"Dom, tolong aku!" Amelia memelas dengan raut wajah yang dibuat-buat.
"Kau berbicara denganku?" tanya Dominique sambil menoleh dengan wajah datar."Tentu saja," jawab Amelia sambil merentangkan kedua tangannya.Dominique menghela napas. Sebenarnya, ia enggan meladeni wanita yang banyak sering ia temui seperti Amelia ini. Dia sudah terbiasa dengan sikap Cassandra, jadi tidak asing bila bertemu dengan model seperti itu lagi.Saat ia melangkah dan ingin membantu. Seorang Bellboy lewat di hadapan mereka. Dominique yang melihat kesempatan di depan mata itu langsung menggunakannya. Ia memanggil Bellboy tersebut dan memintanya untuk membantu Amelia yang terjatuh. Kemudian, ia pergi menaiki lift menuju ke bawah.Amelia yang kesal melihat perilaku Dominique, langsung menepis tangan Bellboy tersebut dan berdiri seketika. Bellboy tersebut yang mengetahui bahwa Amelia hanya berpura-pura untuk menarik perhatian Dominique, hanya bisa mengedikkan b"Damn, wanita itu lagi. Sepertinya ia sengaja mendekatkan Damien kepada Aubrey. Lihat saja, aku akan melakukan hal yang tidak pernah kalian duga."Dominique meremas ponselnya dan segera mungkin menyelesaikan pekerjaannya. Setelah berpamitan kepada klien yang ditemui, Dominique gegas menyusul ke restoran Le Bristol Hotel. Sebelum menuju ke Le Bristol, Dominique membeli buket mawar di La Ferme de Floris. Setelah beberapa menit perjalanan, Dominique sampai di Le Bristol dan langsung menuju Restoran. "Sweetheart, so sorry ada pekerjaan mendadak yang harus kukerjakan." Dominique mengecup lembut kening Aubrey. "It's oke, kami juga baru memesan. Aku sudah pesankan beberapa untukmu, semoga kau suka ya?""Apapun yang kau hidangkan untukku, aku pasti suka. Thanks, ya."Dominique mengecup lembut punggung tangan Aubrey. Amelia dan Damien yang duduk di hadapan mereka hanya bisa terdiam sambil memperhatikan dengan canggung. Tanpa mereka sad
"Bukannya kalian masih bertunangan, ya? Itu tidak baik untukmu Aubrey, sekamar dengan seorang pria dan sering melakukan hal itu. Akan mengganggu imagemu nanti." Damien berujar untuk mencegah niat Aubrey untuk bermalam dengan Dominique. "Hei! Kau pikir aku wanita seperti apa? Aku hanya akan sekamar dengan tunanganku, juga belum tentu melakukan hal yang kau sebutkan itu. Kau pikir aku seorang jalang yang dengan mudah menyerahkan diri begitu saja. Oh ya satu lagi, Dominique bukan sekadar tunanganku saja. Dia akan menjadi suamiku, tiga bulan lagi."Aubrey tampak marah dan berapi-api, lalu ia mengajak Dominique untuk meninggalkan acara makan malam mereka. "Asal kamu tahu Tuan Damien. Aku bukanlah penjahat kelamin yang sering meniduri banyak wanita. Jadi tenang saja, kau tidak usah mengkhawatirkan tunanganku karena dia ada yang menjaga. Oh ya, selamat menikmati makan malam kalian. Billnya sudah menjadi tanggung jawabku."Dominique dan Aubrey pergi me
