"Baiklah. Kau tenang saja, selesaikan saja masalahmu," ujar Tony menenangkan sambil menepuk bahu Dominique.
Dominique lalu bergegas mengurus semua pekerjaan yang belum selesai dan tinggal sedikit lagi. Sisanya, ia meminta sang sekretaris untuk berkoordinasi dengan Tony untuk beberapa hari kedepan, dari rapat dengan beberapa klien, kunjungan ke percetakan, dan evaluasi mingguan. Setelah selesai berkoordinasi dengan sekretarisnya, Dominique pulang ke mansion untuk berkemas secepat mungkin.Dominique memesan tiket pada hari itu juga untuk penerbangan terakhir. Untung saja masih ada tiket tersisa. Ia lalu gegas menuju Los Angeles untuk transit menuju Paris.Dominique berangkat dari New Orleans menuju Los Angeles pukul 16.00. Perbedaan waktu kedua kota itu adalah empat jam--lebih cepat New Orleans. Maka Dominique sampai di Los Angeles masih pukul 16.00 sedangkan di New Orleans sudah pukul 20.00.Setelah beristirahat sebentar dan makan malam, DominiqSinar matahari menembus jendela memasuki setiap kamar-kamar pagi itu. Bukan saja kehangatan, tetapi keindahannya menemani siapa saja yang bangun pagi itu. Dominique gegas pergi mandi dan berpakaian. Setelah itu, dia bersiap untuk mulai mencari Aubrey. Sedangkan, Aubrey dan Amelia bangun lebih pagi dan sudah menyelesaikan sarapan mereka. Pagi itu, mereka sudah berada di aula dan melihat sampai mana persiapan acara pameran. Berbagai macam lukisan dari mahakarya ternama sudah terpasang sesuai urutan tema. Terlihat Damien yang berpakaian rapi dengan jas berwarna biru laut berjalan mendekat ke arah dimana Aubrey dan Amelia berdiri. "Selamat pagi! Bagaimana tidur kalian, nyenyak?" tanya Damien menyapa Aubrey dan Amelia. Tampaknya, ia sudah mengetahui lebih jauh tentang Aubrey. "Oh, Tuan Damien. Tentu saja tidur kami nyenyak. Fasilitas yang disediakan perusahaan sangat luar biasa," jawab Amelia. "Kau kenal pria ini, Mel?" tanya Aubrey. "Oh
Beberapa saat sebelum kejadian di aula. Dominique keluar dari kamarnya dan mulai bertanya kepada setiap orang yang ditemuinya. Namun, sepagi itu dia mencari hasilnya masih nihil. Dominique mencoba mendinginkan pikirannya. Ia pergi ke restoran untuk mengisi perutnya terlebih dahulu. Sambil menikmati sarapan, ia terus menyusun rencana kemana akan mencari Aubrey. Saat sedang menikmatinya hidangannya, Dominique mendengar obrolan beberapa penyewa hotel sedang membicarakan pameran lukisan yang akan diselenggarakan di Le Bristol pagi itu. Ia lalu menanyakan perihal yang didengar kepada karyawan hotel. Setelah mendapatkan informasi, dengan senyum mengembang Dominique gegas menuju aula pameran. Seketika senyum lebar di bibir Dominique menghilang melihat pemandangan yang tidak mengenakkan hati di hadapannya. Wanita yang dia cintai dan beberapa saat lalu mengabaikannya sedang bercengkrama bahagia bersama pria lain. Gejolak yang dirasakan tubuhnya membuat Dominique gelap mat
Hari sudah mulai malam. Aubrey meninggalkan Amelia yang masih berada di Aula. Pikiran yang menumpuk sedari tadi ia tepiskan demi lancarnya acara. Karena itu, ia terlihat kelelahan baik fisik maupun mental. Bunyi pantofel bergema di selasar Le Bristol. Aubrey berdiri di depan pintu lift yang akan naik. Dengan perlahan ia memijat keningnya yang terasa pening dan perlahan menghela napas. Dalam hatinya terbesit kecewa yang begitu dalam akan sikap Dominique. Apalagi setelah kejadian pagi tadi, tidak sedikit pun Dominique pergi mencari dirinya untuk menjelaskan semua. "Aubrey," ucap seseorang yang menyadarkan Aubrey dari lamunannya. "Hai, Tuan Damien.""Damien. Just Damien.""Tapi ….""No! No tapi. Bisakah kita bicara sebentar? Kau belum makan malam 'kan? Aku harap tidak ada penolakan," ucap Damien memelas. "Baiklah, sebentar saja ya?""Oke."Damien tersenyum karena Aubrey menerima ajakan makan malamnya.
