Share

The Waitress
The Waitress
Penulis: Rohimah

01

Penulis: Rohimah
last update Terakhir Diperbarui: 2021-07-16 16:04:01

PRENG!!!

  Suara piring serta gelas pecah itu terdengar sangat keras. Semua pecah berantakan. 

  "Dasar pelayan tidak becus, kalau niatmu hanya ingin mengotori pakaianku, sebaiknya kamu keluar saja dari pekerjaanmu." 

  "Ma-maaf Nona, sa-saya tidak sengaja," ucap Daffa memohon. 

  Baru kali ini dia melakukan hal yang tidak diinginkan. Baginya, gadis ini telah menghinanya mentah-mentah. Bukan hanya ingin Daffa keluar dari pekerjaannya sekarang, bahkan gadis sombong itu ingin dirinya bersujud di bawah kakinya. Apa dia gila? Sungguh hal di luar nalar. 

  "Aku ingin pria ini dipecat sekarang juga dari restoran ini. Jika tidak, maka restoran ini harus ditutup selamanya," teriaknya lantang. 

 Daffa bangkit lalu menatap gadis itu dengan malas. "Tapi Nona, saya sudah melakukan apa yang Nona inginkan, bahkan saya sudah berlutut di bawah kaki Anda. Apa itu tidak cukup?" 

  Gadis itu lalu menyeringai, sungguh memuakkan. "Kau pikir dengan berlutut saja bisa mengganti pakaianku yang mahal ini, huh?" 

  "Ada apa ini?" 

  Seorang pria paruh baya itu menghampiri keributan pagi ini. Banyak pecahan beling berantakan di sana dan itu semua perbuatan Daffa. 

  Ya, Daffa tidak sengaja melakukannya sebab, saat dia mengantarkan pesanan gadis itu, kakinya tersandung meja makan hingga semua tumpah mengenai dirinya, Raina. 

  Namanya Raina Alexa Kharisma, usianya 23 tahun, dia gadis berparas cantik nan anggun. Rambut panjang lurus terurai sangat rapih dan terurus. Kulitnya putih juga ... seksi. Sungguh menawan. Hanya saja Raina itu gadis yang angkuh dan keras kepala. Apapun keinginannya harus segera terlaksana. Maklum saja, dia terlahir dari seorang pengusaha kaya. Bahkan dia selalu diikuti oleh para pria bertubuh besar. Sebut saja orang itu para Bodyguard nya. 

  Daffa bisa apa jika dirinya sudah dikelilingi oleh para Bodyguard itu. Dia seakan menciut, tak berani melawan. Melawan pun akan percuma karena terlalu banyak lawannya di sana. Daffa hanya menunduk, menerima semua kesalahan yang dia buat. 

  "Anda harus pecat pria ini sekarang juga, atau jika tidak, restoran ini harus ditutup selamanya. Apa perkataanku sudah jelas?" 

  Orang paruh baya itu mengangguk cepat, dirinya juga tak kuasa jika mendapat perintah dari Nona sang Ratu pengusaha. Sedangkan Daffa sudah menatap Manager restoran itu dengan tajam. Sungguh hari yang menyebalkan. 

  "Tapi Pak, saya ..." 

  

  "Daffa, kamu ikut saya ke kantor." 

  Daffa hanya bisa pasrah, dirinya kena pecat pun mau apa? Dia sudah tak kuasa atas segalanya. Semua ada di tangan sang Manager restoran. 

  "Daffa Kenzo Nur Salim." 

  "Pak, Daffa aja, jangan sebut nama panjang saya," protes Daffa. 

  "Memangnya kenapa? Bukankah itu nama asli mu?" 

  "Iya, Pak. Tapi saya geli dengernya." 

  "Nama sendiri kok geli, aneh banget kamu itu. Mulai sekarang dan seterusnya kamu sudah tidak bekerja di sini lagi, Daffa. Kamu saya pecat dan gaji kamu saya potong 50%. Kamu sudah bisa pulang sekarang," tegas Manager restoran. 

  "Tapi, Pak. Saya hanya melakukan itu tanpa sengaja, tolong jangan pecat saya, kalau Bapak pecat saya, saya harus kerja dimana lagi? Cari kerja di Bandung susah, dan aku juga gak bisa balik ke Jakarta, aku gak punya uang buat ke sana. Tolonglah pak, kasihani saya. Saya janji bakal ganti rugi semua yang Nona itu mau, dan saya akan menyicilnya sedikit demi sedikit, lama-lama juga bakal jadi bukit, eh, bukti. Iya Pak, bukti." 

