Share

Kontrak

Author: C_heline
last update Last Updated: 2021-09-22 22:06:48

‘Gia Panta’ julukan yang diberikan oleh Fia pada rumah barunya. Bukan rumah, bisa dikatakan istana. Namun, tempat itu tak tampak seperti istana pada umumnya.

Jika biasanya istana terlihat megah, penuh warna, dan identik dengan warna yang terang benderang, dipenuhi beberapa penjaga, dan ditumbuhi bunga-bunga di sekitar halamannya.

Berbeda dengan istana yang di miliki Fia. Suram, mencekam. Aura yang dipancarkan istana itu benar-benar terlihat sangat menyeramkan. Castel yang di beri nama ‘Gia Panta’ dalam bahasa Yunani yang berarti ‘Abadi selamanya'.

Berdiri kokoh di tengah perbatasan kota B. Setiap pengendara yang melintasi Castil megah itu, tak sedikit yang bergidik ngeri. Tak jarang juga orang yang tidak sengaja melintasi bangunan megah itu, memilih memutar balik arahnya karena aura yang terpancar dari sana benar-benar berbeda.

Omorfia Pou diarkey. Atau Fia. Wanita penikmat harta tahta dari makhluk tatkasat mata. Wanita yang kini menjelma menjadi ratu dengan rupa tercantik yang pernah ada, semakin haus akan kekayaan yang bersifat sementara.

Tak menghiraukan arti dunia, bahkan tak percaya kematian atau kehidupan yang hanya milik sang maha pencipta. Dia terlena dalam buaian nikmat yang tat kala bisa mengancam kapan saja.

“Hmm..hmm.hmm..” senandung merdu dari kedua daun bibir Fia. Wanita dengan paras tercantik yang pernah ada itu, tengah duduk nyaman di depan meja riasnya, sembari lihai menata rambut panjangnya.

Perlahan menyisir dari puncak kepala, hingga ke ujung rambut yang panjangnya sampai bawah dadanya. Kedua bola matanya menyala ria menatap pantulan wajahnya yang benar-benar sempurna.

“Kau cantik dari segi mana pun,” gumamnya memuji diri sendiri. Melayangkan senyuman manis seakan bangga dengan apa yang ia miliki kini.

“Jangan terlalu terbuai dalam kecantikan itu, ingat! Semua yang kau miliki tidak gratis!” saut sosok yang sedari tadi duduk menatap intens Fia, di tepi ranjang yang tak jauh darinya.

Seketika Fia melirik tajam tanpa memutar pandangannya. “Berisik!” ucapnya pelan, berharap tak didengar.

Fia kembali menatap dirinya dan dengan cepat melayangkan lagi senyuman manis dari bibir ranumnya. Seakan tak peduli dengan sosok yang sudah memberinya segalanya.

“Aku harap kau tidak melupakan perjanjian serta kontrak yang sudah kita jalani.” Suara khas Incubus, memulai percakapan yang tak minat untuk Fia.

“Tenanglah, kau tidak akan rugi untuk hal apa pun,” jawab Fia santai, menatap pantulan Incubus dari cermin yang ada di hadapannya.

“Kuharap kau menepati janji.”

Iblis menjengkelkan! Rutuk Fia dalam hati. “Baiklah. Sudah selesai dengan pemberitahuanmu? Pergi dari sini! Aku muak melihat wajahmu!” seakan berbicara dengan bangsa yang sama dengannya, dengan lantang Fia mengusir keberadaan Incubus dari dalam kamarnya.

“Wanita tidak tahu diri! Kau lupa sedang berbicara dengan siapa!” Hardiknya melayangkan nada tinggi yang menggema. Bangun dari duduknya yang santai, dan menarik langkah menghampiri Fia yang masih terlihat tenang di kursinya.

“Jaga lisanmu saat berbicara padaku!” bisik sosok bertubuh tinggi itu, menekankan kalimatnya tepat di daun telinga Fia.

“Kau makhluk yang begitu sensitif!” gumam Fia kesal.

