Hadi baru saja menyelesaikan tugas terakhirnya, berpatroli sebelum jam pulang.
“Aku dengar Pak Arya akan menikahkan anak perempuannya dengan keluarga Kavindra,” ucap Sapto, salah satu satpam yang bergosip dengan rekannya saat sedang serah terima pergantian jam kerja.
“Yogi Kavindra? Setahuku mereka memang sudah berteman sejak lama, dan sekarang akan jadi besan?” Rekannya yang bernama Rudi menanggapi.
“Apa yang kalian maksud itu adalah Zoya?” tanya Hadi, ayahnya Azka yang tak sengaja mendengar dari arah belakang.
“Iya, siapa lagi, anak perempuan keluarga itu ‘kan hanya Zoya,” jawab Sapto tanpa menoleh ke arah suara yang bertanya.
‘Apa Azka tahu hal ini?’ tanya Hadi dalam hatinya sambil berlalu memasuki ruangan untuk mengambil kunci motornya karena jam kerja sudah selesai.
“Hei, kenapa kau bicara begitu? Kau tahu ‘kan kabarnya anaknya itu punya hubungan dengan Zoya,” ucap Rudi pelan.
“Aku tidak sengaja, aku pikir bukan dia yang datang. Lagi pula memangnya kau percaya? Bisa jadi itu hanya bualannya saja, ‘kan?” balas Sapto.
“Dasar mulutmu itu,” cecar Rudi.
Hadi melajukan motornya menuju rumah sambil terus memikirkan apa yang didengarnya dari orang-orang tadi.
Saat sampai di rumah, dilihatnya Azka sedang mencuci motor kesayangannya. Hadi duduk tepat di kursi sampingnya.“Azka, bagaimana hubunganmu dengan Zoya? Apa baik-baik saja?” tanya Hadi penuh kehati-hatian, dia tidak bisa menahan rasa penasarannya.
“Ada apa, Pak? Kenapa tiba-tiba tanya itu?” balas Azka tanpa menghentikan kegiatannya.
“Ti-tidak apa-apa, sepertinya sudah lama Bapak tidak bertemu Zoya.” Hadi menjawab dengan gugup, tidak tega menyampaikan apa yang sudah didengarnya.
“Iya, Azka. Kapan Zoya mampir ke sini lagi? Ibu kangen,” ucap Mina, ibunya Azka yang tiba-tiba datang sambil membawa secangkir kopi dan menyodorkannya pada Hadi.
“Loh, Ibu kok tahu Bapak sudah pulang? Bapak ‘kan belum masuk rumah,” tanya Hadi keheranan sambil menyeruput kopi buatan istrinya.
“Ibu ‘kan sudah hafal suara motor Bapak,” jawab Mina tersenyum.
Azka ikut tersenyum melihat tingkah kedua orang tuanya yang seperti remaja kasmaran, tetapi kemudian terdiam, terpikirkan apa yang terjadi pada kekasihnya karena tidak mendapat kabar apa pun selama dua hari.
***
“Pak, ada apa? Kenapa dari pulang kerja melamun terus? Bapak sedang memikirkan apa?” tanya Mina saat melihat Hadi terus termenung sendirian.
“Azka ke mana, Bu?” Hadi balik bertanya.
“Dia bilang mau menjemput Zoya,” jawabnya seraya duduk di samping Hadi.
“Apa yang Bapak pikirkan? Apa ada hubungannya dengan Azka?”Hadi terdiam menatap lurus televisi di depannya, tapi Mina tahu suaminya bukan sedang menonton televisi melainkan memikirkan hal lain.
“Ya sudah, kalau Bapak tidak mau cerita, tidak apa-apa, Ibu tidak akan memaksa,” ucap Mina lembut.“Bu ... bapak mendengar kabar yang tak enak di kompleks,” ucap Hadi ragu-ragu.
Mina menatap, bersiap untuk mendengarkan. Akhirnya Hadi pun menceritakan semua yang didengarnya dan juga kekhawatirannya.“Bapak sudah bertanya pada Azka?” tanya Mina pelan.
“Bapak tidak berani, tapi tadi Azka bilang hubungan mereka baik-baik saja,” jawab Hadi.
“Ya sudah, apa lagi yang Bapak pikirkan kalau Azka berkata seperti itu, berarti memang tidak ada apa-apa yang harus dicemaskan, ‘kan?”
