"Pokoknya ayah tidak mau tau! Kamu harus melanjutkan S2 di Singapura!" suara bentak seorang ayah kepada anaknya terdengar sampai keseluruh ruangan rumah yang besar itu.
"Ayah, aku bukan tidak mau melanjutkan S2. Tapi kurasa S1 saja sudah cukup bagiku lagian aku gak mau ngejar pangkat yang tinggi. Intinya aku bahagia, Yah.." suara lelaki itu membalas bentakan ayahnya.
"Kamu harus melanjutkan S2 di Singapura agar perusahaan ayah bisa kamu lanjutin dan bisa bikin kita bahagia. Dimana-dimana tamatan S2 akan sukses dan bahagia!" bentakkan mulai menggelegar di seluruh ruangan rumah.
"Ingat Yah..! Aku gak gila pangkat dan harta seperti ayah!" balas lelaki tersebut yang membuat ayahnya marah besar dan 'praakk'. Seorang Ayah menampar anaknya hingga pipi anaknya berwarna merah.
"Sudah... Berhenti Andi apa yang kau lakukan itu membuat anak kita akan merasa kesakitan!" suara seorang wanita masuk dalam percakapan yang panas itu.
"Sudah bu, biarkan saja ayah memukulku aku sudah dewasa dan berhak menentukan kebahagiaanku sendiri." ujar lelaki itu lembut dan masih memegang pipinya yang merah.
"Apa?!" bentakan ayahnya kembali memuncak.
"Sudah.. ku mohon berhenti..." kata wanita tua itu hingga air matanya terjatuh.
"Aku mau pergi sama teman dulu bu. Aku tidak mau melanjutkan percakapan yang tidak penting ini!" ujar lelaki itu meninggalkan kedua orang tuanya dan beranjak keluar rumah dan melajukan motornya.
***
Xavier, ia adalah lelaki yang tadi membuat amarah ayahnya, namanya adalah Mohammad Xavier Andiyunus yang sekarang duduk di bangku S1 perkuliahan dengan jurusan Ekonomi dam Bisnis di Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Ia adalah tipikal pria yang baik, pintar, dan dia suka membaca buku karya Boy Candra bahkan dia suka menulis cerita. Xavier tidak suka bergaul dengan para perokok dan pecandu napza serta peminum miras dan sebagainya. Xavier adalah anak tunggal dalam keluarganya, sebab itulah ia menjadi prioritas sebagai penerus perusahaan ayahnya.
Cuaca sore ini sangatlah sejuk, hembusan bayu merasuk hingga ke tubuh membuat pikulan beban pikiran yang berat menjadi ringan walaupun puncak merapi merada ketubuh Xavier sore ini, ia keluar rumah menenangkan sedikit pikirannya. Ia memiliki janji untuk menemui temannya di taman kota sore ini.
"Xavier, kau baik-baik saja?" tanya seorang wanita saat Xavier duduk disampingnya.
"Aku baik-baik saja Fidyah, hanya ada sedikit masalah," jawab Xavier tersenyum.
"Masalah apa?" tanya Fidyah.
"Adalah... gak perlu diceritain." jawab Xavier.
"Ceritain aja, gak apa-apa kok!" ujar Fidyah.
"Nanti kamu tau sendiri," ujar Xavier.
"Hmm.." gumam Fidyah. "Eh tunggu itu bibirmu berdarah, dan kau bilang kau baik-baik saja!" Fidyah mengambil tissu dari sakunya dan menghapus aliran darah di ujung bibir Xavier.
"Ahh.." rintih Xavier sedikit kesakitan.
"Tahan aja dulu" ujar Fidyah.
"Makasih Fid, selama ini kamu banyak menolongku"
"Ah santai aja, biasa juga kamu yang tolong aku kalau lagi gak bawa duit, heheh" tawa Fidyah yang membuat percakapan ini lebih hangat dari percakapan sebelumnya yang dirasakan Xavier.
"Aku senang bertemu denganmu" ujar Xavier.