“Baiklah! Aku sedang ingin sendirian! Tinggalkan aku untuk beberapa saat!” lanjut Fia menjelaskan, mengubah sedikit nada bicaranya.

Sontak saja sosok yang tadinya melekat di sisi kanan Fia, hilang begitu saja sesaat wanita berusia 48 tahun itu berkedip. “Kenapa tidak dari tadi saja kau pergi!” gerutunya kesal. Tangannya Kembali meraih sisir berwarna kuning keemasan itu, dan menata lagi rambutnya yang belum sesuai dengan keinginannya.

Fia bangun setelah selesai menata rambut, memutar tubuhnya, menarik langkah. Lemari besar yang menghiasi kamarnya, menjadi objek pertama yang menarik perhatiannya.

Fia membuka perlahan pintu lemari pelan. Lemari yang bermodel gaya kuno, terlihat sesuai dengan nuansa kamarnya yang suram.

Ranjang berukuran besar itu kini dihiasi kelambu putih menutupi ranjang. Sisi kanan dihiasi nakas yang berisi beberapa alat kecantikan jaman kuno milikinya. Sisi kiri diisi meja rias dengan berbagai alat perlengkapan make-up yang dari segi mana pun benar-benar lengkap dan tertata rapi.

Ruangan besar yang berlatar putih pucat itu, disuguhkan aroma dari bunga mawar yang menyengat. Lilin-lilin di mangkuk kecil menghiasi setiap sudut ranjangnya. Dan beberapa barang kuno menghiasi setiap dinding ruangan berukuran besar itu.

“Ini dia,” gumamnya setelah mendapat gaun yang sesuai dengan inginnya. Fia dengan wajah ceria tanpa beban apa pun, menarik kembali langkahnya, menuju kamar mandi yang tidak jauh darinya.

Melakukan beberapa aktivitas di sana, sebelum akhirnya keluar dengan balutan busana yang memancarkan aura seorang Ratu yang memang pantas ditunjukkan untuknya.

Gaun berwarna merah pekat menutupi seluruh kaki jenjangnya. Gaun itu terlihat kontras dengan warna kulit putihnya yang mulus tanpa noda. Melangkah sembari mengangkat pelan gaun yang menghalangi langkahnya. Kembali menatap diri di pantulan cermin sembari menyuguhkan senyuman simpul dari bibir ranumnya.

“Kau benar-benar cantik,” pujinya lagi pada diri sendiri. Bosan berada di dalam kamar, Fia meraih sepatu ber-hak sedikit tinggi yang perpaduan warnanya memang sesuai dengan gaun miliknya. Sukses merekatkan sepatu yang membalut telapak kakinya, langkahnya menuntunnya pergi menuruni beberapa anak tangga guna memeriksa keadaan di lantai dasar singgasananya.

Suara hentakan langkah kakinya menggema di ruangan yang tak ada seorang pun di sana. Senyap, sepi, tak terdengar suara apa pun kecuali langkah kakinya yang menuruni satu persatu anak tangga yang berjumlah tidak sedikit.

Bola matanya liar menggeledah bangunan itu. Sesekali daun bibirnya bersenandung ria guna mengisi kesunyian yang menerpa.

Lantai dasar itu hanya menyuguhkan beberapa sofa yang dilengkapi meja. Setiap dindingnya dihiasi lukisan kuno pada jaman penjajahan Belanda. Setiap sudutnya terdapat Gucci bersejarah dari berbagai negara. Dan yang terakhir, sebuah pintu rahasia yang siapa pun tak bisa memasukinya, kecuali ia seorang.

Sampai pada sofa satu orang itu, Fia dengan cepat mendudukkan pantatnya dan menyamakan dirinya. Bola matanya masih liar menatap kanan kirinya, seolah mencari apa yang tidak sesuai dengan keinginannya.

“Benar-benar sempurna,” gumam wanita itu puas. Tak ada cela sama sekali yang membuat ia harus mengubah posisi dari ruangan itu.

“Sempurna bukan?”

