"Dia?" Aubrey kebingungan sampai dahinya berkerut.
"Ya, pria yang kemarin menghadang kita di lobi," ujar Damien."Kau menguping pembicaraan kami?""Hanya sedikit.""Damien," lirih Aubrey menahan kekecewaan."Maaf. Aku hanya takut …." Damien menghentikan kalimatnya."Sudah, apapun masalah kalian cepat selesaikan. Dia sekarang ada di restoran, pergilah," sela Amelia menutupi kesalahan Damien.Aubrey mengangguk dan pergi dari hadapan mereka menuju restoran setelah berpamitan. Di sana Aubrey langsung mencari keberadaan Dominique. Ia melihat pujaan hatinya itu sedang menyesap secangkir minuman hangat. Matanya memandang jauh ke arah depan dan tidak menyadari kehadirannya.Aubrey berhenti sejenak. Ia menarik napas panjang dan memejamkan matanya sesaat. Setelah agak tenang, dengan mantap ia melangkah ke arah Dominique dan langsung duduk di hadapannya"Sweetheart!" seru Dominique bahagia sambil menggenggam"Damn, aku baru ingat kalau aku tidak memiliki kontaknya. Semoga saja dia belum jauh." Dominique gegas mencari keberadaan Aubrey. Ia mengikuti hingga sampai ke arah lift berada. Aubrey yang keluar dari restoran langsung menuju ke kamarnya. Ia berdiri di depan lift menunggu giliran untuk naik. Rupanya Damien masih menunggu sedari tadi. Ia yang berdiri di sudut selasar ketika melihat Aubrey langsung menghampiri. "Brey." Damien menyapa Aubrey. "Damien. Sedang apa kau di situ? Jangan bilang kalau kau menungguku, bukankah seharusnya kau ada di pameran?" tanya Aubrey langsung tanpa basa-basi. Sedikit banyaknya Aubrey mengetahui bila ada lawan jenis yang mendekatinya. "Ya, aku menunggumu. I'm so sorry atas sikapku semalam. Aku hanya takut dia berbuat kasar lagi padamu, tidak sengaja aku malah mendengar percakapan kalian." Damien menjelaskan karena tidak ingin dijauhi Aubrey. "Kau tidak usah khawatir. Aku akan bersikap lebih baik lagi mulai
Selain masih mencintai Dominique. Sebenarnya, Aubrey sudah mulai tenang saat memikirkan perihal balas dendam Dominique. Bagaimanapun juga, ada kesalahan yang diperbuat oleh Aubrey. Sehingga membuat Dominique berpikir seperti itu. Namun, saat mulai menerima dan melupakan. Malah kata-kata kasar dari Dominique membuat memperuncing keadaan hubungan mereka kembali. "Seharusnya kau tidak berkata seperti itu. Selain menyakiti hati, semua itu juga sama saja kau menganggap aku mudah sekali tebar pesona." Aubrey bergumam, kemudian menghela napas. Sambil menunggu pesanannya. Aubrey merebahkan tubuhnya di atas kasur. Tidak lama terdengar suara ketukan di depan pintu kamarnya. Ia pun berdiri dan mengecek siapa yang berada di depan pintu. "Dom!" Aubrey terkejut Dominique sudah berdiri di depan pintu. "Ini, kau belum sarapan tadi. Makanlah, aku akan kembali ke kamarku lagi." Dominique menyodorkan senampan sarapan. "Tapi, aku sudah memesan makanan.