Damien dan Aubrey memasuki restoran mewah dekat Le Bristol. Di sana mereka memesan beberapa hidangan dan makan dengan santai. Meskipun Aubrey terlihat banyak pikiran, tetapi Damien mampu menghibur dan memecah rasa canggung. "Kamu oke?" tanya Damien sambil menyentuh tangan Aubrey yang berada di atas meja. "It's oke." Aubrey menarik tangannya dari genggaman Damien. Ia tidak ingin Dominique melihat dan masalah di antara mereka makin membesar.Ada sedikit kecewa di hati Damien. Ia berpikir, tampaknya Aubrey sangat mencintai Dominique. Ya, Damien mengenal Dominique. Pasalnya mereka adalah saingan di bisnis periklanan. Siapa yang tidak mengenal Dominique, pemimpin dingin bertangan besi dalam menjatuhkan lawannya. "Kalau kau ingin bercerita aku bisa menjadi pendengar yang baik." Damien menawarkan diri. "It's okay, aku hanya kelelahan. Bisakah kita selesaikan ini secepat mungkin?""Baiklah. Kau makan saja terlebih dahulu."Rupanya Damien terlalu berharap
Mentari pagi telah datang menyapa. Aubrey yang masih bergelung di balik selimut merasakan panas dari sinar tersebut yang menembus jendela kamar. Ia lalu kembali menarik selimut dan tidur. Amelia yang sudah dulu berpakaian rapi dan bersiap untuk sarapan menghampiri Aubrey. "Brey, kau tidak sarapan? Ayo, bangun!""Hmmm, aku masih ngantuk. Kau pergilah lebih dulu.""Kau yakin tidak mau mengisi perutmu terlebih dahulu?""Amelia, pergilah ya! Sekarang aku mau tidur dulu.""Baiklah. Ingat, kalau kau butuh teman untuk bicara ada aku. Sekarang, aku mau ke pameran dulu, ya!"Aubrey menjawab dengan anggukan. Amelia sambil menggeleng berlalu meninggalkan Aubrey yang menghilang di balik selimut. Kemudian, ia pergi untuk sarapan terlebih dahulu sebelum menuju aula pameran. Di restoran, terlihat Damien sedang menyantap hidangan yang ada di hadapannya dengan begitu nikmat. Amelia menghampiri dan menyapa atasannya itu. "Bo
"Dia?" Aubrey kebingungan sampai dahinya berkerut. "Ya, pria yang kemarin menghadang kita di lobi," ujar Damien. "Kau menguping pembicaraan kami?""Hanya sedikit.""Damien," lirih Aubrey menahan kekecewaan. "Maaf. Aku hanya takut …." Damien menghentikan kalimatnya. "Sudah, apapun masalah kalian cepat selesaikan. Dia sekarang ada di restoran, pergilah," sela Amelia menutupi kesalahan Damien. Aubrey mengangguk dan pergi dari hadapan mereka menuju restoran setelah berpamitan. Di sana Aubrey langsung mencari keberadaan Dominique. Ia melihat pujaan hatinya itu sedang menyesap secangkir minuman hangat. Matanya memandang jauh ke arah depan dan tidak menyadari kehadirannya. Aubrey berhenti sejenak. Ia menarik napas panjang dan memejamkan matanya sesaat. Setelah agak tenang, dengan mantap ia melangkah ke arah Dominique dan langsung duduk di hadapannya"Sweetheart!" seru Dominique bahagia sambil menggenggam