"Apaan sih, sering juga ketemu di kampus" ujar Fidyah.
"Heheh iya juga ya" tawa kecil Xavier.
"Besok kamu masuk kampus?" tanya Fidyah.
"Iya" jawab Xavier.
"Kamu tau kan, aku besok masuk kampus juga," tawa kecil Fidyah seperti membuat kode untuk Xavier.
"Iya aku tau kok, nanti aku yang jemput" ujar Xavier paham dengan maksud kode Fidyah.
"Hahaha kamu tau aja!" tawa Fidyah. "Eh aku boleh pinjam novel Boy Candra kamu gak?"
"Ada apa? Tiba-tiba mau minjem novel biasanya kamu baca buku mata kuliah kamu yang pendidikan itu," tawa Xavier membuat Fidyah sedikit kesal.
Fidyah memang satu kampus dengan Xavier hanya saja mereka beda jurusan, Fidyah mengambil fakultas pendidikan karena ia bercita-cita menjadi seorang pengajar. Sedangkan Xavier memilih fakultas Ekonomi pembangunan karena ingin bertujuan merubah ekonomi bangsa Indonesia dan ingin menjadi pebisnis sukses.
"Tiba-tiba saja aku suka membaca novel" ujar Fidyah.
"Novel Boy Candra?" tanya Xavier.
"Awalnya aku baca novel dari Tere Liye dan aku senang membacanya dan tiba-tiba aku mau baca novel Boy Candra, punyamu kan banyak!" ujar Fidyah.
"Oh gitu, besok aku bawain deh!" kata Xavier tersenyum.
"Kenapa senyum?" tanya Fidyah heran.
"Ya gak apa-apa emang kenapa? Salah ya? Bukannya semua orang berhak untuk mengekspresikan perasaannya? 'Kan?" ujar Xavier.
"Iya boleh kok, raut wajah kamu kayak bahagia gitu," pertanyaan Fidyah sontak membuat Xavier menelan ludah.
"Kita itu wajib bahagia Fidyah. Walaupun dunia kita sedang hancur dan berantakan. Kan tadi aku udah bilang kalau aku senang bertemu denganmu yang berarti aku bahagia bukan?" ujar Xavier.
"Iya aku mengerti. Aku juga bahagia bertemu dengan mu" ujar Fidyah.
"Hah beneran?" tanya Xavier dan wajahnya sudah dekat dengan wajah Fidyah. Tiba-tiba warna kemerahan muncul dari pipi Fidyah.
"Ih apaan sih, munduran dikit!" ujar Fidyah nampak malu.
"Ih kok malu hahah" tawa Xavier.
"Lagian aku gak suka!" ujar Fidyah memalingkan wajah.
"Pipinya merah nih, hahah malu ya haha" tawa Xavier semakin menjadi. Fidyah tidak menjawab.
"Ooh udah pintar ngambekan," ujar Xavier mulai menghangatkan suasana yang sebelumnya terasa canggung."Emang aku gak pintar ngambek!" ujar Fidyah dengan nada suara naik.
"Hahah kamu cantik kalau lagi ngambek gitu" ujar Xavier.
"Berarti kalau aku gak ngambek, aku gak cantik gitu, dasar cowok!". ujar Fidyah.
"Kamu cantik kok, tapi kalau lagi ngambek cantiknya nambah" ujar Xavier yang membuat pipi Fidyah merah kembali.
"Ih apaan sih!". ujar Fidyah malu.
"Hahah gak usah malu-malu gitu, senyum dong, senyummu ka bisa menimbulkan penyakit eak!" ujar Xavier.
"Penyakit apaan? emang senyumku bakteri? Virus?!"
"Penyakit Diabetes. Karena senyummu itu terlau manis bahkan lebih manis dari gula ataupun pemanis lainnya!" perkataan Xavier tersebut menambah merah di wajah Fidyah.
"Ih wajahnya merah hahah" tawa Xavier."Kamu tuh nyebelin!" ujar Fidyah menutup kedua mukanya dengan kedua telapak tangannya.