Saat sedang asyik dan larut dalam rasa yang membara. Terdengar suara anak kunci disusul pintu terbuka. Ternyata, Amelia kembali dari pameran. Sungguh hal tidak terduga membuyarkan kebahagiaan dan kegiatan Aubrey dan Dominique. Mereka yang panik karena ada orang yang memasuki ruangan, bergegas merapikan baju masing-masing. Amelia yang terkejut dan sadar karena telah mengganggu aktivitas dua insan yang sedang dimabuk asmara, menjadi canggung dan tidak enak hati. "Sorry, lanjutkan, lanjutkan." Amelia tersenyum, kemudian beranjak keluar. "Oh, tidak usah. Biar aku saja yang pergi." Dominique berdiri sambil merapikan sedikit bajunya yang masih berantakan. Aubrey yang melihat Dominique dan Amelia yang begitu kikuk hanya dapat tersenyum kecil. Kemudian berusaha mengalihkan kecanggungan mereka. "Ada apa Amelia? Ayo ke sini!" sela Aubrey memecahkan kecanggungan dan meminta Amelia duduk di sebelahnya. "Oh tidak ada apa-apa, aku hanya mengecek k
Keluar dari Le Bristol, mata Aubrey langsung tertuju ke arah Bailly Gallery–Modern, Post-War Art & Design–Famous Art Paintings. Jaraknya yang hanya satu menit dari Le Bristol membuat Aubrey gegas untuk memasuki tempat tersebut. Di sana terdapat kurang lebih karya 40 artis tergantung dengan ciri khas dan kelebihan masing-masing. Dengan pengalaman 30 tahun di bidangnya Bailly Gallery menjadi galeri yang memiliki banyak peminat dan tidak pernah sepi pengunjung. Aubrey berdiri di sebuah ruangan besar yang menggantung lukisan-lukisan indah dengan masing-masing karakter goresan pena. Dengan seksama ia memindai beberapa lukisan yang membuat dirinya tertarik. Saat sedang asyik menikmati lukisan. Terlihat di kejauhan seorang wanita yang amat dia kenal berjalan bersama beberapa orang yang sambil menerangkan beberapa lukisan. "Cassandra! Ah, rupanya dia akan bekerja sama dengan galeri ini. Aku harus pergi secepatnya, kalau tidak pasti ia akan memulai ker
Dominique menghela napas dan memandang jauh ke depan sambil sekali-sekali mencecap kopi di hadapannya. Aubrey yang sedang melanjutkan makannya sekali-sekali teralihkan dengan sikap Dominique. Setelah selesai acara makan mereka. Dominique mengajak Aubrey ke Rue du Faubourg Saint-Honoré–sebuah jalan di arondisemen ke-8 Paris, Prancis. Relatif sempit dan tidak mencolok, terutama dibandingkan dengan Avenue des Champs-Élysées di dekatnya, jalan ini dipuji sebagai salah satu jalan paling mewah dan modis di dunia berkat kehadiran hampir setiap rumah mode global utama, Istana lysée (kediaman resmi Presiden Prancis), Hôtel de Pontalba (kediaman Duta Besar Amerika Serikat untuk Prancis), Kedutaan Besar Kanada, Kedutaan Besar Inggris dan berbagai galeri seni.Aubrey sangat bahagia sekali di kota tersebut karena dimana-mana sejauh mata memandang banyak hasil karya seni yang sangat indah. "Kau suka?" tanya Dominique tersenyum sambil menggandeng tangan wanita yang dic
"Dom, tolong aku!" Amelia memelas dengan raut wajah yang dibuat-buat. "Kau berbicara denganku?" tanya Dominique sambil menoleh dengan wajah datar. "Tentu saja," jawab Amelia sambil merentangkan kedua tangannya. Dominique menghela napas. Sebenarnya, ia enggan meladeni wanita yang banyak sering ia temui seperti Amelia ini. Dia sudah terbiasa dengan sikap Cassandra, jadi tidak asing bila bertemu dengan model seperti itu lagi. Saat ia melangkah dan ingin membantu. Seorang Bellboy lewat di hadapan mereka. Dominique yang melihat kesempatan di depan mata itu langsung menggunakannya. Ia memanggil Bellboy tersebut dan memintanya untuk membantu Amelia yang terjatuh. Kemudian, ia pergi menaiki lift menuju ke bawah. Amelia yang kesal melihat perilaku Dominique, langsung menepis tangan Bellboy tersebut dan berdiri seketika. Bellboy tersebut yang mengetahui bahwa Amelia hanya berpura-pura untuk menarik perhatian Dominique, hanya bisa mengedikkan b
