"Saya sudah menghubungi suami Anda yaitu Bapak Nayaka Bratadikara. Tetapi beliau mengatakan bahwa dia sudah tidak ingin mendengar kabar apapun lagi dari Anda karena beliau sudah mendaftarkan gugatan perceraian terhadap Anda sebulan yang lalu.
Saya juga sudah menghubungi kedua orang tua Anda, Bapak Candra Daniswara dan ibu Kartika Daniswara. Tetapi mereka juga mengatakan bahwa mereka tidak mau bertanggung jawab lagi terhadap semua tindakan ehm maaf tidak bermoral Anda selama ini. Jadi saya harap Anda mengerti kalau Anda merasa heran kenapa hanya Anda satu-satunya pasien di rumah sakit ini yang tidak pernah di kunjungi oleh keluarga mau pun kerabat. Saya minta maaf, saya tidak bisa berbuat banyak untuk Anda." Orlando berusaha merangkai kalimat sehalus mungkin untuk Maya. Tetapi tetap saja rasanya terdengar cukup menyakitkan saat tidak ada seorang pun yang ingin menjenguknya alih-alih membawanya pulang.
"Te—terima kasih karena Anda sudah bersusah payah untuk berusaha menghubungi orang-orang terdekat yang masih memiliki hubungan dengan diri saya. Tidak apa-apa kalau mereka semua tidak menginginkan saya. Kita kan tidak bisa memaksa orang untuk mencintai atau membenci kita bukan? Hanya saja saya merasa bingung mengapa mereka semua menolak saya. Apakah sebelumnya saya begitu jahat sehingga tidak termaafkan oleh mereka semua Pak AKBP?"
Maya merasa begitu merana saat orang-orang terdekatnya menolaknya sampai sebegitu rupa. Sebenarnya apa sih salahnya? Sayang sekali pada saat ini dia tidak bisa mengingat apa-apa, sehingga dia tidak tahu sebesar apa kesalahan yang pernah ia perbuat dulu.
Tetes demi tetes air matanya mulai menganak sungai. Sesungguhnya Maya begitu ketakutan dalam menghadapi masa depannya. Kehilangan ingatannya saja sudah membuatnya begitu merana, ini ditambah lagi orang-orang terdekatnya pun menolak kehadirannya. Maya begitu gamang dalam menghadapi hari-hari berikutnya tanpa siapapun yang bersedia membantunya.Maya melihat sang AKBP sepertinya akan segera pergi dan kembali meninggalkannya dalam keheningan yang menakutkan karena ia bahkan tidak mengenali dirinya sendiri.
"Tolong Pak Polisi, ja—jangan pergi." Bisik Maya ketakutan sambil menegang lengan pria itu erat-erat seperti berpegangan pada pelampung penyelamatnya.
"Jangan pergi, please." Maya melihat wajah pria yang begitu maskulin akibat bakal cambang yang baru tumbuh sehari itu sedikit melembut. Tetapi tatapan matanya berbanding terbalik dengan sikap lembutnya. Raut wajahnya tampak seperti mengejek dan merendahkannya. Maya memang amnesia, tapi itu bukan berarti dia kehilangan kemampuan untuk sekedar membaca air muka seseorang.
"Saya tidak tahan melihat air mata wanita. Teruslah menangis dan saya akan pergi." Desisnya pelan.
"Ba—baiklah saya tidak akan menangis. Saya akan tertawa saja agar Anda merasa betah disini menemani saya. Hahahaha..."
Maya mencoba tertawa diantara derai airmatanya. Tetapi air matanya tidak mau bekerjasama dengan tawanya. Air matanya masih saja mengalir deras dan sang AKBP pun kembali memaki pelan. Polisi itu meraih tubuhnya beserta dengan selimutnya sekaligus ke dalam pelukannya. Mengayunkannya maju mundur perlahan dengan pelukan yang begitu kuat dan menenangkan.
Maya seketika merasa begitu tenang. Perlahan ia meletakkan kepalanya pada lekukan kokoh bahu Orlando. Untuk pertama kalinya memperhatikan detail wajah maskulin namun cantik itu.
"Bolehkah saya meminjam cermin? Saya sangat ingin melihat wajah saya sendiri, kalau Anda tidak keberatan." Orlando pun berlalu dari kamar bernomor 156 itu. Ia mencari perawat dan minta dipinjamkan sebuah cermin. Saat Orlando kembali dan memberikan sebuah cermin bulat sederhana ke tangannya, Maya mengangkat cermin itu tepat ke wajahnya.
"Rasanya aneh sekali saat kita tidak bisa mengenali wajah sendiri." Maya berguman pelan.