“Brengsek!” Fia memutar kasar tubuhnya melayangkan tatapan tajam pada sosok yang berada tepat di belakangnya.

“Berhenti muncul secara tiba-tiba! Dasar iblis tidak punya tata Krama!” hardik Fia geram. Kedatangan makhluk tatkasat mata itu sering kali mengejutkannya.

Sesaat tubuh Fia menatap sosok yang sering berdebat dengannya. Detak jantungnya di buat berdegup dua kali lebih cepat, bola matanya terbelalak seakan mencuat, terpaku kaku tak bergerak, dan melayangkan ekspresi yang tertebak.

Terkejut, tak menyangka. Mark Zuckerberg, almarhum suaminya berdiri tegak di hadapannya. Melayangkan senyuman simpul yang benar-benar menggambarkan suaminya yang sudah tewas beberapa minggu lalu.

“Ma-Mark?” ucapnya gugup. Berdiri tegak guna melihat dengan jelas, apakah sosok itu benar suaminya atau hanya halusinasinya.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Kadek
ini Mark kok bisa muncul gaes, beneran?
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Thysia dan Symfonia   Kelahiran bayi kembar

    Lima tahun sudah Fia menjalani hidup yang hampir tak mengenal lagi dunia yang bersifat sementara. Kekayaan yang ia raup kini semakin melimpah. Tidak tahu akan ke mana dan untuk apa. Namun, kekayaan itu terus bertambah seiring berlalunya waktu dan kontrak yang ia jalani dengan sosok tak kasatmata.Sejak lima tahun terakhir ini, Fia, tidak pernah berhenti melahirkan seorang bayi yang menjadi perjanjian mereka tempo lalu. Kadang bayi perempuan, dan juga bayi laki-laki. Hanya hitungan detik, bayi itu kembali pada tempatnya, mengembuskan napas di tangan ibunya sendiri.“Kenapa harus wajah suamiku yang kau gunakan? Tidak ada sosok yang lainkah?”“Memangnya ada apa? Kau merindukan suamimu?”Fia memutar bola matanya menatap sinis. “Kau benar-benar iblis!” gumamnya kesal, setelah mendengar jawaban Incubus.Fia yang sedari tadi duduk santai menikmati sarapan paginya, bangun dan

    Last Updated : 2021-10-09
  • Thysia dan Symfonia   15 tahun kemudian

    15 tahun kemudianSuara tepuk tangan menggema di persimpangan lampu merah jalanan. Riuh piuh terdengar gaduh, didominasi dengan suara sepeda motor yang terus menarik pedal gas. Orang-orang menyoraki beberapa pemain favorit mereka.“Januar! Januar! Januar!”Begitu seterusnya hingga satu orang gadis berpakaian mini mendekat ke arah sepeda motor yang sudah berbaris tepat di pembatas yang sudah di tentukan.Suaranya semakin gaduh, kala gadis berpakaian mini itu menghitung mundur.“Tiga...dua...satu!”Sepeda motor yang jumlahnya lebih dari tiga orang itu pun melaju dengan kecepatan penuh. Bagai angin yang melintas di permukaan kulit, mereka dengan cepat menghilang dari pandangan.“Gue jamin. Januar bakalan menang,” seru salah satu gadis berambut sebahu.“Bener banget. Secara Januar’ kan kepala kapten dari geng motor Rejoks. Ya kali bakalan kalah,” sahu

    Last Updated : 2021-12-09
  • Thysia dan Symfonia   Tumbal

    Rintik hujan di tengah hutan belantara, samar perlahan membasahi permukaan kulit, dingin menusuk tulang, secara perlahan mulai mencekam.“Apa yang kau lakukan di sini? Sudah kukatakan padamu, bersabarlah!”“Aku sudah tidak tahan denganmu! Aku muak hidup seperti ini terus menerus!”“Fia, aku akan berusaha lagi, dan aku akan memberikan apa pun yang kau inginkan.”“Simpan saja omong kosongmu itu Mark!”Fia terus berjalan menyusuri hutan semakin dalam, rintik hujan yang mulai terdengar kasar, mengiri langkahnya yang tergesa-gesa. Mark mengikuti ke mana perginya, Fia. Walau pun berusaha menghentikan langkah yang begitu tak karuan.“Ini sudah sangat larut! Ke mana kau akan pergi?” ujar Mark lagi menghentikan langkah istrinya itu, mencekal perlahan pergelangan tangannya, menahan langkah yang tak tahu akan ke mana.“Diamlah!” H