"Maafin aku deh" ujar Xavier berhenti tertawa dan membentuk senyum di bibirnya.
"Aku gak mau maafin!" ujar Fidyah.
"Jangan gitu dong. Tunggu sini deh aku beliin es krim dulu" ujar Xavier.
"Cepetan sana!" ujar Fidyah.
"Giliran es krim cepet banget responnya!"
"Udah cepetan sana gue ngambek lagi nih!"
"Iyaiya tungguin!" Xavier pergi ke salah satu toko yang menjual es krim di samping jalan raya dekat taman. Ia membeli 2 es krim cokelat kesukaan Fidyah.
Xavier menyebarang jalan yang ramai dan padat dengan kendaraan roda empat dan roda dua. Sore ini para pejalan kaki terlihat ramai dari sebelumnya. Xavier membawa 2 es krim cokelat dan duduk kembali ke bangku taman di sebelah Fidyah.
"Nih es krimnya!" ujar Xavier memberikan es krim.
"Makasih" kata Fidyah tersenyum.
Mereka bersantai sore ini dan menggenggam es krim di taman kota dengan percakapakan yang hangat membuat Xavier tersenyum dan sedikig melupakan konflik keluarganya. Ia senang bertemu dengan Fidyah, temansejak SMP nya itu. Mereka menatap langit yang sedikit demi sedikit merubah warna dari kebiruan menjadi jingga. Suara pengajian di masjid mulai terdengar. Mereka berdua menuju masjid yang dekat dari taman, untuk sholat maghrib secara berjamaah.
***
Setelah selesai melaksanakan kewajiban mereka sebagia seorang muslim. Mereka kembali pulang kerumah mereka masing-masing. Xavier mengantar Fidyah dengan motornya.
Perjalanan mulai terasa dingin, Xavier telah sampai di depan gang rumah Fidyah.
"Makasih" ujar Fidyah turun dari kendaraan dan tersenyum.
"Aku yang berterima kasih," ujar Xavier.
"Terserah deh, aku tau kamu bahagia sore tadi bersamaku!" ujar Fidyah.
"Itu kamu tau," tawa kecil Xavier.
"Aku mau masuk dulu, hati-hati yah! Ingat besok ya!" ujar Fidyah.
"Iya aku ingat. Kamu harus bangun cepat besok jangan kesiangan terus!"
"Ih siapa bilang aku sering kesiangan?"
"Emang biasanya gitu"
"Itu saat libur aja. Kamu mungkin yang sering kesiangan!"
"Siapa bilang? Aku bangun cepat terus!"
"Waktu itu kamu di hukum karena terlambat!"
"Baru sekali juga!"
"Ngomong ama kamu nih gak ada habisnya!"
"Ya udah habisin"
"Ih kamu nih nyebelin, aku mau masuk dulu"
"Ya udah masuk sana"
"Kamu belum mau pulang?"
"Belum"
"Kenapa?"
"Yah gak apa-apa"
"Gak jelas nih anak, beneran kamu belum mau pulang?"
"Khawatir ya? Hahha"
"Gak kok, biasa aja, aku masuk dulu"
"Ya udah masuk aja, dari tadi gak masuk-masuk.!" ujar Xavier dan Fidyah masuk kedalam rumahnya melambaikan tangan kepada Xavier.
Xavier tersenyum, ia menyalakan kendaraannya dan melajukannya. 'Semoga besok perasaanya sama seperti sore dan malam ini' pikirnya.
