Share

Bab 6

Author: Rohimah
last update Last Updated: 2021-08-19 20:31:55

Bukk!! 

"Hei ..." 

Kedua pria bertubuh besar itu tiba-tiba menyerang Daffa. Bukan apa-apa, hanya saja Daffa belum mempersiapkan dirinya. 

Bukk!!!

"Aarrgghh." 

Kali ini Daffa kena pukulan dari salah satu orang itu. Ini bukan saatnya bermain, Daffa harus bergerak. 

"Kalian belum tau siapa aku ya?" dengan angkuhnya dia. Daffa sudah siap untuk melawan kedua orang itu. 

"Jangan banyak bicara, kalau berani lawan saja!!" 

"Oooo, oke." 

Daffa mengangkat kedua tangan dan mengepalkan keduanya, ia siap melawan dan tak akan mundur lagi. 

Buk, buk, buk!!!

"Heuk ..." 

Tuan Irawan membelalakkan kedua matanya saat tahu orang yang ia bayar mahal itu dapat dikalahkan oleh seorang pelayan restoran. Apa? Pelayan? Orang puluhan juta kalah sama pelayan? Oh my, tak dapat dipercaya. 

"Hei, kenapa kalian malah bonyok. Bangun, dan kalahkan pelayan restoran itu!!" 

"A-ampun Tuan, kami menyerah!!" 

"Apa? Masa cuma gitu doang kalian menyerah? Kalo gitu kalian gak bakal dapat gaji kalian bulan ini." 

Mendengar kata uang, mereka berdua segera bangkit untuk kembali melawan Daffa. Namun, anak muda itu terlihat seperti biasa saja bahkan Daffa masih sanggup melawan mereka. 

"Belum kapok, huh? Oke, kita mulai lagi." 

Kedua orang itu terkesiap saat Daffa kembali mengeluarkan jurusnya. Baru saja bergerak sudah kabur saja. 

Wuss!!!

"Woi, kalian mau kemana? Kalian harus kalahkan pelayan ini. Hei ... sial ...." 

Tuan Irawan kembali menatap Daffa dengan kedua tangan yang ia pangkal kan di pinggangnya. 

"So jagoan juga kamu, huh? Tapi bukan berarti kamu tidak mengganti rugi ya, pelayan." Tuan Irawan melenggang pergi. 

Daffa mengerutkan keningnya heran. Kok ada ya orang kayak gitu. Udah kalah, masih aja pengen uang. Ck ck. 

"Hadeuuh, orang tua satu ini emang gak mau mengalah," gerutu Daffa.

***

"Ck, kemana sih si Daffa ini?" 

Raisa sedang menunggu Daffa di restorannya. Ia hanya cemas jika papanya melarang Daffa agar tidak bekerja lagi di sana. Padahal, Raisa sangat membutuhkan Daffa saat ini. 

Tak selang beberapa menit, akhirnya Daffa muncul juga. Ternyata dugaannya salah, Daffa masih bisa bekerja di restoran miliknya sendiri. Gadis itu langsung berjalan ke arahnya dan menarik tangan Daffa. 

"Eeh, mau dibawa kemana lagi nih?" cetus Daffa. 

"Udah diem aja. Pokoknya hari ini kamu harus temenin aku pergi." 

"Et dah, kemana lagi sih? Non, aku gak mau bikin masalah lagi sama Non dan lagi, aku gak mau menambah ganti rugi sebesar apapun itu. Sudah cukup kemarin papa Non minta ratusan juta dan itupun belum aku bayar."

"Apa? Jadi papa minta kamu buat ganti rugi?" hardiknya. 

"Iya. Pokoknya saya tidak mau punya urusan lagi sama Non. Non bisa kan cari orang lain buat anterin Non, bukan cuma aku aja." 

Namun, keinginan Raisa tidak bisa diganggu gugat. Gadis itu memang keras kepala, ia malah kembali menarik Daffa dan memaksanya untuk masuk ke dalam mobil. 