"Anda tidak punya alasan untuk mengeluh." Orlando menjawab datar. Bahkan dalam keadaan babak belur saja kecantikan Maya masih tidak bertandingi.
"Menurut Anda begitu? Mengapa?" Orlando melihat Maya menatap cermin tanpa sedikitpun ada rasa puas diri di dalamnya. Maya yang sebenarnya adalah type wanita yang amat sangat percaya diri dan sadar akan kecantikannya yang di atas wanita rata-rata. Tetapi sikapnya saat ini sangat berbanding terbalik dengan Maya yang biasanya.
"Mengapa begitu?"
"Karena menurut orang-orang di negri ini, Anda itu memiliki paras yang amat sangat cantik Bu Maya." Orlando melihat Maya terlihat seperti orang yang kebingungan.
"Begitu? Mengapa saya sama sekali tidak melihat alasannya." Maya kemudian membuat ekspresi lucu. Memonyongkan bibirnya dan memendelikkan matanya berkali-kali. Tawa terlihat muncul yang seketika kembali tersaput kesedihan.
"Saya bukannya ingin memancing pujian. Tapi saya merasa wajah ini biasa-biasa saja. Saya—saya tidak mengenali wajah saya sendiri. Bagaimana ini? Bagaimana?" Mata segelap onyx itu mulai bermozaik dan bersiap-siap akan mengeluarkan air mata.
"Jangan! Anda sudah tahu bahwa saya tidak suka melihat air mata wanita. Atau saya akan pergi!"
"Iya iya... Saya—saya tidak akan menangis. Saya akan kembali tertawa saja. Hahhahaha..." Maya kembali mencoba tertawa di antara kabut air mata yang tergenang dalam bening matanya.
"Apa yang sebenarnya telah terjadi pada Anda, Bu Maya? Siapa yang sangat menginginkan kematian Anda sampai ia tega mencekik Anda dan membuang tubuh Anda kerawa-rawa? Apakah Anda sedikitpun tidak mengingatnya?"
"Sayangnya tidak Pak Polisi. Pikiran saya kosong. Saya bahkan tidak dapat mengingat nama saya sendiri. Seperti apakah dulu kepribadian saya Pak Oolisi? Apakah akhlaq saya sangat buruk sampai-sampai suami dan orang tua kandung saya pun tidak mau lagi mengenal saya? Tolong beritahu saya agar saya tahu kelak bagaimana saya harus bersikap."
Maya melihat polisi itu menghela nafas panjang sebelum akhirnya menyerahkan ponsel kepadanya.
"Begini saja, Anda silahkan lihat saja berita mengenai diri Anda sendiri di internet. Anda bisa melihat you tube, search g****e dengan hanya mengetikkan kata Candramaya Daniswara Bratadikara. Coba saja. Dari sana Anda tentu akan mendapatkan sedikit gambaran tentang bagaimana kepribadiaan Anda yang sebelumnya."
Dengan tidak sabar Maya pun segera googling tentang jati diri dan kehidupannya yang sebelumnya. Wajahnya semakin lama terlihat semakin memucat saat membaca kata-kata yang tertera disana. Apalagi saat ini melihat you tube dan melihat tingkah liarnya berikut pakaian minimnya. Maya tidak sanggup melihat wajahnya sendiri ada disana. Ia malu!
"Pantas saja kalau suami saya dan kedua orang tua saya membuang saya. Kelakuan dan akhlaq saya ternyata naudzubillah min zalik buruknya." Orlando memperhatikan wajah Maya yang terlihat antara sedih, malu dan juga serba salah. Dia sendiri sebenarnya juga bingung. Mengapa Maya yang amnesia ini tingkahnya sangat berbanding terbalik dengan saat dia sadar sepenuhnya. Orlando yakin, kalau sikap Maya berubah menjadi manis dan baik seperti saat terkena amnesia begini, orang-orang pasti akan lebih suka kalau ia amnesia saja selamanya.
Tok! Tok! Tok!
Setelah Orlando menjawab masuk, Maya melihat ada seorang lelaki tampan lainnya dan seorang wanita paruh baya berhijab memasuki ruangan tempat ia dirawat.
"Maaf, Bapak dan Ibu ini siapa ya? Maafkan saya saat ini tidak begitu baik ingatannya." Maya melihat kedua orang yang wajahnya mirip itu sedikit tertegun mendengar kata-katanya. Mereka masih terdiam saat Orlando lah yang memecahkan kebisuan mereka berdua.
"Mereka ini ibu mertua dan suami Anda, Bu Maya. Ini adalah Ibu Khadijah Bratadikara dan Bapak Nayaka Bratadikara."