    Last Updated : 2021-09-22
  • Thysia dan Symfonia   Perjanjian

    Fia, terjatuh lunglai sesaat sesosok makhluk tak kasatmata keluar dari tubuhnya. Wajahnya kembali terlihat berwarna, bola matanya terlihat sayup menggeledah tempat yang masih terlihat samar.Rintik hujan perlahan mereda, di gantikan tiupan angin yang terasa mencekam. Wanita bermata monolid itu sejenak menghembuskan napas kasar, sesaat tubuhnya terjatuh di dasar tanah yang di alasi rumput liar yang merambat bebas.Bagai orang yang habis melakukan lomba lari dengan jarak beberapa kilo meter, terdengar suara desahan napas Fia tak beraturan. Seluruh dahinya di penuhi peluh yang mengalir membasahi wajahnya. Kedua telapak tangannya kompak menopang tubuhnya, bokongnya terduduk tak mengenal tempat.Bola matanya terpaku pada satu titik. Tubuh kaku tak bergerak, yang terlihat di hadapannya, membuatnya sedikit menahan napas.“Mark,” gumamnya tak yakin.Fia menarik langkah, membangunkan tubuhnya berjalan perlahan m

    Last Updated : 2021-09-22
  • Thysia dan Symfonia   Incubus

    Hutan belantara menjadi saksi bisu perbuatan keji Fia. Setelah melakukan aktivitas yang sulit digambarkan dalam satu ucapan, wanita yang sudah menikah itu akhirnya keluar dan menghirup udara segar di alam terbuka.Wanita yang kini menginjak usia 48 tahun itu, tersenyum bebas sesaat melihat sebuah rumah yang cukup mewah tepat saat ia menatap lurus pandangannya.“Itu milikku?” Tanyanya entah pada siapa.Lagi-lagi senyuman simpul terpatri jelas di wajah ovalnya. Wanita yang tak bisa di katakan muda lagi, perlahan menarik langkah menuju rumah yang cukup mewah yang tidak jauh darinya.Rumah mewah di pinggir aspal hitam, yang jarang dilalui para pengendara. Bisa dikatakan jalan itu hanya jalan pintas jikalau ada pemeriksaan serentak dari pihak kepolisian yang menjalankan tugas negara.Rumah mewah berwarna abu-abu gelap itu, hanya terlihat tunggal di sana. Tak ada rumah atau tempat apa pun lagi yang tampak menemani rumah mewah it

    Last Updated : 2021-09-22
  • Thysia dan Symfonia   Gia panta

    Setelah hubungan terlarang yang di lakukan Fia dengan sosok yang sulit dicerna oleh akal sehat. Kini wanita itu mengandung seorang anak yang menjadi permintaan dari sosok bertubuh kekar itu.Tapi ada yang aneh dari kehamilan Fia. Meski usia kandungannya sudah menginjak bulan kelahiran bayinya, perutnya tampak tak terlihat membesar atau pun sekedar memberikan pertanda bahwa ia sedang mengandung.Tubuhnya tetap memperlihatkan tubuhnya yang sempurna. Lekukan tubuh itu masih saja terlihat jelas.“Ini bulan kelahiran bayi ini, tapi kenapa perutku sama sekali tidak membesar?” gumamnya pada pantulan bayangannya di cermin.“Ini benar-benar gila,” ucapnya lagi tak percaya.“Itu karena dia anakku.” Tiba-tiba suara berat membalas ucapan Fia, sedikit mengejutkan wanita yang masih asik memandangi tubuhnya di pantulan cermin itu.“Brengsek!” gerutunya kasar.“Tidak bisakah kau data

