Sudah 2 hari Daffa bekerja sebagai pelayan restoran, pekerjaannya lumayan bagus dan Daffa adalah pekerja yang teladan. Dia selalu datang tepat waktu. Pak Geo selaku Manager restoran itu merasa puas dengan pekerjaan anak baru itu, Daffa.
Seperti biasa, Daffa melayani pelanggannya dengan sopan dan hati-hati. Bahkan sifat keras kepalanya itu hilang begitu saja saat ia sibuk tersenyum di depan para pelanggan. Syukurlah. Selama dua tahun ini Daffa banyak belajar.
Tuk, tuk, tuk.
Seorang gadis memakai high heels itu sudah mendekati Daffa dan menarik tangannya keluar dari restoran itu. Ada apa ini?
"Eh, kenapa ini? Kenapa kau menarik ku?" protes Daffa.
Ternyata cengkraman tangan itu begitu erat sehingga Daffa tidak bisa melepaskannya. Dia gadis atau monster sih? batin Daffa.
"Hei Nona, bisakah kau lepaskan tanganku? Aku sedang bekerja buat bayar kosanku yang tertunggak dua bulan lagi, apalagi kau memotong gaji ku sebanyak 50%." Daffa terus menggerutu.
Lantas gadis itu melepaskan tangan Daffa dengan kasar. Gadis ini terlalu angkuh baginya. Ia bahkan sudah memangkalkan kedua tangannya di atas pinggang.
"Kau harus temani aku ke acara tunangan temanku malam ini," kata gadis itu.
"Apa? Ogah, aku gak mau!!" Daffa bahkan menolaknya.
Apa-apaan gadis ini, sudah membuatnya kesal malah dia ingin meminta sesuatu padanya. Apa dia konyol?
"Tidak ada yang namanya penolakan atau kau tidak akan pernah mendapat gaji mu sepeserpun. Mau begitu?"
Daffa mendongak kesal, "Oh ya ampun kau ini memang pemaksa ya. Kenapa gak kamu ajak aja pacar kamu atau pria lain kek, yang jelas aku gak mau. Mau kamu pecat aku pun gak masalah, aku bisa cari kerjaan lain yang lebih nyaman dari restoran ini."
Sret!!
"Hei apa yang kamu lakukan? Itukan ijazahku, kenapa malah dirobek sih." Daffa ingin menangis saat melihat harta paling berharga miliknya malah dirobek gadis itu. Benar-benar tak punya sopan santun.
"Biarin, itu sebabnya karena kamu menolak keinginanku. Bagaimana? Apa kau mau aku pecat sekarang juga dan kau pastinya tidak bisa mendapat pekerjaan lagi, heuh?"
"Benar-benar ya!" Daffa mencoba menahan amarahnya, sambil memijit pelipisnya yang mendadak pusing. "Oke, oke, aku temani. Kita ketemuan dimana nanti?"
"Gak usah, kita pergi sekarang," ucap gadis itu lagi.
Daffa menghembuskan napas panjang. "Ini masih sore, Nona. Bukankah tadi kau bilang nanti malam? Biasanya acara tunangan itu berlangsung pukul 8 malam nanti."
"Gak usah banyak ngomong, sebaiknya kamu ikut aku."
Gadis itu lantas menarik tangan Daffa lagi. Ia membawa Daffa ke sebuah butik.
Butik ini seperti istana, semua perlengkapan ada di sana, mulai dari pakaian bermodis, kantor, remaja, hingga aksesoris pun juga banyak tersedia di sana. Untuk pertama kalinya Daffa melihat semua ketersediaan ini. Sangat menakjubkan.
"Kenapa? Pria miskin sepertimu kayaknya baru pertama kali liat barang mewah seperti ini, kan? Pilih aja semua yang cocok untukmu, lagipula semua ini pasti gratis untukku." Gadis itu bersikap begitu sombongnya. Oh ya ampun, dia bahkan mengingatkan Daffa di masa lalu.
"Kenapa musti gratis? Bisa bangkrut ntar kalo semuanya gratis. Kau ini benar-benar sombong, Nona."
