Masih terlalu pagi, bahkan mentari masih bersembunyi dibalik awan. Namun, seorang gadis sudah terlihat begitu sibuk memainkan keybord laptopnya. Di dalam kos-kosan yang sempit ini, tidak ada barang yang lebih berharga kecuali laptop merek apple yang menjadi bukti kalau dulu ia pernah menjadi anak seorang pengusaha yang sekarang menjadi bangkrut. Membuat kedua orang tuanya harus kembali ke desa, tinggal bersama neneknya. Sementara ia harus memperjuangkan mimpinya untuk menjadi orang sukses di kota.
“Serius Fan, nggak mau olahraga pagi? Anak kosan komplek sebelah ganteng-ganteng loh.” Seseorang muncul dari balik pintu yang terbuka. Dia adalah Nadya teman sekampus Fanya.
Fanya hanya nyengir, tapi tangannya tidak berhenti mengetik. Seolah ia mengetahui letak seluruh huruf dan angka yang ada di keybord ini. “Gue lagi ngerjain sepuluh proposal, satu proposal itu gue hargai seratus ribu, kalau sepuluh gue bisa dapat sejuta. Lumayan kan, bisa buat tambahan-tambah,” kata Fanya penuh semangat.
Nadya hanya menggeleng, ia tidak habis pikir dengan temannya yang satu ini. Kenapa diotaknya itu hanya ada uang dan uang. “Lo nggak bakalan langsung kaya cuman modal bikini proposal anak-anak, kalau gue boleh kasih saran, mending nikah sama orang kaya. Dijamin kaya mendadak,” kata Nadya yang tidak seimbang antara otak dan wajahnya. Nadya cantik, tapi dia suka bucin kalau pacaran. Ditipu beberapa kali sama pacarnya, dia tidak tahu.
Fanya menggeleng, merasa menyerah dengan Nadya yang memang kalau sedang kambuh terlihat bego seperti ini. “Mending gue bisa ngumpulin duit, lah lo … pacar gonta-ganti nggak ada yang beres. Mau aja dibegoin terus,” cibir Fanya yang membuat Nadya seketika kesal.
“Edo itu baik, dia jujur kok. Gimana bisa lo bilang dia selingkuh sih?” Nadya memprotes dugaan Fanya yang beberapa saat lalu mengklaim pacarnya Edo itu selingkuh. Sebenarnya Fanya tidak akan mengatakannya kalau tidak memergoki Edo jalan dengan cewek sampai tiga kali dan itu pun dengan cewek yang berbeda. Sebagai sahabat Nadya, jelas Fanya tidak bisa membiarkan semua itu terjadi begitu saja.
“Serah lo percaya apa nggak, gue juga uda serahin bukti fotonya. Tapi, itu tergantung sama lo sih, kalau emang dah bucin, bego pun jadi.”
Nadya adalah salah satu sahabatnya yang cukup populer karena terlihat sempurna. Hanya saja, mereka belum tahu kalau gadis ini terkena penyakit bucin akut. Kalau pacaran suka buta, meskipun pacarnya selingkuh tetap saja dia tidak percaya dan ini kasus ke lima kali selama mereka bersahabat. Fanya merasa muak untuk terus membahasnya.
-----------
Fanya dan Nadya berjalan bersama, meskipun Fanya terlihat lebih banyak barang bawaan dibanding Nadya yang hanya meneteng satu tas dan sepertinya hanya berisi alat make up dan buku catatan yang tipis. Terkadang Fanya bingung, apa tujuan Nadya kuliah? Apa hanya ingin mencari pacar saja.
“Lo tau nggak geng cowok apa yang lagi viral sekarang?” Nadya bertanya dan Fanya hanya menggendikkan bahunya. Tidak ada yang Fanya tahu di kampus ini kecuali, pergantian jam kuliah karena dosen sibuk, bersosialisasi untuk mencari orang yang mau meminjam jasanya untuk menyelesaikan tugas kuliah. Apa pun yang berhubungan dengan uang, Fanya selalu up to date dari pada berita lainnya.
Nadya menghela napas, kemudian tangan kirinya merangkul bahu Fanya dan tangan kanannya menunjuk pada kumpulan cowok yang sedang duduk di bawah rimbun pepohonan, layaknya model yang sedang pemotretan. Berpose sok keren dan yang menjadi fotografernya adalah cewek-cewek itu. Fanya seketika merasa geli sendiri.
