Happy Reading.
"Irene kau menunggu apa? Masuklah sayang"
Deg!
Semua orang disana langsung menatap kearah Aiden yang sedang tersenyum. Mereka benar-benar tak menyangka seorang Aiden Cristover bisa mengatakan hal selembut ini pada seorang gadis. Antara syok dan bahagia itu bercampur menjadi satu disana.
Namun berbeda dengan seorang gadis yang justru tengah mengepalkan tangan nya seperti siap untuk menyerang. Mata biru nya dengan tajam menatap Irene yang masuk dikediaman Cristover.
'Tenang Luna. Kebahagiaan gadis itu tidak akan lama lagi,'
Irene masuk ke kediaman Aiden dan emerlad nya dikejutkan dengan nuansa tenang, dan corak rumah yang bergaya belanda. Aiden membawa Irene masuk lebih dalam hingga berhenti didepan suatu kamar.
"Mulai sekarang ini adalah kamar mu" Saat itu juga senyuman nya mengembang, kemudian gadis ini menatap wajah Aiden dengan wajah penuh harap. "Terimakasih. Boleh aku berkeliling sebentar?"
"Hn," sahut Aiden sembari berjalan menjauh. "Tunggu disana, aku akan menyuruh salah satu pembantu disini untuk menemani mu"
Setelah menunggu beberapa menit. Ada salah satu wanita paruh baya yang menghampiri nya. "Nona mari saya bantu," ujar wanita itu dengan tangan yang mengarah ke tas nya.
"Tidak perlu bibi, saya bisa sendiri"
Mereka berjalan mengelilingi rumah itu dan wanita paruh baya itu mulai menjelaskan satu persatu. "Siapa nama bibi?" tanya Irene.
"Nama saya Lean, orang-orang disini biasa memanggil saya Lea"
"Itu nama yang bagus" Irene memuji dan menyukai saat dekat dengan wanita ini. Rasa nya hampir sama seperti berbicara dengan ibu nya sendiri.
"Terima kasih Nona" Tiba-tiba Irene melihat satu lorong yang terpisah dan dengan pencahayaan yang minim. "Bibi, boleh kita kesana?" Secara tidak langsung. Irene menunjuk area lorong itu.
Sontak wanita paruh baya itu pun langsung memegang tangan Irene dan menuntun nya untuk menjauh dari sana.
"Nona jangan pernah mendekati area itu ya," lirih wanita itu dengan sedikit nada yang terdengar gemetar.
"Memang nya kenapa?" tanya Irene. Namun yang lebih aneh nya lagi, bibi ini seperti tidak mau menjawab rasa penasaran nya.
Karena Irene adalah seorang yang semakin dilarang semakin penasaran maka tak membuang waktu lagi ia langsung menemui Aiden di kamar nya.
Ia mencoba mengetuk pintu berkali-kali namun tidak ada respon dari dalam. 'Mungkin dia sedang sibuk'
Namun saat gadis ini ingin beranjak pergi. Pendengaran nya menangkap satu suara yang sangat ia kenal. "Masuk"
'Cklek'
Aroma maskulin menguar dari kamar itu. Jika dilihat-lihat kamar itu hanya memiliki sedikit barang dan lebih dominan warna hitam dan putih.
"Ada apa?"
"Makanan sudah siap, Tuan"
"Hn" Karena melihat Irene yang tak kunjung keluar, Aiden mengyengitkan dahi nya dan menghela nafas pelan.
"Kalau tidak ada yang ingin kau katakan lagi keluar lah, aku sedang sibuk." Saat itu juga rasa nya Irene ingin segera pergi dan mengurungkan niat nya untuk menayakan perihal lorong itu. 'Sepertinya mood nya sedang buruk'
Karena letak ruang makan yang memang melewati lorong gelap tadi, secara otomatis gadis ini pun berjalan lebih dekat ke dinding. Dan alangkah terkejut nya saat pendengaran nya menangkap banyak jeritan minta tolong dari arah lorong.