"Hei, ah elah maksa banget ni cewek. Sudah aku bilang aku gak mau Nona." Daffa terus mengoceh di dalam mobil itu. Dan apa ini? Raisa menempatkannya di bagian setir? Oh tidak. Sebenarnya apa yang gadis itu inginkan? 

"Eh, bisa gak sih diem? Kamu itu cuma pelayan ya, seharusnya pelayan itu dengerin apa kata bosnya. Udah, cepetan jalan." 

Raisa sudah memakai sabuk pengamannya. Ia sudah siap pergi tapi tidak dengan Daffa. Pria itu masih tak percaya dengan sikap gadis itu. Begitu keras kepalanya dia. Bahkan apa yang dia mau harus selalu dituruti. Untung saja Daffa bukan suaminya, kalau iya, bisa gila dia. 

"Kenapa malah melongo gitu? Kamu bisa nyetir kan?" kata Raisa dengan nada tinggi. Gadis ini memang menyebalkan. 

"Bisa, tapi kita mau kemana?" tanya Daffa. 

"Udah jalan aja, nanti aku kasih tau arah mana aja. Jangan bawel deh!!" 

Astaga, ini cewek kenapa sih? Cantiknya hilang kalo kayak gini dan jadi malah lebih menyebalkan lagi. 

***

Tiba di suatu tempat, Daffa juga tidak tahu ini tempat apa, tapi banyak orang di sana dan seperti sedang merayakan suatu pesta. Apa ini pesta pernikahan? Tapi siapa lagi yang dijumpai Raisa kali ini? 

"Non, kita ada dimana?" tanya Daffa. 

"Sstt, diem aja udah." 

Raisa berjalan sambil melihat kanan kiri. Sebenarnya apa yang dia cari? 

Daffa melihat banyak hidangan lezat di sana, karena lapar, pria itu malah berhenti di bagian meja makanan. Dia tak peduli lagi dengan bos nya. Pikirnya lumayan juga, mumpung gratis. 

Raisa masih berjalan, melihat sekitar yang memang dirinya sedang mencari seseorang. Tiba-tiba saja langkahnya terhenti saat ia melihat seorang pria di samping wanita cantik itu. Mereka sedang melangsungkan pernikahan. 

Tak terasa ia menjatuhkan air matanya sangat cepat. Raisa tidak bisa melihat itu semua. Gadis itu lantas pergi dan berlari keluar acara itu. 

Daffa melihatnya, "Loh loh, Non mau kemana? Kenapa malah pergi?" Daffa meletakkan piring itu segera mengejar bos nya. "Non, aduuhh, kenapa lagi tuh cewek. Ah elah repotin amat." 

Daffa melihat Raisa sudah masuk ke dalam mobilnya. Karena ingin tahu, Daffa ikutan masuk dan melihat Raisa sedang menangis pilu di sana. 

"Eh kok nangis sih? Non kenapa? Apa aku bikin salah lagi?" Daffa paling tidak bisa melihat perempuan nangis di depannya. Apalagi dia itu bos nya sendiri. 

"Huaa ..." Bukanya diam malah semakin keras. Ternyata gadis keras kepala itu bisa nangis juga. 

"Daffa ..." panggilnya teriak. 

"Saya di sini Non," jawab Daffa. "Non kenapa?" 

"Evan, Daffa ... Evan, huhu ..." 

"Evan? Siapa Evan?" tanya Daffa tidak mengenali siapa Evan itu. 

"Ternyata benar kata Ani, Evan nikah hari ini Daffa." 

Daffa mengerutkan kening. Memangnya kenapa kalo nikah? 

"Bagus dong, daripada gak nikah kan jadi bujang lapuk ntar!!" 

Huaa ... 

Raisa semakin mengeraskan tangisannya. Ternyata bicara sama Daffa sama aja bohong. Daffa tidak paham bagaimana rasanya dikhianati. 

"Eh lah, kok malah makin tinggi suaranya. Udah ya, cup cup berhenti nangisnya, berisik Non." 