"Hei, aku gak sombong ya!! Jelas gratis lah, butik fashion ini punya ayahku, apapun yang aku mau tinggal ambil, haha." Gadis itu tertawa lepas. Daffa hanya melihatnya dengan tatapan dingin. "Kenapa? Gak suka."
"Terserah!!"
Daffa lantas berjalan memilih pakaian yang cocok untuknya. Ia sangat mengerti fashion, apalagi dengan bahan yang ia tahu dari sang Ayah. Kebetulan sekali.
Bahkan Daffa memilih pakaian nomor 1 di butik itu tanpa diberi tahu. Apa-apaan ini, bisa-bisa gadis itu kena amuk ayahnya.
Tapi tak masalah, toh dia juga bebas memilih apapun. Namun, ia kagum sama Daffa yang bisa memilih pakaian itu. Rupanya pria miskin ini punya penilaian fashion juga, batinnya.
Daffa keluar dari ruang ganti itu, gadis itu hanya bisa menganga tak percaya, rupanya pria miskin ini begitu keren baginya.
"Gimana? Cocok gak setelan yang aku pilih ini?" kata Daffa sedikit membanggakan dirinya yang terlihat tampan memukau.
Gadis itu menutup mulutnya, "Biasa aja." Dia kemudian melenggang pergi dari sana dan memilih pakaian untuknya.
"Sini, biar aku pilihkan untukmu."
Gadis itu menepis tangan Daffa yang hendak memegang gaun untuk sang gadis. "Gak usah, tanganmu kotor, bisa-bisa kau merusaknya. Udah, sebaiknya kamu tunggu di luar sana!!"
Terpaksa, Daffa keluar dan menunggunya di dalam mobil.
***
Malam ini Daffa dan gadis itu memasuki acara pertunangan temannya. Sepanjang perjalanan bahkan sampai sekarang pun Daffa tak henti melihat gadis itu karena baginya dia gadis tercantik sedunia.
"Sebaiknya kamu jangan terus melihat ke arahku. Aku malu, tau."
Daffa terkekeh, ia kembali fokus dan berusaha menjadi pendamping yang baik untuk gadis itu.
"Baiklah, Nona."
"Panggil aku Raisa," kata gadis itu.
"Raisa? Rupanya namamu cantik juga, sama kayak orangnya, hihi." Daffa cengengesan.
Plak.
Ia langsung menutup mulutnya setelah gadis yang bernama Raisa itu memukul wajahnya dengan tas kecil yang ada di dalam genggamannya. Gadis ini benar-benar menyebalkan.
"Fokus aja fokus."
"I-iya, baiklah."
"Raisa, kamu ada di sini juga, sayang?"
Seorang pria paruh baya itu menghampiri Daffa dan Raisa yang sudah masuk ke dalam gedung pertunangan temannya. Pria paruh baya itu sedang asik bercakap dengan rekannya. Namun, saat itu juga beliau mengetahui kehadiran Raisa.
"Papa, kok Papa ada di sini sih?"
"Iya, kebetulan papa diundang sama Tuan Haidar, kamu sendiri? Oh iya, siapa pria ini?"
"Temanku yang undang aku, ini Daffa, dia ..."
"Halo, Om. Saya Daffa pelayan restoran milik Nona Raisa." Daffa sengaja memperkenalkan dirinya. Namun Tuan Irawan tidak mau menjabat tangan Daffa.
Tuan Irawan lantas menarik putrinya agar menjauh dari Daffa.
"Raisa, ngapain kamu ngajak pegawai kamu ke acara ini? Memalukan. Jangan bilang pakaian yang dia pakai kamu ambil dari butik papa!!"
Raisa terlihat bingung, entah apa yang harus ia katakan sekarang.
"Itu, euhh ..."
"Raisa, kamu ... berapa pria lagi yang harus kamu manjakan, huh? Apalagi dia hanya seorang pelayan. Sesudah acara ini papa ingin dia mengganti semua yang kamu ambil dari butik. Dan ingat, dia harus menggantinya dengan uang dia sendiri, kamu jangan membantunya, paham?" tegas Tuan Irawan memberi peringatan kepada putrinya.
Raisa hanya mengangguk. Sementara Daffa hanya bisa tersenyum di sana.