Antara cemas dan penasaran Irene memberanikan diri untuk melihat apa yang ada dibalik ruangan gelap itu.
Namun belum ada 5 langkah, satu tarikan kuat membuat gadis ini hampir terjatuh ke belakang kalau saja tidak ditangkap oleh seseorang dibelakang nya.
Irene belum bisa melihat siapa yang mencegah nya memasuki ruangan itu, tapi yang pasti ia bisa merasakan hawa dingin dan mencengkam dari pundak nya. "Siapa yang mengijinkan mu memasuki area itu!"
Emerlad nya membulat, tak usah melihat pun Irene juga sudah tau siapa ini. "Itu aku hanya-"
"Kau tidak bisu. Katakan dengan jelas Irene!" bentak Aiden dengan nafas yang tak beraturan.
Gadis ini tentu terkejut dengan reaksi yang ditunjukan oleh Aiden. 'Kenapa dia sangat marah?'
"Maaf kan aku Tuan. Aku tidak bermaksud lancang-"
"Aku tidak butuh permintaan maaf mu. Aku hanya ingin tau kenapa kau bisa sangat berani memasuki area ini tanpa seijin ku!"
"Ta-tadi aku tidak sengaja mendengar suara orang ja-jadi-"
"Apa yang kau dengar hm?" potong Aiden dengan cepat. "Itu ... aku mendengar jeritan seseorang yang meminta tolong. Jadi ku pikir aku akan mengecek nya," lirih Irene.
Karena Aiden melihat keadaan Irene yang sangat ketakutan ia menghela nafas pelan dan mengelus kepala gadis ini supaya ia lebih tenang.
"Tidak usah takut, aku memang begini saat marah. Ku harap kau bisa mengerti," ujar Aiden dibalas anggukan oleh Irene.
"Aku hanya ingin kau ingat. Jangan pernah membuat ku emosi dengan mendekati ruangan di lorong ini lagi!"
"Boleh aku tau alasan nya?" tanya Irene.
"Tidak. Tapi ku jamin kau akan menyesal saat sudah mengetahui isi dari ruangan itu," ujar Aiden sambil menggandeng tangan Irene untuk menjauh dari sana dan menuju kamar.
'Dia melarang ku seperti ini justru hanya akan membuat ku semakin penasaran'
**
Sedangkan disisi lain seorang wanita muda tengah duduk dikursi kebanggaan nya sambil meminum kopi hitam. "Apa semua sudah beres?"
"Hampir Nona, hanya tinggal memasang penjepit kaki ini," ujar pria paruh baya yang tak jauh dari sana.
"Bagus. Cepat selesaikan ... aku ingin pekerjaan ini tuntas sebelum matahari terbenam"
Gadis ini hanya menyeringai puas ketika melihat semua alat penyiksaan ini terpampang jelas dihadapan nya.
"Tak lama lagi ... hanya tinggal sebentar lagi penderitaan akan menghampiri mu, bitch!" ujar gadis ini sembari tertawa kejam.
Setelah itu ia merasakan ada dua tangan yang sedang memeluk nya dari belakang. "Kau puas?" tanya seorang laki-laki dengan pakaian yang dominan berwarna hitam.
"Sangat puas."
"Aku ingin tau ... sebenarnya siapa manusia malang itu?"
"Setelah ku cari tau, dia hanya orang dari kalangan biasa yang berani mendekati Aiden. Mungkin dia tak tau ... tapi sebentar lagi gadis itu harus membayar harga yang mahal karena berani mendekati kekasih ku," ujar wanita ini dengan emosi yang menggebu-gebu.
Setelah semua pekerjaan nya telah selesai. Wanita ini menghampiri laki-laki tadi dan berdiri disamping nya.
"Terima kasih Lex. Jika bukan karena bantuan mu mungkin ini tidak akan bisa ku lakukan," ujar gadis ini.