Mendengar kata-kata Orlando, Maya seketika berusaha bangkit dari tidurnya dan menyalami tangan suami dan ibu mertuanya. Maya bukan hanya menyalami biasa. Ia bahkan mencium pungung tangan suami dan ibu mertuanya. Lagi-lagi Maya melihat suami dan ibu mertuanya terdiam. Maya merasa mungkin mereka berdua sudah begitu muak dengan sepak terjangnya di luaran selama ini. Sehingga mereka memilih untuk mendiamkannya saja.
Maya berusaha bangkit dari posisi duduknya. Dia mencoba turun dan bersimpuh di hadapan suami dan ibu mertuanya. Maya tahu walaupun ia akan segera bercerai dari suaminya, tetapi ia belum minta maaf secara pribadi secara layak dengan mereka berdua. Maya merasa ini adalah saat yang paling tepat baginya untuk meminta maaf atas semua kelakuan bejatnya yang rasa-rasanya agak mustahil untuk dapat di maafkan. Tetapi yang paling penting adalah dia sudah mencoba. Masalah mereka berdua mau atau tidak memaafkannya, biarlah itu menjadi urusan mereka.
"Maya memohon maaf yang sedalam-dalamnya pada M—Mas Nayaka Bratadikara dan ibu Khadijah atas semua kelakuan buruk Ma—Maya selama ini. Maya tidak bisa lagi merangkai kata untuk memohon maaf pada Mas Naya, maaf kalau saya salah mengucapkan nama Mas, dan Ibu. Maya benar-benar menyesal Mas, Ibu.
Mas Naya dan ibu jangan salah tafsir. Maya melakukan ini bukan karena Maya ingin Mas mencabut gugatan perceraian. Itu sama sekali tidak terlintas dalam pikiran Maya. Menurut Maya, memanglah sudah sepantasnya Mas menceraikan seorang istri yang tidak baik seperti Maya ini. Maya amat sangat mengerti. Yang Maya inginkan saat ini hanyalah meminta maaf pada Mas Naya dan ibu." Dua orang di depannya seperti baru tersadar dari ketertegunan saat melihat Maya yang sedang bersimpuh dengan susah payah. Cairan infusnya pun sampai dicabut dari tempatnya dan dipegang oleh Maya."Sudah Maya, sudah. Kita lupakan saja semua masa lalu kita. Ibu sudah memaafkan kamu dari jauh-jauh hari. Astaga, ibu tidak pernah bermimpi melihat kamu memanggil Nayaka dengan sebutan Mas dan meminta maaf pada ibu. Maya yang seperti ini membuat ibu sangat senang, Nak. Maya seperti berubah menjadi pribadi yang baru."
Ibu Khadijah membantu Maya bangkit dan mendudukkannya kembali ke ranjang. Bu Khadijah juga kembali menggantungkan cairan infusnya pada tempatnya.
Maya kembali terisak pelan saat ibu mertuanya juga membantunya kembali berbaring di ranjang rumah sakit. Ibu mertua yang baiknya seperti ini bagaimana mampu ia sia-siakan selama ini? Ia jahat sekali selama ini rupanya.
Pandang mata Mata pelan-pelan bertemu dengan suaminya. Sedetik kemudian Maya menundukkan wajahnya dengan pipi memerah. Dia malu karena dipandangi oleh suaminya sendiri. Suami yang sudah begitu sering ia sakiti jiwa raganya.
"Saya sudah mendengar semua keadaan kamu dari dokter yang merawat kamu juga dari bapak polisi ini. Seperti yang sudah kamu ketahui, saya telah mendaftarkan gugatan perceraian kita sejak sebulan yang lalu. Karena keadaan kamu yang seperti ini dan juga pihak keluarga kamu juga tidak mau menerima kamu kembali, saya hanya bisa menawarkan ini." Suaminya mengeluarkan sebuah amplop tebal dari balik jas nya.
"Ini ada uang kontan sebanyak dua ratus juta. Ambil saja buat kamu selama kamu belum bisa ehm bekerja. Setidaknya kamu bisa hidup layak sementara dengan uang ini. Setelah pengadilan memutuskan perceraian kita, saya akan memberikan harta gono gini yang amat sangat kamu inginkan itu. Mengerti kamu, Maya?"
Maya terdiam. Dia tahu dia telah banyak berbuat kesalahan. Dan dia tidak ingin lagi menambah beban suami dan mertuanya ini dengan menanggung biaya hidupnya. Selama iya memiliki panca indera lengkap, insya Allah ia akan berusaha menghidupi dirinya sendiri. Iya yakin, selama ia mau berusaha, pasti Allah akan melancarkan usahanya.