“Tapi, Bu ....” Hadi masih belum bisa menghilangkan rasa khawatirnya.
“Pak, bukankah kita sudah setuju untuk percaya dan menyerahkan semuanya pada mereka berdua? Sudah biar mereka sendiri yang atasi, kalau ada apa-apa Azka pasti akan memberitahu kita,” ucap Mina, menenangkan.
‘Ya, Ibu benar juga,' batin Hadi mengangguk-anggukkan kepalanya.
Hadi dan Mina, orang tua Azka, sempat tak yakin dengan hubungan anaknya. Apalagi mengetahui latar belakang keluarga Zoya yang dianggap jauh dari jangkauan mereka. Namun Azka selalu berusaha meyakinkan keduanya karena memiliki perasaan yang terlanjur dalam pada Zoya.
“Doakan saja semoga Zoya berjodoh dengan Azka, Pak,” ucap Azka setiap kali ayahnya mengingatkan.
Hadi dan Mina hanya orang biasa, sedangkan orang tua Zoya keluarga terpandang. Tentu saja rasa cemas akan hati anaknya selalu terlintas di pikiran Hadi, dia tidak ingin anaknya patah hati terlalu dalam. Namun Hadi juga tak bisa menentang apa yang sudah dipilih Azka, karena dia tahu anak muda yang tengah kasmaran tidak akan bisa mendengarkan perkataan orang lain.
***
“Tumben Kak Azka sudah pulang, katanya mau jemput Kak Zoya?” tanya Inaya saat melihat kakak laki-lakinya memasuki rumah.
“Iya, Kakak langsung mengantarnya pulang, tadi,” jawab Azka berbohong sambil berlalu menuju kamarnya.
‘Aneh, biasanya wajah Kak Azka selalu ceria kalau bertemu dengan Kak Zoya, kenapa sekarang terlihat lesu begitu?’ batin Inaya.
“Bu, Kak Azka lagi ada masalah dengan Kak Zoya, ya?” tanya Inaya pada ibunya yang hendak keluar untuk membuang sampah.
“Tahu dari mana kamu?”
“Biasanya setelah bertemu Kak Zoya, wajahnya selalu ceria. Tapi tadi Kak Azka kelihatan murung,” jelas Inaya.
Mina terdiam sesaat, teringat apa yang diceritakan suaminya.
“Mungkin hanya cape,” jawab Mina melangkahkan kakinya lagi.‘Apa aku coba tanya saja? Tapi tidak, lebih baik tunggu Azka yang cerita lebih dulu,' batin Mina sambil berjalan.
Di dalam kamar, Azka berbaring di tempat tidurnya sambil memegangi ponselnya. Dia masih belum berhasil menghubungi Zoya.
“Zoya, sebenarnya ada apa denganmu?” gumam Azka.Dia kembali menyalakan ponselnya dan mencoba menghubungi Zoya kembali, tapi tidak tersambung.
“Sudah dua hari kau tidak ada kabar, bahkan sampai tidak masuk kerja. Kau juga tidak mengabari Mila dan Nisa, lalu aku harus bertanya pada siapa? Kalau aku nekat mendatangi rumahmu, kau pasti akan marah, ‘kan?” Azka menghela napas kasar.
‘Apa ini ada hubungannya dengan apa yang aku bicarakan kemarin lusa?’ batin Azka mengingat percakapannya yang meminta untuk bertemu orang tua Zoya.
‘Kalau iya, aku harus bagaimana?’ ucapnya lagi dalam hati.***“Kak El,” panggil Zoya pelan di depan pintu kamar Elvan.
“Masuk, Zoy. Ada apa?” ucap Elvan sambil tetap fokus pada layar laptopnya.
“Kakak tidak ke kantor?” tanya Zoya berbasa-basi.
“Tidak, hari ini tidak ada jadwal penting, jadi semua bisa dikerjakan di rumah saja,” jawab Elvan.
Zoya duduk berhadapan dengan Elvan. “Maafkan aku, Kak.”
Elvan menghentikan aktivitasnya dan menatap Zoya. Dilihatnya Zoya sedang tertunduk sambil memainkan jari-jarinya.
“Kau sudah bertemu Bunda?” tanya Elvan, Zoya mengangguk.
Elvan menggenggam tangan mungil adiknya itu. “Aku tidak marah, semua yang kau katakan tadi itu memang kebenarannya, ‘kan?”“Maaf, Kak. Aku tidak bermaksud seperti itu,” ucap Zoya lirih.