"Apa pun untuk mu Luna"
Happy Reading.Terhitung sudah 4 hari ia berada dikediaman Aiden, tak ada satu pun yang aneh kecuali sifat manja dan menjengkelkan dari pria ini yang tak kunjung hilang."Suapi" Seperti ini contoh nya, ketika sedang dimeja makan Aiden tak ingin menyentuh sedikit pun makanan itu tanpa disuapi oleh Irene."Tidak biasanya Tuan ingin makan makanan yang sudah disentuh orang lain," bisik salah satu penjaga yang ada disana.Namun rupa nya suara bisikan sekecil itu pun masih bisa di dengar oleh Aiden. "Kalian kemari ingin bekerja atau bergosip seperti itu?!" Suara bariton ini seolah seperti bunyi petir bagi semua pekerja disana.Tak hanya satu, bahkan semua orang yang tadi nya berkerumun dipojok ruangan itu dengan sekejap menghilang seperti ditelan bumi."Kau galak sekali," gumam Irene sambil tertawa pelan."Hn. Terkadang kita memang harus bersikap tegas kepada orang yang sulit di atur," ujar Aiden sembari menggarap tugas kantor nya yang tak
Happy Reading. "Temukan dia sampai dapat!" Suara keras ini memenuhi seluruh penjuru rumah. Aiden benar-benar dibuat kesal oleh tingkah seorang gadis yang tiba-tiba menghilang dari kediaman nya. "Tuan, kami sudah mencari ke seluruh ruangan, tapi belum menemukan dimana Nona Irene berada" Sedikit demi sedikit kesabaran Aiden mulai habis, hingga pada puncak nya ia menyuruh semua orang termasuk pelayan nya pulang dan menjauh dari hadapan nya. "Ck, sial kau dimana," gumam Aiden. Disisi lain seorang gadis tengah terikat di tiang dengan darah yang sudah bercucuran deras hingga membasahi kaki nya. Dengan nafas terengah-engah ia mencoba untuk memfokuskan pengeliatan nya pada satu titik. 'Dimana ini' pikir nya. "Akhirnya kau bangun juga" Suara ini membuat Irene langsung mengalihkan pandangan nya ke sudut gelap disebrang ruangan. "Siapa kau?" tanya Irene kepada wanita bertopeng di depan nya. "Siapa aku? Itu tidak penting. Yang jela
Aiden berlari menghampiri Irene yang sudah terbaring lemas. Tanpa banyak bicara ia segera menggendong gadis ini ke dalam mobil dan menyuruh salah satu anak buah nya untuk mengurus Luna.Rasa gelisah dan kawatir terus menghantui Aiden, ia mendekatkan wajah nya dan membisikan sesuatu pada gadis ini. "Sabarlah sebentar lagi kita sudah sampai dirumah sakit.""Tu-tuan Aiden ...." lirih Irene dengan sisa tenaga nya. Sesuatu di dalam diri pria ini bangun seketika saat mendengar rintihan kesakitan dari mulut Irene. Rasa yang tak pernah ada sebelumnya membuat Aiden sedikit kebingungan dengan apa yang telah terjadi.'Ada apa ini' pikir nya. Entahlah, Aiden merasa setiap detik dan setiap menit nya terasa sangat lama dan menyakitkan. "Sial. Apa tidak bisa lebih cepat!""Maaf Tuan diluar sedang macet." Tanpa menunggu lagi pria ini menggendong Irene keluar dari mobil dan berlari menuju rumah sakit terdekat.Tak peduli setiap langkah yang terbilang tidak beratura