"Damn, aku baru ingat kalau aku tidak memiliki kontaknya. Semoga saja dia belum jauh." Dominique gegas mencari keberadaan Aubrey. Ia mengikuti hingga sampai ke arah lift berada. Aubrey yang keluar dari restoran langsung menuju ke kamarnya. Ia berdiri di depan lift menunggu giliran untuk naik. Rupanya Damien masih menunggu sedari tadi. Ia yang berdiri di sudut selasar ketika melihat Aubrey langsung menghampiri. "Brey." Damien menyapa Aubrey. "Damien. Sedang apa kau di situ? Jangan bilang kalau kau menungguku, bukankah seharusnya kau ada di pameran?" tanya Aubrey langsung tanpa basa-basi. Sedikit banyaknya Aubrey mengetahui bila ada lawan jenis yang mendekatinya. "Ya, aku menunggumu. I'm so sorry atas sikapku semalam. Aku hanya takut dia berbuat kasar lagi padamu, tidak sengaja aku malah mendengar percakapan kalian." Damien menjelaskan karena tidak ingin dijauhi Aubrey. "Kau tidak usah khawatir. Aku akan bersikap lebih baik lagi mulai
Selain masih mencintai Dominique. Sebenarnya, Aubrey sudah mulai tenang saat memikirkan perihal balas dendam Dominique. Bagaimanapun juga, ada kesalahan yang diperbuat oleh Aubrey. Sehingga membuat Dominique berpikir seperti itu. Namun, saat mulai menerima dan melupakan. Malah kata-kata kasar dari Dominique membuat memperuncing keadaan hubungan mereka kembali. "Seharusnya kau tidak berkata seperti itu. Selain menyakiti hati, semua itu juga sama saja kau menganggap aku mudah sekali tebar pesona." Aubrey bergumam, kemudian menghela napas. Sambil menunggu pesanannya. Aubrey merebahkan tubuhnya di atas kasur. Tidak lama terdengar suara ketukan di depan pintu kamarnya. Ia pun berdiri dan mengecek siapa yang berada di depan pintu. "Dom!" Aubrey terkejut Dominique sudah berdiri di depan pintu. "Ini, kau belum sarapan tadi. Makanlah, aku akan kembali ke kamarku lagi." Dominique menyodorkan senampan sarapan. "Tapi, aku sudah memesan makanan.
"Kurang ajar! Dia bahkan berani menemui kau seorang diri untuk adiknya," ucap Dominique menahan marah. Dia menggenggam tangannya begitu keras hingga memerah buku-buku jarinya. "Lupakanlah itu, Dom! Yang terpenting sekarang kau tutup rapat masalah ini dan biarkan semuanya berlalu." Aubrey membuat permintaan kepada Dominique. Dia mencoba merayu sang suami agar menutup masalah ini. Aubrey hanya ingin hidup tenang tanpa ada masalah lagi dalam rumah tangganya. Masalah Reno, dia juga pura-pura tidak mendengar dan mengetahuinya. "Tapi ….""Tidak ada tapi. Turuti saja permintaanku, oke! Aku sudah berjanji padanya." Aubrey berbicara lagi sambil memohon. "Kau yang berjanji, bukan aku," tolak Dominique. "Dominique!" Aubrey menatap tajam ke arah suaminya itu. "Oke, oke. Kali ini akan kumaafkan, tapi tidak ada untuk lain kali." Dominique mengalah. Aubrey tampak bahagia dan langs
Setelah selesai berbincang dengan Damien, Aubrey mencari keberadaan Bella. Dengan berlari kecil dia menghampiri Bella yang tengah memilih sepatu di toko merk terkenal. "Mami.""Hei! Kau sudah selesai dengan urusanmu?""Hmmm.""Mana temanmu? Tidak diajak sekalian?""Oh tidak. Dia hanya menyapa saja.""Setelah ini kita ke mana?""Makan siang saja dulu, lalu pulang, ya, Mi!""Loh, kau bosan, ya?""Tidak, Mi. Hanya saja aku mau ke kantor Dominique dulu, bagaimana boleh tidak?""Ya, boleh dong. Kau mau langsung ke sana atau pulang dulu?""Sepertinya, langsung saja, Mi.""Oke, kalau begitu."Setelah selesai menikmati acara makan siang mereka, Bella mengantar Aubrey ke perusahaan Dominique lebih dulu. Lalu, dia kembali ke mansion Hameed. Aubrey gegas menuju lobi resepsionis setelah turun dari mo