"Damn, wanita itu lagi. Sepertinya ia sengaja mendekatkan Damien kepada Aubrey. Lihat saja, aku akan melakukan hal yang tidak pernah kalian duga."Dominique meremas ponselnya dan segera mungkin menyelesaikan pekerjaannya. Setelah berpamitan kepada klien yang ditemui, Dominique gegas menyusul ke restoran Le Bristol Hotel. Sebelum menuju ke Le Bristol, Dominique membeli buket mawar di La Ferme de Floris. Setelah beberapa menit perjalanan, Dominique sampai di Le Bristol dan langsung menuju Restoran. "Sweetheart, so sorry ada pekerjaan mendadak yang harus kukerjakan." Dominique mengecup lembut kening Aubrey. "It's oke, kami juga baru memesan. Aku sudah pesankan beberapa untukmu, semoga kau suka ya?""Apapun yang kau hidangkan untukku, aku pasti suka. Thanks, ya."Dominique mengecup lembut punggung tangan Aubrey. Amelia dan Damien yang duduk di hadapan mereka hanya bisa terdiam sambil memperhatikan dengan canggung. Tanpa mereka sad
"Bukannya kalian masih bertunangan, ya? Itu tidak baik untukmu Aubrey, sekamar dengan seorang pria dan sering melakukan hal itu. Akan mengganggu imagemu nanti." Damien berujar untuk mencegah niat Aubrey untuk bermalam dengan Dominique. "Hei! Kau pikir aku wanita seperti apa? Aku hanya akan sekamar dengan tunanganku, juga belum tentu melakukan hal yang kau sebutkan itu. Kau pikir aku seorang jalang yang dengan mudah menyerahkan diri begitu saja. Oh ya satu lagi, Dominique bukan sekadar tunanganku saja. Dia akan menjadi suamiku, tiga bulan lagi."Aubrey tampak marah dan berapi-api, lalu ia mengajak Dominique untuk meninggalkan acara makan malam mereka. "Asal kamu tahu Tuan Damien. Aku bukanlah penjahat kelamin yang sering meniduri banyak wanita. Jadi tenang saja, kau tidak usah mengkhawatirkan tunanganku karena dia ada yang menjaga. Oh ya, selamat menikmati makan malam kalian. Billnya sudah menjadi tanggung jawabku."Dominique dan Aubrey pergi me
"Kurang ajar! Dia bahkan berani menemui kau seorang diri untuk adiknya," ucap Dominique menahan marah. Dia menggenggam tangannya begitu keras hingga memerah buku-buku jarinya. "Lupakanlah itu, Dom! Yang terpenting sekarang kau tutup rapat masalah ini dan biarkan semuanya berlalu." Aubrey membuat permintaan kepada Dominique. Dia mencoba merayu sang suami agar menutup masalah ini. Aubrey hanya ingin hidup tenang tanpa ada masalah lagi dalam rumah tangganya. Masalah Reno, dia juga pura-pura tidak mendengar dan mengetahuinya. "Tapi ….""Tidak ada tapi. Turuti saja permintaanku, oke! Aku sudah berjanji padanya." Aubrey berbicara lagi sambil memohon. "Kau yang berjanji, bukan aku," tolak Dominique. "Dominique!" Aubrey menatap tajam ke arah suaminya itu. "Oke, oke. Kali ini akan kumaafkan, tapi tidak ada untuk lain kali." Dominique mengalah. Aubrey tampak bahagia dan langs