Suara lirih penuh kenikmatan terdengar dari sudut kamar lantai tiga nomor 305. Damien yang pada dasarnya rakus dan sering berganti pasangan memang selalu terpuaskan dengan pelayanan sekretarisnya, Amelia. Berulang Kali terdengar lenguhan lolos dari bibirnya. Malam yang amat panjang bagi Damien dan Amelia saat itu. Mereka terus mengulang kegiatan mereka hingga pagi menjelang. Hanya beberapa saat beristirahat kemudian melanjutkan lagi. Banyak bercak merah tertinggal di tubuh Amelia sebagai tanda kepuasan Damien. "Kau memang selalu menjadi yang terbaik. Aku belum pernah menemukan yang senikmat kau."'Tenang saja, Tuan. Asalkan bayarannya memuaskan. Aku akan memberikan pelayanan terbaik."Amelia menyusuri setiap sudut tubuh Damien yang membuat pria itu semakin panas dan terlena. Dua orang munafik dan sok suci, justru bertindak lebih kotor dari orang yang diperingatkan. Malam mereka berakhir hingga keesokan pagi. Aubrey mengucek mata. Dilih
Setelah puas menyelesaikan obrolan ringan mereka. Dominique mengajak Aubrey untuk sarapan di luar Le Bristol. "Ayo, kita sarapan di luar. Agar kau bisa melihat keindahan Paris lainnya."Aubrey mengangguk dan memeluk erat Dominique. Kemudian mengecup lembut bibirnya. "Kalau seperti ini, tampaknya aku tidak akan tahan sampai acara pernikahan kita."Aubrey melepaskan pelukannya dan berlari dari sisi Dominique. Mereka berkejaran di area kamar. Terlihat kebahagiaan terpancar dari wajah masing-masing. "Come on, Sweetheart. Nanti kau terlambat ke pameran.""Biarkan saja. Aku menjadi malas untuk pergi ke sana.""Kau tidak boleh seperti itu. Ada tanggung jawab yang harus kau selesaikan.""Iya, Sayangku. Kita sarapan di hotel saja bagaimana? Nanti siang baru kita makan di luar?""Baiklah. Apapun maumu."Pada akhirnya, mereka memutuskan untuk sarapan di hotel dan menghabiskan pagi mereka di pameran. Se
Waktu sudah menunjukkan pukul 12.00 siang. Aubrey masih menunggu kedatangan Dominique. Tampaknya, pekerjaan Dominique masih ada yang belum terselesaikan karena waktu janjian mereka sudah terlewat tiga puluh menit. Akhirnya, Aubrey memutuskan untuk mencoba merubah penampilannya lagi. Tubuh Aubrey yang tadi berbalut celana bahan panjang dengan kemeja sudah berganti dengan mini dress berwarna merah marun. Aubrey mengurai rambutnya dan memoles wajah sesederhana mungkin. Dia pun berniat mengganti sepatu sneakersnya dengan high heels. Namun, setelah mencoba beberapa kali dan merasa tidak nyaman, niat tersebut dia kembali urungkan. Suara kunci kartu terdengar, tak lama terlihat Dominique masuk dari balik pintu. "Hai Sweetheart! You are so beautiful."."Dom!"Aubrey berlari kecil dan langsung memeluk kekasihnya itu. Dominique hanya bisa menertawakan tingkah unik belahan jiwanya itu. "Sini, aku pakaikan sepatumu!" pinta Dominique.
Setelah selesai menyantap makan siangnya. Dominique dan Aubrey menyusuri jalan Le Marais. Mereka menuju Rue des Francs Bourgeois yang memiliki beberapa toko paling trendi di Paris. Dominique meminta Aubrey untuk berbelanja beberapa barang di sana. Setelah puas, mereka berpindah ke jantung komunitas Yahudi Marais di Rue des Rosiers dan menikmati area pejalan kaki di suasana yang damai. Aubrey berhenti sejenak dan mengambil sandwich Yahudi yang lezat di "I DU FALLAFEL". Di sore hari, mereka kembali berbelanja sebagai aktivitas paling menyenangkan untuk mendapatkan pengalaman Marais sepenuhnya sambil melihat-lihat toko-toko trendi yang memiliki tren mode terbaru. Tidak jauh dari sana, di sekitar Rue des archives mereka menyapa dan bergaul dengan penduduk setempat dan mendapatkan semua yang dibutuhkan di department store "LE BHV MARAIS". Setiap lantai didedikasikan untuk pengalaman berbelanja yang berbeda. "Sudah malam, lihat belanjaanku sudah banyak sekali