Karena tak mau semakin parah, Daffa dengan mudahnya menarik gadis itu hingga menyentuh tubuhnya. Wangi rambut itu semakin menyentuh hidung Daffa. 'Ahh, lumayan rejeki nomplok, hihi' 

"Iih, Daffa apa-apaan sih. Kenapa main peluk aja. Kamu sengaja mencari kesempatan dalam kesempitan huh?" 

Daffa menyengir. "Hehe, abisnya Non berisik. Emangnya siapa sih Evan itu?" tanya Daffa penasaran. 

"Dia ... hiks ... dia cowok yang aku suka Daffa, aku udah kasih dia apapun yang dia mau, tapi dia malah nikah sama orang lain, huhu. Aku sedih Daffa." 

"Cup cup. Udah gak usah sedih. Masih banyak cowok lain kok yang mau sama Non. Kalau saja Non itu gak keras kepala, mungkin aku juga suka!!" 

"Apa? Ogah banget punya cowok miskin kayak kamu. Mending aku jomblo seumur hidup deh." Dari nangis kok malah kesal. 

"Jangan bicara sembarangan Non, nanti kemakan omongan sendiri loh." 

Raisa menutup kedua telinganya. Ia sudah tidak mau mendengar perkataan Daffa lagi. "Berisik kamu itu, jalan sekarang, kita pulang." 

"Baik, Non." 

Daffa mendengar perintah Raisa, ia langsung menancapkan gas mobil itu. 

***

Sampai di malam hari. Nampaknya mereka belum juga sampai. Raisa bahkan lupa arah mana yang harus ia lewati saat ini. Gadis itu sibuk melamun dari tadi, jadinya kesasar. 

"Kita lewat jalan mana lagi sih Non? Dari tadi cuma muter-muter doang!!" cetus Daffa. 

"Udah deh jangan banyak omong. Jalan aja udah." Raisa mengotak ngatik ponselnya. "Aduuhh, tuh kan mati. Sial banget sih hari ini." 

Daffa hanya menggelengkan kepalanya. Padahal bukan dia saja yang sial, tapi Daffa pun ikut sial juga. 

"Eh eh kenapa ini?" 

Mobil itu terasa berat untuk diinjak, rupanya ada sesuatu yang lebih sial dari itu. 

"Yaahh, kayaknya bensinnya habis Non!!" kata Daffa. 

"Apa? Ya ampun, kenapa bisa gitu sih?" 

Daffa mengangkat kedua bahu. "Gak tau, sebaiknya Non turun dan dorong mobil ini ke pinggir jalan." Daffa memerintahkan. 

"What? Aku? Dorong?" 

"Iya, siapa lagi dong? Kita cuma berdua di sini." 

"Eh, seharusnya kamu yang dorong aku nyetirin ke pinggir, gimana sih. Cepetan turun. Dasar pelayan." 

Daffa berdecak. "Ck, ada-ada aja ni mobil." 

Daffa memutuskan untuk turun dan mendorong mobil itu hingga pinggir jalan. 

"Lelet amat," gerutu Raisa. 

Daffa menghembuskan napasnya lelah. Tidak mudah mendorong mobil sendirian apalagi Raisa sengaja membuatnya lama dengan tidak membelokkan setir itu. Sebenarnya di sini siapa yang salah. 

"Mau cepet gimana, lah mobilnya aja gak dibelokin? Lama-lama bisa mati nih." 

Karena kesal dan lelah juga, Daffa berjalan ke depan dan membuka pintu mobil itu. Tanpa sadar, Raisa yang masih menyender itu malah terjatuh dan berada di atas tubuh Daffa. 

"Eh," memekik. 

"Astaga Non." Daffa merasa sesak.

Sesaat pandangan mereka bertemu. 

"Hei, pada ngapain lo pada?" 