    Last Updated : 2021-09-22

Latest chapter

  • Thysia dan Symfonia   15 tahun kemudian

    15 tahun kemudianSuara tepuk tangan menggema di persimpangan lampu merah jalanan. Riuh piuh terdengar gaduh, didominasi dengan suara sepeda motor yang terus menarik pedal gas. Orang-orang menyoraki beberapa pemain favorit mereka.“Januar! Januar! Januar!”Begitu seterusnya hingga satu orang gadis berpakaian mini mendekat ke arah sepeda motor yang sudah berbaris tepat di pembatas yang sudah di tentukan.Suaranya semakin gaduh, kala gadis berpakaian mini itu menghitung mundur.“Tiga...dua...satu!”Sepeda motor yang jumlahnya lebih dari tiga orang itu pun melaju dengan kecepatan penuh. Bagai angin yang melintas di permukaan kulit, mereka dengan cepat menghilang dari pandangan.“Gue jamin. Januar bakalan menang,” seru salah satu gadis berambut sebahu.“Bener banget. Secara Januar’ kan kepala kapten dari geng motor Rejoks. Ya kali bakalan kalah,” sahu

  • Thysia dan Symfonia   Kelahiran bayi kembar

    Lima tahun sudah Fia menjalani hidup yang hampir tak mengenal lagi dunia yang bersifat sementara. Kekayaan yang ia raup kini semakin melimpah. Tidak tahu akan ke mana dan untuk apa. Namun, kekayaan itu terus bertambah seiring berlalunya waktu dan kontrak yang ia jalani dengan sosok tak kasatmata.Sejak lima tahun terakhir ini, Fia, tidak pernah berhenti melahirkan seorang bayi yang menjadi perjanjian mereka tempo lalu. Kadang bayi perempuan, dan juga bayi laki-laki. Hanya hitungan detik, bayi itu kembali pada tempatnya, mengembuskan napas di tangan ibunya sendiri.“Kenapa harus wajah suamiku yang kau gunakan? Tidak ada sosok yang lainkah?”“Memangnya ada apa? Kau merindukan suamimu?”Fia memutar bola matanya menatap sinis. “Kau benar-benar iblis!” gumamnya kesal, setelah mendengar jawaban Incubus.Fia yang sedari tadi duduk santai menikmati sarapan paginya, bangun dan

  • Thysia dan Symfonia   Kontrak

    ‘Gia Panta’ julukan yang diberikan oleh Fia pada rumah barunya. Bukan rumah, bisa dikatakan istana. Namun, tempat itu tak tampak seperti istana pada umumnya.Jika biasanya istana terlihat megah, penuh warna, dan identik dengan warna yang terang benderang, dipenuhi beberapa penjaga, dan ditumbuhi bunga-bunga di sekitar halamannya.Berbeda dengan istana yang di miliki Fia. Suram, mencekam. Aura yang dipancarkan istana itu benar-benar terlihat sangat menyeramkan. Castel yang di beri nama ‘Gia Panta’ dalam bahasa Yunani yang berarti ‘Abadi selamanya'.Berdiri kokoh di tengah perbatasan kota B. Setiap pengendara yang melintasi Castil megah itu, tak sedikit yang bergidik ngeri. Tak jarang juga orang yang tidak sengaja melintasi bangunan megah itu, memilih memutar balik arahnya karena aura yang terpancar dari sana benar-benar berbeda.Omorfia Pou diarkey. Atau Fia. Wanita penikmat harta tahta dari makhluk tatkasat mata