Pagi yang cerah, matahari bangkit dari sanubari yang membuat senyum terukir pagi ini. Langit indah dihiasi oleh awan dan fajar, membuat kesegaran mata dan perasaan. Xavier bangun sangat pagi hari ini, ia beranjak melakukan aktivitas yang biasa ia lakukan yaitu joging pagi. Setelah selesai melakukan aktivitasnya ia kembali kerumah, mandi dan mengenakan pakaian untuk bersiap-siap menuju kampus."Bibi, ayah dan ibu dimana?" tanya Xavier kepada Bibi Moli, pembantu dalam rumahnya yang baik dan penyayang."Ayah kamu pagi tadi langsung pergi ke kantor, kalau ibu kamu pagi tadi juga langsung ke butik" jawab Bibi Moli."Kenapa ayah pergi ke kantor pagi sekali? Dan ibu ke butik ada hal apa?" tanya Xavier lagi."Kata ayahmu pagi ini ada tamu dari luar kota yang akan berkunjung ke perusahaan ayah kamu. Kalau ibu kamu ada pelatihan penting untuk para p
Xavier menunggu Reza memesan makanan sekitar sepuluh menit, Xavier merasa perutnya sangat lapar di tambah lagi ia melihat Nadia yang menikmati makanannya sungguh itu membuat perutnya sudah sangat membutuhkan makanan. Begitu selesai memesan makanan Reza kembali ke meja makan dengan membawa dua porsi makanan. Ia sedikit heran karena di sana ada seorang wanita sedang menikmati makanan. "Lama bener lo!" ujar Xavier saat Reza baru datang setelah memesan makanan. "Lo tau sendiri lah, antrian kan panjang!" ujar Reza dan duduk. "Nih makanannya!" seru Reza, ia masih terlihat heran dengan keberadaan wanita di meja makan mereka. Sementara Xavier memakan lahap makanannya.
"Kau suka senja?" tanya Nadia."Ya, karena senja dapat merubah mood setiap insan hanya dengan melihat keindahannya" Xavier tersenyum. "Apakah kau suka senja juga?" tanya balik Xavier."Tidak!" jawab Nadia singkat."Kenapa?""Walapun senja indah, namun ia hanya sementara, sama hal nya seperti dia""Dia? Siapa? Memang Ada apa dengan dia?""Seperti senja, dia menarik, dia indah, dia menawan, bahkan dia membuatku jatuh cinta. Hingga aku sadar dia seperti senja juga, hadir hanya sesaat!""Apakah kau punya masa lalu yang menyakitkan?" tanya Xavier penasaran."Banyak!""Mmm maafkan aku jika terlalu lancang bertanya padamu""Santai aja lah, apakah kau punya masalah juga?" tanya Nadia."Ada. Tapi masalah keluarga!""Keluarga? Gimana maksudnya"
Seperti biasa, Xavier bangun subuh untuk melaksanakan kewajiban nya sebagai seorang muslim, setelah itu ia melakukan aktivitas lainnya seperti joging pagi, nge-gym, bersepeda, dan bermain badminton dengan teman sekompleksnya. Hari ini mata kuliah akan masuk pada siang hari, karena pagi ini dosen sedang sibuk, mereka di beri tugas untuk membuat sebuah laporan dan untungnya Xavier telah selesai membuat laporan tersebut. Karena tak ada kegiatan pada pagi hari nya, ia pergi ke sebuah cafe, untuk menenangkan pikiran. Terik matahari sangatlah panas membuat hari ini terasa lebih bergairah, sekitar pukul 10.00 ia keluar rumah setelah berpamitan dengan bibi Moli karena ayah dan ibunya pagi tadi pergi untuk melaksanakan pekerjaan mereka. Ia mengeluarkan kendaraan roda duanya dari garasi, tidak lupa ia membawa buku catatan nya untuk menulis sesuatu yang berkaitan dengan cerita ataupun ungkapan perasaan yang ia rasakan. Cafe
Xavier selesai mengganti pakaian dan bersiap menuju kampus kesayangannya."Nak Xavier udah makan?" tanya Bibi Moli, saat Xavier hendak keluar rumah."Belum bi" jawab Xavier."Ayo makan dulu di dapur" ujar Bibi Moli."Nanti aku makan di warung saja bi, simpankan saja makanan di dapur untuk ayah dan ibu" ujar Xavier tersenyum. "Aku pergi kampus dulu bi, Assalamualaikum.." Xavier keluar rumah."Waalaikumussalam.." jawab Bibi Moli. Xavier menuju kampus dan dalam perjalanan menjemput Fidyah.***"Lama bener!" ujar Fidyah saat Xavier baru saja datang."Biarin! Ayo naik!" perintah Xavier dan Fidyah menaiki kendaraan.
