. Setelah melakukan aktivitas yang sulit digambarkan dalam satu ucapan, wanita yang sudah menikah itu akhirnya keluar dan menghirup udara segar di alam terbuka.Wanita yang kini menginjak usia 48 tahun itu, tersenyum bebas sesaat melihat sebuah rumah yang cukup mewah tepat saat ia menatap lurus pandangannya.“Itu milikku?” Tanyanya entah pada siapa.Lagi-lagi senyuman simpul terpatri jelas di wajah ovalnya. Wanita yang tak bisa di katakan muda lagi, perlahan menarik langkah menuju rumah yang cukup mewah yang tidak jauh darinya.Rumah mewah di pinggir aspal hitam, yang jarang dilalui para pengendara. Bisa dikatakan jalan itu hanya jalan pintas jikalau ada pemeriksaan serentak dari pihak kepolisian yang menjalankan tugas negara.Rumah mewah berwarna abu-abu gelap itu, hanya terlihat tunggal di sana. Tak ada rumah atau tempat apa pun lagi yang tampak menemani rumah mewah it

    Last Updated : 2021-09-22

Latest chapter

  • Thysia dan Symfonia   15 tahun kemudian

    15 tahun kemudianSuara tepuk tangan menggema di persimpangan lampu merah jalanan. Riuh piuh terdengar gaduh, didominasi dengan suara sepeda motor yang terus menarik pedal gas. Orang-orang menyoraki beberapa pemain favorit mereka.“Januar! Januar! Januar!”Begitu seterusnya hingga satu orang gadis berpakaian mini mendekat ke arah sepeda motor yang sudah berbaris tepat di pembatas yang sudah di tentukan.Suaranya semakin gaduh, kala gadis berpakaian mini itu menghitung mundur.“Tiga...dua...satu!”Sepeda motor yang jumlahnya lebih dari tiga orang itu pun melaju dengan kecepatan penuh. Bagai angin yang melintas di permukaan kulit, mereka dengan cepat menghilang dari pandangan.“Gue jamin. Januar bakalan menang,” seru salah satu gadis berambut sebahu.“Bener banget. Secara Januar’ kan kepala kapten dari geng motor Rejoks. Ya kali bakalan kalah,” sahu

  • Thysia dan Symfonia   Kelahiran bayi kembar

    Lima tahun sudah Fia menjalani hidup yang hampir tak mengenal lagi dunia yang bersifat sementara. Kekayaan yang ia raup kini semakin melimpah. Tidak tahu akan ke mana dan untuk apa. Namun, kekayaan itu terus bertambah seiring berlalunya waktu dan kontrak yang ia jalani dengan sosok tak kasatmata.Sejak lima tahun terakhir ini, Fia, tidak pernah berhenti melahirkan seorang bayi yang menjadi perjanjian mereka tempo lalu. Kadang bayi perempuan, dan juga bayi laki-laki. Hanya hitungan detik, bayi itu kembali pada tempatnya, mengembuskan napas di tangan ibunya sendiri.“Kenapa harus wajah suamiku yang kau gunakan? Tidak ada sosok yang lainkah?”“Memangnya ada apa? Kau merindukan suamimu?”Fia memutar bola matanya menatap sinis. “Kau benar-benar iblis!” gumamnya kesal, setelah mendengar jawaban Incubus.Fia yang sedari tadi duduk santai menikmati sarapan paginya, bangun dan

  • Thysia dan Symfonia   Kontrak

    ‘Gia Panta’ julukan yang diberikan oleh Fia pada rumah barunya. Bukan rumah, bisa dikatakan istana. Namun, tempat itu tak tampak seperti istana pada umumnya.Jika biasanya istana terlihat megah, penuh warna, dan identik dengan warna yang terang benderang, dipenuhi beberapa penjaga, dan ditumbuhi bunga-bunga di sekitar halamannya.Berbeda dengan istana yang di miliki Fia. Suram, mencekam. Aura yang dipancarkan istana itu benar-benar terlihat sangat menyeramkan. Castel yang di beri nama ‘Gia Panta’ dalam bahasa Yunani yang berarti ‘Abadi selamanya'.Berdiri kokoh di tengah perbatasan kota B. Setiap pengendara yang melintasi Castil megah itu, tak sedikit yang bergidik ngeri. Tak jarang juga orang yang tidak sengaja melintasi bangunan megah itu, memilih memutar balik arahnya karena aura yang terpancar dari sana benar-benar berbeda.Omorfia Pou diarkey. Atau Fia. Wanita penikmat harta tahta dari makhluk tatkasat mata