Related chapters

  • The Waitress   01

    PRENG!!! Suara piring serta gelas pecah itu terdengar sangat keras. Semua pecah berantakan. "Dasar pelayan tidak becus, kalau niatmu hanya ingin mengotori pakaianku, sebaiknya kamu keluar saja dari pekerjaanmu." "Ma-maaf Nona, sa-saya tidak sengaja," ucap Daffa memohon. Baru kali ini dia melakukan hal yang tidak diinginkan. Baginya, gadis ini telah menghinanya mentah-mentah. Bukan hanya ingin Daffa keluar dari pekerjaannya sekarang, bahkan gadis sombong itu ingin dirinya bersujud di bawah kakinya. Apa dia gila? Sungguh hal di luar nalar. "Aku ingin pria ini dipecat sekarang juga dari restoran ini. Jika tidak, maka restoran ini harus ditutup selamanya," teriaknya lantang.Daffa bangkit lalu menatap gadis itu dengan malas. "Tapi Nona, saya sudah melakukan apa yang Nona inginkan, bahkan saya

    Last Updated : 2021-07-16
  • The Waitress   02

    Daffa kembali ke kamar kontrakan yang ada di lantai atas, dia melempar map itu dengan kesal. Pertama, dia melihat pacarnya bersama pria lain, dan yang kedua, sampai sore ini surat lamaran kerja itu tidak ada yang menerimanya sama sekali.Hari ini benar-benar sial untuknya. Pria itu lantas melempar tubuhnya ke atas kasur busa yang hanya muat untuk dirinya sendiri. Ia menatap langit-langit meredakan rasa penatnya karena sudah berusaha untuk mencari pekerjaan sebagai perjuangan hidupnya.Tok, tok."Siapa lagi sih, aku lelah, nanti lagi aja datangnya." Daffa berteriak menolak tamu yang datang sore ini. Dirinya begitu lelah, bahkan hanya ingin berbaring saja."Daffa, buka pintunya. Ini sudah tanggal berapa, huh? Sampai kapan kau akan menunggak? Cepat bayar atau kau pergi dari kontrakan saya, saya memberikan kamu tempat buat dibayar bukan gratisan. Woy, Daffa!!" Orang itu terus berteriak

    Last Updated : 2021-07-16
  • The Waitress   03

    Daffa hanya bisa menundukkan kepalanya di depan Alex. Pria berpostur tubuh tinggi itu begitu tak nyaman berada di ruangan petak yang hanya muat satu kamar saja. Oh my, kenapa Daffa bisa sampai bertahan di sini?"Udah lama kamu tinggal di rumah ini?" tanya Alex."Udah, dari awal aku pergi dari rumah," jawab Daffa santai.Alex merasa heran karena Daffa memilih dengan hidup seperti ini, ini bukan tempat yang cocok untuknya."Gimana kalo kamu ikut pulang, Om nyanyain terus, apalagi sama mama kamu. Nggak tega apa liat mama sama ayah kamu stres tiap hari karena terus mikirin kamu, Daff?" Alex terus berusaha membujuk Daffa agar dia segera pulang. Lelaki itu memang keras kepala.Daffa mendekat dan memperhatikan raut wajah Alex, "Pasti kamu dibayar mahal kan sama ayah?"Alex terkekeh, "Hah, aku bahkan tidak mengharapkan imbalan. Sem

    Last Updated : 2021-07-16
  • The Waitress   04

    Sudah 2 hari Daffa bekerja sebagai pelayan restoran, pekerjaannya lumayan bagus dan Daffa adalah pekerja yang teladan. Dia selalu datang tepat waktu. Pak Geo selaku Manager restoran itu merasa puas dengan pekerjaan anak baru itu, Daffa.Seperti biasa, Daffa melayani pelanggannya dengan sopan dan hati-hati. Bahkan sifat keras kepalanya itu hilang begitu saja saat ia sibuk tersenyum di depan para pelanggan. Syukurlah. Selama dua tahun ini Daffa banyak belajar.Tuk, tuk, tuk.Seorang gadis memakai high heels itu sudah mendekati Daffa dan menarik tangannya keluar dari restoran itu. Ada apa ini?"Eh, kenapa ini? Kenapa kau menarik ku?" protes Daffa.Ternyata cengkraman tangan itu begitu erat sehingga Daffa tidak bisa melepaskannya. Dia gadis atau monster sih? batin Daffa."Hei Nona, bisakah kau lepaskan tanganku? Aku sedang beke