“Ngapain mereka? Sampai guling-guling gitu? Emang cowok-cowok itu artis?” tanya Fanya heran. Memang mereka terlihat lebih berkilau dari yang lain, tapi apa harus berlebihan seperti itu?
“Tentu mengagumi ciptaan Tuhan yang sempurna. Biar bisa diliatin di rumah, jadi mereka fotoin,” terang Nadya yang membuat Fanya ngeri. Apa kebanyakan cewek jaman sekarang itu halu? Halu yang berlebihan itu juga tidak baik untuk kesehatan. Takut kalau nanti ketinggian, terus saat sadar tidak bisa menerima kenyataan. Soalnya realita itu lebih kejam menghantam otak.
“Pasti nggak nyaman sekali kalau aku jadi cowok-cowok itu, kemana-mana diikuti cewek-cewek. Serius, kek kurang kerjaan aja. Padahal setiap detiknya kita bisa ngasilin uang, tapi waktu mereka dibuat sia-sia cuman untuk muji dan terlena sama cowok sok cakep gitu,” gerutu Fanya yang kini berjalan mendahului Nadya, tidak tahan dengan para cowok itu.
“Lo itu pikirannya uang mulu sih, eh … tunggu gue Fan,” teriak Nadya yang membuat perhatian para cowok itu teralih. Bahkan salah satu di antara mereka berjalan mendekati Fanya.
“Eh, Azlan datang ke sini!” Nadya memekik, membuat Fanya pun menoleh dan mendapati seorang cowok berjalan mendekati mereka. Terlihat senyumannya yang begitu manis dan memberikan kesan ramah. Fanya merasa untuk pertemuan awal, ini tidak buruk juga. Mungkin, senyuman ini yang membuat para cewek itu terpikat.
Cowok bernama Azlan itu berhenti tepat di depan mereka. “Fanya, ‘kan?” Seolah tersihir dengan segala yang ada pada cowok di hadapan mereka ini. Fanya dan Nadya membisu untuk sesaat.
“Apa ada yang salah?” Azlan bertanya kembali dan keduanya seketika sadar. Dari jauh terdengar gelak tawa kumpulan cowok itu yang menertawa Fanya dan Nadya yang terpesona dengan Azlan, padahal beberapa detik yang lalu salah satu diantara cewek ini mencoba untuk mengeritik mereka.
“Nggak kok, lo ganteng bahkan saat dilihat dari jauh.” Nadya keceplosan yang membuat Fanya merasa malu sendiri. Ia beberapa kali menginjak kaki Nadya agar berhenti terlihat bego. Fanya pun terus merutuki diri sendiri yang bisa-bisanya seolah terbius dengan kehadiran Azlan.
Azlan tersenyum, manis semanis gula. Membuat Fanya lagi-lagi salah tingkah dan Nadya sudah senyum-senyum sendiri. Untuk menghilangkan kecanggungan ini, Fanya berinisiatif untuk bertanya. “Ada apa?” tanya Fanya yang berusaha sekali untuk terlihat baik-baik saja, padahal ia ingin sekali berlari sejauh mungkin. Tidak tahan dengan pesona Azlan yang sebenarnya tidak melakukan banyak pergerakan tapi terlihat menyilaukan. Memang terlihat berlebihan, tapi jika kalian berada di dekat Azlan, kalian akan merasakan sendiri kesan sejuk dan nyaman yang tak biasa saat melihat senyum dan suaranya yang lembut.
“Gue sama temen-temen gue mau minta lo bikinin proposal.” Azlan pun menyerahkan sebuah berkas. “Ini materinya, seminggu bisa, ‘kan?” tanyanya dan Fanya pun langsung mengiyakannya. Sungguh, Fanya tidak percaya jasa pembuat proposal darinya sudah menyebar sampai ke cowok-cowok itu. Apa dirinya sepopuler itu, kan bisa gawat kalau ketahuan dosen. Cita-citanya dapat banyak uang mengalahkan gaji dosen akan segera berakhir kalau sampai ketahuan.
Untuk memastikan Azlan tidak bocorkan hal ini. Fanya memutuskan untuk bertanya kepadanya. “Tapi lo harus janji ya, diam-diam aja kayak anak-anak,” ucapnya dan Azlan tersenyum sambil mengangguk.