"Kau mau langsung istirahat atau mandi terlebih dahulu? Biar aku siapkan air hangatnya," ucap Dominique dengan lembut sambil tersenyum. "Aku mau mandi dulu. Tapi, biarlah aku sendiri saja." Aubrey menolak dengan hati-hati karena tidak ingin menyinggung perasaan Dominique. "Sweetheart.""Hari ini, kau begitu lelah Dominique. Lihat, kau membawa barang sebanyak itu dan masih harus melayaniku. Siapa yang tega melakukan hal itu pada kekasihnya?""Kau!""Dominique!""Just kidding, Sweetheart." Dominique tertawa lepas hingga memegangi perutnya karena melihat ekspresi wajah Aubrey. Aubrey menatap lelakinya itu, "dia sudah tertawa lagi. Rupanya, kejadian tadi sudah dilupakannya.""Hei, kok malah bengong. Kau mau tidak aku siapkan air hangat di bathup?""Tidak usah, Sayang. Aku mandi langsung dari shower saja, badanku capek semua dan ingin cepat tidur.""Baiklah, jika itu maumu. Pergilah mandi, aku ak
Matahari pagi menyeruak menerobos gorden jendela kamar. Aubrey terbangun dan melihat sekeliling, Dominique sudah tidak ada di kamar dan laptopnya sudah tersusun rapi bersama berkas di meja. Aubrey mengambil ponselnya dan melihat jam. Hatinya bertanya-tanya, kemana Dominique pergi sepagi ini. Akhirnya, dia memutuskan untuk mandi terlebih dahulu sambil menunggu Dominique. Bunyi pintu ruangan terbuka. Dominique memindai seisi kamar, tidak ditemukan sang pujaan hati di sana. Dia lalu mendekat ke arah kamar mandi, setelah itu kembali ke sofa dan menjatuhkan tubuhnya di sana. "Dominique, where are you from?" tanya Aubrey lekat. "Tenang, Sweety. Aku baru saja berkeliling hotel dan kembali karena merasakan lapar. Kupikir kau pasti sudah terbangun dan merasakan hal yang sama."Aubrey yang masih mengenakan bathrobe, memicingkan matanya. Dia seperti memindai dan menyelidiki Dominique. "Tidak ada yang kau sembunyikan dariku, kan?""Relax
"Kurang ajar! Dia bahkan berani menemui kau seorang diri untuk adiknya," ucap Dominique menahan marah. Dia menggenggam tangannya begitu keras hingga memerah buku-buku jarinya. "Lupakanlah itu, Dom! Yang terpenting sekarang kau tutup rapat masalah ini dan biarkan semuanya berlalu." Aubrey membuat permintaan kepada Dominique. Dia mencoba merayu sang suami agar menutup masalah ini. Aubrey hanya ingin hidup tenang tanpa ada masalah lagi dalam rumah tangganya. Masalah Reno, dia juga pura-pura tidak mendengar dan mengetahuinya. "Tapi ….""Tidak ada tapi. Turuti saja permintaanku, oke! Aku sudah berjanji padanya." Aubrey berbicara lagi sambil memohon. "Kau yang berjanji, bukan aku," tolak Dominique. "Dominique!" Aubrey menatap tajam ke arah suaminya itu. "Oke, oke. Kali ini akan kumaafkan, tapi tidak ada untuk lain kali." Dominique mengalah. Aubrey tampak bahagia dan langs
Setelah selesai berbincang dengan Damien, Aubrey mencari keberadaan Bella. Dengan berlari kecil dia menghampiri Bella yang tengah memilih sepatu di toko merk terkenal. "Mami.""Hei! Kau sudah selesai dengan urusanmu?""Hmmm.""Mana temanmu? Tidak diajak sekalian?""Oh tidak. Dia hanya menyapa saja.""Setelah ini kita ke mana?""Makan siang saja dulu, lalu pulang, ya, Mi!""Loh, kau bosan, ya?""Tidak, Mi. Hanya saja aku mau ke kantor Dominique dulu, bagaimana boleh tidak?""Ya, boleh dong. Kau mau langsung ke sana atau pulang dulu?""Sepertinya, langsung saja, Mi.""Oke, kalau begitu."Setelah selesai menikmati acara makan siang mereka, Bella mengantar Aubrey ke perusahaan Dominique lebih dulu. Lalu, dia kembali ke mansion Hameed. Aubrey gegas menuju lobi resepsionis setelah turun dari mo