Setelah selesai berbincang dengan Damien, Aubrey mencari keberadaan Bella. Dengan berlari kecil dia menghampiri Bella yang tengah memilih sepatu di toko merk terkenal. "Mami.""Hei! Kau sudah selesai dengan urusanmu?""Hmmm.""Mana temanmu? Tidak diajak sekalian?""Oh tidak. Dia hanya menyapa saja.""Setelah ini kita ke mana?""Makan siang saja dulu, lalu pulang, ya, Mi!""Loh, kau bosan, ya?""Tidak, Mi. Hanya saja aku mau ke kantor Dominique dulu, bagaimana boleh tidak?""Ya, boleh dong. Kau mau langsung ke sana atau pulang dulu?""Sepertinya, langsung saja, Mi.""Oke, kalau begitu."Setelah selesai menikmati acara makan siang mereka, Bella mengantar Aubrey ke perusahaan Dominique lebih dulu. Lalu, dia kembali ke mansion Hameed. Aubrey gegas menuju lobi resepsionis setelah turun dari mo
Setelah pulang ke Mansion Hameed. Aubrey dan Bella berencana akan menghabiskan waktu bersama untuk berkeliling pusat perbelanjaan keesokan harinya. Dengan sangat antusias, mereka menyiapkan segala sesuatunya. Keesokan hari pun tiba. Dominique sibuk dengan rutinitas perusahaan dan Aubrey bersama Bella melaksanakan rencana yang telah mereka buat kemarin. Mereka bergaya mengenakan dress santai selutut dengan warna senada. Sebelum berangkat, mereka menyempatkan diri menyelesaikan rutinitas di mansion terlebih dahulu. Matahari sudah agak meninggi sinarnya. Aubrey dan Bella pun bergegas pergi menuju pusat perbelanjaan The Outlet Collection at Riverwalk. Di sana mereka sibuk memilih barang apa saja yang akan mereka beli. Pasalnya, ini adalah pengalaman Aubrey berbelanja dengan seorang ibu. Biasanya, dia hanya membeli secara daring dan meminta seseorang untuk membelikan. Di sisi lain, Carlos yang sedang membuntuti mereka menelepon Damien untuk me
Damien memikirkan ucapan Carlos dan tampak setuju saran bawahannya itu. Dia lalu menelepon seseorang untuk mendukung pelaksanaan rencananya mengasingkan Dahlia. "Siapkan tiket dan tempat terbaik di Inggris. Pastikan Dominique tidak dapat menemukan keberadaannya. Tenang saja, aku akan memberikan berapapun yang kau pinta."Damien memutuskan sambungan telepon. Dia memanggil beberapa pelayan untuk menyiapkan keperluan Dahlia. Setelah selesai memberi perintah, dia gegas kembali ke perusahaannya. Dahlia yang berada di dalam kamar terlihat kesal dan mengacak-acak bantal yang berada di tempat tidur. Sekali-sekali dia memaki karena kesal Carlos berkata yang sebenarnya kepada Damien. Suara pintu diketuk, Dahlia berhenti mengamuk. Dia membuka pintu dan melihat dua orang pelayan berdiri di hadapannya. "Ada apa?" tanya Dahlia ketus. "Maaf, Nona. Tuan Damien menyuruh kami merapikan barang-barang anda," jawab
Dengan emosi dan napas terlihat memburu, Damien gegas turun dari mobil dan mencari keberadaan Dahlia. Suaranya menggema di seluruh ruangan karena meneriakkan nama adiknya. Seluruh pelayan yang mendengar ketakutan dan tidak berani mendekat. "Apa, sih, Kak? Suaramu begitu keras, dapat menakuti semua makhluk di rumah ini, tahu!" seru Dahlia yang keluar dari kamarnya. "Sini kau! Aku ingin bicara denganmu!" Damien menghampiri Dahlia dan menarik tangannya. "Easy, Kak! Apa yang sedang kau lakukan, sih?" tanya Dahlia tanpa perasaan bersalah. "Kau tidak usah berpura-pura lagi. Carlos sudah menceritakan semua."Dahlia menatap Carlos yang tertunduk begitu dalam. Kemudian, beralih ke arah Damien. "What you talkin about?""Dengar, kau hampir membunuh pewaris Calandre. Bodohnya lagi, hanya karena masalah cinta. Kau tidak berpikir apa akibatnya untuk keluarga Trust!"Dahlia tertawa. "Bukankah kau dan aku sama?""Kau." Damien menggantung tangannya di ud