Suara itu seolah terdengar seperti ancaman. Namun jika di lihat dan diperhatikan ada nada bicara yang terdengar seolah menyimpan sejuta kesedihan. Aiden menggepalkan tangan kekar nya dan memilih melepaskan cekikan nya kemudian berbaring di sofa. Sebenarnya apa yang ia lakukan itu hanyalah gertakan dan pelampiasan. Pada akhirnya pria ini hanya bisa menghela napas pelan sebelum kegelapan membawa nya ke alam mimpi. Di sisi lain seorang pria tengah berada di kamar siksaan dan mengikat seorang wanita. "Lepaskan aku sialan! Aku ingin bertemu Aiden, aku sangat merindukan nya. Pasti kalian yang menghasut Aiden untuk menjauhi ku bukan?!" Keadaan Luna sekarang benar-benar seperti orang gila. Ia sedari tadi hanya berteriak dan menyalahkan semua orang atas apa yang dialami nya sekarang. Dengan pakaian yang lusuh dan air mata mengering hingga membuat penampilan nya semakin menyedihkan. "Abaikan saja, mungkin dia sudah gila," bisik bodyguard yan
Pisau tajam itu langsung menggores lengan putih milik Luna hingga membuat sang pemilik terbangun. "Arrkh sakit dasar kau ... Aidenn," teriaknya sembari bangun dan refleks ingin memeluk pria itu.Namun sayang belum ada 5 detik ia merasakan kehangatan pelukan Aiden tiba-tiba terdapat benda runcing menusuk punggung nya."Sakit a-ada apa Aiden kenapa kau sangat marah?" tanya dengan hati-hati karena ia bisa melihat dengan jelas terdapat emosi dalam tatapan Aiden.Tak juga menjawab pria ini justru mendorong Luna sampai menabrak dinding dan berteriak. "Kau tanya kenapa? kau ini pura-pura tidak tau atau memang bodoh hah?!" sentak nya sembari memegang rambut gadis ini dan sedikit menarik nya ke atas."Dasar wanita gila!" bentak nya sambil mendorong gadis ini."Sakit Aiden hentikan.""Rasa sakit itu bahkan tak seberapa dengan rasa sakit yang kau berikan pada kekasih ku."'Deg'Mata nya membulat seolah ada benda yang menggores hati nya, air mata nya bahkan menetes kala mendengar penuturan pria i
Happy Reading Suara jerit kesakitan menggema jelas di seisi ruangan itu. Bagaimana tidak? Seorang pria dengan tangan terikat dikursi tengah menahan rasa sakit yang menjalar dari kepala hingga kaki nya. "Ampun tuan ... saya tidak akan pernah mengulangi kesalahan yang sama," ujar pria itu. Hening. Tak ada balasan apa pun kecuali suara asahan pisau di ujung sana. Hingga beberapa menit kemudian suara bariton terdengar jelas di ruangan itu. "Itu sudah pasti. Tapi bukankah setiap orang yang melakukan kesalahan harus dihukum hm?" Hancur sudah harapan nya untuk bebas dari genggaman bos besar ini. Karena satu kesalahan yang ia lakukan hingga menempatkan nya di situasi paling berbahaya. "Aaarkkh ...." Jerit kesakitan ia lontarkan dari mulut nya. Tak ada pilihan lain selain meratapi tubuhnya yang penuh sayatan karena ulah pria di hadapan nya ini. "Tolong Tuan, sudahi saja semua ini," lirih pria itu dengan sisa tenaga nya.