  • Thysia dan Symfonia   Gia panta

    Setelah hubungan terlarang yang di lakukan Fia dengan sosok yang sulit dicerna oleh akal sehat. Kini wanita itu mengandung seorang anak yang menjadi permintaan dari sosok bertubuh kekar itu.Tapi ada yang aneh dari kehamilan Fia. Meski usia kandungannya sudah menginjak bulan kelahiran bayinya, perutnya tampak tak terlihat membesar atau pun sekedar memberikan pertanda bahwa ia sedang mengandung.Tubuhnya tetap memperlihatkan tubuhnya yang sempurna. Lekukan tubuh itu masih saja terlihat jelas.“Ini bulan kelahiran bayi ini, tapi kenapa perutku sama sekali tidak membesar?” gumamnya pada pantulan bayangannya di cermin.“Ini benar-benar gila,” ucapnya lagi tak percaya.“Itu karena dia anakku.” Tiba-tiba suara berat membalas ucapan Fia, sedikit mengejutkan wanita yang masih asik memandangi tubuhnya di pantulan cermin itu.“Brengsek!” gerutunya kasar.“Tidak bisakah kau data

  • Thysia dan Symfonia   Incubus

    Hutan belantara menjadi saksi bisu perbuatan keji Fia. Setelah melakukan aktivitas yang sulit digambarkan dalam satu ucapan, wanita yang sudah menikah itu akhirnya keluar dan menghirup udara segar di alam terbuka.Wanita yang kini menginjak usia 48 tahun itu, tersenyum bebas sesaat melihat sebuah rumah yang cukup mewah tepat saat ia menatap lurus pandangannya.“Itu milikku?” Tanyanya entah pada siapa.Lagi-lagi senyuman simpul terpatri jelas di wajah ovalnya. Wanita yang tak bisa di katakan muda lagi, perlahan menarik langkah menuju rumah yang cukup mewah yang tidak jauh darinya.Rumah mewah di pinggir aspal hitam, yang jarang dilalui para pengendara. Bisa dikatakan jalan itu hanya jalan pintas jikalau ada pemeriksaan serentak dari pihak kepolisian yang menjalankan tugas negara.Rumah mewah berwarna abu-abu gelap itu, hanya terlihat tunggal di sana. Tak ada rumah atau tempat apa pun lagi yang tampak menemani rumah mewah it

  • Thysia dan Symfonia   Perjanjian

    Fia, terjatuh lunglai sesaat sesosok makhluk tak kasatmata keluar dari tubuhnya. Wajahnya kembali terlihat berwarna, bola matanya terlihat sayup menggeledah tempat yang masih terlihat samar.Rintik hujan perlahan mereda, di gantikan tiupan angin yang terasa mencekam. Wanita bermata monolid itu sejenak menghembuskan napas kasar, sesaat tubuhnya terjatuh di dasar tanah yang di alasi rumput liar yang merambat bebas.Bagai orang yang habis melakukan lomba lari dengan jarak beberapa kilo meter, terdengar suara desahan napas Fia tak beraturan. Seluruh dahinya di penuhi peluh yang mengalir membasahi wajahnya. Kedua telapak tangannya kompak menopang tubuhnya, bokongnya terduduk tak mengenal tempat.Bola matanya terpaku pada satu titik. Tubuh kaku tak bergerak, yang terlihat di hadapannya, membuatnya sedikit menahan napas.“Mark,” gumamnya tak yakin.Fia menarik langkah, membangunkan tubuhnya berjalan perlahan m

  • Thysia dan Symfonia   Tumbal

    Rintik hujan di tengah hutan belantara, samar perlahan membasahi permukaan kulit, dingin menusuk tulang, secara perlahan mulai mencekam.“Apa yang kau lakukan di sini? Sudah kukatakan padamu, bersabarlah!”“Aku sudah tidak tahan denganmu! Aku muak hidup seperti ini terus menerus!”“Fia, aku akan berusaha lagi, dan aku akan memberikan apa pun yang kau inginkan.”“Simpan saja omong kosongmu itu Mark!”Fia terus berjalan menyusuri hutan semakin dalam, rintik hujan yang mulai terdengar kasar, mengiri langkahnya yang tergesa-gesa. Mark mengikuti ke mana perginya, Fia. Walau pun berusaha menghentikan langkah yang begitu tak karuan.“Ini sudah sangat larut! Ke mana kau akan pergi?” ujar Mark lagi menghentikan langkah istrinya itu, mencekal perlahan pergelangan tangannya, menahan langkah yang tak tahu akan ke mana.“Diamlah!” H

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status