Ryuu menatap Elle yang masih terdiam dengan ekspresi sulit ditebak, mengira bahwa keheningan gadis itu adalah sebuah tanda persetujuan.
Jadi tanpa ragu, pria itu pun mengulurkan tangannya, bermaksud untuk menyentuh dagu Elle agar gadis itu bisa menatapnya langsung. Seketika Elle pun tersentak dari lamunannya. Dengan cepat dia pun segera melepaskan tangannya dari cengkeraman Ryuu, lalu bergerak mundur selangkah. Ya Tuhan. Ternyata ia tidak salah mendengar! Ryuu adalah pria yang sangat tampan, Elle harus akui hal itu. Wajahnya yang Asia dengan aura berwibawa serta tubuhnya yang tinggi penuh otot adalah perpaduan yang sempurna, dan Elle pun yakin jika tak kan ada wanita normal yang tidak akan terpikat oleh visualnya. Dan karena itulah semula ia mengira dirinya saja yang terlalu terbawa perasaan karena kedekatan tubuh mereka, dan Elle pun mengira bahwa ia mulai mengkhayal yang tidak-tidak. Dan sekarang jantungnya tak bisa berhenti berdebar, seolah ingin meloncat keluar dari rongga dadanya. Elle sungguh tak menyangka jika pria itu begitu gamblangnya menyatakan ingin menciumnya! Aargh, mereka bahkan baru bertemu kemarin untuk pertama kalinya! Tapi meskipun Ryuu Takahashi telah menjadi tamu penginapan pertama setelah sekian lama Lakeview Inn tak pernah lagi menerima tamu, itu bukan berarti dia bisa seenaknya saja berbuat yang tak senonoh kepadanya! Seharusnya Elle membela harga dirinya. Seharusnya ia melemparkan saja black card itu ke wajah Ryuu, dan berkata enyahlah dari hadapannya. Namun aura dominan penuh intimidasi yang menguar dari bola mata pekat serta dari setiap senti tubuh Ryuu, membuat Elle merasa seperti sebuah mangsa tak berdaya di hadapan predatornya. Elle kembali mundur, dan napasnya pun tercekat saat melihat Ryuu yang malah ikut maju selangkah. Elle mundur lagi, dan Ryuu pun kembali maju. Jarak di antara mereka terus menyempit, membuat Elle semakin gugup. Hingga akhirnya, dia membalikkan tubuh dan berlari menuju penginapan. Kali ini Ryuu hanya berdiri diam di tempatnya, menyaksikan setiap gerakan Elle yang terburu-buru, bahkan gadis itu hampir terpeleset saat menaiki tangga teras. Sontak, sebuah senyum geli pun muncul di wajahnya. “Dia sangat polos dan menggemaskan…” gumannya pelan, seperti sebuah bisikan yang hanya bisa didengar oleh dirinya sendiri. Dia bisa saja mengejar Elle sekarang, tapi tidak. Ryuu memutuskan untuk membiarkannya. "Kamu bisa melarikan diri sekarang, Elle Harper," gumannya lagi, seraya memasukkan kedua tangannya ke dalam saku dan sedikit memiringkan kepalanya, melihat Elle yang telah menghilang dari balik pintu masuk yang dibanting menutup. "Tapi... tidak untuk lain kali." *** DEG DEG. Dengan napas yang masih putus-putus, Elle merapatkan punggungnya ke pintu yang baru saja ia banting tertutup. Bayangan mata pekat Ryuu yang menatapnya intens, senyum misterius yang tersungging di bibir pria itu, serta suara beratnya yang dengan gamblang menyatakan niatnya untuk menciumnya, terus terngiang di kepala Elle. Apa-apaan pria itu?! Elle mengusap wajahnya dengan kedua tangan. Ia tak tahu harus bersikap bagaimana. Di satu sisi, ia ingin mengusir pria itu jauh-jauh. Tapi di sisi