Entah sudah hari yang ke berapa Irene akhirnya terbangun dari pingsan nya. Sekarang emerlad nya menelisik dimana ia berada sekarang.Namun nihil. Hanya ada sepetak kamar tanpa ranjang dan tempat tidur yang beralaskan tikar dengan bantal.Mengabaikan itu semua, ia mendengar suara pintu yang terbuka membuat nya menjadi posisi siaga sekarang.Irene menyengitkan dahi nya kala melihat beberapa pria yang tengah berdiri di hadapan nya dengan wajah yang cukup mengerikan."Tenanglah gadis kecil, sebentar lagi pasti pangeran mu itu akan datang""Siapa? Dan apa yang kalian lakukan padaku?" Jujur saja Irene panik karena melihat darah yang keluar dari kaki kanan, kepala hingga ke pipi dan di lengan atas nya."Oh, apa kau terkejut melihat luka itu? Sebenarnya kami hanya menggores sedikit saja supaya kau cepat bangun. Dan lihat cara itu berhasil bukan?" Sungguh mendengar itu saja membuat gadis ini merasa sangat takut.Ia hanya bisa berdoa dan
Happy Reading.Saat Aiden ingin memajukan wajah nya, terlihat Irene yang terkejut dan secara refleks langsung mendorong bahu Aiden dengan kuat.Namun ternyata itu semua sia-sia saja, karena walau begitu kekuatan Aiden jauh lebih besar dari tenaga nya.Karena tak ada pilihan lain akhirnya Irene menyetujui permintaan Aiden saat itu juga.Setelah itu pria ini memberikan sebuah surat perjanjian pada Irene untuk ditanda tangani. Satu demi satu permintaan konyol yang Aiden cantumkan kian membuat Irene merasa jengkel."Perjanjian ini hanya menguntungkan mu, aku tidak mau," sahut Irene.Ia sangat kesal dengan isi dari surat itu. Jika orang lain yang membaca itu pun pasti akan langsung menghajar siapa pun yang membuat nya.Surat perjanjian:1. Pihak pertama yaitu Nona Irene wajib menuruti perintah apapun itu dari Tuan Aiden.2. Nona Irene tidak boleh berdekatan dengan laki-laki manapun kecuali Tuan Aiden.3. Segala y
Pisau tajam itu langsung menggores lengan putih milik Luna hingga membuat sang pemilik terbangun. "Arrkh sakit dasar kau ... Aidenn," teriaknya sembari bangun dan refleks ingin memeluk pria itu.Namun sayang belum ada 5 detik ia merasakan kehangatan pelukan Aiden tiba-tiba terdapat benda runcing menusuk punggung nya."Sakit a-ada apa Aiden kenapa kau sangat marah?" tanya dengan hati-hati karena ia bisa melihat dengan jelas terdapat emosi dalam tatapan Aiden.Tak juga menjawab pria ini justru mendorong Luna sampai menabrak dinding dan berteriak. "Kau tanya kenapa? kau ini pura-pura tidak tau atau memang bodoh hah?!" sentak nya sembari memegang rambut gadis ini dan sedikit menarik nya ke atas."Dasar wanita gila!" bentak nya sambil mendorong gadis ini."Sakit Aiden hentikan.""Rasa sakit itu bahkan tak seberapa dengan rasa sakit yang kau berikan pada kekasih ku."'Deg'Mata nya membulat seolah ada benda yang menggores hati nya, air mata nya bahkan menetes kala mendengar penuturan pria i
Suara itu seolah terdengar seperti ancaman. Namun jika di lihat dan diperhatikan ada nada bicara yang terdengar seolah menyimpan sejuta kesedihan. Aiden menggepalkan tangan kekar nya dan memilih melepaskan cekikan nya kemudian berbaring di sofa. Sebenarnya apa yang ia lakukan itu hanyalah gertakan dan pelampiasan. Pada akhirnya pria ini hanya bisa menghela napas pelan sebelum kegelapan membawa nya ke alam mimpi. Di sisi lain seorang pria tengah berada di kamar siksaan dan mengikat seorang wanita. "Lepaskan aku sialan! Aku ingin bertemu Aiden, aku sangat merindukan nya. Pasti kalian yang menghasut Aiden untuk menjauhi ku bukan?!" Keadaan Luna sekarang benar-benar seperti orang gila. Ia sedari tadi hanya berteriak dan menyalahkan semua orang atas apa yang dialami nya sekarang. Dengan pakaian yang lusuh dan air mata mengering hingga membuat penampilan nya semakin menyedihkan. "Abaikan saja, mungkin dia sudah gila," bisik bodyguard yan