Setelah pulang ke Mansion Hameed. Aubrey dan Bella berencana akan menghabiskan waktu bersama untuk berkeliling pusat perbelanjaan keesokan harinya. Dengan sangat antusias, mereka menyiapkan segala sesuatunya. Keesokan hari pun tiba. Dominique sibuk dengan rutinitas perusahaan dan Aubrey bersama Bella melaksanakan rencana yang telah mereka buat kemarin. Mereka bergaya mengenakan dress santai selutut dengan warna senada. Sebelum berangkat, mereka menyempatkan diri menyelesaikan rutinitas di mansion terlebih dahulu. Matahari sudah agak meninggi sinarnya. Aubrey dan Bella pun bergegas pergi menuju pusat perbelanjaan The Outlet Collection at Riverwalk. Di sana mereka sibuk memilih barang apa saja yang akan mereka beli. Pasalnya, ini adalah pengalaman Aubrey berbelanja dengan seorang ibu. Biasanya, dia hanya membeli secara daring dan meminta seseorang untuk membelikan. Di sisi lain, Carlos yang sedang membuntuti mereka menelepon Damien untuk me
Damien memikirkan ucapan Carlos dan tampak setuju saran bawahannya itu. Dia lalu menelepon seseorang untuk mendukung pelaksanaan rencananya mengasingkan Dahlia. "Siapkan tiket dan tempat terbaik di Inggris. Pastikan Dominique tidak dapat menemukan keberadaannya. Tenang saja, aku akan memberikan berapapun yang kau pinta."Damien memutuskan sambungan telepon. Dia memanggil beberapa pelayan untuk menyiapkan keperluan Dahlia. Setelah selesai memberi perintah, dia gegas kembali ke perusahaannya. Dahlia yang berada di dalam kamar terlihat kesal dan mengacak-acak bantal yang berada di tempat tidur. Sekali-sekali dia memaki karena kesal Carlos berkata yang sebenarnya kepada Damien. Suara pintu diketuk, Dahlia berhenti mengamuk. Dia membuka pintu dan melihat dua orang pelayan berdiri di hadapannya. "Ada apa?" tanya Dahlia ketus. "Maaf, Nona. Tuan Damien menyuruh kami merapikan barang-barang anda," jawab
Dengan emosi dan napas terlihat memburu, Damien gegas turun dari mobil dan mencari keberadaan Dahlia. Suaranya menggema di seluruh ruangan karena meneriakkan nama adiknya. Seluruh pelayan yang mendengar ketakutan dan tidak berani mendekat. "Apa, sih, Kak? Suaramu begitu keras, dapat menakuti semua makhluk di rumah ini, tahu!" seru Dahlia yang keluar dari kamarnya. "Sini kau! Aku ingin bicara denganmu!" Damien menghampiri Dahlia dan menarik tangannya. "Easy, Kak! Apa yang sedang kau lakukan, sih?" tanya Dahlia tanpa perasaan bersalah. "Kau tidak usah berpura-pura lagi. Carlos sudah menceritakan semua."Dahlia menatap Carlos yang tertunduk begitu dalam. Kemudian, beralih ke arah Damien. "What you talkin about?""Dengar, kau hampir membunuh pewaris Calandre. Bodohnya lagi, hanya karena masalah cinta. Kau tidak berpikir apa akibatnya untuk keluarga Trust!"Dahlia tertawa. "Bukankah kau dan aku sama?""Kau." Damien menggantung tangannya di ud