lain, ia sadar bahwa Ryuu adalah tamu pertama yang datang ke Lakeview Inn, setelah bertahun-tahun penginapannya ini sepi dari pengunjung. Jika bukan karena situasi finansial yang sulit, Elle pasti sudah menyuruh pria itu pergi sejak tadi. Namun ia butuh uang untuk membangun kembali penginapannya yang mulai rapuh. Dan sekarang, tamu pertamanya justru seorang pria yang… mesum dan kurang ajar! Elle mendesah panjang. Ia harus bersikap lebih tegas lain kali, jika Ryuu kembali menggodanya seperti tadi. Tidak boleh ada lagi kejadian memalukan seperti ini. Tidak boleh! Berusaha mengalihkan pikirannya, Elle memutuskan untuk membuat teh hangat dan mengeluarkan beberapa biskuit manis untuk Akio dan Ayaka. Kedua anak kembar itu pasti lelah dan lapar setelah berlarian di sekitar danau di belakang penginapan. Setidaknya, mengurus mereka bisa membuatnya melupakan kejadian barusan. Setelah menyiapkan nampan berisi teh dan biskuit, Elle membawanya ke luar. Ia terus berjalan ke belakang penginapan, untuk meletakkan nampan ini di atas salah meja kayu di dekat danau. Udara sore yang sejuk membuat suasana terasa lebih nyaman. Elle baru saja hendak meletakkan nampan di atas meja ketika tiba-tiba… “Elle! Pejamkan matamu!” seru sebuah suara anak-anak yang renyah dan ceria penuh semangat, yang ternyata adalah Ayaka. Elle tersentak kecil. Gadis kecil itu mendadak muncul di hadapannya dengan mata berbinar. “Hah? Kenapa?” “Pokoknya pejamkan mata!” Ayaka bersikeras. Elle menghela napas dan tersenyum kecil. “Baiklah, baiklah.” Ia menutup matanya, lalu telinganya mendengar suara langkah kecil Ayaka yang sepertinya menaiki bangku taman di depannya. Lalu, Elle pun merasakan sesuatu diletakkan di atas kepalanya. “Sekarang buka matamu, Elle!” Ketika Elle membuka matanya, ia melihat Ayaka yang telah berdiri di atas bangku di hadapannya dengan senyum yang lebar. Gadis kecil itu mengenakan mahkota yang terbuat dari bunga-bunga liar berwarna-warni yang indah di atas kepala bersurai panjangnya. “Tadaaa! Sekarang kita sama!” seru Ayaka sambil menunjuk ke kepala Elle. Elle terkejut dan segera meraba ubun-ubunnya. Benar saja, ada sesuatu yang melingkari kepalanya. “Aku membuat mahkota bunga yang lebih besar dan lebih bagus untukmu, Elle!” Ayaka menepuk dadanya dengan bangga. “Karena hari ini adalah hari yang sangat spesial.” Elle tersenyum lembut dengan hati yang terasa hangat. Ayaka telah bersusah-payah membuatkan mahkota dari bunga khusus untuknya. Ya ampun, ini manis sekali. “Terima kasih, Ayaka. Tapi… kenapa hari ini spesial?” Dengan wajah penuh kegembiraan, Ayaka menjawab tanpa ragu, “Karena hari ini kamu akan menikah dengan Daddy!” Dan Elle pun terpaku di tempatnya, dengan jantungnya yang kembali berdebar kencang. Pipinya terasa panas, dia bahkan bisa merasakan telinganya memerah. "A-Apa?" Suaranya terdengar lebih tinggi dari biasanya, mencerminkan perasaan terkejutnya. Ayaka mengangguk penuh keyakinan, kedua matanya yang besar berkilat penuh semangat. "Hari ini spesial, karena Daddy bilang dia akan segera membuat Elle jadi istrinya!" Sekarang Elle hampir saja tersedak udara. Dia lalu menoleh ke samping, dimana ada Akio yang baru