    Last Updated : 2021-07-16
  • The Waitress   Bab 5

    Suasana di acara pertunangan Jihan nampak begitu ramai. Banyak kolega bisnis di sana terutama Tuan Irawan, Tuan Chandra dan yang lainnya. Mereka semua ialah kolega bisnis dari Tuan Adira. Tuan Adira sendiri ialah ayah dari Bimo, pria yang hendak bertunangan dengan Jihan. Yang itu artinya Bimo ialah calon suami Jihan karena sebentar lagi mereka akan melangsungkan pernikahan dalam beberapa waktu setelah bertunangan. Semua merasa gembira terkecuali Daffa. Pria itu terlihat begitu tegang terutama saat Raisa menariknya untuk menemui Jihan di sana. "Hei Jihan, selamat ya!! Akhirnya kamu tunangan juga." Raisa memberi selamat kepada Jihan, temannya sewaktu sekolah dulu. "Oh iya, makasih banyak loh Raisa. Kamu ke sini sama siapa?" tanya Jihan. Belum diberitahu pun nampaknya Jihan sudah tahu kalau Raisa datang bersama pria miskin yang hanya bekerja sebagai pelayang restoran. Jih

    Last Updated : 2021-08-18

Latest chapter

  • The Waitress   Bab 6

    Bukk!!"Hei ..."Kedua pria bertubuh besar itu tiba-tiba menyerang Daffa. Bukan apa-apa, hanya saja Daffa belum mempersiapkan dirinya.Bukk!!!"Aarrgghh."Kali ini Daffa kena pukulan dari salah satu orang itu. Ini bukan saatnya bermain, Daffa harus bergerak."Kalian belum tau siapa aku ya?" dengan angkuhnya dia. Daffa sudah siap untuk melawan kedua orang itu."Jangan banyak bicara, kalau berani lawan saja!!""Oooo, oke."Daffa mengangkat kedua tangan dan mengepalkan keduanya, ia siap melawan dan tak akan mundur lagi.Buk, buk, buk!!!"Heuk ..."Tuan Irawan membelalakkan kedua matanya saat tahu orang yang ia bayar mahal itu dapat dikalahkan oleh seorang pelayan restoran. Apa? Pelayan? Orang puluhan juta kalah sama pelayan? Oh my, tak dapat dipercaya."Hei, kenapa kalian malah bonyok. Bangun, dan kalahkan pelayan restoran itu!!"&n

  • The Waitress   Bab 5

    Suasana di acara pertunangan Jihan nampak begitu ramai. Banyak kolega bisnis di sana terutama Tuan Irawan, Tuan Chandra dan yang lainnya. Mereka semua ialah kolega bisnis dari Tuan Adira. Tuan Adira sendiri ialah ayah dari Bimo, pria yang hendak bertunangan dengan Jihan. Yang itu artinya Bimo ialah calon suami Jihan karena sebentar lagi mereka akan melangsungkan pernikahan dalam beberapa waktu setelah bertunangan. Semua merasa gembira terkecuali Daffa. Pria itu terlihat begitu tegang terutama saat Raisa menariknya untuk menemui Jihan di sana. "Hei Jihan, selamat ya!! Akhirnya kamu tunangan juga." Raisa memberi selamat kepada Jihan, temannya sewaktu sekolah dulu. "Oh iya, makasih banyak loh Raisa. Kamu ke sini sama siapa?" tanya Jihan. Belum diberitahu pun nampaknya Jihan sudah tahu kalau Raisa datang bersama pria miskin yang hanya bekerja sebagai pelayang restoran. Jih