  Daffa memegang tangan sang Manager itu sebab dirinya tidak mau kena pecat. Bagaimana dengan kesehariannya jika memang benar itu terjadi. Sedangkan Daffa hanya mengandalkan gaji dari restoran itu untuk bertahan hidup. 

  "Alah banyak alasan aja kau, kalau kamu gak cari ya gak dapet kerja lah. Daripada restoran saya hilang, lebih baik saya pecat kamu lah. Kamu masih bisa cari kerja di tempat lain kan, carilah sendiri sampai dapat dan saya ingin restoran ini selamat tanpa adanya penutupan. Apa kamu paham?" 

  Pak Junaedi sebagai Manager restoran sekaligus pemiliknya itu melempar sebuah amplop berwarna coklat di depan Daffa. Daffa pun segera mengambilnya. 

"Ini apa, Pak?" tanya Daffa. 

  "Itu gaji kamu yang sudah saya potong 50%. Sekarang cepatlah pergi sebelum Nona itu marah lagi," tegas Pak Junaedi. 

  "Apa Bapak setega itu sama saya?" 

  "Oh harus, saya harus tega. Kalo nggak, ya saya bakalan kehilangan restoran ini, saya tidak mau itu terjadi." 

  "Baiklah jika itu mau Bapak. Tapi, bisakah Bapak tambahkan beberapa persen lagi? Saya belum bayar kos, peralatan mandi saya juga sudah habis, terus saya harus naik angkot dan itu perlu ongkos. Apa Bapak yang baik hati ini mau tambahkan persen lagi?" rayu Daffa. 

  Pak Junaedi mengambil lagi amplop berwarna coklat itu lalu membukanya. Daffa terlihat sangat senang, akhirnya dia berhasil meluluhkan hati Pak Junaedi. 

  "Loh, loh, kok dicabut?" 

  Senyum Daffa tiba-tiba hilang saat Pak Junaedi menarik beberapa lembar uang itu. Oh, tidak. Itu namanya mengurangi, bukan menambahi. Dasar orang tua. 

  "Bukanya kamu mau tambahan persen?" 

  "Lah, itu bukan nambah persen, Pak. Tapi mengurangi persen. Aku gak mau, terimakasih atas gaji nya." 

  Daffa menarik kembali semua miliknya dan langsung pergi. Orang tua ini benar-benar membuat darahnya naik. Bukan hanya dia kehilangan pekerjaan, Pak Junaedi juga ingin mengurangi uang yang selama satu bulan penuh dia cari. Benar-benar mengesalkan. 

  Pak Junaedi hanya terkekeh, "Hei, Daffa. Bukankah kau ingin tambahan persen? Saya kan sudah tambahkan persen untuk saya dan sedikit persen untukmu. Kurang baik apa saya ini?" teriak Pak Junaedi yang tidak mau Daffa dengar. 

  Daffa terus menggerutu di sepanjang jalan menuju keluar restoran sambil melepas celemek yang ia gunakan. 

  Saat di luar, rupanya gadis itu belum pulang juga. Mau apa lagi dia? Kenapa gadis itu masih ada di sana? 

  "Sudah dipecatnya?" 

  Daffa tidak menjawab, dia hanya menatap gadis itu seperti membencinya. Akan tetapi, saat melihat kedua bola mata indah itu, jantung Daffa berpacu sangat cepat. Entah apa yang ia rasakan saat ini. Namun, dia begitu menyukai kedua bola mata cantik itu. Sangat indah. 

  "Apa liat-liat, huh? Kamu suka sama saya? Jangan harap ya, pria miskin." 

  Gadis itu pergi dari hadapan Daffa sambil mengibaskan rambutnya ke wajah Daffa. Daffa hanya bisa menghela napas panjang dan menahan amarahnya. Benar-benar tidak sopan. 

***

  Karena tidak mempunyai pekerjaan, Daffa berniat untuk melamar kerja kembali. Dia sudah membawa surat identitas dirinya dan hari ini semoga saja dia beruntung mendapat pekerjaan yang layak. 