  • Thysia dan Symfonia   Gia panta

    Setelah hubungan terlarang yang di lakukan Fia dengan sosok yang sulit dicerna oleh akal sehat. Kini wanita itu mengandung seorang anak yang menjadi permintaan dari sosok bertubuh kekar itu.Tapi ada yang aneh dari kehamilan Fia. Meski usia kandungannya sudah menginjak bulan kelahiran bayinya, perutnya tampak tak terlihat membesar atau pun sekedar memberikan pertanda bahwa ia sedang mengandung.Tubuhnya tetap memperlihatkan tubuhnya yang sempurna. Lekukan tubuh itu masih saja terlihat jelas.“Ini bulan kelahiran bayi ini, tapi kenapa perutku sama sekali tidak membesar?” gumamnya pada pantulan bayangannya di cermin.“Ini benar-benar gila,” ucapnya lagi tak percaya.“Itu karena dia anakku.” Tiba-tiba suara berat membalas ucapan Fia, sedikit mengejutkan wanita yang masih asik memandangi tubuhnya di pantulan cermin itu.“Brengsek!” gerutunya kasar.“Tidak bisakah kau data

  • Thysia dan Symfonia   Incubus

    Hutan belantara menjadi saksi bisu perbuatan keji Fia. Setelah melakukan aktivitas yang sulit digambarkan dalam satu ucapan, wanita yang sudah menikah itu akhirnya keluar dan menghirup udara segar di alam terbuka.Wanita yang kini menginjak usia 48 tahun itu, tersenyum bebas sesaat melihat sebuah rumah yang cukup mewah tepat saat ia menatap lurus pandangannya.“Itu milikku?” Tanyanya entah pada siapa.Lagi-lagi senyuman simpul terpatri jelas di wajah ovalnya. Wanita yang tak bisa di katakan muda lagi, perlahan menarik langkah menuju rumah yang cukup mewah yang tidak jauh darinya.Rumah mewah di pinggir aspal hitam, yang jarang dilalui para pengendara. Bisa dikatakan jalan itu hanya jalan pintas jikalau ada pemeriksaan serentak dari pihak kepolisian yang menjalankan tugas negara.Rumah mewah berwarna abu-abu gelap itu, hanya terlihat tunggal di sana. Tak ada rumah atau tempat apa pun lagi yang tampak menemani rumah mewah it

  • Thysia dan Symfonia   Perjanjian

    Fia, terjatuh lunglai sesaat sesosok makhluk tak kasatmata keluar dari tubuhnya. Wajahnya kembali terlihat berwarna, bola matanya terlihat sayup menggeledah tempat yang masih terlihat samar.Rintik hujan perlahan mereda, di gantikan tiupan angin yang terasa mencekam. Wanita bermata monolid itu sejenak menghembuskan napas kasar, sesaat tubuhnya terjatuh di dasar tanah yang di alasi rumput liar yang merambat bebas.Bagai orang yang habis melakukan lomba lari dengan jarak beberapa kilo meter, terdengar suara desahan napas Fia tak beraturan. Seluruh dahinya di penuhi peluh yang mengalir membasahi wajahnya. Kedua telapak tangannya kompak menopang tubuhnya, bokongnya terduduk tak mengenal tempat.Bola matanya terpaku pada satu titik. Tubuh kaku tak bergerak, yang terlihat di hadapannya, membuatnya sedikit menahan napas.“Mark,” gumamnya tak yakin.Fia menarik langkah, membangunkan tubuhnya berjalan perlahan m

  • Thysia dan Symfonia   Tumbal

    Rintik hujan di tengah hutan belantara, samar perlahan membasahi permukaan kulit, dingin menusuk tulang, secara perlahan mulai mencekam.“Apa yang kau lakukan di sini? Sudah kukatakan padamu, bersabarlah!”“Aku sudah tidak tahan denganmu! Aku muak hidup seperti ini terus menerus!”“Fia, aku akan berusaha lagi, dan aku akan memberikan apa pun yang kau inginkan.”“Simpan saja omong kosongmu itu Mark!”Fia terus berjalan menyusuri hutan semakin dalam, rintik hujan yang mulai terdengar kasar, mengiri langkahnya yang tergesa-gesa. Mark mengikuti ke mana perginya, Fia. Walau pun berusaha menghentikan langkah yang begitu tak karuan.“Ini sudah sangat larut! Ke mana kau akan pergi?” ujar Mark lagi menghentikan langkah istrinya itu, mencekal perlahan pergelangan tangannya, menahan langkah yang tak tahu akan ke mana.“Diamlah!” H

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status