Saat Xavier menyapa seseorang yang ia kenal, seseorang tersebut menoleh kearah Xavier dan heran melihat keberadaan Xavier."Eh.. Xavier... sendiri?" tanya balik seseorang tersebut."Nadia kan? Iya sendiri..." tawa kecil Xavier, ternyata seseorang tersebut adalah Nadia. Xavier duduk dikursi depan Nadia."Udah lama disini?" tanya Nadia."Barusan kok. Kamu udah lama?""Mm iya sih..""Udah makan?" tanya Xavier lagi."Barusan habis makan""Ooh okelah, aku mau pesan makan dulu" Xavier pergi memesan makanan. Begitu sampai kembali di meja makan Xavier membawa 1 porsi soto ayam, 2 porsi mie goreng dan secangkir es jeruk yang nampak segar. Nadia menatap heran semua makanan yang Xavier pesan."Itu semua kamu yang makan?" tanya Nadia dengan tatapan yang masih tertuju pada makanan Xavier.
Hujan semakin deras di luar, banyak orang yang berteduh di pos-pos dan halte, sementara Xavier dan Nadia malah menikmati hujan sore ini yang deras dengan kegembiraan. Mereka seperti merasakan kembali suasana masa kecil. Xavier dan Nadia berlarian, saling menyiram dan tertawa di bawah langit hitam dan hujan sore ini, semua pakaian mereka basah tak ada sedikit pun yang tertinggal kering, sungguh mereka sangat menikmatinya."Xavier.... kejar aku kalau bisa!" teriak Nadia dengan gembira dan ia berlari."Tungguin...." teriak kembali Xavier dan ia berlari mengejar Nadia."Ayo cepetan kalau bisa hahaha..." Nadia tertawa. Xavier mempercepat larinya hingga ia sampai mendekati Nadia."Ah... capek" Xavier berhenti di hadapan Nadia dengan lelah."Gitu aja kok capek..." Nadia tersenyum."Tapi kalo ngejar cinta gak capek
"Xavier..." ujar Nadia"Ada apa?" tanya Xavier."Apakah kau pernah merasakan jatuh cinta dengan orang yang baru kau kenal?" "Kenapa kamu tiba-tiba nanya gitu?""Gak kenapa-kenapa kok... jawab aja""Mmm kayaknya belum pernah!""Ooh gitu...""Kalau kamu?" tanya Xavier pada Nadia."Belum pernah.. tapi sekarang aku sedikit merasa bahagia dengan orang yang baru ku kenal"
Malam yang sangat dingin. Setelah menikmati sore, Xavier kembali pulang kerumahnya. Ia merasa lebih tenang dari sebelumnya."Xavier..." seseorang memanggil namanya. Saat Xavier membuka pintu untuk masuk kerumah, ia terkejut melihat ayah dan ibunya yang duduk bersama di ruang tamu. Dan memanggilnya."Ada apa?" batin Xavier. Xavier berjalan mendekati ayah dan ibunya, kemudian duduk bersama mereka di sofa ruang tamu."Ada apa?" tanya Xavier setelah ia duduk."Kamu sibuk?" tanya ayahnya."Tidak" jawab Xavier seadanya."Rini, buatkan minuman!" perintah ayah Xavier. Rini dan Andi adalah nama orang tua Xavier. Ibu Xavier mengangguk setuju, kemudian berjalan ke arah dapur. Sedangkan Xavier masih terlihat heran, ada hal apa ayah dan ibunya memanggilnya dan duduk bersama di ruang tamu.