Setelah pulang ke Mansion Hameed. Aubrey dan Bella berencana akan menghabiskan waktu bersama untuk berkeliling pusat perbelanjaan keesokan harinya. Dengan sangat antusias, mereka menyiapkan segala sesuatunya. Keesokan hari pun tiba. Dominique sibuk dengan rutinitas perusahaan dan Aubrey bersama Bella melaksanakan rencana yang telah mereka buat kemarin. Mereka bergaya mengenakan dress santai selutut dengan warna senada. Sebelum berangkat, mereka menyempatkan diri menyelesaikan rutinitas di mansion terlebih dahulu. Matahari sudah agak meninggi sinarnya. Aubrey dan Bella pun bergegas pergi menuju pusat perbelanjaan The Outlet Collection at Riverwalk. Di sana mereka sibuk memilih barang apa saja yang akan mereka beli. Pasalnya, ini adalah pengalaman Aubrey berbelanja dengan seorang ibu. Biasanya, dia hanya membeli secara daring dan meminta seseorang untuk membelikan. Di sisi lain, Carlos yang sedang membuntuti mereka menelepon Damien untuk me
Damien memikirkan ucapan Carlos dan tampak setuju saran bawahannya itu. Dia lalu menelepon seseorang untuk mendukung pelaksanaan rencananya mengasingkan Dahlia. "Siapkan tiket dan tempat terbaik di Inggris. Pastikan Dominique tidak dapat menemukan keberadaannya. Tenang saja, aku akan memberikan berapapun yang kau pinta."Damien memutuskan sambungan telepon. Dia memanggil beberapa pelayan untuk menyiapkan keperluan Dahlia. Setelah selesai memberi perintah, dia gegas kembali ke perusahaannya. Dahlia yang berada di dalam kamar terlihat kesal dan mengacak-acak bantal yang berada di tempat tidur. Sekali-sekali dia memaki karena kesal Carlos berkata yang sebenarnya kepada Damien. Suara pintu diketuk, Dahlia berhenti mengamuk. Dia membuka pintu dan melihat dua orang pelayan berdiri di hadapannya. "Ada apa?" tanya Dahlia ketus. "Maaf, Nona. Tuan Damien menyuruh kami merapikan barang-barang anda," jawab
Dengan emosi dan napas terlihat memburu, Damien gegas turun dari mobil dan mencari keberadaan Dahlia. Suaranya menggema di seluruh ruangan karena meneriakkan nama adiknya. Seluruh pelayan yang mendengar ketakutan dan tidak berani mendekat. "Apa, sih, Kak? Suaramu begitu keras, dapat menakuti semua makhluk di rumah ini, tahu!" seru Dahlia yang keluar dari kamarnya. "Sini kau! Aku ingin bicara denganmu!" Damien menghampiri Dahlia dan menarik tangannya. "Easy, Kak! Apa yang sedang kau lakukan, sih?" tanya Dahlia tanpa perasaan bersalah. "Kau tidak usah berpura-pura lagi. Carlos sudah menceritakan semua."Dahlia menatap Carlos yang tertunduk begitu dalam. Kemudian, beralih ke arah Damien. "What you talkin about?""Dengar, kau hampir membunuh pewaris Calandre. Bodohnya lagi, hanya karena masalah cinta. Kau tidak berpikir apa akibatnya untuk keluarga Trust!"Dahlia tertawa. "Bukankah kau dan aku sama?""Kau." Damien menggantung tangannya di ud
Dominique memijat keningnya. "Kau, Damien! Bagaimana masalah dengan adikmu? Semua sudah jelas sekarang." Dominique ganti bertanya dengan Damien dengan penuh pene"Aku akan berbicara dengan adikku, Dom. Aku harap kau bisa menahannya lebih dahulu dan tidak melibatkan polisi." Damien memohon kepada Dominique. Dominique melirik ke arah Tony, seolah meminta pendapat kepadanya. Tony menjawab dengan anggukan kepala. "Baiklah! Karena kau memiliki iktikad baik dan mau membantu. Aku akan berikan waktu tiga hari untuk menyelesaikan masalah ini. Selanjutnya, kita lihat saja nanti." Dominique berbicara dengan Damien. Damien dan Carlos pun pergi dari kantor Dominique menuju mansion Trust untuk bertanya kepada Dahlia. Sedangkan, Reno memberitahu bahwa dia dan Aubrey memiliki janji bertemu di kantor pengacara keluarga Calandre. Karena masih marah dan cemburu. Juga satu yang pasti, Dom tidak ingin melihat dan