"Terimakasih atas niat baik Mas Naya yang ingin membantu Maya. Tetapi maaf Maya sudah tidak bisa lagi menerima kebaikan Mas. Biarlah mulai hari ini Maya akan berusaha berdiri di atas kaki Maya sendiri dengan uang yang insya Allah halal. Mas cukup doakan saja agar Maya tambah kuat dalam menjalani cobaan ini hidup ini ya, Mas? Bagaimana pun juga kita berdua dulu pernah saling mencintai satu sama lain. Ini, Mas simpan saja lagi uang ini. Maya bukannya tidak membutuhkannya Mas, tetapi Maya hanya ingin mulai berdikari sendiri. Bantu saja Maya dengan doa ya Mas?" Maya tiba-tiba saja merasakan tangan kanan suaminya mengelus puncak kepalanya perlahan.
"Kalau saja kamu dulu semanis ini dalam bersikap, Mas tidak akan pernah mau mengajukan gugatan perceraian kepengadilan, sayang. Apakah kamu ingin Mas mencabut gugatan itu, Maya?" Mata Maya terbelalak mendengar tawaran suaminya.
"Jangan Mas. Bukankah tadi sudah Maya katakan kalau Maya bukannya ingin mencari simpati dan mementahkan kembali keinginan Mas untuk menggugat cerai Maya. Maya murni hanya ingin meminta maaf saja. Mas Naya berhak mendapatkan istri yang jauh jauhhhh lebih baik dari Maya." Sahut Maya tegas.
"Tumben lo dikasih duit kagak mau kakak ipar? Lagi banyak duit ya lo habis jualan sama politisi itu?" Maya menatap nanar seorang pria berambut gondrong lainnya yang baru saja masuk dan menatapnya dengan raut wajah yang begitu melecehkan. Menilik wajahnya yang begitu mirip dengan suaminya dan panggilan kakak ipar padanya, Maya langsung tahu kalau laki-laki ini adalah adik iparnya.
Mereka yang ada di dalam ruangan cuma bisa menunggu letupan amarah Maya. Maya yang dulu pasti akan langsung membalas kata-kata adik iparnya dengan tak kalah pedas. Tapi kali ini, berbeda. Maya sama sekali tidak membalas kata-kata penuh provokasi adik iparnya. Dia hanya diam, tetapi air matanya mulai berlelehan. Orlando menarik nafas panjang, sepertinya ini sudah saatnya dia turun tangan. Maya sudah terlihat makin tertekan.
"Jika Anda semua sudah tidak ada keperluan lagi disini. Silahkan menunggu di luar saja. Biarkan Bu Maya beristirahat dulu."
Orlando mengusir tamu-tama Maya secara halus."Khusus buat Anda saudara Thoriq. Kita ini laki-laki, jangan suka bersikap playing victim seperti seorang perempuan. Hanya karena Anda tidak bisa mendapatkan kakak ipar Anda yang begitu Anda dambakan, maka Anda membalas dendam dengan cara mengata-ngatainya hanya karena dia sedang amnesia." Tukas Orlando datar. Ia tahu kalau selama ini Thoriq memang suka membuntuti Maya ke mana-mana. Ia pernah beberapa kali memergokinya.
"Benar begitu, Thoriq?" Nayaka terlihat mengepalkan kedua tangannya. Dia terlihat tidak percaya kalau adiknya ternyata juga menginginkan istrinya.
"Gue hanya mengatakan kebenaran kok, Bang. Mbak Maya juga menggoda pria-pria setiap weekend di club."
"Dan mengapa Anda selalu ada di setiap kakak ipar Anda ada di club? Anda bukan secret admirernya bukan?"
Orlando hanya berbicara santai saja, namun wajah Thoriq sudah berubah menjadi merah padam. Kini mereka tahu bahwa Orlandolah yang benar karena Thoriq bahkan tidak bisa membantah kebenaran kata-katanya.