saja tiba entah dari mana. Melihat tatapan penuh tanya dari Elle, anak lelaki itu pun hanya mengangkat bahu kecilnya, seolah berkata, 'Aku juga baru tahu tentang hal ini.' "A-Ayaka, sepertinya... kamu sudah salah paham, Sayang..." Elle berusaha mengendalikan napasnya yang gugup dan tidak beraturan. "Aku tidak akan menikah dengan Daddy-mu. Kami bahkan baru kenal semalam." "Tapi Daddy bilang kalau dia menyukai Elle," balas Ayaka dengan matanya yang polos. "Dan Daddy juga tidak pernah membiarkan wanita lain menyentuhnya, tapi kemarin saat makan malam, Daddy telah memelukmu, Elle! Juga tadi, Daddy memegang pinggangmu. Itu artinya Daddy telah memilih Elle!" Elle rasanya benar-benar ingin pingsan di tempat detik ini juga. Tunggu... Semalam itu kan sebenarnya dirinya yang hampir jatuh karena terpeleset, lalu Ryuu hanya bermaksud untuk menolongnya. Bukan dengan sengaja memeluknya! Tapi kalau pagi ini... Elle pun meringis dan mengutuk Ryuu dalam hati. Ayaka pasti melihat kejadian tadi, lalu otak mungilnya itu pun menyimpulkan dengan pemikirannya sendiri! "Itu tidak seperti yang kamu pikirkan, Ayaka... Aku hanya~" "Aku akan memberi tahu Daddy kalau Elle masih tidak percaya!" Ayaka memotong dengan bibir cemberut namun wajah penuh tekad. Gadis kecil itu dengan cepat melompat turun dari bangku dan berlari ke arah penginapan. "Ayaka! Jangan!" Elle refleks berteriak, tapi anak itu sudah berlari terlalu jauh, meninggalkan angin yang menerbangkan helai-helai rambut Elle. Akio yang dari tadi hanya diam dan mengawasi semuanya, kini menghela napas pelan. "Ayaka memang seperti itu. Kalau dia sudah punya ide, tidak ada yang bisa mengubah pikirannya." Elle menatap anak laki-laki itu dengan ekspresi putus asa. "Apa yang harus aku lakukan?" Akio menatapnya dengan mimik serius, lalu berkata dengan nada tenang. "Mungkin memang sudah takdirmu untuk menjadi istrinya Daddy, Elle." Elle hampir saja menjatuhkan gelas teh yang ia pegang mendengarnya. "Akio! Jangan ikut-ikutan!" Anak laki-laki itu hanya tersenyum kecil, sebelum mengambil satu biskuit dari nampan dan mulai mengunyahnya dengan santai. Seolah ia baru saja tidak mengatakan sesuatu yang bisa membuat Elle seperti terkena serangan jantung. Ada apa dengan mereka semua sih, sebenarnya?? ***Ayaka berlari masuk ke dalam penginapan dengan langkah mungilnya yang gesit. Sepatu pink ballerina kecilnya menapaki lantai kayu dengan suara berdebum pelan. Manik gelapnya langsung mencari sosok yang ingin ditemuinya. Dan di sanalah Daddy-nya, berdiri di dekat jendela besar yang menghadap ke danau, dengan tangan bersidekap di dada. "Daddy! Daddy!" panggil Ayaka dengan penuh semangat. Ryuu menoleh ke arah putrinya dengan sedikit mengernyit. "Ada apa, Ayaka? Kenapa kamu berlari-lari seperti itu?" Ayaka langsung berhenti di hadapan ayahnya, napasnya sedikit terengah karena terlalu bersemangat. "Daddy! Hari ini adalah hari spesial!" Ryuu menatap putrinya dengan penuh tanda tanya. "Hari spesial apa?" Ayaka mengangkat kedua tangannya ke udara dengan penuh antusias. "Hari ini Elle akan menikah dengan Daddy!" Ruangan yang semula tenang mendadak dipenuhi keheningan yang canggung, sementara Ryuu pun terpaku di tempatnya. "... Apa?" Ryuu akhirnya bersuara, suaranya dalam dan t