  Daffa sudah tidak punya uang lebih, dia hanya menggunakan angkutan umum saja. Baginya, kendaraan itu sudah yang paling murah. 

  Dua tahun silam, hidupnya sangat enak, apapun terjamin dan semua yang dia mau selalu dituruti. Namun, saat itu Denis, ayah Daffa menginginkannya memegang perusahaan, akan tetapi Daffa tidak mau sebab dia tidak mau pusing memikirkan perusahaan yang dijalankan oleh Denis. Sebagai ayah, Denis terus memaksa Daffa agar dia bisa belajar sedikit demi sedikit. Lagipula, nantinya Daffa yang akan memegang semua saham Kenz Corp. Jika tidak belajar, Daffa bisa apa? 

  Karena kesal, Daffa memutuskan untuk pergi ke kota Bandung untuk menemui Jihan. Jihan sendiri adalah kekasihnya, dia sudah menjalin hubungan selama dua tahun. Namun, selama Daffa berada di Bandung, dia belum menemukan Jihan sampai sekarang. Kembali ke Jakarta pun percuma, Daffa tidak ingin ayahnya terus memaksa dirinya untuk memegang perusahaan. 

  Daffa memutuskan untuk mencari pekerjaan lain untuk bertahan hidup. Dan ini yang dia inginkan. Hidup sendiri tanpa ada yang mengatur. Walaupun pahit, tapi Daffa menyukainya. 

  Kendaraan umum itu berjalan sangat lambat, keringat Daffa sudah mengalir karena gerah. Maklum saja, kendaraan itu tidak ada angin buatan di dalamnya. Daffa mengipasi dirinya menggunakan sebuah berkas di tangannya sendiri. 

  Pandangannya beralih tepat melihat seseorang yang dia kenal di sana. Rupanya gadis itulah yang dia cari selama ini. 

  "Kiri, kiri. Stop pak, stop, ah elahh." 

  Daffa kesal karena sopir angkutan umum itu tidak segera berhenti. Daffa lalu lompat sesuka hati tanpa memberi ongkos, tapi tetap saja angkutan itu terus berjalan. 

  "Gila apa? Dari tadi gak denger pelanggan minta turun, apa orang itu tuli?" gerutu Daffa. 

  Kebetulan Daffa melihat ada kabel putih yang menempel di leher sang sopir. "Pantas saja dia gak denger, telinganya aja ketutup headset gitu." 

  Daffa tersadar, dia ingat lagi tujuannya apa. "Ah, iya. Jihan." 

  Daffa celingukan mencari Jihan di tempat yang tadi dia lihat, rupanya dia masih ada di sana. Untunglah. Daffa pun segera menyebrang jalan dan memastikan jika gadis itu benar-benar Jihan. 

  "Jihan," panggil Daffa. 

  Gadis itu menoleh, "Daffa?" gadis itu bersedekap, melihat penampilan Daffa yang sekarang. Sungguh memalukan. 

  "Akhirnya aku menemukanmu, sayang. Aku begitu merindukanmu." 

  Daffa merentangkan kedua tangannya untuk memeluk gadis itu karena dia begitu rindu. Akan tetapi gadis itu sudah menjauhi Daffa. 

  "Kenapa, Sayang? Apa kamu gak rindu sama aku?" kata Daffa kecewa. 

  Seorang pria datang lalu menggandeng gadis itu di depan Daffa. Daffa melotot tak terima jika wanitanya diambil orang. 

  "Hei, lepaskan tangan cewek gue." Daffa melepas tangan cowok itu dari bahu Jihan. 

  "Daffa, kamu ini apa-apaan sih?" pekik Jihan. "Aku sudah tunangan dan kita sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi ya, Daffa. Kamu itu miskin dan aku gak mau punya suami miskin kayak kamu." 

  "Apa? A-apa maksud kamu? Tunangan? Miskin? Jangan becanda ya, Jihan." Daffa tidak terima dengan semua tuduhan ini. 

  "Udah deh, Daffa. Sebaiknya kamu kembali aja sama kerjaan kamu nganterin makanan itu ke pelanggan. Dan lagi, kamu itu pengecut banget ya, udah ngaku orang kaya tapi nyatanya hanya pelayan restoran kecil, sungguh menjijikan." 