"Jadi Anda mau tinggal di mana sekarang? Pihak rumah sakit telah menyatakan kalau Anda sudah sembuh dan bisa berobat jalan saja, kecuali untuk kasus amnesia Anda. Karena khusus untuk penyakit Anda yang satu itu hanya bisa di sembuhkan oleh waktu. Sementara pemerintah kita tidak mungkin menanggung biaya yang tidak urgent lagi sifatnya. Di negeri ini bukan hanya Anda yang harus diperhatikan oleh pemerintah. Saya harap anda mengerti."Suara datar-datar tegas polisi yang menolongnya beberapa hari yang lalu memasuki pendengarannya.Sebenarnya Maya sendiri juga bingung dia mau tinggal di mana sekarang. Karena menurut cerita suaminya, setelah suaminya itu mengajukan gugatan cerai, ia langsung pindah ke rumah mewah yang dibelikan oleh sang politisi yang telah menjadi penopangnya beberapa waktu yang lalu itu. Berarti satu-satunya tempat bernaungnya hanyalah rumah yang dibelikan oleh selingkuhannya itu. Tetapi kini Maya bertekad un
Panasnya matahari di siang bolong seperti ini menguras energi Maya yang tidak seberapa akibat baru sembuh dari luka-lukanya. Setelah pertengkarannya dengan Orlando tadi, Maya memang memutuskan untuk segera pergi dari hadapan sang AKBP. Ia capek selalu di hina-hina olehnya. Kalaupun dulu dia memang tidak ada bagus-bagusnya menjadi seorang manusia, akan tetapi tidak perlu juga bukan setiap lima menit sekali ia mengingatkannya? Masih terngiang-ngiang di kepala Maya pertengkarannya dengan Pak AKBP Orlando yang sangat menyakiti hatinya."Anda mau ke mana Bu Maya? Anda itu belum sembuh benar untuk bekerja. Laki-laki yang membooking Anda akan merasa bercinta dengan boneka Annabelle kalau melihat memar-memar di sekujur tubuh Anda. Anda belum layak pakai, Bu Maya.Lagi pula orang yang mencoba membunuh Anda itu belum tertangkap. Anda tidak aman berkeliaran di jalanan tanpa perlindungan, Bu Maya."
Orlando tiba di rumahnya tepat pada pukul tujuh malam. Hari ini ia lelah selelah-lelahnya. Menjadi seorang polisi telah menjadikannya setiap hari bergumul dengan para penjahat mulai dari kelas teri hingga kelas kakap. Belum lagi akhir-akhir ini dia dan team ditunjuk untuk meretas semua kabar hoax di internet. Menjelang PILPRES seperti ini banyak sekali situs-situs yang menyebarkan kabar hoax dan hate speech. Dia dan kedua belas rekannya bahu membahu meretas dan memblock situs-situs yang penuh dengan ujaran kebencian tersebut.Dia mencintai negeri ini, karena itulah ia dan rekan-rekannya yang lain berusaha sekuat tenaga menjaga, melindungi dan mempertahankan keragaman yang merupakan keindahan sejati NKRI. Demi tanah air tercinta, ia rela mengorbankan segalanya.Begitu ia menjejakkan kakinya ke dalam rumah, pandangannya secara otomatis mencari-cari keberadaan Maya. Sudah tiga hari ini Maya tinggal di rumah
"Sa—saya, saya cuma disuruh sama Ceu E—""Keluar!!!" Maya terlompat kaget saat mendengar bentakan penuh kemarahan Orlando."Astaghfirullahaladzim! Ada apa ini, Den Orlando? Kok pagi-pagi buta udah teriak-teriak. Eceuk sampai kaget."Ceu Esih ikut terbangun karena kerasnya suara Orlando. Ceu Esih seketika mengerti apa yang terjadi, saat melihat wajah emosi majikannya dan gemetarnya tubuh Maya. Maya bahkan tidak berani mengangkat kepala, karena malu dibentak-bentak oleh Orlando didepan Ceu Esih. Ceu Esih menarik nafas panjang akibat kacaunya situasi di pagi buta begini."Aden kenapa pagi-pagi teh udah marah-marah? Masalah Neng Maya yang ada di kamar Aden? Itu teh Eceuk yang manggil si Eneng tengah malam kemarin saat Aden demam tinggi. Eceuk teh bingung harus bagaimana meredakan deman Aden. Ibu dan Non Giselle kan sedang ada di Solo. Makanya Eceuk manggil Neng Maya untuk membantu Eceuk me