***
"Dimana Daffa? Kenapa dia tidak ada di kontrakannya, bukankah seharusnya dia sudah pulang?" gumamnya.
Drrtt, drrtt.
"Iya, Om, kayaknya Daffa sudah pergi ke acara pertunangannya Jihan. Om langsung aja ke sana nanti Alex nyusul."
Alex menutup sambungan telpon itu dan langsung menancap pedal gas menuju tempat Jihan bertunangan. Ia terus menghubungi Daffa dan sialnya nomor Daffa tidak bisa dihubungi.
Alex memukul setir itu dengan kesal. Kenapa Daffa tidak bisa dihubungi sama sekali.
Setelah sampai di gedung itu, kebetulan sekali Alex melihat Daffa berada di luar. Dalam pikirannya, mungkin Daffa sedang menunggunya di sana.
Daffa terlihat sangat tampan dengan setelan jas itu, dirinya seperti Daffa yang dulu yang selalu modis dan terlihat sangat rapih.
Alex lantas menghampiri pria yang sedang melamun dan duduk di atas bangku kayu itu. "Woy, udah lama nunggu?"
Daffa hampir terkejut karena ulah saudaranya itu. "Alex? Ngapain kamu ke sini?"
"Anak ini, bukankah hari ini aku mengajakmu buat temani aku ke acara tunangan Jihan? Aku sempat ke rumahmu tadi, ternyata kau sudah ada di sini. Kenapa gak hubungi aku dulu kalo kamu udah dateng?" gerutu Alex.
Daffa menundukkan kepalanya. "Entahlah, kayaknya aku selalu sial kalo sama gadis itu. Aku bahkan tidak tau kalo ini adalah tempat dimana Jihan bertunangan. Kalau aku tau sebelumnya, maka aku gak sudi datang ke sini."
"Hei, kamu ini ngomong apa?" Alex bahkan tak mengerti apa yang Daffa bicarakan.
"Daffa ..."
Seorang wanita itu berlari, memeluk Daffa dengan semua rasa rindu selama ini. Tak hanya wanita itu, bahkan pria tua pun ikut memeluknya juga. Mereka begitu merindukan sosok Daffa selama dua tahun terakhir.
"Gimana kabar kamu, Nak? Mama kangen sama kamu."
"Opa juga." Salim.
"Ayah juga." Denis.
"Kamu gak usah peluk cucuku." Salim.
"Pi, dia kan anakku!!" Denis.
"Denis, biarkan Salim memeluk Daffa sepuasnya, dialah cucu kesayangannya." Kenzo.
Keluarga itu bahkan rela datang ke acara pertunangan yang bagi mereka tidak penting. Namun karena kehadiran Daffa, acara itu menjadi sangat penting untuk mereka sekeluarga.
Daffa terus mencoba melepas pelukan itu karena ini terlalu sesak baginya. Orang tua ini benar-benar ingin dia mati.
"Pi, Daffa sesak itu. Lepasin dia," protes Denis, ayah Daffa.
Salim pun melepaskan pelukannya lalu menepuk pundak Daffa. "Kamu harus pulang sekarang, Daffa. Opa gak mau kamu minggat lagi dari rumah."
"Iya, sebaiknya kamu pulang, sayang. Mama gak mau kamu jauh-jauh sama mama."
Daffa menggelengkan kepalanya, ia menolak. "Nggak, Ma. Daffa udah nyaman sendirian," jawab Daffa.
"Pulanglah, Daffa. Ayah janji gak bakalan paksa kami buat pegang perusahaan. Sebagai gantinya, ayah mau kasih kamu ini lagi."
Denis memberikan black card itu lagi sama Daffa yang sempat Daffa berikan padanya dua tahun lalu. Daffa hanya menatap black card itu dari telapak tangannya. Ia masih berpikir.
"Hei pelayan, rupanya kau ada di sini. Ayo masuk, kamu harus temani aku ke acara tunangan Jihan temanku."
Gadis itu malah menarik Daffa, bahkan Daffa tak sempat mengatakan sesuatu lagi kepada semua keluarganya. Raisa sudah sangat keterlaluan.