Aiden berlari menghampiri Irene yang sudah terbaring lemas. Tanpa banyak bicara ia segera menggendong gadis ini ke dalam mobil dan menyuruh salah satu anak buah nya untuk mengurus Luna.Rasa gelisah dan kawatir terus menghantui Aiden, ia mendekatkan wajah nya dan membisikan sesuatu pada gadis ini. "Sabarlah sebentar lagi kita sudah sampai dirumah sakit.""Tu-tuan Aiden ...." lirih Irene dengan sisa tenaga nya. Sesuatu di dalam diri pria ini bangun seketika saat mendengar rintihan kesakitan dari mulut Irene. Rasa yang tak pernah ada sebelumnya membuat Aiden sedikit kebingungan dengan apa yang telah terjadi.'Ada apa ini' pikir nya. Entahlah, Aiden merasa setiap detik dan setiap menit nya terasa sangat lama dan menyakitkan. "Sial. Apa tidak bisa lebih cepat!""Maaf Tuan diluar sedang macet." Tanpa menunggu lagi pria ini menggendong Irene keluar dari mobil dan berlari menuju rumah sakit terdekat.Tak peduli setiap langkah yang terbilang tidak beratura
Happy Reading. "Temukan dia sampai dapat!" Suara keras ini memenuhi seluruh penjuru rumah. Aiden benar-benar dibuat kesal oleh tingkah seorang gadis yang tiba-tiba menghilang dari kediaman nya. "Tuan, kami sudah mencari ke seluruh ruangan, tapi belum menemukan dimana Nona Irene berada" Sedikit demi sedikit kesabaran Aiden mulai habis, hingga pada puncak nya ia menyuruh semua orang termasuk pelayan nya pulang dan menjauh dari hadapan nya. "Ck, sial kau dimana," gumam Aiden. Disisi lain seorang gadis tengah terikat di tiang dengan darah yang sudah bercucuran deras hingga membasahi kaki nya. Dengan nafas terengah-engah ia mencoba untuk memfokuskan pengeliatan nya pada satu titik. 'Dimana ini' pikir nya. "Akhirnya kau bangun juga" Suara ini membuat Irene langsung mengalihkan pandangan nya ke sudut gelap disebrang ruangan. "Siapa kau?" tanya Irene kepada wanita bertopeng di depan nya. "Siapa aku? Itu tidak penting. Yang jela
Happy Reading.Terhitung sudah 4 hari ia berada dikediaman Aiden, tak ada satu pun yang aneh kecuali sifat manja dan menjengkelkan dari pria ini yang tak kunjung hilang."Suapi" Seperti ini contoh nya, ketika sedang dimeja makan Aiden tak ingin menyentuh sedikit pun makanan itu tanpa disuapi oleh Irene."Tidak biasanya Tuan ingin makan makanan yang sudah disentuh orang lain," bisik salah satu penjaga yang ada disana.Namun rupa nya suara bisikan sekecil itu pun masih bisa di dengar oleh Aiden. "Kalian kemari ingin bekerja atau bergosip seperti itu?!" Suara bariton ini seolah seperti bunyi petir bagi semua pekerja disana.Tak hanya satu, bahkan semua orang yang tadi nya berkerumun dipojok ruangan itu dengan sekejap menghilang seperti ditelan bumi."Kau galak sekali," gumam Irene sambil tertawa pelan."Hn. Terkadang kita memang harus bersikap tegas kepada orang yang sulit di atur," ujar Aiden sembari menggarap tugas kantor nya yang tak
Happy Reading."Irene kau menunggu apa? Masuklah sayang"Deg!Semua orang disana langsung menatap kearah Aiden yang sedang tersenyum. Mereka benar-benar tak menyangka seorang Aiden Cristover bisa mengatakan hal selembut ini pada seorang gadis. Antara syok dan bahagia itu bercampur menjadi satu disana.Namun berbeda dengan seorang gadis yang justru tengah mengepalkan tangan nya seperti siap untuk menyerang. Mata biru nya dengan tajam menatap Irene yang masuk dikediaman Cristover.'Tenang Luna. Kebahagiaan gadis itu tidak akan lama lagi,'Irene masuk ke kediaman Aiden dan emerlad nya dikejutkan dengan nuansa tenang, dan corak rumah yang bergaya belanda. Aiden membawa Irene masuk lebih dalam hingga berhenti didepan suatu kamar."Mulai sekarang ini adalah kamar mu" Saat itu juga senyuman nya mengembang, kemudian gadis ini menatap wajah Aiden dengan wajah penuh harap. "Terimakasih. Boleh aku berkeliling sebentar?"