Suasana ruang makan terasa hangat dan akrab. Aroma keju leleh dan saus tomat yang gurih memenuhi udara saat empat kotak pizza besar terbuka di tengah meja. Sesuai janji sebelumnya, Ryuu telah memesan makan siang kesukaan putra-putrinya, ia sengaja melakukan itu agar Elle tidak lelah memasak untuk mereka. "Ayaka, jangan ambil yang terbesar lagi," tegur Akio dengan suara datarnya, tapi matanya melirik ke arah potongan pizza yang sudah diambil oleh saudara kembarnya. "Tapi ini yang paling banyak kejunya!" protes Ayaka, pipinya sudah menggembung karena gigitan sebelumya. Elle pun tertawa pelan, diam-diam sungguh menikmati kebersamaan mereka. Ayaka yang imut dan lucu serta Akio yang cool tapi ternyata juga berisik, membuat gadis itu merasakan sesuatu yang menyenangkan di dalam hatinya. Namun tawa itu pun seketika terhenti, ketika ponselnya bergetar di atas meja. Ia mengambilnya dan melihat sebuah e-mail masuk. [Draft Kontrak Kerja Sama: Lakeview Inn Investment] Alis Ell
Ketika Elle akhirnya melanjutkan kembali belanjaannya, ia mulai merasakan tidak nyaman. Bukan karena barang-barang di keranjang belanjanya yang jumlahnya semakin bertambah, melainkan karena tatapan orang-orang yang ada di sekitarnya. Sejak mereka masuk ke supermarket, Elle sudah merasakan bagaimana mata para wanita tertuju pada Ryuu. Pria itu memang tampak mencolok dengan tubuhnya yang maskulin, wajah tampan khas warga Jepang, serta aura percaya diri yang luar biasa. Bahkan hanya dengan berdiri santai sambil memegang troli, Ryuu terlihat seperti model di sebuah iklan eksklusif. Telinga Elle pun juga mendengar bisik-bisik di sekelilingnya. "Siapa pria tampan itu? Seperti orang Jepang ya?" "Lihat otot lengannya. Astaga, dia seksi sekali!" "Apa dua anak itu adalah anaknya? Hah? Tapi siapa wanita di sebelahnya??" Elle pun menundukkan wajahnya seraya berusaha mengabaikan bisikan-bisikan itu, sebelum seseorang menepuk pundaknya dengan lembut. "Elle, sayang… bagaimana kabarm
Elle menghela napas panjang saat menutup pintu bagasi mobil, memastikan semua kantung belanjaan sudah tersusun rapi di dalamnya. Namun sebelum ia bisa melangkah ke sisi pintu penumpang, suara Ryuu yang tenang namun penuh arti tiba-tiba membuatnya berhenti. "Jadi..." Ryuu menyandarkan satu tangan di pinggiran bagasi, menatapnya dengan ekspresi penasaran. "Pria itu, si Bradley Scott, apakah dia adalah alasan kenapa kamu tidak tertarik untuk menjalin hubungan lagi?" Elle tampak menegang sejenak, lalu dengan perlahan ia pun memutar tubuhnya menghadap Ryuu. Pria ini ternyata lebih jeli dari yang ia kira. Dia pasti sudah menebak. Jadi, apa gunanya menyembunyikannya lagi? Elle mengangkat bahunya, berusaha untuk terdengar santai. "Ya, dia mantan tunanganku. Dan sekarang dia akan menikah dengan mantan sahabatku, Catherine." Sejenak, Ryuu terlihat benar-benar terkejut. Manik monolid-nya yang gelap terlihat sedikit membesar, bibirnya sedikit terbuka seolah ingin mengatakan ses