“Tidak apa-apa, Zoya. Kakak bisa mengerti.” Zoya tiba-tiba menitikkan air matanya, Elvan menggeser kursinya mendekat.
“Jangan menangis, kau menangisi apa? Ayah?” ucap Elvan menyeka air mata adiknya.
“Dengar, Zoya, kalau kau benar-benar memikirkan Azka, kau harus kuat! Jangan pernah perlihatkan kelemahanmu pada Ayah, berhentilah menangis dan pikirkan saja apa yang akan kau lakukan setelah ini.” Zoya mengangguk lemah.“Kau tahu aku ataupun Bunda tidak akan bisa membantumu, tapi aku ingin mengatakan satu hal. Jangan sampai ada yang terluka dengan keputusan yang akan kau ambil nantinya. Kau tentu tidak akan bisa mengorbankan orang lain hanya demi kebahagiaanmu sendiri, ‘kan?”Zoya menatap, mengerutkan dahi, tidak mengerti maksud dari ucapan kakaknya.“Sekarang kau pasti tidak mengerti, tapi nanti kau akan mengerti maksudku. Aku juga pernah berada di posisi yang sama denganmu,” lanjut Elvan.Zoya tampak sedang menikmati makan malam bersama ibu dan kakaknya, setelah mengetahui sang ayah akan pulang terlambat. Sudah dua hari Zoya tidak pergi bekerja karena belum berani bertemu Azka, ponsel pun hanya dinyalakan saat malam hari agar tidak ada yang menelepon.Zoya juga hanya berdiam diri di kamar, enggan keluar karena tidak mau bertemu ayahnya. “Baguslah kau terlihat baik-baik saja,” ucap Arya membuat Zoya terkejut.Zoya langsung menatap ke arah ibunya. Dita pun sama terkejutnya, karena saat pagi jelas dia mendengar suaminya mengatakan akan pulang sangat larut.“Mas, bukankah tadi pagi bilang akan pulang terlambat? Kalau tahu tidak jadi, kami pasti menunggu dulu untuk makan bersama,” ucap Dita tersenyum tipis, berusaha menyembunyikan keterkejutannya, dia lalu menarik Arya duduk di kursinya dan meraih piring untuk menyiapkan makan malam.“Tidak usah, aku sudah makan malam di luar,” cegah Arya.Dita kembali duduk sambil menatap penuh khawatir pada anak perempuannya.“Ada bagus
Saat sarapan, terjadi keributan antara Arya dan Dita. Arya meradang mengetahui Zoya tidak menurutinya dan pergi diam-diam.Dita dan Elvan tentu menjadi sasaran kemarahan Arya. Elvan yang sudah terbiasa sengaja tak mendengar ocehan ayahnya itu dan tetap menikmati sarapannya dengan tenang.Arya yang semakin meradang pun melakukan sesuatu untuk memperingatkan anak perempuannya.“Mas, apa yang Mas lakukan? Kenapa harus sampai melakukan hal itu?” protes Dita pada suaminya.“Ini peringatan untuk anak perempuanmu, kau terlalu memanjakannya sehingga dia jadi pembangkang seperti ini,” ucap Arya.“Bukankah sifatnya sama sepertimu, Ayah, sama-sama keras kepala,” sanggah Elvan tak senang ibunya disalah-salahkan.“Apa kau bilang?” teriak Arya pada anak laki-lakinya.“Lihatlah, Dita! Bahkan kau juga gagal mendidik anak laki-lakimu, sebenarnya apa yang bisa kau lakukan sampai-sampai kehidupan kedua anakmu berantakan seperti ini?” lanjutnya lagi.“Ayah! Apa kau lupa, aku hancur seperti ini pun karena
Setelah mendengar perkataan Azka, Zoya tidak bicara sedikitpun. Walaupun banyak pertanyaan di dalam pikirannya, mulutnya seakan terkunci. Dia pun tidak mengerti, entah apa yang membuatnya begitu takut untuk bertanya 'kenapa' pada Azka.Keduanya duduk dalam diam untuk beberapa lama, saling menundukkan kepala dan terhanyut dalam pikiran masing-masing."Ayo, aku antar kau pulang!" ucap Azka memecah keheningan. Zoya hanya mengangguk, matanya masih menghindar.Di perjalanan pulang pun tidak ada pembicaraan sedikitpun. Azka fokus pada jalanan sedangkan Zoya hanya memeluk dalam diam di belakang Azka.Zoya turun dari motor Azka saat mereka sampai tepat di depan rumahnya, Azka menggenggam tangan Zoya dengan erat, menatap Zoya yang masih tertunduk dengan murung."Terima kasih sudah mengantarku pulang," ucap Zoya lirih.Azka menyentuh lembut pipi Zoya tanpa melepas genggamannya, "Maaf," ucapnya singkat lalu melepas tangannya dan menyalakan motornya kembali.Zoya mengangkat kepala, menatapnya lek