"Take it easy, Dom! Aku akan menceritakan semuanya," ujar Reno sambil mengempaskan tangan Dominique. Reno menghela napas panjang. Dengan santai dia duduk di sofa yang berada di kantor Dominique. Tony pun meminta sahabatnya untuk tenang sambil mendengarkan penjelasan Reno. Lalu, semua orang di sana mendengarkan dengan saksama apa yang akan diberitahukan oleh Reno. "Puluhan tahun lalu, aku adalah seorang anak yatim piatu yang kebetulan bertemu dengan pengurus yayasan Calandre.""Saat itu, aku kelaparan dan kedinginan di jalan. Jika aku tidak bertemu Nyonya Lusi, maka aku sudah menjadi seorang penjahat di dunia ini.""Di yayasan aku diperlakukan dengan sangat baik. Meskipun, aku sering menyendiri dan membuat masalah.""Siang itu, mentari begitu sejuk. Terlihat seorang pria paruh baya menggandeng seorang anak perempuan yang terlihat sangat sedih di wajahnya, sama sepertiku. Namun, dia sangat cantik sekali. Hatiku be
Di kantor, Dominique mengundang beberapa orang untuk bertemu. Setelah, selepas pagi tadi dia mendapatkan telepon dari Damien. Di sana sudah ada Tony, Damien, Dominique, dan tentu saja pelaku yang mencelakai Aubrey, Carlos. "Kita tinggal menunggu Reno. Walau bagaimanapun juga dia harus tahu. Selain dia adalah bagian keluarga Calandre, masalah ini juga berkaitan dengan dirinya," ucap Dominique kepada Tony. Mereka menunggu kedatangan Reno setelah memberitahukan apa yang telah mereka dapat. Terlihat jelas di wajah Dominique menahan amarah saat melihat Carlos. Memang dia belum tahu cerita keseluruhannya, tetapi pria sangar itu berkata bahwa ada hubungannya dengan Reno, maka dia berbuat seperti itu. Berkali-kali terlihat Tony menenangkan suasana hati Dominique agar tidak bertindak di luar nalar. Walau bagaimanapun juga, mereka belum tahu kebenarannya. "Dominique. Aku 'kan sudah membantumu untuk menyelesaikan masalah ini. Jika, se
Matahari bersinar terik. Serpihan cahaya menembus melalui jendela yang telah terbuka gordennya. Merasa terganggu oleh rasa hangat yang menerpa wajah, Aubrey terbangun. Lalu, dia meraba kasur di sebelahnya tempat Dominique tertidur. Namun, kosong. Aubrey mendudukkan tubuhnya. Dia memindai sekitar, mencari keberadaan sang suami. Sepi, Aubrey lalu beranjak dari tempat tidurnya menuju ke lantai dasar mansion Calandre. Para pelayan sudah berada di tempatnya masing-masing mengerjakan semua tugas yang diberikan. Melihat kedatangan Aubrey mereka pun menyapa dengan hormat majikan mereka semua. "Morning semua!" sapa Aubrey. "By the way, kalian lihat suamiku?" lanjut Aubrey. "Pagi-pagi sekali Tuan Dominique sudah berangkat, Non. Beliau hanya berpesan, kalau Nona bertanya, nanti Tuan Muda akan menelepon katanya." Pelayan menjelaskan. "Baiklah, terima kasih."Aubrey kemudian mengambil posisi d