Pagi ini, Elle bangun lebih awal dari biasanya. Ia langsung menuju dapur bermaksud untuk menyiapkan sarapan, sebelum semua tamunya bangun. Ia ingin menyibukkan diri dengan sesuatu yang konkret seperti memasak, membersihkan, melakukan pekerjaan yang memang menjadi bagian dari rutinitasnya. Namun harapannya pun pupus, ketika ia menemukan seseorang sudah berdiri di sana, mengenakan kaus putih sederhana dan celana jogger abu-abu. Ryuu. Pria itu terlihat sedang membuka lemari dapur dengan ekspresi bingung. Wajahnya masih sedikit mengantuk, rambut hitamnya agak berantakan, dan kancing atas kausnya sedikit terbuka, memperlihatkan kulitnya yang putih khas Asia. Elle membeku di ambang pintu. "Apa yang kamu lakukan di sini?" Ryuu menoleh dengan santai, seolah tidak melihat sesuatu yang aneh dengan kehadirannya di dapur ini. "Mencari kopi," sahutnya dengan senyuman. Elle mengerjap. "Kamu bisa meminta padaku untuk dibuatkan kopi. Aku yang mengelola penginapan ini, dan kamu
Angin kencang terdengar meraung di luar jendela, membuat ranting-ranting pohon di sekitar penginapan bergoyang liar. Langit yang tadinya kelam kini sesekali diterangi kilatan petir, diiringi suara gemuruh yang mengguncang malam. Hujan deras pun turun tanpa ampun, membasahi halaman Lakeview Inn dan menyapu dedaunan yang berserakan. Elle berdiri di dekat jendela ruang tamu, menatap cuaca yang semakin memburuk dengan wajah khawatir. Ia tahu badai sedang menuju ke sini, tetapi tidak menyangka akan datang secepat dan sekuat ini. Lalu tiba-tiba... BRAAK! Elle tersentak ketika sebuah suara keras menggema dari sisi penginapan. Tak butuh waktu lama sebelum listrik yang kemudian mendadak padam, menenggelamkan seluruh bangunan dalam pekatnya kegelapan. Langkah-langkah tergesa pun terdengar dari arah koridor. Elle menoleh dan melihat Ryuu yang datang dengan membawa senter. Sementara Ayaka dan Akio mengikuti di belakangnya dengan mata membelalak karena kaget. "Apa y
Pagi hari ini di Lakeview Inn dimulai dengan langit yang masih kelabu, tampak sisa-sisa badai semalam meninggalkan embun dingin yang masih menyelimuti udara. Namun suasana terasa jauh lebih hangat dan damai di dalam kamar. Ryuu sudah terjaga lebih dulu. Ia duduk di tepi tempat tidur sambil mengamati ketiga orang yang masih terlelap di sisinya. Akio dan Ayaka terlihat tidur dalam posisi berantakan, tangan dan kaki mereka saling bertumpuk, sementara selimut mereka hampir jatuh dari kasur. Dengan sabar, Ryuu pun membetulkan posisi tidur kedua bocah itu. Ia menarik selimut mereka hingga ke bahu, memastikan tubuh kecil mereka tetap hangat. Namun sebelum ia berdiri, manik gelapnya tertumbuk pada sosok di sisi lain tempat tidur. Elle. Gadis itu masih tampak sangat pulas. Napasnya berhembus dengan teratur, dan wajahnya tampak begitu damai dalam tidur. Ryuu memiringkan kepalanya sedikit, memperhatikan bagaimana helaian rambut cokelat kemerahan itu jatuh berantakan di atas bantal