Fanya pun memutuskan untuk meninggalkan Azlan terlebih dahulu untuk menjaga kegengsiannya. “Fan, tunggu dunk!” Nadya menyusul dan Azlan memandangi teman-temannya. Memberikan kode jika ia berhasil. Sepertinya sesuatu telah ia rencanakan dengan teman-temannya.
Ruang aula yang semakin sepi karena baru saja perkuliahan telah selesai, tapi Fanya masih berkutat dengan tugas-tugas mahasiswa yang telah mempergunakan jasanya. Ditemani Nadya yang masih chatting dengan pacarnya. Awalnya keadaan begitu tenang, sampai suara kasak-kusuk dari beberapa mahasiswi memenuhi aula. Nadya yang penasaran pun mencoba mencari apa yang sebenarnya mereka gosipkan dan matanya pun membelalak saat melihat sosok tak asing berjalan mendekati mereka.Cowok bertubuh jangkung dengan badan proposional, mirip seperti pebasket professional. Memakai kemeja biru polos yang dimasukkan kedalam celana. Berjalan penuh percaya diri dengan wajah ramah yang tak dibuat-buat. Nadya mencoba menepuk bahu Fanya dengan tidak beraturan, membuat Fanya yang begitu serius merasa terganggu. “Apaan sih?” protesnya. Fanya dikejar deadline dan Nadya tidak seharusnya mengganggunya seperti ini.“Mampus, Azlan mau ke sini,” katanya yang membuat
“Gue dalam sehari dah berhasil nahlukin si Acha. Sementara lo, lama banget buat dapetin si cupu.” Lilo menjatuhkan dirinya di sofa dengan malas. Ia tak habis pikir, Azlan yang lebih banyak memiliki penggemar cukup sulit membuat Fanya menyukainya.Azlan tersenyum. “Seharusnya berhasil, tapi sepertinya dia cukup keras kepala,” jawab Azlan dengan santai, ia tidak terlihat terpacu atau merasa terbebani sedikit pun. Sepertinya hal seperti ini sudah sering mereka lakukan. Mengelabuhi para cewek-cewek.“Masih ada dua hari, setelah itu jangan lupa untuk memberi kami beberapa villa di puncak,“ sahut Tora yang mencium bau kemenangan yang akan ada dalam genggamannya beberapa saat nanti.Azlan lagi-lagi tersenyum. “Sebenarnya apa rencanakan kalian? Apa ada sesuatu yang tersembunyi di puncak?” Azlan sedikit heran, ia tidak memprotes permintaan temannya tentang villa. Keluarganya yang kaya itu memiliki bisnis yang luas, salah sa
Hari sudah semakin gelap, saat sebuah mobil sport memasuki gang yang tidak terlalu lebar, tapi cukup untuk membuatnya melaju tanpa hambatan. Hanya saja, terlihat lebih mencolok meskipun mobil sport itu berwarna hitam. Seolah mobil jenis seperti itu tak layak untuk masuk dalam gang seperti ini.Sementara, di depan sebuah kosan, seseorang yang akan dijempur oleh mobil sport warna hitam tersebut terlihat sedang mondar-mandir, merasakan perasaaan yang bercampur aduk. Memikirkan setiap kemungkinan yang akan menimpanya nanti. Bukankah ini hanya sebuah acara pertukaran pendapatan untuk menyelesaikan sebuah tugas, kenapa gadis ini terlihat sedang akan berperang melawan musuh?“Fan ….” Seseorang berusaha memanggil Fanya dan ia segera menoleh. Mendapati sebuah mobil Lamborghini warna hitam cukup menyilaukan untuk masuk dalam gang menuju kosannya yang sempit ini. Dia adalah Azlan yang kali ini turun dari mobilnya, terlihat begitu tenang dan santai membuat Fanya
Malam dingin dengan rembulan yang menggelayut manja di tengah ribuan bintang yang bertaburan menjadi saksi gejolak hati Fanya terhadap keterusterangan Azlan tentang perasaannya. Dari pada menjawab, Fanya hanya memandangnya dengan jutaan praduga dalam otaknya, sesekali menghela napas merasa tak percaya jika seorang seperti Azlan menyukainya tanpa alasan yang kuat. Padahal sejatinya, menyukai seseorang pun tidak perlu memiliki alasan yang kuat, semua mengalir seperti derasnya air sungai yang bermuara dibanyak tempat.Melihat respon Fanya yang masih tidak mempercayainya, membuat Azlan semakin bersemangat untuk membuat Fanya percaya sekaligus menggoda cewek ini. Fanya, sepertinya cewek yang sedikit berbeda dari kebanyakan cewek lainnya. Ia memiliki prinsip dan tujuan yang jelas dalam hidupnya, berpikir logis dan mengutamakan kerealistisan dalam banyak aspek.“Gue tau, lo pasti nggak percaya, kan?” tanya Azlan.Fanya tersenyum yang seolah membenarkannya &