  • The Waitress   04

    Sudah 2 hari Daffa bekerja sebagai pelayan restoran, pekerjaannya lumayan bagus dan Daffa adalah pekerja yang teladan. Dia selalu datang tepat waktu. Pak Geo selaku Manager restoran itu merasa puas dengan pekerjaan anak baru itu, Daffa.Seperti biasa, Daffa melayani pelanggannya dengan sopan dan hati-hati. Bahkan sifat keras kepalanya itu hilang begitu saja saat ia sibuk tersenyum di depan para pelanggan. Syukurlah. Selama dua tahun ini Daffa banyak belajar.Tuk, tuk, tuk.Seorang gadis memakai high heels itu sudah mendekati Daffa dan menarik tangannya keluar dari restoran itu. Ada apa ini?"Eh, kenapa ini? Kenapa kau menarik ku?" protes Daffa.Ternyata cengkraman tangan itu begitu erat sehingga Daffa tidak bisa melepaskannya. Dia gadis atau monster sih? batin Daffa."Hei Nona, bisakah kau lepaskan tanganku? Aku sedang beke

  • The Waitress   03

    Daffa hanya bisa menundukkan kepalanya di depan Alex. Pria berpostur tubuh tinggi itu begitu tak nyaman berada di ruangan petak yang hanya muat satu kamar saja. Oh my, kenapa Daffa bisa sampai bertahan di sini?"Udah lama kamu tinggal di rumah ini?" tanya Alex."Udah, dari awal aku pergi dari rumah," jawab Daffa santai.Alex merasa heran karena Daffa memilih dengan hidup seperti ini, ini bukan tempat yang cocok untuknya."Gimana kalo kamu ikut pulang, Om nyanyain terus, apalagi sama mama kamu. Nggak tega apa liat mama sama ayah kamu stres tiap hari karena terus mikirin kamu, Daff?" Alex terus berusaha membujuk Daffa agar dia segera pulang. Lelaki itu memang keras kepala.Daffa mendekat dan memperhatikan raut wajah Alex, "Pasti kamu dibayar mahal kan sama ayah?"Alex terkekeh, "Hah, aku bahkan tidak mengharapkan imbalan. Sem

  • The Waitress   02

    Daffa kembali ke kamar kontrakan yang ada di lantai atas, dia melempar map itu dengan kesal. Pertama, dia melihat pacarnya bersama pria lain, dan yang kedua, sampai sore ini surat lamaran kerja itu tidak ada yang menerimanya sama sekali.Hari ini benar-benar sial untuknya. Pria itu lantas melempar tubuhnya ke atas kasur busa yang hanya muat untuk dirinya sendiri. Ia menatap langit-langit meredakan rasa penatnya karena sudah berusaha untuk mencari pekerjaan sebagai perjuangan hidupnya.Tok, tok."Siapa lagi sih, aku lelah, nanti lagi aja datangnya." Daffa berteriak menolak tamu yang datang sore ini. Dirinya begitu lelah, bahkan hanya ingin berbaring saja."Daffa, buka pintunya. Ini sudah tanggal berapa, huh? Sampai kapan kau akan menunggak? Cepat bayar atau kau pergi dari kontrakan saya, saya memberikan kamu tempat buat dibayar bukan gratisan. Woy, Daffa!!" Orang itu terus berteriak

  • The Waitress   01

    PRENG!!! Suara piring serta gelas pecah itu terdengar sangat keras. Semua pecah berantakan. "Dasar pelayan tidak becus, kalau niatmu hanya ingin mengotori pakaianku, sebaiknya kamu keluar saja dari pekerjaanmu." "Ma-maaf Nona, sa-saya tidak sengaja," ucap Daffa memohon. Baru kali ini dia melakukan hal yang tidak diinginkan. Baginya, gadis ini telah menghinanya mentah-mentah. Bukan hanya ingin Daffa keluar dari pekerjaannya sekarang, bahkan gadis sombong itu ingin dirinya bersujud di bawah kakinya. Apa dia gila? Sungguh hal di luar nalar. "Aku ingin pria ini dipecat sekarang juga dari restoran ini. Jika tidak, maka restoran ini harus ditutup selamanya," teriaknya lantang.Daffa bangkit lalu menatap gadis itu dengan malas. "Tapi Nona, saya sudah melakukan apa yang Nona inginkan, bahkan saya

DMCA.com Protection Status