"Siapa gadis itu? Gak punya sopan santun dia. Beraninya dia menggusur cucuku." Salim menggerutu.
"Apa kau tau siapa dia, Alex?" tanya Denis.
"Nggak, Om. Mungkin itu pacar Daffa yang baru. Dia kan sering gonta ganti cewek," jawab Alex.
"Apa? Cari tau dia siapa dan dari golongan mana, A atau B," gerutu Salim kembali.
"Memangnya darah ada golongannya? Kau itu masih saja selalu mandang orang dari kaya miskinnya, Lim." Kali ini Kenzo angkat bicara.
"Diam kau pria tua."
"Kau juga pria tua."
Suasana di acara pertunangan Jihan nampak begitu ramai. Banyak kolega bisnis di sana terutama Tuan Irawan, Tuan Chandra dan yang lainnya. Mereka semua ialah kolega bisnis dari Tuan Adira. Tuan Adira sendiri ialah ayah dari Bimo, pria yang hendak bertunangan dengan Jihan. Yang itu artinya Bimo ialah calon suami Jihan karena sebentar lagi mereka akan melangsungkan pernikahan dalam beberapa waktu setelah bertunangan. Semua merasa gembira terkecuali Daffa. Pria itu terlihat begitu tegang terutama saat Raisa menariknya untuk menemui Jihan di sana. "Hei Jihan, selamat ya!! Akhirnya kamu tunangan juga." Raisa memberi selamat kepada Jihan, temannya sewaktu sekolah dulu. "Oh iya, makasih banyak loh Raisa. Kamu ke sini sama siapa?" tanya Jihan. Belum diberitahu pun nampaknya Jihan sudah tahu kalau Raisa datang bersama pria miskin yang hanya bekerja sebagai pelayang restoran. Jih
Bukk!!"Hei ..."Kedua pria bertubuh besar itu tiba-tiba menyerang Daffa. Bukan apa-apa, hanya saja Daffa belum mempersiapkan dirinya.Bukk!!!"Aarrgghh."Kali ini Daffa kena pukulan dari salah satu orang itu. Ini bukan saatnya bermain, Daffa harus bergerak."Kalian belum tau siapa aku ya?" dengan angkuhnya dia. Daffa sudah siap untuk melawan kedua orang itu."Jangan banyak bicara, kalau berani lawan saja!!""Oooo, oke."Daffa mengangkat kedua tangan dan mengepalkan keduanya, ia siap melawan dan tak akan mundur lagi.Buk, buk, buk!!!"Heuk ..."Tuan Irawan membelalakkan kedua matanya saat tahu orang yang ia bayar mahal itu dapat dikalahkan oleh seorang pelayan restoran. Apa? Pelayan? Orang puluhan juta kalah sama pelayan? Oh my, tak dapat dipercaya."Hei, kenapa kalian malah bonyok. Bangun, dan kalahkan pelayan restoran itu!!"&n
PRENG!!! Suara piring serta gelas pecah itu terdengar sangat keras. Semua pecah berantakan. "Dasar pelayan tidak becus, kalau niatmu hanya ingin mengotori pakaianku, sebaiknya kamu keluar saja dari pekerjaanmu." "Ma-maaf Nona, sa-saya tidak sengaja," ucap Daffa memohon. Baru kali ini dia melakukan hal yang tidak diinginkan. Baginya, gadis ini telah menghinanya mentah-mentah. Bukan hanya ingin Daffa keluar dari pekerjaannya sekarang, bahkan gadis sombong itu ingin dirinya bersujud di bawah kakinya. Apa dia gila? Sungguh hal di luar nalar. "Aku ingin pria ini dipecat sekarang juga dari restoran ini. Jika tidak, maka restoran ini harus ditutup selamanya," teriaknya lantang.Daffa bangkit lalu menatap gadis itu dengan malas. "Tapi Nona, saya sudah melakukan apa yang Nona inginkan, bahkan saya