Semalaman Fanya tidak bisa tidur, ia merasa bingung dengan apa yang ia lihat. Apa itu hanya mimpi? Tapi Fanya masih merasakan nyeri pada lututnya saat membentur lantai. Geraman itu memenuhi otaknya, seperti sebuah mantra yang berkumandang setiap detiknya.Pada akhirnya Fanya pergi kekampus dengan kantong hitam yang membesar dimatanya. Terlihat lesu dan berjalan dengan pelan, bagimya lebih penting untuk tidak membolos dari pada harus mendapat nilai yang buruk.Sepanjang perjalanan menuju kelas, ia melihat setiap orang yang ia temukan terlihat memandangnya kemudian berbisik seolah menggosipkannya. Fanya benar-benar tidak mengerti apa yang membuat mereka berbuat seperti itu. Sebab, dilihat dari sisi mana pun ia tidak menarik. Jadi, kenapa juga mereka harus begitu penting membahas dirinya? Dari pada mengambil pusing tatapan aneh mereka terhadapnya, Fanya lebih memilih untuk terus berjalan santai menuju kelasnya. Namun, ia terkejut saat tiba-tiba N
Semalaman Fanya tidak bisa tidur, ia merasa bingung dengan apa yang ia lihat. Apa itu hanya mimpi? Tapi Fanya masih merasakan nyeri pada lututnya saat membentur lantai. Geraman itu memenuhi otaknya, seperti sebuah mantra yang berkumandang setiap detiknya.Pada akhirnya Fanya pergi kekampus dengan kantong hitam yang membesar dimatanya. Terlihat lesu dan berjalan dengan pelan, bagimya lebih penting untuk tidak membolos dari pada harus mendapat nilai yang buruk.Sepanjang perjalanan menuju kelas, ia melihat setiap orang yang ia temukan terlihat memandangnya kemudian berbisik seolah menggosipkannya. Fanya benar-benar tidak mengerti apa yang membuat mereka berbuat seperti itu. Sebab, dilihat dari sisi mana pun ia tidak menarik. Jadi, kenapa juga mereka harus begitu penting membahas dirinya? Dari pada mengambil pusing tatapan aneh mereka terhadapnya, Fanya lebih memilih untuk terus berjalan santai menuju kelasnya. Namun, ia terkejut saat tiba-tiba N
Malam dingin dengan rembulan yang menggelayut manja di tengah ribuan bintang yang bertaburan menjadi saksi gejolak hati Fanya terhadap keterusterangan Azlan tentang perasaannya. Dari pada menjawab, Fanya hanya memandangnya dengan jutaan praduga dalam otaknya, sesekali menghela napas merasa tak percaya jika seorang seperti Azlan menyukainya tanpa alasan yang kuat. Padahal sejatinya, menyukai seseorang pun tidak perlu memiliki alasan yang kuat, semua mengalir seperti derasnya air sungai yang bermuara dibanyak tempat.Melihat respon Fanya yang masih tidak mempercayainya, membuat Azlan semakin bersemangat untuk membuat Fanya percaya sekaligus menggoda cewek ini. Fanya, sepertinya cewek yang sedikit berbeda dari kebanyakan cewek lainnya. Ia memiliki prinsip dan tujuan yang jelas dalam hidupnya, berpikir logis dan mengutamakan kerealistisan dalam banyak aspek.“Gue tau, lo pasti nggak percaya, kan?” tanya Azlan.Fanya tersenyum yang seolah membenarkannya &