  "Tapi ini semua tidak seperti yang kamu bicarakan, Ji. Aku ..." 

  "Udah ah, aku pergi. Dah Daffa ..." 

  Jihan pergi dengan pria di sampingnya. Daffa melempar berkas itu dengan kesal. 

  "Aarrgghh ... sial. Kenapa hari ini aku benar-benar sial banget sih!!"

Komen (1)
goodnovel comment avatar
alanasyifa11
kayaknya bakal menarik nih,btw author bakal update tiap berapa hari yah..? author ada sosmed engga?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • The Waitress   02

    Daffa kembali ke kamar kontrakan yang ada di lantai atas, dia melempar map itu dengan kesal. Pertama, dia melihat pacarnya bersama pria lain, dan yang kedua, sampai sore ini surat lamaran kerja itu tidak ada yang menerimanya sama sekali.Hari ini benar-benar sial untuknya. Pria itu lantas melempar tubuhnya ke atas kasur busa yang hanya muat untuk dirinya sendiri. Ia menatap langit-langit meredakan rasa penatnya karena sudah berusaha untuk mencari pekerjaan sebagai perjuangan hidupnya.Tok, tok."Siapa lagi sih, aku lelah, nanti lagi aja datangnya." Daffa berteriak menolak tamu yang datang sore ini. Dirinya begitu lelah, bahkan hanya ingin berbaring saja."Daffa, buka pintunya. Ini sudah tanggal berapa, huh? Sampai kapan kau akan menunggak? Cepat bayar atau kau pergi dari kontrakan saya, saya memberikan kamu tempat buat dibayar bukan gratisan. Woy, Daffa!!" Orang itu terus berteriak

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-16
  • The Waitress   03

    Daffa hanya bisa menundukkan kepalanya di depan Alex. Pria berpostur tubuh tinggi itu begitu tak nyaman berada di ruangan petak yang hanya muat satu kamar saja. Oh my, kenapa Daffa bisa sampai bertahan di sini?"Udah lama kamu tinggal di rumah ini?" tanya Alex."Udah, dari awal aku pergi dari rumah," jawab Daffa santai.Alex merasa heran karena Daffa memilih dengan hidup seperti ini, ini bukan tempat yang cocok untuknya."Gimana kalo kamu ikut pulang, Om nyanyain terus, apalagi sama mama kamu. Nggak tega apa liat mama sama ayah kamu stres tiap hari karena terus mikirin kamu, Daff?" Alex terus berusaha membujuk Daffa agar dia segera pulang. Lelaki itu memang keras kepala.Daffa mendekat dan memperhatikan raut wajah Alex, "Pasti kamu dibayar mahal kan sama ayah?"Alex terkekeh, "Hah, aku bahkan tidak mengharapkan imbalan. Sem

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-16
  • The Waitress   04

    Sudah 2 hari Daffa bekerja sebagai pelayan restoran, pekerjaannya lumayan bagus dan Daffa adalah pekerja yang teladan. Dia selalu datang tepat waktu. Pak Geo selaku Manager restoran itu merasa puas dengan pekerjaan anak baru itu, Daffa.Seperti biasa, Daffa melayani pelanggannya dengan sopan dan hati-hati. Bahkan sifat keras kepalanya itu hilang begitu saja saat ia sibuk tersenyum di depan para pelanggan. Syukurlah. Selama dua tahun ini Daffa banyak belajar.Tuk, tuk, tuk.Seorang gadis memakai high heels itu sudah mendekati Daffa dan menarik tangannya keluar dari restoran itu. Ada apa ini?"Eh, kenapa ini? Kenapa kau menarik ku?" protes Daffa.Ternyata cengkraman tangan itu begitu erat sehingga Daffa tidak bisa melepaskannya. Dia gadis atau monster sih? batin Daffa."Hei Nona, bisakah kau lepaskan tanganku? Aku sedang beke

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-16
  • The Waitress   Bab 5