"Selamat pagi Bapak Nayaka Bratadikara dan Ibu Candramaya Daniswara Bratadikara. Tanpa banyak membuang waktu dan basa basi lagi, saya hanya ingin menanyakan sekali lagi. Apakah Anda berdua ini sudah mantap ingin bercerai, atau Anda berdua masih ingin berpikir-pikir dulu? Sesuai dengan Pasal 56 ayat 2, 65, 82, 83 dan UU Nomor 7 Tahun 1989, saya sebagai hakim di sini ingin mendamaikan Anda berdua terlebih dahulu sebelum sampai pada tahap mediasi pada sidang selanjutnya." Maya dan Nayaka saat ini tengah menghadiri sidang pertamanya."Tetapi kalau saya lihat-lihat, sepertinya Pak Naya ini masih cinta sekali ya pada Bu Maya?" Pak Hakim tersenyum simpul saat mendapati bahwa sang suami yang mengajukan gugatan, terus saja mencuri-curi pandang pada istrinya."Kalau memang masih cinta, untuk apa mengajukan gugatan perceraian Pak Naya? Dalam hal berumah tangga cek cok kecil itu kan masalah biasa. Gigi dan lidah yang se rumah dan selalu kompa
Drtt... drtt... drtt..."Hallo, Dek Sean. Ada apa, Dek? Tumben Adek menelepon Abang?" Maya melihat wajah Orlando langsung berubah gembira. Nada bicaranya juga seketika menjadi lembut. Dek Sean? Bukankah nama itu yang diigaukannya kemarin? Berarti orang yang menelepon Orlando ini adalah wanita yang setengah mati dicintainya sekaligus juga yang membuatnya patah hati setengah gila."Oh bisa... bisa kok, Dek. Abang ada di pengadilan agama, deket kok sama restaurant. Ya udah ini sekarang Abang singgahin ke sana ya, Dek? Ahahhaha... nggak apa-apa, Dek. Apalah yang nggak buat, Dek Sean? Oke, assalamualaikum."Maya melirik Orlando menutup panggilan telepon, masih dengan sisa-sisa senyum di bibir. Sepertinya Orlando bahagia sekali setelah menerima telepon dari wanita impiannya."Pembicaraan kita belum selesai. Kita akan singgah sebentar di restaurant teman saya. Kamu cukup diam dan jangan banyak t
"B-Bapak mau ngapain? Kok pintu kamar saya dikunci? Ini juga, ngapain Bapak pakai buka baju segala? Ingat ya, Pak. Saya ini perempuan tidak baik. Jangan sampai kesucian tubuh Bapak terkontaminiasi dengan kekotoran tubuh saya!" Maya mundur-mundur ketakutan."Anda ini kenapa sampai ketakutan seperti itu hah? Saya cuma mau minta tolong Anda untuk mengerikkan punggung saya. Biasanya Ibu saya atau Ceu Esih yang mengerikkan punggung saya, kalau saya sedang masuk angin. Berhubung ibu masih di Solo dan Ceu Esih sudah tidur, maka saya terpaksa minta tolong Anda yang mengerikkan. Anda jangan berfikir yang macam-macam !"Orlando menjentikkan kening Maya dengan kesal."Oooh... cuma minta dikerokin toh? Bilang dong dari tadi. Jangan tiba-tiba main buka baju aja." Maya mengomeli Orlando.Tetapi tak urung tangannya bekerja juga. Setelah Orlando duduk tegak di ranjangnya. Maya segera membalurkan minyak gosok ke punggung l
"Umi, kenapa sih nama Gadis itu Gadis? Nanti kalau Gadis udah jadi nenek-nenek masak dipanggil Gadis juga. Kan nggak lucu, Umi?""Umi dan Abi itu memberikalian nama sesuai dengan jenis kelamin kalian, sayang. Karena kedua kakakmu laki-laki, maka Umi dan Abi memberikan mereka nama Putra Tirta Sanjaya dan Jaka Tirta Sanjaya. Nah, karena Gadis itu anak perempuan yang tiba-tiba saja dititipkan oleh Allah Subhanawaata'ala pada Umi dan Abi, maka kami menamakan kamu Gadis Putri Sanjaya. Yang artinya Gadis adalah putrinya Pak Sanjaya. Mengerti sayang? "Dengar, sayang. Apa pun kelak yang akan terjadi dikemudian hari, percayalah Umi dan Abi amat sangat menyayangi dan mencintai kehadiranmu di tengah-tengah kehidupan kami. "Umiii!... Abiiii!"Maya terbangun dengan tubuh basah kuyub dan dibanjiri oleh keringat. Dia bermimpi lagi tentang pembicaraan seorang a