"Gimana? Film nya bagus kan?" tanya Fidyah pada Kevin, saat mereka selesai menonton film."Bagus sih, tapi konfilknya terlalu banyak!" jawab Kevin."Justru bagus, konflik di film itu penambah bumbu menarik!" ujar Fidyah semangat."Betul juga sih" Kevin tersenyum. Kevin dan Fidyah berjalan keluar studio film dan bioskop yang ada di mall tersebut, mereka kini berjalan ke play ground."Main yuk!" ajak Kevin."Ayo!" Fidyah menangguk setuju. "Kita mau main apa?" tanya Fidyah melihat sekelilingnya, banyak sekali orang-orang yang sedang sibuk dengan permainan."Itu!" Kevin menunujuk salah satu permainan yang tidak asing."Pencabit boneka itu?" Fidyah mengangkat alisnya sebelah."Iya, ayo!" Kevin menarik tangan Fidyah. "Gimana sih cara mainnya?" Kevin melihat seluruh bacaan petunjuk di permainan tersebut.
Setelah mata kuliah selesai, Xavier ingin bertemu dengan Fidyah di bangku taman kampus. Xavier telah menghubungi Fidyah waktu ia berjalan keluar kelas. Saat ini ia sedang mencari es krim kesukaan Fidyah, Xavier membeli es krim tersebut di sebuah toko yang jaraknya dari kampus cukup jauh. Bahkan Xavier berjalan kaki untuk pergi membeli es krim tersebut.Saat ia telah sampai ke toko, langsung saja Xavier membeli es krim choclate caramel chese. Ia membeli dua buah es krim, untuknya dan Fidyah. Begitu es krim sudah ada ditangannya, ia berlari kecil dan mempercepat langkahnya kembali ke kampus untuk menemui Fidyah yang mungkin sudah bosan menunggunya."Semoga aja, Fidyah masih ada disana!" batin Xavier.Xavier semakin mempercepat langkahnya saat ia benar-benar telah berada di kampus dan menuju ke belakang taman kampus. Xavier telah berada di taman
"Hai Fid!" panggil Xavier dari belakang Fidyah yang sedang berjalan menelusuri koridor kampus."Eh Xavier... hufft... ngagetin aja!" Fidyah menghela nafas sedikit terkejut."Heheh maaf-maaf!" Xavier terkekeh pelan.Xavier dan Nadia berjalan di koridor kampus."Ada apa Vier?" tanya Fidyah saat mereka berjalan bersama."Gak ada apa-apa" jawab Xavier."Ooh.." Fidyah mengangguk pelan."Tadi pagi kamu gak ada di depan gerbang, ama siapa ke kampus?" tanya Xavier."Pagi tadi, aku ke kampus ama temen" jawab Fidyah."Temen? Disa?""Bukan!""Siapa?" tanya Xavier lagi."Dia senior, namanya Kevin. Pagi tadi dia jemput""Berarti kamu pergi ke kampus barengan ama dia?""Iya.. sebenernya aku udah bilang, kalo pagi ini kamu mau jemput, tapi dia bilang unt
Fidyah bersiap berangkat ke kampus hari ini, seperti biasa ia akan menumpang dengan sahabatnya Xavier. Setelah memakai pakian dan sarapan, Fidyah keluar rumah menunggu Xavier untuk menjemputnya."Aku pergi dulu bu!" Fidyah berpamitan kepada ibunya dan berjalan keluar rumah."Iya hati-hati nak..." ujar Ibu Fidyah yang sementara menyetrika pakaian. Fidyah telah berada di luar rumah, ia berdiri di depan gerbang rumahnya menunggu Xavier. Tiba-tiba sebuah mobil audi hitam berhenti di hadapannya. Fidyah terlihat heran, dan kaca mobil tersebut diturunkan, terlihat seorang lelaki yang Fidyah kenal."Masuk!" perintah lelaki tersebut dari dalam mobil sambil memegang stir."Kevin?" Fidyah melototkan matanya terkejut."Iya... ayo masuk!" ujar Kevin."Gue lagi nunggu
Xavier lagi-lagi mengajak Nadia ke suatu tempat, Nadia hanya mengikutinya dari belakang. Xavier mendongak ke langit, matahari sedikit demi sedikit mulai menampakan cahaya kemerahannya, Xavier mempercepat langkahnya. Xavier terus menggenggam dan menarik tangan Nadia, jarak tempat yang dituju Xavier dari lapangan sepak bola tadi tidaklah jauh. Hitungan beberapa menit akhirnya mereka sampai di suatu tempat yang sangat indah. Tempat yang pernah mereka berdua kunjungi sebelumnya."Ini kan.." Nadia terkejut."Gimana? Rindu tempat ini?" Xavier berhenti melangkah dan melepas tangan Nadia dari genggaman nya."Rindu banget" Nadia tersenyum. Xavier dan Nadia tepat berada di Pantai yang pernah mereka kunjungi sebelumnya, Xavier dan Nadia duduk di bawah pohon rindang sambil menunggu langit membakar dirinya."Xavier..." ujar Nadia."Mmm" gumam Xavier.