    Suasana di acara pertunangan Jihan nampak begitu ramai. Banyak kolega bisnis di sana terutama Tuan Irawan, Tuan Chandra dan yang lainnya. Mereka semua ialah kolega bisnis dari Tuan Adira. Tuan Adira sendiri ialah ayah dari Bimo, pria yang hendak bertunangan dengan Jihan. Yang itu artinya Bimo ialah calon suami Jihan karena sebentar lagi mereka akan melangsungkan pernikahan dalam beberapa waktu setelah bertunangan. Semua merasa gembira terkecuali Daffa. Pria itu terlihat begitu tegang terutama saat Raisa menariknya untuk menemui Jihan di sana. "Hei Jihan, selamat ya!! Akhirnya kamu tunangan juga." Raisa memberi selamat kepada Jihan, temannya sewaktu sekolah dulu. "Oh iya, makasih banyak loh Raisa. Kamu ke sini sama siapa?" tanya Jihan. Belum diberitahu pun nampaknya Jihan sudah tahu kalau Raisa datang bersama pria miskin yang hanya bekerja sebagai pelayang restoran. Jih

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-18
  • The Waitress   Bab 6

    Bukk!!"Hei ..."Kedua pria bertubuh besar itu tiba-tiba menyerang Daffa. Bukan apa-apa, hanya saja Daffa belum mempersiapkan dirinya.Bukk!!!"Aarrgghh."Kali ini Daffa kena pukulan dari salah satu orang itu. Ini bukan saatnya bermain, Daffa harus bergerak."Kalian belum tau siapa aku ya?" dengan angkuhnya dia. Daffa sudah siap untuk melawan kedua orang itu."Jangan banyak bicara, kalau berani lawan saja!!""Oooo, oke."Daffa mengangkat kedua tangan dan mengepalkan keduanya, ia siap melawan dan tak akan mundur lagi.Buk, buk, buk!!!"Heuk ..."Tuan Irawan membelalakkan kedua matanya saat tahu orang yang ia bayar mahal itu dapat dikalahkan oleh seorang pelayan restoran. Apa? Pelayan? Orang puluhan juta kalah sama pelayan? Oh my, tak dapat dipercaya."Hei, kenapa kalian malah bonyok. Bangun, dan kalahkan pelayan restoran itu!!"&n

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-19

Bab terbaru

  • The Waitress   Bab 6

    Bukk!!"Hei ..."Kedua pria bertubuh besar itu tiba-tiba menyerang Daffa. Bukan apa-apa, hanya saja Daffa belum mempersiapkan dirinya.Bukk!!!"Aarrgghh."Kali ini Daffa kena pukulan dari salah satu orang itu. Ini bukan saatnya bermain, Daffa harus bergerak."Kalian belum tau siapa aku ya?" dengan angkuhnya dia. Daffa sudah siap untuk melawan kedua orang itu."Jangan banyak bicara, kalau berani lawan saja!!""Oooo, oke."Daffa mengangkat kedua tangan dan mengepalkan keduanya, ia siap melawan dan tak akan mundur lagi.Buk, buk, buk!!!"Heuk ..."Tuan Irawan membelalakkan kedua matanya saat tahu orang yang ia bayar mahal itu dapat dikalahkan oleh seorang pelayan restoran. Apa? Pelayan? Orang puluhan juta kalah sama pelayan? Oh my, tak dapat dipercaya."Hei, kenapa kalian malah bonyok. Bangun, dan kalahkan pelayan restoran itu!!"&n

  • The Waitress   Bab 5

    Suasana di acara pertunangan Jihan nampak begitu ramai. Banyak kolega bisnis di sana terutama Tuan Irawan, Tuan Chandra dan yang lainnya. Mereka semua ialah kolega bisnis dari Tuan Adira. Tuan Adira sendiri ialah ayah dari Bimo, pria yang hendak bertunangan dengan Jihan. Yang itu artinya Bimo ialah calon suami Jihan karena sebentar lagi mereka akan melangsungkan pernikahan dalam beberapa waktu setelah bertunangan. Semua merasa gembira terkecuali Daffa. Pria itu terlihat begitu tegang terutama saat Raisa menariknya untuk menemui Jihan di sana. "Hei Jihan, selamat ya!! Akhirnya kamu tunangan juga." Raisa memberi selamat kepada Jihan, temannya sewaktu sekolah dulu. "Oh iya, makasih banyak loh Raisa. Kamu ke sini sama siapa?" tanya Jihan. Belum diberitahu pun nampaknya Jihan sudah tahu kalau Raisa datang bersama pria miskin yang hanya bekerja sebagai pelayang restoran. Jih