"Mbak Gadis, melahirkan itu sakit nggak sih? Salwa takut, Mbak. Menjelang hari Hnya seperti ini, Salwa keder, Mbak. Ngeri."Gadis yang sedang menyusui Dimetrio Atmanegara, putra pertamanya mengalihkan pandangannya pada Salwa. Sahabat sekaligus partner in crimenya di restaurant dulu yang kini telah menjadi kakak iparnya. Salwa menikah dengan Putra Tirta Sanjaya, kakak sulungnya satu setengah tahun yang lalu. Kini Salwa tengah hamil tua dan tinggal menghitung hari kelahirannya. Tidak heran kalau kakak iparnya ini ketakutan memikirkan betapa menyakitkannya proses kelahiran yang harus ia lalui."Begini ya, Salwa. Mbak akan memberi gambaran dari mana muncul rasa sakit itu dulu sebelum asumsi kamu melebar kemana-mana. Salwa, dengar, penyebab sakit saat melahirkan itu biasanya adalah karena kontraksi otot. Rahim kita ini memiliki banyak otot. Otot ini akan berkontraksi dengan kuat untuk mengeluarkan bayi s
Rumah mewah yang terletak di pinggir pantai itu tampak mentereng dan megah. Karta Suwirya membangunnya terpisah cukup jauh dari penginapan exclusive khusus untuk para turis yang datang berkunjung. Terlihat sekali Karta menginginkan agar privacynya tidak terganggu. Dalam gelapnya malam, rumah itu bersinar layaknya cahaya mercusuar. Pantai ini sebenarnya adalah pantai daerah wisata. Sementara penginapannya terletak diseberang pulau. Jadi untuk mencapai penginapan dan akses keluar masuk pulau, para penghuninya harus menggunakan kapal ferry. Begitu pun untuk kegiatan sehari-hari. Penginapannya memang sangat mewah namun sangat terpencil. Daerah wisata seperti ini biasanya adalah destinasinya para pengantin baru yang ingin honeymoon. Karena kesan yang di tampilkan itu private dan juga intimate. Di tempat inilah Kartasuwirya biasanya menyembunyikan para selingkuhannya. Tempat yang sampai sejauh ini belum terendus oleh istrinya. M
Dalam diam Gadis menajamkan pendengarannya. Pada saat matanya tidak bisa ia gunakan, maka telinganya lah yang akan ia maksimalkan. Ia sama sekali tidak mau mati konyol di sini. Ia tahu bahwa panik tidak akan memberikan manfaat apa-apa selain membuat tekanan darahnya meninggi dan kemampuan berpikir sel-sel otaknya menjadi lumpuh. Mobil berjalan cepat dan semakin lama perjalanan sepertinya semakin menurun dan berkelok-kelok. Perut Gadis seperti sedang dikocok-kocok saking mualnya. Gadis menarik nafas pelan-pelan dan menghembuskannya secara teratur. Ia tidak bisa mengeluarkannya dari mulut karena mulutnya telah di lakban. Gadis sampai mengeluarkan keringat dingin saking enegnya. Setelah perjalanan di dalam mobil yang rasanya lama sekali, akhirnya mobil yang membawanya berhenti juga. Telinga Gadis langsung menangkap suara debur kencang ombak yang memecah pantai. Berarti ia sedang diasingkan pada sebuah pantai. Benaknya mencatat baik-baik semua tanda
Hujan deras diiringi suara petir yang menggelegar membuat Gadis yang ditinggal sendirian di rumah menjadi ketakutan. Dua orang ART orang tuanya yang merupakan ibu dan anak, sudah tidur sejak jam sembilan tadi. Hujan deras di malam hari memang cenderung membuat orang lebih cepat mengantuk. Sebenarnya tadi Gadis berat sekali melepas Orlando untuk bertugas. Entah kenapa malam ini hatinya resah dan perasaannya tidak enak. Gadis merasa mungkin ini semua adalah akibat dari hormon kehamilannya.Demi membunuh rasa sepi dan ketakutannya, Gadis menonton televisi sambil menunggu kantuk menghampirinya. Tetapi walaupun pandangannya mengarah kedepan, Gadis sama sekali tidak bisa menikmati apa yang disajikan didepan matanya itu. Dia sangat gelisah!Ceklek!"Arrghhhh!"Gadis menjerit kaget saat pintu kamarnya tiba-tiba saja terbuka. Setelah melihat dua orang Asisten Rumah Tangga orang tuanya masuk
Disepanjang perjalanan pulang Orlando berkali-kali melirik Gadis yang duduk diam bagai arca di sampingnya. Dia yang modelnya lempeng dan tidak mengerti cara merayu ini bingung harus mencari topik apa untuk membuka obrolan. Bayangkan saja, dia yang sehari-hari cuma menginterogasi dan menekan para bandit dan juga penjahat, kini di paksa harus menjadi Sudjiwo Tejo. Orlando khawatir kata-kata indah yang sudah susah-susah dirangkainya bukannya terkesan mesra tetapi malah lebih mirip Berita Acara Pemeriksaan lah ujung-ujungnya. Kan bisa gawat jadinya."Abang memang orang yang kaku dan tidak bisa melakukan apapun dengan benar, tapi satu hal yang perlu kamu ketahui sayang. Abang sangat mencintai kamu. Tolong maafkan kebodohan Abang yang sudah membuat kamu sedih dan sakit hati. Maaf jika selama ini mungkin Abang kurang perhatian kepada kamu. Karena jujur Abang sering kali bingung saat harus membagi waktu antara harus ngangenin kamu atau miki