Xavier dan Nadia masih duduk menikmati pemandangan ciptaan tuhan yang sangat indah."Jadi adik kamu masih di pesantren?" tanya Xavier memulai percakapan."Iya.." jawab Nadia."Berapa lama?" tanya Xavier."3 tahun, tapi kalau ada waktu libur ia pasti pulang""Aku nyesel Nad!""Nyesel? Kenapa?" tanya Nadia."Aku nyesel gak masuk pesantren!" ujar Xavier terlihat murung."Jangan gitu dong, mungkin tuhan punya rencana yang lebih baik! Kan kita gak tau" Nadia menyemangati."Aku juga nyesel!""Nyesel kenapa lagi?" Nadia menaikan sebelah alisnya."Nyesel kenapa baru ketemu kamu sekarang, kenapa gak dari dulu coba!" ujar Xavier tersenyum."Apaan sih Vier gak lucu!" Nadia tersenyum balik."Kalau gak lucu, terus kenapa senyum?""Senyum kan sedekah, e
Kantin Kampus- Reza berjalan keluar kelas dan menuju ke kantin kampus setelah mata kuliah selesai. Setelah Reza sampai di kantin, ia melihat Fidyah dan Disa sedang berada disana, Reza berjalan mengahampiri mereka."Hai... gue boleh gabung duduk disini gak?" sapa Reza berdiri di hadapan mereka."Eh Reza... boleh kok!" ujar Fidyah. Reza duduk bersama mereka."Sendiri Za?" tanya Disa sahabat Fidyah."Iya""Xavier kemana?" tanya Fidyah."Katanya tadi ke toko buku" ujar Reza."Ooh..""Kalian berdua udah makan?" tanya Reza."Belum, kami barusan datang dan langsung duduk di sini!" ujar Fidyah."Pesan makanan juga belum kok!" sambung Disa."Oh kalau gitu sini gue aja yang pesan makanan, kalian mau makan apa?" ujar Reza menawarkan diri."Eh
Satu minggu kemudian, Fidyah telah sehat dan masuk kuliah hari ini juga. Pagi ini sangat sejuk di temani hembusan bayu, dengan tamparan cahaya matahari menghangatkan bumi dan seisi nya. Xavier berangkat ke kampus sendirian, sebenarnya ia ingin mengajak Fidyah ke kampus bersama, namun Fidyah telah di antar oleh ayahnya. Setelah sampai dikampus, Xavier berjalan menelusuri koridor kampus, menaiki tangga hingga ia sampai di depan kelasnya. Xavier memasuki kelasnya dan langsung mengahampiri Reza."Dari mana aja lo? Kok gue baru liat!" ujar Xavier saat duduk disamping Reza."Kemarin gue ke rumah nenek!" ujar Reza."Tumben! Nenek lo kenapa?""Nenek gue masuk rumah sakit""Sakit apaan?""Demam, Flu, Batuk-batuk...""Jadi udah siuman?""Alhamdulillah udah..."