Elle menggigit bibirnya gugup saat melihat bagaimana Ryuu masih menatapnya dengan intens. Ada sesuatu di mata pria itu yang membuat napasnya tercekat... sesuatu yang mendalam, berbahaya, dan menghipnotis. Gadis itu tersentak ketika tubuhnya tiba-tiba ditarik mendekat dalam satu gerakan cepat, lalu tiba-tiba saja Ryuu telah mengangkat dan mendudukkannya di atas meja makan. Seketika Elle pun menahan napasnya dengan dada yang naik turun tak beraturan, serta kedua tangannya yang otomatis berpegangan pada bahu Ryuu demi keseimbangan. "R-Ryuu~~" "Sshh..." Jari Ryuu menyentuh dagu Elle, mengangkat wajahnya sedikit agar ia bisa menatap mata gadis itu lebih dalam. "Kamu terlalu menggemaskan pagi ini," bisiknya dengan suaranya yang dalam. "Dan aku pun tidak ingin lagi menahan diri." Kemudian bibirnya kembali menyentuh bibir Elle, untuk yang kedua kalinya. Dan kali ini... Ryuu tidak terburu-buru. Ia mengeksplorasi dengan lembut untuk menguji respons Elle, menikmati set
Pintu kamar mandi itu tiba-tiba terbuka dari dalam, diiringi oleh Ryuu yang mengayunkan langkah keluar dengan Elle yang berada di dalam dekapannya. Tubuh gadis itu menempel pada tubuh Ryuu seperti koala. Kedua tangannya mengalung di leher pria itu dan kedua kaki Elle melingkari pinggangnya. Ryuu pun melangkah pasti dengan bibirnya yang masih asyik mencumbu bibir lembut Elle yang adiktif. Dengan tubuh yang masih sama-sama setengah basah sehabis bercinta dan mandi sesudahnya, Elle mengenakan bath robe putih yang menutupi tubuhnya, sementara Ryuu hanya mengenakan boxer. Pria itu lalu merebahkan tubuh Elle di atas ranjang, ciuman mereka pun sontak terlepas kala Ryuu menatap lekat penuh damba pada sosok gadis miliknya. Ia memandangi rambut coklat gelap yang mengikal lembut karena setengah basah, tampak berserakan dengan kontras di atas seprai putih. Wajah Elle yang cantik itu juga ikut memandangi dirinya, membuat Ryuu menatap pada manik bening berkilau dan bibir penuh yang tampak r
Ryuu membawa Ayaka dan Akio ke dalam kamar mereka. Langit di luar jendela mulai berubah warna meskipun masih siang hari, menandakan cuaca yang mendung dan mungkin akan diwarnai oleh butiran hujan dari langit. Suasananya tampak syahdu, tenang dan nyaman. Namun bagi Ryuu, ini adalah momen yang paling tepat. "Daddy mau kalian istirahat siang sekarang," ujarnya sambil berdiri di tepi tempat tidur, menatap kedua anak kembarnya yang langsung mengernyit tak suka. "Daddy bercanda?" cetus Ayaka sambil mendengus serta menyilangkan tangan di dada mungilnya. "Aku kan belum mengantuk!" Akio pun ikut menatap Ryuu dengan sorot penuh curiga. "Hm, ya. Rasanya ada yang aneh. Daddy sangat jarang menyuruh kami untuk tidur siang tanpa alasan." Ryuu tertawa kecil. Ia pun memutuskan untuk duduk di tepi ranjang dan menatap mereka secara bergantian. Sebuah seringai samar mewarnai wajahnya yang tampan, karena ia akan mengajukan penawaran yang sulit ditolak oleh kedua anak kembarnya itu."Baiklah. Ka
Perjalanan pulang dari restoran dipenuhi oleh suara riang Ayaka, yang tak henti-hentinya bercerita tentang berbagai hal. Dari rasa es krim yang mereka beli, tempat-tempat yang mereka lewati, hingga bagaimana Ryuu dengan mudah meringkus pria yang hendak menculik seorang anak kecil di depan restoran tadi. "Daddy itu keren banget! Gerakannya cepat sekali, juga langsung menangkap orang jahatnya hanya seorang diri!" seru Ayaka dengan mata yang berbinar-binar. Akio mengangguk setuju, meskipun tidak ikut sebanyak bicara seperti saudara kembarnya. "Benar. Aku sampai penasaran, Daddy ini sebenarnya manusia apa bukan ya?" Elle yang duduk di samping Ryuu hanya mendengarkan sambil tersenyum, tapi sebenarnya dengan benak yang tengah jauh melayang. Ia masih memikirkan kejadian tadi. Bagaimana Ryuu bergerak begitu cepat dengan tangannya yang cekatan, dan tatapan matanya yang berubah tajam dalam sekejap ketika menyelamatkan anak kecil itu. Elle masih larut dalam lamunannya, ketika