Selama menunggu atasannya membawa pulang istrinya ke rumah kediaman Antariksa, Orlando menunggu di pintu gerbang. Ia terus berjalan hilir mudik sehingga membuat SATPAM di pos jaga ikut stress melihatnya. Dibenaknya terus saja mengulang-ulang adegan di wajah basah penuh air mata istrinya tengah tertidur pulas dalam pelukan atasannya. Orlando sungguh tidak terima karena ia bahkan tidak pernah menyentuh kulit Rani kecuali hanya untuk bersalaman. Ia menghormati Rani sebagai seorang perempuan sekaligus juga istri atasannya. Bagaimana ia tidak emosi jiwa membayangkan kalau istrinya dirangkul-rangkul dan dipeluk-peluk laki-laki lain?Padahal Orlando tidak tahu saja kalau penampakan di photo itu hanyalah pencitraan publik semata. Fatah melakukannya untuk membalas rasa kesalnya pada Orlando. Orlando pasti tidak tahu cobaan seperti apa yang ia dapatkan behind the scene photo itu ia kirimkan.Ceritanya akibat Gadis yang terus menerus menangi
Orlando berlari menuruni tangga darurat saat melihat istrinya dan atasannya menutup lift. Masih terbayang di matanya pemandangan kecewa atasannya. Dan yang paling memerihkan hatinya adalah kala melihat air mata sakit hati yang terbias dari bola mata istrinya. Shit! Dia sama sekali tidak menduga kalau istrinya bisa ada di sini. Siapa yang memberitahukannya? Atasannya juga. Mengapa mereka bisa datang secara bersamaan? Pertanyaan mengapa dan mengapa, terus berkecambuk di benaknya.Orlando tiba di basement dan langsung berlari kencang menuju ke parkiran. Bersiap-siap menghadang, apabila atasan dan istrinya akan meninggalkan apartement. Matanya menatap tajam setiap orang yang berlalu lalang di sana. Harap-harap cemas semoga istrinya ada di antara mereka.Namun harapannya tidak terkabul. Setelah hampir dua puluh menit menunggu, ia tidak juga menemukan bayangan keduanya. Orlando terduduk lemas di lantai parkiran. Ia bingung, cem
Gadis terbangun saat merasa ada sesuatu sedang mengelus-elus pipinya. Begitu matanya terbuka, ia langsung kaget saat dihadapkan pada wajah Orlando yang hanya berjarak sejengkal dari wajahnya sendiri. Dan sesuatu yang mengelus-elus pipinya itu adalah telapak tangan suaminya."Selamat pagi istriku. Nyenyakkah tidurmu semalam sayang? Apakah kamu memimpikan Abang dalam tidurmu, hmmm?" Kini Orlando malah mencium-cium gemas pipinya dengan suara cup cup yang terdengar keras. Gadis buru-buru memalingkan wajahnya. Dia masih amat sangat marah dan kecewa pada Orlando yang ternyata tega membohonginya."Kamu ini kenapa sih sayang? Dari semalam Abang kamu judesin terus sampai Abang nggak berani minta jatah. Ada apa sih? Cerita dong biar Abang tahu salah Abang itu di mana, dan bisa memperbaikinya."Mata Gadis membulat saat merasakan tangan Orlando masuk melalui bawah piyama satinnya dan mengelus bulatan empuk didadanya.
"Saya terima nikah dan kawinnya Gadis Putri Sanjaya binti Candra Daniswara dengan mas kawin 111 gram emas dan seperangkat alat sholat dibayar tunai!"Orlando dengan suara tegas dan lantang mengucapkan ijab kabul dalam satu tarikan nafas."Bagaimana saksi? Sah?" Tanya Pak Penghulu."Sahhhh!""Alhamdullilahhhh."Akhirnya setelah melalui perjalanan yang singkat namun penderitaan dan kesakitan yang panjang dalam arti yang harafiah, Orlando kini bisa menepuk dada dengan bangga. Dokter cantik ini akhirnya resmi menjadi istrinya. Tidak sia-sia ia berdarah-darah digebukin kakak-kakak Gadis kalau hasil akhirnya ternyata seindah ini. Hasil memang tidak akan pernah menghianati usaha insya allah. Mungkin selama ini orang mengira bahwa d