Empat bulan sudah berlalu setelah kepergian Azka dan keluarganya yang entah kemana.Zoya kini mulai bisa menerima kepergian kekasihnya itu, meski semua mengubah seluruh hidupnya dan juga dirinya.Zoya berhenti dari pekerjaannya karena paksaan dari Arya, sang ayah."Sebentar lagi kau akan menjadi nyonya Adrian Kavindra, istri seorang CEO yang sukses, untuk apa lagi kau masih bekerja di perusahaan kecil itu," ucap Arya saat itu.Arya kemudian menentukan tanggal pernikahan Zoya dengan Adrian. Tidak ada bantahan dari Zoya membuat Arya senang, namun tidak dengan Dita.Pernikahan pun dilangsungkan dengan sangat megah dan luar biasa di kediaman pribadi Adrian Kavindra, tapi pernikahan yang seharusnya menjadi mimpi bagi para gadis itu ternyata sama sekali tidak berkesan diingatan Zoya."Zoy ... kau sangat beruntung, semuanya sangat luar biasa, benar-benar pernikahan idaman semua wanita," ucap Nisa sambil terus mengamati gaun pengantin yang dikenakan Zoya.Saat keluarganya dan mempelai pria se
Zoya termenung sendirian di kursi taman belakang rumahnya, dia teringat percakapannya dengan Azka siang tadi.“Zoya, apa akhir pekan ini kau ada acara?” tanya Azka saat menjemput Zoya dari kantornya.“Sepertinya tidak, ada apa?”“Orang tuaku ....” Azka tampak ragu dengan apa yang ingin disampaikannya.Zoya menggenggam tangan Azka dengan lembut, “orang tuamu kenapa?”“Mereka ... ingin bertemu dengan orang tuamu, Zoya.”Zoya melepas genggamannya, dia sesaat terdiam mendengar penuturan kekasihnya itu.“Ada apa?” tanyanya lagi melihat reaksi Zoya.“Azka ... ayahku memang tahu kalau kita sedang menjalin hubungan, tapi aku belum memberitahunya kalau kita berencana ke tahap yang lebih serius. Bisakah, kau menunggu sampai aku memberitahunya?” jawab Zoya dengan hati-hati.“Baiklah,” jawab Azka berusaha menyembunyikan kekecewaannya.“Maaf, Azka ... kau tahu ‘kan ayahku seperti apa? Tolong jangan salah paham, aku hanya tidak ingin orang tuamu tidak mendapat sambutan yang layak jika datang tiba-t
Setelah perseteruan dengan ayahnya kemarin, Zoya mengurung diri di kamar. Tidak berselera makan dan tidak enak tidur, dia hanya memikirkan apa yang harus dikatakan jika bertemu Azka dan orang tuanya. Apalagi mengetahui ayahnya yang akan menjodohkannya dengan orang lain, membuat Zoya semakin kebingungan.“Ponselnya mati,” gumam Zoya saat meraih ponsel yang tidak dia lihat sejak kemarin.Zoya menyalakan ponselnya, muncul notifikasi panggilan tak terjawab dan pesan dari para sahabatnya.“Astaga, ponselku bisa meledak karena pesan dari dua orang ini,” gumam Zoya dengan senyum tipis, melihat banyaknya pesan dari Nisa dan Mila, sahabatnya.[Hei, Zoya! Kau sakit? Kenapa tidak ke kantor?]Pesan dari Mila.[Zoya, kau tidak apa-apa, ‘kan? Tadi Azka mencarimu ke sini, ada apa denganmu? Kenapa tidak ada kabar?]Pesan dari Nisa.Belum sempat membalas pesan itu, Zoya terdiam saat muncul notifikasi dari kekasihnya.“Azka menelepon sampai lima belas kali? Dia pasti khawatir,” gumam Zoya.[Zoya, kau b