Daffa kembali ke kamar kontrakan yang ada di lantai atas, dia melempar map itu dengan kesal. Pertama, dia melihat pacarnya bersama pria lain, dan yang kedua, sampai sore ini surat lamaran kerja itu tidak ada yang menerimanya sama sekali.Hari ini benar-benar sial untuknya. Pria itu lantas melempar tubuhnya ke atas kasur busa yang hanya muat untuk dirinya sendiri. Ia menatap langit-langit meredakan rasa penatnya karena sudah berusaha untuk mencari pekerjaan sebagai perjuangan hidupnya.Tok, tok."Siapa lagi sih, aku lelah, nanti lagi aja datangnya." Daffa berteriak menolak tamu yang datang sore ini. Dirinya begitu lelah, bahkan hanya ingin berbaring saja."Daffa, buka pintunya. Ini sudah tanggal berapa, huh? Sampai kapan kau akan menunggak? Cepat bayar atau kau pergi dari kontrakan saya, saya memberikan kamu tempat buat dibayar bukan gratisan. Woy, Daffa!!" Orang itu terus berteriak
Daffa hanya bisa menundukkan kepalanya di depan Alex. Pria berpostur tubuh tinggi itu begitu tak nyaman berada di ruangan petak yang hanya muat satu kamar saja. Oh my, kenapa Daffa bisa sampai bertahan di sini?"Udah lama kamu tinggal di rumah ini?" tanya Alex."Udah, dari awal aku pergi dari rumah," jawab Daffa santai.Alex merasa heran karena Daffa memilih dengan hidup seperti ini, ini bukan tempat yang cocok untuknya."Gimana kalo kamu ikut pulang, Om nyanyain terus, apalagi sama mama kamu. Nggak tega apa liat mama sama ayah kamu stres tiap hari karena terus mikirin kamu, Daff?" Alex terus berusaha membujuk Daffa agar dia segera pulang. Lelaki itu memang keras kepala.Daffa mendekat dan memperhatikan raut wajah Alex, "Pasti kamu dibayar mahal kan sama ayah?"Alex terkekeh, "Hah, aku bahkan tidak mengharapkan imbalan. Sem
Bukk!!"Hei ..."Kedua pria bertubuh besar itu tiba-tiba menyerang Daffa. Bukan apa-apa, hanya saja Daffa belum mempersiapkan dirinya.Bukk!!!"Aarrgghh."Kali ini Daffa kena pukulan dari salah satu orang itu. Ini bukan saatnya bermain, Daffa harus bergerak."Kalian belum tau siapa aku ya?" dengan angkuhnya dia. Daffa sudah siap untuk melawan kedua orang itu."Jangan banyak bicara, kalau berani lawan saja!!""Oooo, oke."Daffa mengangkat kedua tangan dan mengepalkan keduanya, ia siap melawan dan tak akan mundur lagi.Buk, buk, buk!!!"Heuk ..."Tuan Irawan membelalakkan kedua matanya saat tahu orang yang ia bayar mahal itu dapat dikalahkan oleh seorang pelayan restoran. Apa? Pelayan? Orang puluhan juta kalah sama pelayan? Oh my, tak dapat dipercaya."Hei, kenapa kalian malah bonyok. Bangun, dan kalahkan pelayan restoran itu!!"&n
Suasana di acara pertunangan Jihan nampak begitu ramai. Banyak kolega bisnis di sana terutama Tuan Irawan, Tuan Chandra dan yang lainnya. Mereka semua ialah kolega bisnis dari Tuan Adira. Tuan Adira sendiri ialah ayah dari Bimo, pria yang hendak bertunangan dengan Jihan. Yang itu artinya Bimo ialah calon suami Jihan karena sebentar lagi mereka akan melangsungkan pernikahan dalam beberapa waktu setelah bertunangan. Semua merasa gembira terkecuali Daffa. Pria itu terlihat begitu tegang terutama saat Raisa menariknya untuk menemui Jihan di sana. "Hei Jihan, selamat ya!! Akhirnya kamu tunangan juga." Raisa memberi selamat kepada Jihan, temannya sewaktu sekolah dulu. "Oh iya, makasih banyak loh Raisa. Kamu ke sini sama siapa?" tanya Jihan. Belum diberitahu pun nampaknya Jihan sudah tahu kalau Raisa datang bersama pria miskin yang hanya bekerja sebagai pelayang restoran. Jih