Dominique memijat keningnya. "Kau, Damien! Bagaimana masalah dengan adikmu? Semua sudah jelas sekarang." Dominique ganti bertanya dengan Damien dengan penuh pene"Aku akan berbicara dengan adikku, Dom. Aku harap kau bisa menahannya lebih dahulu dan tidak melibatkan polisi." Damien memohon kepada Dominique. Dominique melirik ke arah Tony, seolah meminta pendapat kepadanya. Tony menjawab dengan anggukan kepala. "Baiklah! Karena kau memiliki iktikad baik dan mau membantu. Aku akan berikan waktu tiga hari untuk menyelesaikan masalah ini. Selanjutnya, kita lihat saja nanti." Dominique berbicara dengan Damien. Damien dan Carlos pun pergi dari kantor Dominique menuju mansion Trust untuk bertanya kepada Dahlia. Sedangkan, Reno memberitahu bahwa dia dan Aubrey memiliki janji bertemu di kantor pengacara keluarga Calandre. Karena masih marah dan cemburu. Juga satu yang pasti, Dom tidak ingin melihat dan
"Take it easy, Dom! Aku akan menceritakan semuanya," ujar Reno sambil mengempaskan tangan Dominique. Reno menghela napas panjang. Dengan santai dia duduk di sofa yang berada di kantor Dominique. Tony pun meminta sahabatnya untuk tenang sambil mendengarkan penjelasan Reno. Lalu, semua orang di sana mendengarkan dengan saksama apa yang akan diberitahukan oleh Reno. "Puluhan tahun lalu, aku adalah seorang anak yatim piatu yang kebetulan bertemu dengan pengurus yayasan Calandre.""Saat itu, aku kelaparan dan kedinginan di jalan. Jika aku tidak bertemu Nyonya Lusi, maka aku sudah menjadi seorang penjahat di dunia ini.""Di yayasan aku diperlakukan dengan sangat baik. Meskipun, aku sering menyendiri dan membuat masalah.""Siang itu, mentari begitu sejuk. Terlihat seorang pria paruh baya menggandeng seorang anak perempuan yang terlihat sangat sedih di wajahnya, sama sepertiku. Namun, dia sangat cantik sekali. Hatiku be
Di kantor, Dominique mengundang beberapa orang untuk bertemu. Setelah, selepas pagi tadi dia mendapatkan telepon dari Damien. Di sana sudah ada Tony, Damien, Dominique, dan tentu saja pelaku yang mencelakai Aubrey, Carlos. "Kita tinggal menunggu Reno. Walau bagaimanapun juga dia harus tahu. Selain dia adalah bagian keluarga Calandre, masalah ini juga berkaitan dengan dirinya," ucap Dominique kepada Tony. Mereka menunggu kedatangan Reno setelah memberitahukan apa yang telah mereka dapat. Terlihat jelas di wajah Dominique menahan amarah saat melihat Carlos. Memang dia belum tahu cerita keseluruhannya, tetapi pria sangar itu berkata bahwa ada hubungannya dengan Reno, maka dia berbuat seperti itu. Berkali-kali terlihat Tony menenangkan suasana hati Dominique agar tidak bertindak di luar nalar. Walau bagaimanapun juga, mereka belum tahu kebenarannya. "Dominique. Aku 'kan sudah membantumu untuk menyelesaikan masalah ini. Jika, se
Matahari bersinar terik. Serpihan cahaya menembus melalui jendela yang telah terbuka gordennya. Merasa terganggu oleh rasa hangat yang menerpa wajah, Aubrey terbangun. Lalu, dia meraba kasur di sebelahnya tempat Dominique tertidur. Namun, kosong. Aubrey mendudukkan tubuhnya. Dia memindai sekitar, mencari keberadaan sang suami. Sepi, Aubrey lalu beranjak dari tempat tidurnya menuju ke lantai dasar mansion Calandre. Para pelayan sudah berada di tempatnya masing-masing mengerjakan semua tugas yang diberikan. Melihat kedatangan Aubrey mereka pun menyapa dengan hormat majikan mereka semua. "Morning semua!" sapa Aubrey. "By the way, kalian lihat suamiku?" lanjut Aubrey. "Pagi-pagi sekali Tuan Dominique sudah berangkat, Non. Beliau hanya berpesan, kalau Nona bertanya, nanti Tuan Muda akan menelepon katanya." Pelayan menjelaskan. "Baiklah, terima kasih."Aubrey kemudian mengambil posisi d