Begitu mereka melangkah keluar dari restoran, dua pria berpakaian hitam dengan kacamata gelap sudah menunggu di dekat pintu. Tubuh mereka tegap, postur kaku, dan aura mereka begitu kuat sehingga membuat orang-orang yang lewat secara refleks bergerak menjauh. Begitu melihat Ryuu, kedua pria itu langsung membungkukkan tubuh penuh hormat, melakukan salam khas Jepang yang dalam dan penuh tata krama. Elle berhenti di tempatnya dengan jantung yang mulai berdetak lebih cepat. Seketika ia melirik Akio dan Ayaka, tapi kedua anak itu tampak biasa saja seolah ini bukan sesuatu yang aneh bagi mereka. "Takahashi-shachou (Presiden Direktur Takahashi)," salah satu pria menyapa Ryuu dengan sopan. Ryuu mengangguk ringan. "Tunggu sebentar," ucapnya pada pria itu, lalu berbalik ke arah Elle dan anak-anaknya. "Kalian tunggu di sini, aku harus bicara dengan mereka sebentar." Elle hanya mengangguk pelan, tapi matanya tidak lepas dari Ryuu dan kedua pria itu saat mereka berjalan sedikit
Elle kembali duduk di kursinya, tapi pikirannya masih terpaku pada apa yang baru saja terjadi. Ryuu menangani penculik itu dengan cara yang terlalu cepat, terlalu efisien, dan sama sekali tidak seperti orang biasa. Bahkan polisi pun terlihat terkejut saat mereka tiba di lokasi dan melihat betapa mudahnya Ryuu melumpuhkan pria berbadan besar itu. Namun, Ayaka dan Akio tampak menganggap semua itu sebagai hal biasa. Mereka sama sekali tidak kaget, malah terlihat bangga seolah ini adalah sesuatu yang sering mereka saksikan. Elle melirik ke arah Ryuu yang kini kembali menyantap makan siangnya dengan tenang, seakan kejadian barusan hanyalah sebuah gangguan tak berarti dalam harinya. "Ada yang mau tambah minum?" tanya Ryuu santai, sama sekali tidak menyadari bahwa Elle masih menatapnya dengan penuh kebingungan. Elle membuka mulutnya, ingin menanyakan sesuatu tetapi masih ragu. Haruskah ia bertanya sekarang? Atau lebih baik menunggu waktu yang lebih tepat? Akhirnya ia mena
"Apakah aku boleh bertanya... tentang ibu kandung dari si kembar?" Mendengar pertanyaan Elle yang tiba-tiba itu, Ryuu tampak diam dengan jemarinya yang saling bertaut, seakan sedang mencari kata-kata yang tepat untuk diucapkan. Pria itu menghela napas pelan seraya menatap wanita bersurai coklat di sampingnya dengan lekat. "Ibu kandung Ayaka dan Akio… dia bukan wanita biasa," pria itu pun akhirnya membuka suara dengan nada yang rendah dan hampir berbisik. "Dari awal, hidupnya selalu dikelilingi oleh bahaya." Elle mengerutkan kening, menunggu Ryuu melanjutkan. Pria itu lagi-lagi menghela napas sebelum kembali berbicara. "Dunia tempatnya berasal, adalah tempat yang tidak akan pernah membiarkan Ayaka dan Akio hidup dengan tenang jika mereka tetap berada di sisinya." Elle terdiam. Ia bisa melihat kesedihan yang tersembunyi di mata Ryuu. Sekilas, pria itu tampak seperti sedang berperang dengan dirinya sendiri, seakan ada bagian dari cerita ini yang tak seharusnya ia ungkap