Happy Reading.."Kau mencari seseorang nona"Deg!Suara bariton terdengar di pendengaran Irene yang ajaib nya membuat rasa sedih gadis ini menghilang dalam sekejap. "Kau masih disini?" Ada perasaan tidak menyangka kalau pria ini mau berada disini sampai ia bangun dari tidurnya."Kau berniat mengusirku?""Tidak," jawab Irene dengan cepat sambil menggeleng-gelengkan kepala nya."Hm?""Itu ... aku ingin mengatakan sesuatu," ucap Irene dengan ragu-ragu. "Katakan""Aku minta maaf kalau ucapan ku sangat kasar semalam. Dan juga terima kasih banyak karena sudah menyelamatkan ku 2 kali" Aiden yang mendengar hal ini hanya diam. Kemudian setelah dirasa Irene selesai bicara baru ia membalas semua perkataan gadis ini."Jika itu orang lain aku tidak akan peduli saat dia meminta maaf. Tapi karena itu kau ...." Ucapan Aiden terputus sejenak, ia mengamati setiap ekspresi dan gerak gerik dari gadis dihadapan nya ini."I
Happy Reading.Saat Aiden ingin memajukan wajah nya, terlihat Irene yang terkejut dan secara refleks langsung mendorong bahu Aiden dengan kuat.Namun ternyata itu semua sia-sia saja, karena walau begitu kekuatan Aiden jauh lebih besar dari tenaga nya.Karena tak ada pilihan lain akhirnya Irene menyetujui permintaan Aiden saat itu juga.Setelah itu pria ini memberikan sebuah surat perjanjian pada Irene untuk ditanda tangani. Satu demi satu permintaan konyol yang Aiden cantumkan kian membuat Irene merasa jengkel."Perjanjian ini hanya menguntungkan mu, aku tidak mau," sahut Irene.Ia sangat kesal dengan isi dari surat itu. Jika orang lain yang membaca itu pun pasti akan langsung menghajar siapa pun yang membuat nya.Surat perjanjian:1. Pihak pertama yaitu Nona Irene wajib menuruti perintah apapun itu dari Tuan Aiden.2. Nona Irene tidak boleh berdekatan dengan laki-laki manapun kecuali Tuan Aiden.3. Segala y
Entah sudah hari yang ke berapa Irene akhirnya terbangun dari pingsan nya. Sekarang emerlad nya menelisik dimana ia berada sekarang.Namun nihil. Hanya ada sepetak kamar tanpa ranjang dan tempat tidur yang beralaskan tikar dengan bantal.Mengabaikan itu semua, ia mendengar suara pintu yang terbuka membuat nya menjadi posisi siaga sekarang.Irene menyengitkan dahi nya kala melihat beberapa pria yang tengah berdiri di hadapan nya dengan wajah yang cukup mengerikan."Tenanglah gadis kecil, sebentar lagi pasti pangeran mu itu akan datang""Siapa? Dan apa yang kalian lakukan padaku?" Jujur saja Irene panik karena melihat darah yang keluar dari kaki kanan, kepala hingga ke pipi dan di lengan atas nya."Oh, apa kau terkejut melihat luka itu? Sebenarnya kami hanya menggores sedikit saja supaya kau cepat bangun. Dan lihat cara itu berhasil bukan?" Sungguh mendengar itu saja membuat gadis ini merasa sangat takut.Ia hanya bisa berdoa dan