  • The Waitress   04

    Sudah 2 hari Daffa bekerja sebagai pelayan restoran, pekerjaannya lumayan bagus dan Daffa adalah pekerja yang teladan. Dia selalu datang tepat waktu. Pak Geo selaku Manager restoran itu merasa puas dengan pekerjaan anak baru itu, Daffa.Seperti biasa, Daffa melayani pelanggannya dengan sopan dan hati-hati. Bahkan sifat keras kepalanya itu hilang begitu saja saat ia sibuk tersenyum di depan para pelanggan. Syukurlah. Selama dua tahun ini Daffa banyak belajar.Tuk, tuk, tuk.Seorang gadis memakai high heels itu sudah mendekati Daffa dan menarik tangannya keluar dari restoran itu. Ada apa ini?"Eh, kenapa ini? Kenapa kau menarik ku?" protes Daffa.Ternyata cengkraman tangan itu begitu erat sehingga Daffa tidak bisa melepaskannya. Dia gadis atau monster sih? batin Daffa."Hei Nona, bisakah kau lepaskan tanganku? Aku sedang beke

  • The Waitress   03

    Daffa hanya bisa menundukkan kepalanya di depan Alex. Pria berpostur tubuh tinggi itu begitu tak nyaman berada di ruangan petak yang hanya muat satu kamar saja. Oh my, kenapa Daffa bisa sampai bertahan di sini?"Udah lama kamu tinggal di rumah ini?" tanya Alex."Udah, dari awal aku pergi dari rumah," jawab Daffa santai.Alex merasa heran karena Daffa memilih dengan hidup seperti ini, ini bukan tempat yang cocok untuknya."Gimana kalo kamu ikut pulang, Om nyanyain terus, apalagi sama mama kamu. Nggak tega apa liat mama sama ayah kamu stres tiap hari karena terus mikirin kamu, Daff?" Alex terus berusaha membujuk Daffa agar dia segera pulang. Lelaki itu memang keras kepala.Daffa mendekat dan memperhatikan raut wajah Alex, "Pasti kamu dibayar mahal kan sama ayah?"Alex terkekeh, "Hah, aku bahkan tidak mengharapkan imbalan. Sem

  • The Waitress   02

    Daffa kembali ke kamar kontrakan yang ada di lantai atas, dia melempar map itu dengan kesal. Pertama, dia melihat pacarnya bersama pria lain, dan yang kedua, sampai sore ini surat lamaran kerja itu tidak ada yang menerimanya sama sekali.Hari ini benar-benar sial untuknya. Pria itu lantas melempar tubuhnya ke atas kasur busa yang hanya muat untuk dirinya sendiri. Ia menatap langit-langit meredakan rasa penatnya karena sudah berusaha untuk mencari pekerjaan sebagai perjuangan hidupnya.Tok, tok."Siapa lagi sih, aku lelah, nanti lagi aja datangnya." Daffa berteriak menolak tamu yang datang sore ini. Dirinya begitu lelah, bahkan hanya ingin berbaring saja."Daffa, buka pintunya. Ini sudah tanggal berapa, huh? Sampai kapan kau akan menunggak? Cepat bayar atau kau pergi dari kontrakan saya, saya memberikan kamu tempat buat dibayar bukan gratisan. Woy, Daffa!!" Orang itu terus berteriak

  • The Waitress   01

    PRENG!!! Suara piring serta gelas pecah itu terdengar sangat keras. Semua pecah berantakan. "Dasar pelayan tidak becus, kalau niatmu hanya ingin mengotori pakaianku, sebaiknya kamu keluar saja dari pekerjaanmu." "Ma-maaf Nona, sa-saya tidak sengaja," ucap Daffa memohon. Baru kali ini dia melakukan hal yang tidak diinginkan. Baginya, gadis ini telah menghinanya mentah-mentah. Bukan hanya ingin Daffa keluar dari pekerjaannya sekarang, bahkan gadis sombong itu ingin dirinya bersujud di bawah kakinya. Apa dia gila? Sungguh hal di luar nalar. "Aku ingin pria ini dipecat sekarang juga dari restoran ini. Jika tidak, maka restoran ini harus ditutup selamanya," teriaknya lantang.Daffa bangkit lalu menatap gadis itu dengan malas. "Tapi Nona, saya sudah melakukan apa yang Nona inginkan, bahkan saya

DMCA.com Protection Status