Dominique memijat keningnya. "Kau, Damien! Bagaimana masalah dengan adikmu? Semua sudah jelas sekarang." Dominique ganti bertanya dengan Damien dengan penuh pene"Aku akan berbicara dengan adikku, Dom. Aku harap kau bisa menahannya lebih dahulu dan tidak melibatkan polisi." Damien memohon kepada Dominique. Dominique melirik ke arah Tony, seolah meminta pendapat kepadanya. Tony menjawab dengan anggukan kepala. "Baiklah! Karena kau memiliki iktikad baik dan mau membantu. Aku akan berikan waktu tiga hari untuk menyelesaikan masalah ini. Selanjutnya, kita lihat saja nanti." Dominique berbicara dengan Damien. Damien dan Carlos pun pergi dari kantor Dominique menuju mansion Trust untuk bertanya kepada Dahlia. Sedangkan, Reno memberitahu bahwa dia dan Aubrey memiliki janji bertemu di kantor pengacara keluarga Calandre. Karena masih marah dan cemburu. Juga satu yang pasti, Dom tidak ingin melihat dan
"Take it easy, Dom! Aku akan menceritakan semuanya," ujar Reno sambil mengempaskan tangan Dominique. Reno menghela napas panjang. Dengan santai dia duduk di sofa yang berada di kantor Dominique. Tony pun meminta sahabatnya untuk tenang sambil mendengarkan penjelasan Reno. Lalu, semua orang di sana mendengarkan dengan saksama apa yang akan diberitahukan oleh Reno. "Puluhan tahun lalu, aku adalah seorang anak yatim piatu yang kebetulan bertemu dengan pengurus yayasan Calandre.""Saat itu, aku kelaparan dan kedinginan di jalan. Jika aku tidak bertemu Nyonya Lusi, maka aku sudah menjadi seorang penjahat di dunia ini.""Di yayasan aku diperlakukan dengan sangat baik. Meskipun, aku sering menyendiri dan membuat masalah.""Siang itu, mentari begitu sejuk. Terlihat seorang pria paruh baya menggandeng seorang anak perempuan yang terlihat sangat sedih di wajahnya, sama sepertiku. Namun, dia sangat cantik sekali. Hatiku be
Di kantor, Dominique mengundang beberapa orang untuk bertemu. Setelah, selepas pagi tadi dia mendapatkan telepon dari Damien. Di sana sudah ada Tony, Damien, Dominique, dan tentu saja pelaku yang mencelakai Aubrey, Carlos. "Kita tinggal menunggu Reno. Walau bagaimanapun juga dia harus tahu. Selain dia adalah bagian keluarga Calandre, masalah ini juga berkaitan dengan dirinya," ucap Dominique kepada Tony. Mereka menunggu kedatangan Reno setelah memberitahukan apa yang telah mereka dapat. Terlihat jelas di wajah Dominique menahan amarah saat melihat Carlos. Memang dia belum tahu cerita keseluruhannya, tetapi pria sangar itu berkata bahwa ada hubungannya dengan Reno, maka dia berbuat seperti itu. Berkali-kali terlihat Tony menenangkan suasana hati Dominique agar tidak bertindak di luar nalar. Walau bagaimanapun juga, mereka belum tahu kebenarannya. "Dominique. Aku 'kan sudah membantumu untuk menyelesaikan masalah ini. Jika, se
Matahari bersinar terik. Serpihan cahaya menembus melalui jendela yang telah terbuka gordennya. Merasa terganggu oleh rasa hangat yang menerpa wajah, Aubrey terbangun. Lalu, dia meraba kasur di sebelahnya tempat Dominique tertidur. Namun, kosong. Aubrey mendudukkan tubuhnya. Dia memindai sekitar, mencari keberadaan sang suami. Sepi, Aubrey lalu beranjak dari tempat tidurnya menuju ke lantai dasar mansion Calandre. Para pelayan sudah berada di tempatnya masing-masing mengerjakan semua tugas yang diberikan. Melihat kedatangan Aubrey mereka pun menyapa dengan hormat majikan mereka semua. "Morning semua!" sapa Aubrey. "By the way, kalian lihat suamiku?" lanjut Aubrey. "Pagi-pagi sekali Tuan Dominique sudah berangkat, Non. Beliau hanya berpesan, kalau Nona bertanya, nanti Tuan Muda akan menelepon katanya." Pelayan menjelaskan. "Baiklah, terima kasih."Aubrey kemudian mengambil posisi d