Hari sudah semakin gelap, saat sebuah mobil sport memasuki gang yang tidak terlalu lebar, tapi cukup untuk membuatnya melaju tanpa hambatan. Hanya saja, terlihat lebih mencolok meskipun mobil sport itu berwarna hitam. Seolah mobil jenis seperti itu tak layak untuk masuk dalam gang seperti ini.Sementara, di depan sebuah kosan, seseorang yang akan dijempur oleh mobil sport warna hitam tersebut terlihat sedang mondar-mandir, merasakan perasaaan yang bercampur aduk. Memikirkan setiap kemungkinan yang akan menimpanya nanti. Bukankah ini hanya sebuah acara pertukaran pendapatan untuk menyelesaikan sebuah tugas, kenapa gadis ini terlihat sedang akan berperang melawan musuh?“Fan ….” Seseorang berusaha memanggil Fanya dan ia segera menoleh. Mendapati sebuah mobil Lamborghini warna hitam cukup menyilaukan untuk masuk dalam gang menuju kosannya yang sempit ini. Dia adalah Azlan yang kali ini turun dari mobilnya, terlihat begitu tenang dan santai membuat Fanya
“Gue dalam sehari dah berhasil nahlukin si Acha. Sementara lo, lama banget buat dapetin si cupu.” Lilo menjatuhkan dirinya di sofa dengan malas. Ia tak habis pikir, Azlan yang lebih banyak memiliki penggemar cukup sulit membuat Fanya menyukainya.Azlan tersenyum. “Seharusnya berhasil, tapi sepertinya dia cukup keras kepala,” jawab Azlan dengan santai, ia tidak terlihat terpacu atau merasa terbebani sedikit pun. Sepertinya hal seperti ini sudah sering mereka lakukan. Mengelabuhi para cewek-cewek.“Masih ada dua hari, setelah itu jangan lupa untuk memberi kami beberapa villa di puncak,“ sahut Tora yang mencium bau kemenangan yang akan ada dalam genggamannya beberapa saat nanti.Azlan lagi-lagi tersenyum. “Sebenarnya apa rencanakan kalian? Apa ada sesuatu yang tersembunyi di puncak?” Azlan sedikit heran, ia tidak memprotes permintaan temannya tentang villa. Keluarganya yang kaya itu memiliki bisnis yang luas, salah sa
Ruang aula yang semakin sepi karena baru saja perkuliahan telah selesai, tapi Fanya masih berkutat dengan tugas-tugas mahasiswa yang telah mempergunakan jasanya. Ditemani Nadya yang masih chatting dengan pacarnya. Awalnya keadaan begitu tenang, sampai suara kasak-kusuk dari beberapa mahasiswi memenuhi aula. Nadya yang penasaran pun mencoba mencari apa yang sebenarnya mereka gosipkan dan matanya pun membelalak saat melihat sosok tak asing berjalan mendekati mereka.Cowok bertubuh jangkung dengan badan proposional, mirip seperti pebasket professional. Memakai kemeja biru polos yang dimasukkan kedalam celana. Berjalan penuh percaya diri dengan wajah ramah yang tak dibuat-buat. Nadya mencoba menepuk bahu Fanya dengan tidak beraturan, membuat Fanya yang begitu serius merasa terganggu. “Apaan sih?” protesnya. Fanya dikejar deadline dan Nadya tidak seharusnya mengganggunya seperti ini.“Mampus, Azlan mau ke sini,” katanya yang membuat
Masih terlalu pagi, bahkan mentari masih bersembunyi dibalik awan. Namun, seorang gadis sudah terlihat begitu sibuk memainkan keybord laptopnya. Di dalam kos-kosan yang sempit ini, tidak ada barang yang lebih berharga kecuali laptop merek apple yang menjadi bukti kalau dulu ia pernah menjadi anak seorang pengusaha yang sekarang menjadi bangkrut. Membuat kedua orang tuanya harus kembali ke desa, tinggal bersama neneknya. Sementara ia harus memperjuangkan mimpinya untuk menjadi orang sukses di kota.“Serius Fan, nggak mau olahraga pagi? Anak kosan komplek sebelah ganteng-ganteng loh.” Seseorang muncul dari balik pintu yang terbuka. Dia adalah Nadya teman sekampus Fanya.Fanya hanya nyengir, tapi tangannya tidak berhenti mengetik. Seolah ia mengetahui letak seluruh huruf dan angka yang ada di keybord ini. “Gue lagi ngerjain sepuluh proposal, satu proposal itu gue hargai seratus ribu, kalau sepuluh gue bisa dapat sejuta. Lumayan kan, bisa buat tambahan-ta