Sudah 2 hari Daffa bekerja sebagai pelayan restoran, pekerjaannya lumayan bagus dan Daffa adalah pekerja yang teladan. Dia selalu datang tepat waktu. Pak Geo selaku Manager restoran itu merasa puas dengan pekerjaan anak baru itu, Daffa.Seperti biasa, Daffa melayani pelanggannya dengan sopan dan hati-hati. Bahkan sifat keras kepalanya itu hilang begitu saja saat ia sibuk tersenyum di depan para pelanggan. Syukurlah. Selama dua tahun ini Daffa banyak belajar.Tuk, tuk, tuk.Seorang gadis memakai high heels itu sudah mendekati Daffa dan menarik tangannya keluar dari restoran itu. Ada apa ini?"Eh, kenapa ini? Kenapa kau menarik ku?" protes Daffa.Ternyata cengkraman tangan itu begitu erat sehingga Daffa tidak bisa melepaskannya. Dia gadis atau monster sih? batin Daffa."Hei Nona, bisakah kau lepaskan tanganku? Aku sedang beke
Daffa hanya bisa menundukkan kepalanya di depan Alex. Pria berpostur tubuh tinggi itu begitu tak nyaman berada di ruangan petak yang hanya muat satu kamar saja. Oh my, kenapa Daffa bisa sampai bertahan di sini?"Udah lama kamu tinggal di rumah ini?" tanya Alex."Udah, dari awal aku pergi dari rumah," jawab Daffa santai.Alex merasa heran karena Daffa memilih dengan hidup seperti ini, ini bukan tempat yang cocok untuknya."Gimana kalo kamu ikut pulang, Om nyanyain terus, apalagi sama mama kamu. Nggak tega apa liat mama sama ayah kamu stres tiap hari karena terus mikirin kamu, Daff?" Alex terus berusaha membujuk Daffa agar dia segera pulang. Lelaki itu memang keras kepala.Daffa mendekat dan memperhatikan raut wajah Alex, "Pasti kamu dibayar mahal kan sama ayah?"Alex terkekeh, "Hah, aku bahkan tidak mengharapkan imbalan. Sem
Daffa kembali ke kamar kontrakan yang ada di lantai atas, dia melempar map itu dengan kesal. Pertama, dia melihat pacarnya bersama pria lain, dan yang kedua, sampai sore ini surat lamaran kerja itu tidak ada yang menerimanya sama sekali.Hari ini benar-benar sial untuknya. Pria itu lantas melempar tubuhnya ke atas kasur busa yang hanya muat untuk dirinya sendiri. Ia menatap langit-langit meredakan rasa penatnya karena sudah berusaha untuk mencari pekerjaan sebagai perjuangan hidupnya.Tok, tok."Siapa lagi sih, aku lelah, nanti lagi aja datangnya." Daffa berteriak menolak tamu yang datang sore ini. Dirinya begitu lelah, bahkan hanya ingin berbaring saja."Daffa, buka pintunya. Ini sudah tanggal berapa, huh? Sampai kapan kau akan menunggak? Cepat bayar atau kau pergi dari kontrakan saya, saya memberikan kamu tempat buat dibayar bukan gratisan. Woy, Daffa!!" Orang itu terus berteriak
PRENG!!! Suara piring serta gelas pecah itu terdengar sangat keras. Semua pecah berantakan. "Dasar pelayan tidak becus, kalau niatmu hanya ingin mengotori pakaianku, sebaiknya kamu keluar saja dari pekerjaanmu." "Ma-maaf Nona, sa-saya tidak sengaja," ucap Daffa memohon. Baru kali ini dia melakukan hal yang tidak diinginkan. Baginya, gadis ini telah menghinanya mentah-mentah. Bukan hanya ingin Daffa keluar dari pekerjaannya sekarang, bahkan gadis sombong itu ingin dirinya bersujud di bawah kakinya. Apa dia gila? Sungguh hal di luar nalar. "Aku ingin pria ini dipecat sekarang juga dari restoran ini. Jika tidak, maka restoran ini harus ditutup selamanya," teriaknya lantang.Daffa bangkit lalu menatap gadis itu dengan malas. "Tapi Nona, saya sudah melakukan apa yang Nona inginkan, bahkan saya