Empat bulan sudah berlalu setelah kepergian Azka dan keluarganya yang entah kemana.Zoya kini mulai bisa menerima kepergian kekasihnya itu, meski semua mengubah seluruh hidupnya dan juga dirinya.Zoya berhenti dari pekerjaannya karena paksaan dari Arya, sang ayah."Sebentar lagi kau akan menjadi nyonya Adrian Kavindra, istri seorang CEO yang sukses, untuk apa lagi kau masih bekerja di perusahaan kecil itu," ucap Arya saat itu.Arya kemudian menentukan tanggal pernikahan Zoya dengan Adrian. Tidak ada bantahan dari Zoya membuat Arya senang, namun tidak dengan Dita.Pernikahan pun dilangsungkan dengan sangat megah dan luar biasa di kediaman pribadi Adrian Kavindra, tapi pernikahan yang seharusnya menjadi mimpi bagi para gadis itu ternyata sama sekali tidak berkesan diingatan Zoya."Zoy ... kau sangat beruntung, semuanya sangat luar biasa, benar-benar pernikahan idaman semua wanita," ucap Nisa sambil terus mengamati gaun pengantin yang dikenakan Zoya.Saat keluarganya dan mempelai pria se
Setelah mendengar perkataan Azka, Zoya tidak bicara sedikitpun. Walaupun banyak pertanyaan di dalam pikirannya, mulutnya seakan terkunci. Dia pun tidak mengerti, entah apa yang membuatnya begitu takut untuk bertanya 'kenapa' pada Azka.Keduanya duduk dalam diam untuk beberapa lama, saling menundukkan kepala dan terhanyut dalam pikiran masing-masing."Ayo, aku antar kau pulang!" ucap Azka memecah keheningan. Zoya hanya mengangguk, matanya masih menghindar.Di perjalanan pulang pun tidak ada pembicaraan sedikitpun. Azka fokus pada jalanan sedangkan Zoya hanya memeluk dalam diam di belakang Azka.Zoya turun dari motor Azka saat mereka sampai tepat di depan rumahnya, Azka menggenggam tangan Zoya dengan erat, menatap Zoya yang masih tertunduk dengan murung."Terima kasih sudah mengantarku pulang," ucap Zoya lirih.Azka menyentuh lembut pipi Zoya tanpa melepas genggamannya, "Maaf," ucapnya singkat lalu melepas tangannya dan menyalakan motornya kembali.Zoya mengangkat kepala, menatapnya lek
Saat sarapan, terjadi keributan antara Arya dan Dita. Arya meradang mengetahui Zoya tidak menurutinya dan pergi diam-diam.Dita dan Elvan tentu menjadi sasaran kemarahan Arya. Elvan yang sudah terbiasa sengaja tak mendengar ocehan ayahnya itu dan tetap menikmati sarapannya dengan tenang.Arya yang semakin meradang pun melakukan sesuatu untuk memperingatkan anak perempuannya.“Mas, apa yang Mas lakukan? Kenapa harus sampai melakukan hal itu?” protes Dita pada suaminya.“Ini peringatan untuk anak perempuanmu, kau terlalu memanjakannya sehingga dia jadi pembangkang seperti ini,” ucap Arya.“Bukankah sifatnya sama sepertimu, Ayah, sama-sama keras kepala,” sanggah Elvan tak senang ibunya disalah-salahkan.“Apa kau bilang?” teriak Arya pada anak laki-lakinya.“Lihatlah, Dita! Bahkan kau juga gagal mendidik anak laki-lakimu, sebenarnya apa yang bisa kau lakukan sampai-sampai kehidupan kedua anakmu berantakan seperti ini?” lanjutnya lagi.“Ayah! Apa kau lupa, aku hancur seperti ini pun karena
Zoya tampak sedang menikmati makan malam bersama ibu dan kakaknya, setelah mengetahui sang ayah akan pulang terlambat. Sudah dua hari Zoya tidak pergi bekerja karena belum berani bertemu Azka, ponsel pun hanya dinyalakan saat malam hari agar tidak ada yang menelepon.Zoya juga hanya berdiam diri di kamar, enggan keluar karena tidak mau bertemu ayahnya. “Baguslah kau terlihat baik-baik saja,” ucap Arya membuat Zoya terkejut.Zoya langsung menatap ke arah ibunya. Dita pun sama terkejutnya, karena saat pagi jelas dia mendengar suaminya mengatakan akan pulang sangat larut.“Mas, bukankah tadi pagi bilang akan pulang terlambat? Kalau tahu tidak jadi, kami pasti menunggu dulu untuk makan bersama,” ucap Dita tersenyum tipis, berusaha menyembunyikan keterkejutannya, dia lalu menarik Arya duduk di kursinya dan meraih piring untuk menyiapkan makan malam.“Tidak usah, aku sudah makan malam di luar,” cegah Arya.Dita kembali duduk sambil menatap penuh khawatir pada anak perempuannya.“Ada bagus