Pintu kamar itu tiba-tiba terbuka dari dalam, dan Ryuu pun keluar dengan menggendong Elle yang berada di dalam pelukannya. Langkahnya tegas dan genggamannya begitu kokoh, seolah ingin selalu memastikan agar Elle tak akan terluka lagi. Sedangkan Elle, gadis itu hanya bisa menyandarkan dirinya dengan pasrah di dada pria itu seraya merasakan denyut jantung Ryuu yang stabil, dan entah sejak kapan telah menjadi buaian yang membuatnya merasakan ketenangan. Ryuu membawa Elle ke ruang tamu, dan ternyata ada Akio yang sejak tadi sudah berdiri menunggu di sana dengan wajah yang murung. Bocah itu menatap Elle dengan manik gelapnya yang berkaca-kaca dipenuhi rasa bersalah, tampak seperti sekuat tenaga menahan tangisnya. Kedua tangannya mengepal di sisi tubuhnya yang sedikit gemetar. "Elle..." Akio berucap dengan suaranya lirih berbisik. "Maaf... Aku... aku sudah membuatmu terluka. Kalau saja aku tidak memanjat pohon itu..." Bibirnya bergetar, seolah satu kata lagi akan membuat
Ryuu telah selesai mengompres bengkak di pergelangan kaki Elle, lalu membersihkan sisa air dengan lap bersih, sebelum kemdian memasang perban elastis dengan hati-hati. Jemarinya yang besar dan kokoh bekerja dengan ketelitian serta cermat. Elle memperhatikan setiap gerakan dengan pandangan yang tertuju pada ekspresi serius pria itu. Ada kelembutan tersembunyi dalam cara pria itu menangani lukanya, hingga melukiskan senyum yang terbit di bibirnya. Ryuu yang tanpa sengaja mendongak dan menangkap ekspresi Elle, seketika langsung mengangkat alisnya. "Kenapa tiba-tiba tersenyum?" tanyanya. Elle mengangkat bahu ringan. "Karena kamu. Aku tidak menyangka jika kamu ternyata begitu terampil merawat kakiku." Ryuu pun tertawa tanpa suara. "Aku adalah orang tua tunggal dengan dua anak, Elle. Mengatasi kecelakaan kecil seperti ini sudah jadi bagian dari hidupku." Elle ikut tersenyum, entah kenapa ia merasakan kehangatan yang menelusup di dalam dadanya karena perkataan Ryuu. "Aya
Ryuu tetap diam di ambang pintu, memperhatikan pemandangan di hadapannya dengan perasaan yang sulit diungkapkan. Ayaka masih menempel manja pada Elle, sementara Akio berdiri di samping mereka dengan ekspresi yang lebih terkendali, meskipun Ryuu bisa melihat kilatan kehangatan di matanya. Elle tertawa kecil, mengusap lembut kepala Ayaka. "Kalian datang ke sini sendirian?" Ayaka mengangguk bersemangat. "Iya! Kita naik mobil dengan Renjin!" Ryuu mendengus pelan dan menggerutu dalam hati ketika mendengar nama Renjin. Seharusnya orang itu mengawasi kedua anak kembarnya, bukan malah melepas mereka untuk mengganggunya. Akio yang sejak tadi diam akhirnya ikut angkat bicara. "Ini salah Ayaka. Dia menangis seharian dan bilang kangen dengan Elle, makanya Renjin mengantarkan kita ke sini." Seketika Ayaka mengerucutkan bibirnya. "Kamu juga kangen dengan Elle kan, Akio? Mengaku saja!" Akio hanya menghela napas dan mengedikkan bahu malas, tampak enggan berdebat. Elle tersenyum