Hadi baru saja menyelesaikan tugas terakhirnya, berpatroli sebelum jam pulang.“Aku dengar Pak Arya akan menikahkan anak perempuannya dengan keluarga Kavindra,” ucap Sapto, salah satu satpam yang bergosip dengan rekannya saat sedang serah terima pergantian jam kerja.“Yogi Kavindra? Setahuku mereka memang sudah berteman sejak lama, dan sekarang akan jadi besan?” Rekannya yang bernama Rudi menanggapi.“Apa yang kalian maksud itu adalah Zoya?” tanya Hadi, ayahnya Azka yang tak sengaja mendengar dari arah belakang.“Iya, siapa lagi, anak perempuan keluarga itu ‘kan hanya Zoya,” jawab Sapto tanpa menoleh ke arah suara yang bertanya.‘Apa Azka tahu hal ini?’ tanya Hadi dalam hatinya sambil berlalu memasuki ruangan untuk mengambil kunci motornya karena jam kerja sudah selesai.“Hei, kenapa kau bicara begitu? Kau tahu ‘kan kabarnya anaknya itu punya hubungan dengan Zoya,” ucap Rudi pelan.“Aku tidak sengaja, aku pikir bukan dia yang datang. Lagi pula memangnya kau percaya? Bisa jadi itu hany
Setelah perseteruan dengan ayahnya kemarin, Zoya mengurung diri di kamar. Tidak berselera makan dan tidak enak tidur, dia hanya memikirkan apa yang harus dikatakan jika bertemu Azka dan orang tuanya. Apalagi mengetahui ayahnya yang akan menjodohkannya dengan orang lain, membuat Zoya semakin kebingungan.“Ponselnya mati,” gumam Zoya saat meraih ponsel yang tidak dia lihat sejak kemarin.Zoya menyalakan ponselnya, muncul notifikasi panggilan tak terjawab dan pesan dari para sahabatnya.“Astaga, ponselku bisa meledak karena pesan dari dua orang ini,” gumam Zoya dengan senyum tipis, melihat banyaknya pesan dari Nisa dan Mila, sahabatnya.[Hei, Zoya! Kau sakit? Kenapa tidak ke kantor?]Pesan dari Mila.[Zoya, kau tidak apa-apa, ‘kan? Tadi Azka mencarimu ke sini, ada apa denganmu? Kenapa tidak ada kabar?]Pesan dari Nisa.Belum sempat membalas pesan itu, Zoya terdiam saat muncul notifikasi dari kekasihnya.“Azka menelepon sampai lima belas kali? Dia pasti khawatir,” gumam Zoya.[Zoya, kau b
Zoya termenung sendirian di kursi taman belakang rumahnya, dia teringat percakapannya dengan Azka siang tadi.“Zoya, apa akhir pekan ini kau ada acara?” tanya Azka saat menjemput Zoya dari kantornya.“Sepertinya tidak, ada apa?”“Orang tuaku ....” Azka tampak ragu dengan apa yang ingin disampaikannya.Zoya menggenggam tangan Azka dengan lembut, “orang tuamu kenapa?”“Mereka ... ingin bertemu dengan orang tuamu, Zoya.”Zoya melepas genggamannya, dia sesaat terdiam mendengar penuturan kekasihnya itu.“Ada apa?” tanyanya lagi melihat reaksi Zoya.“Azka ... ayahku memang tahu kalau kita sedang menjalin hubungan, tapi aku belum memberitahunya kalau kita berencana ke tahap yang lebih serius. Bisakah, kau menunggu sampai aku memberitahunya?” jawab Zoya dengan hati-hati.“Baiklah,” jawab Azka berusaha menyembunyikan kekecewaannya.“Maaf, Azka ... kau tahu ‘kan ayahku seperti apa? Tolong jangan salah paham, aku hanya tidak ingin orang tuamu tidak mendapat sambutan yang layak jika datang tiba-t